Anda di halaman 1dari 13

ABORSI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Masail Fiqhiyah”

Dosen pengampu :

Dr. Zayyad Abd Rahman, MHI.

Oleh :

M. Irham Maulana M (931104017) Kholisna Minal Balwa (931101017)


Wafi Firdausi (931107517) Ahlussunnah Ghofuroh (931105717)
Jenni Eko W (931107617) Zakiya Umi Kamelia (931108717)
Anjar Siti Robi’ah (931110417) Ari Rizma Rizkya (931100617)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia, belum ada batasan resmi mengenai aborsi. Menggugurkan
kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah ‘abortus’ adalah
pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur) sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh. Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran
kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja
maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin berusia muda (sebelum bulan keempat masa
kehamilan).
Aborsi yang marak dilakukan saat ini bukan berdasarkan pada aturan sesuai
Undang-Undang Kesehatan namun dilakukan menyimpang dari aturan tersebut.
Maraknya borsi yang terjadi tidak terlepas dari pergaulan remaja saat ini yang sangat
memprihatinkan adalah karena banyak pemuda pemudi bahkan remaja melakukan seks
bebas dengan pacarnya. Dan alhasil hamil di luar nikah, tidak sedikit dari mereka
memilih melakukan aborsi karena merupakan aib bagi keluarga.
Tindakan aborsi atas permintaan pasien tidak dapat dibenarkan, kecuali bila
aborsi dilakukan semata-mata atas pertimbangan medis. Tindakan aborsi jelas-jelas
dilarang norma hukum, agama, norma sosial kemasyarakatan maupun sumpah kedokteran
dan etika kedokteran. Berbagai alasan dikemukakan untuk “pembenaran” atas alasan itu
(misalnya alasan kemanusiaan) namun pada para dokter pelaku aborsi selalu menolak bila
dikatakan aborsi dilakukan bermotif financial. Kenyataannya justru karena fulus inilah
yang menyebabkan dokter melanggar norma dan aturan, ajaran agama, hukum Negara,
etika dan moral profesi. Dijadikan sebagai sarana mata pencaharian yang dapat
menghasilkan banyak keuntungan secara cepat.
Perbuatan aborsi yang dilakukan remaja memang merupakan suatu kesalahan,
namun tidak terlepas seorang dokter yang membantu melaksanakan aborsi tersebut. Oleh
karena itu perlu ditinjau kembali masalah pertanggungjawaban pidana.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari aborsi?
2. Bagaimana hukum aborsi ditinjau dari hukum islam?
3. Bagaimana hukum aborsi ditinjau dari hukum positif di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari aborsi
2. Untuk mengetahui hukum aborsi menurut hukum islam
3. Untuk mengetahui hukum aborsi menurut hukum positif di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aborsi
Kata aborsi berasal dari bahasa Inggris yaitu abortion dan bahasa Latin abortus.
Secara etimologis berarti gugur kandungan atau keguguran.1 Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia aborsi adalah: 1) Terpancarnya embrio yang tidak mungkin lagi hidup
(sebelum hasil bulan keempat dari kehamilan); keguguran atau keluron; 2) Keadaan
berhentinya pertumbuhan normal (untuk makhluk hidup); 3) Guguran (janin).2
Dalam bahasa Arab disebut Isqatu al-Hamli al-Ijhad. Sedangkan secara
terminologis, menurut Sardikin Gina Putra aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi dari
rahim sebelum hasil konsepsi dapat lahir secara alamiah dengan adanya kehendak
merusak hasil konsepsi tersebut. Dan menurut Nani Soedo SH, aborsi adalah pengeluaran
buah kehamilan pada waktu janin masih sedemikian kecilnya, sehingga janin tidak dapat
hidup. Menurut koesnadi, aborsi adalah pengeluaran buah kehamilan pada waktu janin
masih sedemikian kecilnya sehingga tidak dapat hidup diluar rahim, yaitu apabila berat
badan janin masih kurang dari 1000 gr atau kehamilannya kurang dari 20 minggu.3
Dalam dunia kedoktran dikenal tiga macam aborsi, yaitu: 1) Aborsi
Spontan/Alamiah atau Abortus Spontaneus, 2) Aborsi Buatan/Sengaja atau Abortus
Provocatus Criminalis, 3) Aborsi Terapeutik/Medis atau Abortus Provocatus
Therapeuticum. Aborsi spontan/alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebnyakan
disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Aborsi
buatan/sengaja (Abortus Provocatus Criminalis) adalah pengakhiran kehamilan sebelum
usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat
tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam
hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Aborsi terapeutik (Abortus Provocatus
1
Nelly Yusra,"Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam", Marwah: Jurnal Perempuan, Agama dan Jender, Vol. 11,
No. 1, 2012, 94-95.
2
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Depdikbud RI, Kamus Besar Bahsa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 1995, 2.
3
Sun Choirul Ummah, “Tindakan Aborsi di Indonesia Menurut Hukum Islam”, Humanika, Vol. 14, No. 1, 2014, 2-
3.
Therapeuticum) adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi
medic. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah
tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan calon ibu
maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang
matang dan tidak tergesa-gesa. Pelaksanaan aborsi adalah sebagai berikut; kalau
kehamilan lebih muda, lebih mudah dilakukan. Makin besar kehamilan makin lebih sulit
dan resikonya makin banyak bagi si ibu.4
Cara-cara yang dilakukan di klinik-klinik aborsi itu bermacam-macam, biasanya
tergantung dari besar kecilnya janin; 1) Aborsi untuk kehamilan sampai 12 minggu
biasanya dilakukan MR (Menstrual Regulation) yaitu dengan penyedotan (semacam alat
penghisap debu yang biasa, tetapi dua kali lebih kuat); 2) Pada janin yang lebih besar
(sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi & Curetage; 3) sampai 24 minggu. Disini bayi
sudah besar sekali. Karena itu, bayi biasanya harus dibunuh lebih dahulu dengan
meracuninya. Misalnya dengan cairan garam yang pekat seperti saline. Dengan jarum
khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam rahim, ke dalam air ketuban, sehingga
anaknya keracunan, kulitnya terbakar, lalu mati; 4) Diatas 28 minggu biasanya dilakukan
dengan suntikan prostaglandin sehingga terjadi proses kelahiran buatan dan anak itu
dipaksakan untuk keluar dari tempat pemeliharaan dan perlindungannya; 5) Dipakai cara
operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa.5
B. Aborsi Menurut Hukum Islam
Secara eksplisit al-Qur’an tidak menyatakan kapan janin atau embrio disebuut
sebagai ‘manusia’. Namun demikian al-Qur’an banyak menjelaskan proses
perkembangan janin dalam kandungan. Ada yang dijelaskan secara sekilas, dan ada pula
yang dijelaskan secara rinci. Ayat-ayat yang menjelaskan proses perkembangan janin
secara rinci dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Hajj: 5, yang artinya:
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur),
maka ketahuilah sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari
setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang
sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan

4
Nelly Yusra,"Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam", Marwah: Jurnal Perempuan, Agama dan Jender,… 96.
5
Ibid,... 97.
Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah
ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi.....”.

Juga dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Mu’minun: 12-14 yang artinya:

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati


(berasal) dari tanah. (12) Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). (13) Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging-
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah
Pencipta Yang Paling Baik. (14)”

Demikianlah, al-Qur’an menjelaskan tahapan-tahapan kejadian manusia di dalam


rahim. Namun demikian ayat-ayat diatas tidak menyebut kapan janin mempunyai
jiwa/ruh. Informasi mengenai hal ini terdapat dalam hadist Nabi. Paling tidak dua hadist
Nabi yang menungkap peniupan ruh ke dalam janin, yakni:

Pertama: HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud:

“sesungguhnya kamu berada di rahim ibumu selama 40 hari sebagai nuthfah,


kemudian menjadi ‘alaqah selama masa yang sama, lalu menjadi mudghah pada masa
yang sama pula. Lalu Allah mengutus seorang malaikat dan meniupkan ruh ke dalam
tubuhnya. Malaikat itu kemudian diperintahkanNya menulis empat kalimat, lalu malaikat
itu menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, kebahagiaan dan kesengsaraannya...”

Kedua: HR. Muslim dan Hufaizah bin Asid

“Jika nuthfah melewati 42 malam, maka Tuhan mengutus malaikat untuk


membentuk rupa, pendengaran, penglihatan, kulit, daging dan tulangnya. Malaikat
bertanya, “Ya Tuhan, lelaki dan perempuan?” Allah pun memutuskan sesuai
kehendakNya dan malaikat mencatatnya....”

Sebagai konsekuensi dari pemahaman ayat dan hadist sebagaimana dijelaskan


diatas, para fuqaha membuat formulasi hukum yang berbeda-beda mengenai aborsi.
Awalnya, para fuqaha klasik memberlakukan hukum ini secara umum, yakni mencakup
aborsi di dalam dan di luar perkawinan (kehamilan karena seks di luar nikah). Hanya
saja, perkembangan terakhir menunjukkan adanya formulasi hukum tersendiri bagi aborsi
yang disebabkan oleh hamil di luar nikah dengan alasan-alasan yang tidak semata-mata
bersifat fiqhi, melainkan juga menyertakan alasan-alasan yang sifatnya moral dan sosial.

Seluruh ulama dari semua madzhab sepakat bahwa aborsi setelah kehamilan
melewati 120 hari adalah haram, karena pada saat itu janin telah bernyawa. Dasar dari
hukum ini adalah hadist pertama sebagaimana yang telah dijelaskan. Karena pada usia
tersebut janin telah bernyawa, maka menggugurkannya sama dengan membunuh manusia
(anak) yang secara jelas diharamkan oleh Allah SWT, seperti yang tertera dalam QS. Al-
An’am: 151, QS. Al-Isra’: 33, dan sebagainya.6 Sedang usia sebelum 120 hari terjadi
khilafiyah. Ada yang berpendapat boleh, makruh dan haram.

Menurut Imam al-Ramli dari kelompok pengikut Imam Syafi’i, melakukan aborsi
bagi janin yang sudah berusia 120 hari adalah haram hukumnya. Karena diperkirakan
bahwa janin sudah bernyawa. Sedangkan pengguguran sebelum 120 hari hukumnya
adalah boleh. Ibnu Hazm juga berpendapat bahwa pembunuhan janin setelah
ditiupkannya ruh dan usianya mencapai 120 hari dianggap sebagai tindakan kejahatan
pembunuhan dengan sengaja dan dijatuhkan hukuman qishas, kecuali dimaafkan oleh si
korban.7

Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya ‘Ulum al-Din, berpendapat bahwa aborsi
adalah tindakan pidana yang haram tanpa melihat apakah sudah ada ruh atau belum. Al-
Ghazali mengatakan bahwa kehidupan telah dimulai sejak pertemuan antara air sperma
dengan ovum di dalam rahim perempuan. Jika telah ditiupkan ruh kepada janin, maka itu
merupakan tindak pidana yang sangat keji, setingkat dengan pembunuhan bayi hidup-
hidup.8 Pendapat ini didukung Mahmud Syaltut dan Yusuf Qaradhawi. Menurut pendapat
Abd al-Rahman al-Baghdadi, jika pengguguran itu dilakukan setelah 40 hari masa
6
Saifullah, “Aborsi dan Resikonya Bagi Perempuan (Dalam Pandangan Hukum Islam)”, Jurnal Sosial Humaniora,
Vol. 4, No. 1, Juni: 2011, 22.
7
Dewani Romli, “Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam (Suatu Kajian Komparatif)”, Al-
Adalah, Vol. 10, No. 2, Juli: 2011, 160.
8
Saifullah, “Aborsi dan Resikonya Bagi Perempuan (Dalam Pandangan Hukum Islam)”, Jurnal Sosial
Humaniora,... 22.
kehamilan, yaitu saat mulai terbentuknya janin, maka hukum penguguran adalah haram.
Sama halnya penguguran janin setelah ditiupkan ruh. Sebab, janin yang sedang dalam
proses pembentukan organ-organnya dapat dipastikan sebagai janin yang sedang
mengalami proses terbentuknya manusia sempurna.9

Kemudian dari fukaha Syafi’iyah (kecuali al-Ghazali), dan mayoritas fukaha


Hanabillah (kecuali Ibn Rajab) serta mayoritas fukaha Hanafiyah, berpendapat bahwa
pengguguran kandungan (aborsi) yang dilakukan atas persetujuan suami istri dan tidak
menggunakan alat yang membahayakan serta janin yang digugurkan tersebut belum
berusia 40 hari, maka hukumnya makruh. Alasan dari mahzhab Hanafi adalah karena
janin itu belum berbentuk.10

Penetapan hukum pelarangan aborsi, terdapat sedikit perbedaan dari keempat


mazhab besar fiqih Islam, yaitu sebagai berikut:

a. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa aborsi bisa dilakukan hanya bila membahayakan dan
mengancam keselamatan si ibu dan hanya dapat dilakukan sebelum masa empat bulan
kehamilan.
b. Mazhab Maliki melarang aborsi apabila telah terjadi pembuahan.
c. Mazhab Syafii berpaham apabila setelah terjadinya fertilisasi zygote, tidak boleh
diganggu. Jika diganggu, dianggap sebagai kejahatan.
d. Mazhab Hambali berpendapat karena adanya pendarahan yang menimbulkan kematian,
hal ini menunjukkan bahwa aborsi adalah dosa.11
Masalah aborsi ini juga dibahas dalam Musyawarah Nasional (MUNAS) Majelis
Ulama Indonesia (MUI) tahun 2000 yang langsung ditetapkan dalam Fatwa Munas MUI
No.1/Munas VI/MUI/2000 tentang aborsi. Bahwa menurut keputusan MUI melakukan
aborsi sebelum atau sesudah nafkhal-ruh hukumnya haram, kecuali jika ada alasan-alasan
medis atau alasan lain yang dibenarkan oleh syariat islam, seperti untuk menyelamatkan
jiwa si ibu.12

9
Dewani Romli, “Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam (Suatu Kajian Komparatif)”, Al-
Adalah,... 162
10
Ibid,... 161.
11
Anik Listiyana, “Aborsi dalam Tinjauan Etika Kesehatan, Perspektif Islam dan Hukum di Indonesia”, UIN Maliki
Malang, 73.
Bahwa Fatwa Munas MUI No.1/Munas VI/MUI/2000 tentang Aborsi sudah tidak
relevan untuk dijadikan pedoman dalam kasus aborsi saat ini, maka perlu dilakukan
pembaharuan fatwa MUI tentang aborsi tersebut. Pada tanggal 3 Februari 2005, 19 Mei
2005 dan 21 Mei 2005, MUI mengadakan rapat untuk melakukan pembaharuan fatwa
tentang aborsi tersebut. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 2005 (12 Rabi’ul Akhir 1426 H)
MUI memutuskan untuk menetapkan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2005 tentang aborsi.

Pertama: Ketentuan Umum

1. Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu
yang diharamkan maka akan mati atau hamper mati.
2. Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu
yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar.

Kedua: Ketentuan Hukum

1. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blantosis pada dinding rahim ibu
(nidasi).
2. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya Implantasi blantosis pada dinding rahim ibu
(nidasi). Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun
hajat. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi
adalah perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut,
TBC dengan cavern dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan
oleh Tim Dokter. Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
Kedaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi
adalah janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak
sulit disembuhkan. Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh tim yang
berwenang yang didalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.
Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin
berusia 40 hari. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi
akibat zina.
C. Aborsi Menurut Hukum Positif
12
Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003),
256.
Secara hukum, aborsi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal
283, 299, 346, 348, 349, 535 dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasa1 2 dan
1363. Pada intinya pasal-pasal tersebut menyatakan bahwa tuntutan dikenakan bagi
orang-orang yang melakukan aborsi ataupun orang-orang yang membantu melakukan
baik secara langsung maupun tidak langsung.13 Pada intinya hukum formal yang
mengatur masalah aborsi menyatakan bahwa pemerintah Indonesia menolak aborsi.
Pengecualian diberikan jika ada indikasi medis sebagaimana tercantum dalam Undang-
Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 15 dan Pasal 80. Selain itu, masalah
aborsi juga terkait dengan Sumpah Dokter Indonesia yang antara lain menyatakan bahwa
dokter akan menghormati setiap kehidupan.14
Keberadaan praktik aborsi kembali mendapat perhatian dengan disyahkannya
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Meski demikian UU ini
menimbulkan kontroversi diberbagai lapisan masyarakat karena adanya pasal-pasal yang
mengatur mengenai aborsi dalam praktek medis mengandung berbagai reaksi. Pasal 75
dan 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009, kembali menegaskan bahwa pada
dasarnya UU melarang adanya praktik aborsi (Pasal 75 ayat 1).
Terlepas dari hukum formal yang mengatur, aborsi merupakan fenomena yang
terkait erat dengan nilai-nilai sosial budaya agama yang hidup dalam masyarakat. Dalam
konteks Indonesia aborsi lebih condong sebagai aib sosial daripada manifestasi kehendak
bebas tiap individu. Aborsi merupakan masalah yang sarat dengan nilai-nilai sosial,
budaya, agama, dan politik. Aturan normatif legal formal menolak aborsi meski masih
ada ruang untuk hal-hal khusus. Aturan normatif sosial-hudaya-agama yang "informal"
pada umumnya juga menolak aborsi, meski terdapat variasi dan kelonggaran di sana-
sini.15
Negara pada prinsipnya melarang tindakan aborsi, larangan tersebut ditegaskan
kembali dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Tetapi
kenyataannya, tindakan aborsi pada beberapa kondisi medis merupakan satu-satunya

13
Dewi Indraswati, Fenomena Kawin Muda dan Aborsi: Gambaran Kasus (Jakarta: Mizan, 1999), 132.
14
Ibid,... 133.
15
Titik Triwulan Tutik, “Analisi Hukum Islam Terhadap Praktik Aborsi Bagi Kehamilan Tidak Diharapkan (KTD)
Akibat Perkosaan Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, UIN Sunan Ampel, 3.
jalan yang harus dilakukan tenaga medis untuk menyelamatkan nyawa seorang ibu yang
mengalami permasalahan kesehatan atau komplikasi yang serius pada saat kehamilan.16
D. Analisa Penulis
Tersebab alasan terjadinya aborsi dalam dunia kedokteran terdapat 3 macam,
yaitu: pertama, aborsi spontan/alamiah yaitu keguguran kandungan tanpa direncanakan
maka hukumnya boleh karena bukan merupakan tindakan yang tidak diinginkan oleh
calon ibu tersebut maupun keluarga yang bersangkutan. Kedua, aborsi buatan/sengaja
yaitu pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu dan sebagai suatu
tindakyang disengaja, maka hukumnya adalah haram. Kecuali jika aborsi hasil
pemerkosaan menganut pada fatwa MUI maka hukumnya boleh dilakukan. Ketiga, aborsi
terapeutik/medis yaitu aborsi buatan yang dilakukan atas indikasi medis maka hukumnya
boleh dilakukan. Alasan dibolehkannya aborsi karena terdapat alasan medis adalah
karena menyelamatkan nyawa ibu yang sudah jelas kehidupannya lebih diutamakan dari
pada nyawa bayi dikandungan yang belum jelas kehidupannya.
Dalam Peraturan per-Undang-Undangan, Negara menolak dengan keras adanya
tindakan aborsi. Disamping melanggar kode etik profesi dokter sebagai penyelamat
kehidupan tindakan aborsi juga termasuk tindakan pidana. Aborsi boleh dilakukan jika
terdapat alasan medis yang membenarkan tindakan tersebut.

Adi Susanto, “Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang
16

Kesehatan Reproduksi”, Skripsi (Salatiga: IAIN Salatiga, 2015), 57-58.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Aborsi berasal dari bahasa Inggris yaitu abortion dan bahasa Latin abortus yang
artinya menggugurkan, aborsi adalah pengeluaran buah kehamilan pada waktu janin
masih sedemikian kecilnya sehingga tidak dapat hidup diluar rahim.
2. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa aborsi bisa dilakukan hanya bila membahayakan
dan mengancam keselamatan si ibu dan hanya dapat dilakukan sebelum masa empat
bulan kehamilan. Mazhab Maliki melarang aborsi apabila telah terjadi pembuahan.
Mazhab Syafii berpaham apabila setelah terjadinya fertilisasi zygote, tidak boleh
diganggu. Jika diganggu, dianggap sebagai kejahatan. Mazhab Hambali berpendapat
karena adanya pendarahan yang menimbulkan kematian, hal ini menunjukkan bahwa
aborsi adalah dosa.
3. Secara hukum, aborsi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 283,
299, 346, 348, 349, 535 dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasa1 2 dan
1363.
B. Saran
Saran yang penulis anggap perlu untuk disampaikan adalah pemerintah sebaiknya
bekerja sama dengan lapisan masyarakat atau media massa untuk melakukan penyuluhan
terhadap maraknya tindakan aborsi. Menurut pendapat Imam Syafi’i yang banyak dianut
di Indonesia dan berdasarkan Munas NU yang mengharamkan secara mutlak praktek
aborsi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Indraswati, Dewi. 1999. Fenomena Kawin Muda dan Aborsi: Gambaran Kasus. Jakarta: Mizan.

Listiyana, Anik. “Aborsi dalam Tinjauan Etika Kesehatan, Perspektif Islam dan Hukum di
Indonesia”. UIN Maliki Malang.

Majelis Ulama Indonesia. 2003. Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta:
Departemen Agama RI.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Depdikbud RI. 1995. Kamus Besar
Bahsa Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta.

Romli, Dewani. 2011. “Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam (Suatu Kajian
Komparatif)”. Al-Adalah. Vol. 10. No. 2. Juli.

Saifullah. 2011. “Aborsi dan Resikonya Bagi Perempuan (Dalam Pandangan Hukum Islam)”.
Jurnal Sosial Humaniora. Vol. 4. No. 1. Juni.

Susanto, Adi. 2015. “Aborsi dalam Perspektif Hukum Islam dan Peraturan Pemerintah Nomor 61
Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi”. Skripsi. Salatiga: IAIN Salatiga.

Tutik, Titik Triwulan. “Analisi Hukum Islam Terhadap Praktik Aborsi Bagi Kehamilan Tidak
Diharapkan (KTD) Akibat Perkosaan Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan”. UIN Sunan Ampel.

Ummah, Sun Choirul. 2014. “Tindakan Aborsi di Indonesia Menurut Hukum Islam”. Humanika.
Vol. 14. No. 1.

Yusra, Nelly. 2012. "Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam". Marwah: Jurnal Perempuan,
Agama dan Jender. Vol. 11. No. 1.

Anda mungkin juga menyukai