Anda di halaman 1dari 6

Keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat manusia.

Tinggi
rendahnya peradaban dan budaya suatu bangsa dapat dilihat dari kondisi perpustakaan yang dimiliki.

Sewaktu manusia purba mulai menggores dinding gua tempat mereka tinggal, sebenarnya mereka mulai
merekam pengetahuan mereka untuk diingat dan disampaikan kepada pihak lain. Mereka menggunakan
tanda atau gambar untuk mengekspresikan pikiran dan atau apa yang dirasakan. Waktu itulah benih
perpustakaan mulai disemai.

Gelombang pertama pertumbuhan perpustakaan terjadi saat manusia mulai menemukan dan
menggunakan aksara. Perpustakaan pertama muncul di Timur Tengah, tepatnya di Syria pada zaman
Raja Azurbanipal sekitar 650 SM. Media tulis masih dalam wujud lempeng tanah liat, namun telah
digunakan cara khusus dalam menata koleksi dan telah ada petugas khusus yang merawat
perpustakaan. Selanjutnya perpustakaan berkembang seiring dengan perkembangan media untuk
menulis, mulai dari kulit kayu, papirus, kulit binatang, kain, dan kertas.

Gelombang kedua yang mempercepat tumbuh-kembangnya perpustakaan terjadi sewaktu mesin cetak
ditemukan. Penggandaan karya tulis yang semula harus disalin dengan penulisan tangan, menjadi lebih
mudah dengan teknik cetak. Gelombang kedua ini lebih besar pengaruhnya, terbukti dengan
meledaknya publikasi tercetak. Penyebaran pengetahuan juga lebih cepat dilaksanakan. Pengelolaan
perpustakaan semakin kompleks. Mulai berkembang ilmu dan teknik mengelola perpustakaan.

Gelombang ketiga terjadi dengan aplikasi teknologi informasi dan telekomunikasi (TIK). Dengan TIK
publikasi dan pemencaran pengetahuan tidak mengalami lagi hambatan ruang dan waktu. Transparansi
informasi mencapai puncaknya. TIK menjadi niscaya dalam peradaban dan kebudayaan manusia saat
kini. Suka atau tidak suka, perpustakaan harus memanfaatkan TIK. Bahkan telah ada kesepakatan dunia
untuk membangun masyarakat informasi berbasis TIK (Kesepakatan World Summit of Information
Society = WSIS).

Kesepakatan WSIS bertujuan membangun masyarakat informasi yang inklusif, berpusat pada manusia
dan berorientasi secara khusus pada pembangunan, di mana setiap orang dapat mencipta, mengakses,
menggunakan, dan berbagi informasi serta pengetahuan, hingga memungkinkan setiap individu,
komunitas dan masyarakat luas menggunakan seluruh potensi mereka untuk pembangunan
berkelanjutan yang bertujuan pada peningkatan mutu hidup.
Tantangan WSIS adalah dalam mendayagunakan TIK untuk mencapai Millenium Development Goals
(MDG) yaitu: (1) memberantas kemiskinan dan kelaparan; (2) mencapai pendidikan dasar yang
universal; (3) mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan; (4) menurunkan
mortalitas anak; (5) meningkatkan kesehatan ibu; (6) melawan HIV/AIDS, malaria dan penyakit lain; (7)
menjamin kelestarian lingkungan; dan (8) membangun kemitraan global untuk pembangunan bagi
pencapaian dunia yang lebih damai, benar dan makmur.

Deklarasi WSIS menyebut potensi perpustakaan dalam menyediakan akses layanan informasi berbasis
TIK bagi masyarakat. Informasi publik harus mudah diakses dan dijaga kesahihannya dalam rangka
pembangunan masyarakat informasi. Hambatan akses informasi untuk kegiatan ekonomi, sosial, politik,
kesehatan, budaya, pendidikan, dan ilmu pengetahuan harus dihilangkah untuk meningkatkan proses
saling berbagi dan menguatkan pengetahuan global guna pembangunan.

WSIS juga menyebut bahwa: insitusi publik seperti perpustakaan dan arsip, museum, koleksi budaya dan
fasilitas akses publik lainnya harus dikuatkan untuk mendorong pelestarian rekaman dokumenter dan
akses informasi yang bebas dan merata. Perpustakaan dengan karakter seperti itu jelas akan menjadi
sarana utama bagi masyarakat untuk belajar sepanjang hayat (Wahana Pembelajaran dan Pembudayaan
Masyarakat).

Bagaimanakah kondisi perpustakaan di Indonesia kini?

Walaupun telah merdeka lebih dari 60 tahun, perpustakaan ternyata belum menjadi bagian dari hidup
keseharian masyarakat Indonesia. Ini tercermin dari beragamnya pemahaman masyarakat luas akan arti
harfiah perpustakaan, apalagi makna perpustakaan bagi kehidupan pribadinya.

Pembangunan dan pengembangan perpustakaan era pasca kemerdekaan dimulai awal dasa warsa 1950-
an. Beberapa konsultan dari Unesco telah bekerja dan memberikan rekomendasi. Semua itu juga
menjadi bahan pertimbangan dalam saran Prof. Dr. Selo Sumarjan dalam rekomendasinya mengenai
Sistem Nasional Perpustakaan dan Perpustakan Nasional Indonesia.

Kerja sama perpustakaan dalam suatu sistem jaringan sebanarnya sudah dimulai sejak 1971 dengan
disepakatinya sistem jaringan nasional perpustakaan khusus. Waktu itu Perpustakaan Nasional belum
ada. Bertolak dari laporan dan saran Prof. Dr Selo Sumarjan, Perpustakaan Nasional dibentuk pada
tahun 1980 di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sekarang Perpustakaan Nasional telah
menduduki posisi yang lebih tinggi sebagai Lembaga Pemerintah Non-Departemen.

Sayang pelaksanaan otonomi daerah mengakibatkan tidak jelasnya kewenangan pusat dan daerah di
bidang perpustakaan. Muncul beragam kebijakan pengembangan perpustakaan di daerah. Secara umum
dapat dikatakan tidak menguntungkan bagi kehidupan perpustakaan yang benar.

Banyaknya jumlah daerah kabupatenIkota, dan bervariasinya kemampuan manajemen dan finansial dari
berbagai kabupatenIkota, mengakibatkan berbagai perbedaan pemahaman dan persepsi mengenai
peran dan fungsi perpustakaan serta keberadaannya dalam menjamin hak warga masyarakatnya untuk
memperoleh layanan perpustakaan bagi peningkatan ilmu pengetahuan, wawasan dari ketrampilan
kehidupannya.

Muncul kondisi yang menjadikan seakan perpustakaan umum adalah tanggung jawab masyarakat luas
dan bukan tanggung jawab pemerintah. Sebagai ilustrasi : karena membaca memang sudah dirasakan
oleh sebagian masyarakat sebagai kebutuhan mendasar, tidak heran apabila masyarakat mengupayakan
sendiri pendirian taman bacaan atau perpustakaan. Padahal mengingat pasal 31 ayat 2 dari UUD 1945,
seharusnya perpustakaan umum memang menjadi hak masyarakat untuk menggunakan dan pemerintah
bertanggung jawab untuk menyelenggarakannya.

Untuk memenuhi ketentuan itu diperlukan kesepakatan masyarakat dengan pemerintah dalam bentuk
undang-undang yang mengatur penyelenggaraan perpustakaan di Indonesia. Oleh karena itu disusun
Undang-Undang Perpustakaan.

Sebagai perbandingan telah dipelajari undang-undang tentang perpustakaan yang dimiliki oleh
beberapa negara lain. Selain itu telah dipelajari juga pedoman penyusunan undang-undang mengenai
layanan nasional perpustakaan, yang dikeluarkan oleh Unesco dan International Federation of Library
Association (IFLA). Dalam pedoman itu antara lain juga mengatur layanan kepada masyarakat melalui
sistem jaringan perpustakaan, kedudukan Perpustakaan Nasional dan Dewan Nasional Perpustakaan.

Pokok-Pokok Pikiran
Keberadaan ideal perpustakaan di Indonesia dapat dijabarkan dari Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 (UUD 1945) serta beberapa pasal dalam batang tubuhnya seperti: pasal 31 tentang pendidikan;
pasal 32 tentang kebudayaan; dan pasal 28 f tentang informasi.

Pembukaan UUD 1945 menyebut salah satu tujuan kemerdekaan adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa. Hidup bangsa yang cerdas hanya akan diwujudkan apabila setiap warga negara juga hidup
cerdas. Sehingga merupakan kewajiban setiap warga negara untuk hidup cerdas. Ini dapat dicapai
melalui belajar. Oleh karena itu setiap warga negara wajib untuk selalu belajar. Di sisi lain pemerintah
wajib menjamin kesempatan dan sarana belajar. Warga negara yang tidak mau belajar dan pemerintah
yang tidak memberi kesempatan dan tidak menyediakan sarana belajar sebenarnya mengingkari tujuan
kemerdekaan.

Lebih tegas pasal 31 UUD 1945 ayat 1 menyebut: setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Sedang ayat 2 menyebut: setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya. Setelah individu menyelesaikan pendidikan dasar yang wajib itu, masyarakat
memerlukan sarana untuk selalu belajar guna menambah pengetahuannya agar hidup menjadi semakin
cerdas.

Sarana yang paling demokratis untuk belajar sepanjang hayat adalah perpustakaan. Sebagai konsekuensi
dan kelanjutan dari kewajiban warga negara mengikuti pendidikan dasar, pemerintah wajib
menyediakan perpustakaan bagi masyarakat. Dengan demikian akan memenuhi makna perpustakaan
sebagai sarana belajar sepanjang hayat.

Pasal 32 UUD 1945 mengamanatkan bahwa negara memajukan kebudayaan nasional. Perpustakaan
menjadi pelestari khazanah budaya umat manusia, karena semua pengetahuan terekam menjadi koleksi
perpustakaan. Oleh sebab itu semua produk budaya bangsa dalam bentuk pustaka perlu dilestarikan.
Undang-undang nomor 4 tahun 1990 mengatur tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam.

Dengan undang-undang ini bangsa Indonesia membangun Koleksi Indonesiana. Selain itu bangsa
Indonesia juga memerlukan rekaman pengetahuan bangsa lain untuk bersaing dalam era global. Semua
ini juga harus diadakan secara selektif, agar bersama koleksi Indonesiana membentuk Koleksi Nasional
Perpustakaan Indonesia.
Yang dimaksud Koleksi Nasional Perpustakaan Indonesia adalah semua materi perpustakaan yang
dimiliki dan dikelola oleh seluruh perpustakaan yang ada di Indonesia. Koleksi ini menjadi aset bangsa
yang harus dikelola dan didayagunakan dengan benar. Untuk maksud dan tujuan itu tentu diperlukan
kerja sama antar berbagai perpustakaan di Indonesia. Dengan kata lain perlu adanya pengaturan yang
memadukan keberadaan dan kerja sama perpustakaan di Indonesia.

Pengaturan inilah yang menjadi ranah undang-undang yang diusulkan. Namun penekanan pengaturan
akan terkonsentrasi pada perpustakaan yang melayani masyarakat secara langsung. Dimaksudkan agar
perpustakaan tidak saja menjadi akumulasi hasil budaya, namun juga menjadi sarana pembudayaan
masyarakat.

Undang-Undang Perpustakaan bertujuan untuk :

1. Menjamin keberadaan dan terselenggaranya perpustakaan di Indonesia agar dapat memenuhi tugas
dan fungsinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Menjadi landasan hukum dan pedoman dalam menyelenggarakan dan mengembangkan


perpustakaan di Indonesia, khususnya untuk melayani masyarakat luas dalam sistem jaringan kerjasama
perpustakaan.

Dengan tujuan itu undang-undang ini mendefinisikan arti perpustakaan serta pengertian lain terkait.
Sedang yang diatur meliputi :

1. Kelembagaan termasuk jenis-jenis perpustakaan; dewan perpustakaan, dan perpustakaan nasional.

2. Pemangku kepentingan yang terdiri dari pemangku utama yaitu masyarakat pengguna dan
pemangku lainnya seperti pemerintah, masyarakat perpustakaan, masyarakat pendidikan dan
penelitian, masyarakat perbukuan, dan masyarakat industri informasi lainnya.

3. Sumber daya perpustakaan yang meliputi : tenaga dan pustakawan, sumber daya informasi, sumber
daya keuangan, dan sarana maupun prasarana.
4. Penyelenggaraan yang meliputi : pengelolaan perpustakaan, kewilayahan perpustakaan, jasa
perpustakaan dan informasi. Tidak dilupakan juga sanksi.

Dengan adanya undang-undang ini diharapkan keberadaan perpustakaan benar menjadi sarana
masyarakat untuk belajar sepanjang hayat. Selain itu juga menjadi pedoman bagi pertumbuhan dan
perkembangan perpustakaan di Indonesia sehingga benar menjadikan perpustakaan bagian hidup
keseharian masyarakat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai