Anda di halaman 1dari 15

Sejarah Perpustakaan

Dosen Pengampu
Mata kuliah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Disusun oleh kelompok 4

Prodi Ilmu perpustakaan


Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
T.A 2019/2020

Kata Pengantar
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya masih
diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas dalam mata kuliah “Perpustakaan dan
Kepustakaan”. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan
teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
            Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang mendukung dan membangun. Dan
semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman teman dan
dapat mnjadi bahan persentase.

      Medan, 1 oktober 2019

Daftar isi
KATA PENGANTAR ................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................... ii
PENDAHULUAN............................................................................ 1
A.  Potret Perpustakaan ................................................................................... 1
B.  Rumusan Makalah .............................................................................. 1
C.  Tujuan Makalah .......................................................................................... 1
PEMBAHASAN............................................................................. 2
A, Sejarah di Indonesia..................................................................................2
B. Sejarah di Dunia......................................................................................5
PENUTUP..................................................................................... 11
A, Kesimpulan ........................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 12

II
Pendahuluan

A. Potret Perpustakaan
B. Rumusan Makalah
1. Bagaimana Sejarah di Indonesia ?
2. Bagaimana Sejarah di dunia ?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui Sejarah di indonesia
2. Untuk mengetahui Sejarah di dunia

Pembahasan

A. Sejarah di Indonesia
Sejarah perpustakaan di Indonesia tergolong masih muda jika dibandingkan dengan
negara Eropa dan Arab. Jika kita mengambil pendapat bahwa sejarah perpustakaan
ditandai dengan dikenalnya tulisan, maka sejarah perpustakaan di Indonesia dapat
dimulai pada tahun 400- an yaitu saat lingga batu dengan tulisan Pallawa ditemukan
dari periode Kerajaan Kutai. Musafir Fa-Hsien dari tahun 414 Menyatakan bahwa di
kerajaan Ye-po-ti, Perkembangan perpustakaan di Indonesia bukanlah merupakan
sesuatu yang mudah ditelusuri karena sampai saat ini, informasi tentang kapan dan
dimana perpustakaan pertama di Indonesia didirikan tidak jelas. Baik sejarahwan
maupun pustakawan tidak ada yangsecarajelas mengetahuinya. Perkembangan
perpustakaan di Indonesia secara garis besar dapat dibagi dalam tiga periode utama
yang didasarkan pula oleh periode sejarah bangsa Indonesia
1. Periode Kerajaan Lokal (Sebelum Masa Penjajahan) Bukti sejarah yang datang
dari zaman ini kebanyakan diketahui melalui prasasti-prasasti yang ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia ataupun melalui musafir asing yang pernah datang
ke Nusantara. Ada pendapat yang mengatakan zaman Kerajaan Sriwijaya,
perpustakaan telah dikenal. Pendapat ini tentunya didasarkan atas posisi Sriwijaya
sebagai kerajaan yang besar, dan punya hubungan dagang dengan banyak
pedagang asing pada zaman itu. Pendapat ini tak sepenuhnya dapat dikatakan
salah karena Sriwijaya saat itu berperan sebagai salah satu pusat pendidikan
agama Budha. Banyak orang yang datang dan belajar di Sriwijaya dan bila dkaji
tentunya dengan jumlah yang demikian dibutuhkan buku agama Budha yang tak
sedikit.Setelah Sriwijaya, muncul berbagai fakta yang agak lebih baik seperti
adanya kitab Arjuna wiwaha di zaman Mataram Kuno dan kemudian gubahan
kitab Barathayudha yang dibuat oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh di zaman
Kerajaan Kediri.17) Namun bukti-bukti ini tidak cukup kuat untuk menunjukan
keberadaan perpustakaan di zaman ini.

2. Periode Hindia BelandaAwal abad ke 16, bangsa Eropa mulai berdatangan ke


Nusantara. Bangsa Belanda sebagai bangsa yang paling lama berkuasa di
Nusantara banyak berperan dalam memajukan dunia perpustakaan di Indonesia.
Diperkirakan perpustakaan yang pertama berdiri pada masa VOC. Perpustakaan
tersebut merupakan perpustakaan gereja yang di kelola oleh seorang pendeta
(Dominus Abraham Fierensius). Perpustakaan ini dirintis sejak tahun 1624 namun
baru diresmikan pada tangga 27 April 1643.18) Kemudian pada tahun 1778
berdiri perpustakaan milik Bataviaasche Genoottschap van Kunsten en
Wetenschappen (BGKW) di Batavia (Jakarta) atas prakarsa MR. J.C.M.
Rademaker yang saat itu menjabat sebagai ketua Raad Van Indie (Dewan Hindia
Belanda). Dalam perkembangannya, perpustakaan ini kemudian berganti nama
menjadi Koninklijk Bataviaasche Genoottschap van Kunsten en
Wetenschappen.19) Perpustakaan BKGW inilah yang mejadi salah satu cikal
bakal Perpustakaan Nasional Republik IndonesiaSetelah BKGW, muncul berbagai
perpustakaan khusus yang didirikan untuk berbagai tujuan. Seperti sebagai
penunjang penelitian yang banyak dilakukan oleh para peneliti dari Belanda dan
juga sebagai bagian dari berbagai lembaga pemerintahan pada saat itu.
3. Periode Pendudukan Jepang, Pasca Kemerdekaan Hingga KiniSetelah
kemerdekaan, pemerintah Indonesia mulai berupaya membangun kembali
perpustakaan dari kehancuran. Pada tahun 1951, dua tahun setelah akhir perang
terhadap agresi militer Belanda, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
memutuskan untuk mengkoordinasi perpustakaan umum dengan fokus utama pada
pemberantasan buta huruf. Pemerintah mencanangkan 189 perpustakaan wilayah
dengan 2.657 cabang, ditambah 14.377 perpustakaan desa.23) Pada tahun sama
didirikan pula Biro Perpustakaan yang mulai bekerja tiga tahun kemudian dengan
tugas menyelenggarakan perpustakaan "demi kepentingan pemerintah”.Diawal
Orde Baru organisasi profesi pustakawan diaktifkan kembali dengan nama
Asosiasi Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Indonesia (APADI) setelah empat
tahun tidak aktif karena "berbagai kesulitan yang ditimbulkan oleh G30SPKI".
Berbagai organisasi perpustakaan dan pustakawan yang ada kemudian meleburkan
diri menjadi Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) pada tanggal 6 Juli 1973 dalam
Kongres PustakawanIndonesia yang diadakan di Ciawi, Bogor, 5-7 Juli
1973.Sebenarnya jauh sebelum IPI lahir, sudah ada beberapa organisasi
pustakawan di Indonesia. Diantaranya adalahVereeniging tot Bevordering van het
Bibliothekwezen (1916), Asosiasi PerpustakaanIndonesia (API) 1953,
Perhimpunan Ahli Perpustakaan Seluruh Indonesia (PAPSI) 1954, Perhimpunan
Ahli Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Indonesia (PAPADI) 1956, Asosiasi
Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Indonesia (APADI) 1962,
HimpunanPerpustakaan Chusus Indonesia (HPCI) 1969, dan Perkumpulan
Perpustakaan DaerahIstimewa Yogyakarta (PPDIY).Dalam perkembangan
selanjutnya, terbentuklah Perpustakaan Nasional pada bulan Mei 1980.
Perpustakaan yang dibentuk oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ini
merupakan peleburan dari beberapa perpustakaan yang sudah ada diantaranya
Perpustakaan Museum Nasional (zaman Belanda : BKGW), Perpustakaan Sejarah
Politik dan Sosial (zaman Belanda : Sicusa), Kantor Bibliografi Nasional
(awalnya merupakan bagian dari Lembaga Perpustakaan yang pertama dibentuk
bernama Biro Perpustakaan) dan Perpustakaan Wilayah Jakarta.

4. Periode Masa Sekarang dan PerkembangannyaWalaupun mengalami


perkembangan yang terlihat nyata namun sebenarnya perkembangan perpustakaan
di Indonesia sangat tertinggal bila dibandingkan dengan negara berkembang lain.
Minimnya perhatian dari pemerintah masih menjadi rintangan utama bagi
perpustakaan di negeri ini. Gaya kolonial masih melekat dalam kepustakawanan
Indonesia sampai sekarang, yaitu gaya menyalahkan masyarakat dengan menuduh
mereka "tidak punya minat baca".Di dalam ilmu perpustakaan, sistem informasi
digital muncul mengikuti perkembangan yang terjadi secara berurutan. Dalam dua
dasa warsa yang lalu, hadir apa yang disebut dengan database katalog induk
perpustakaan.Di Indonesia pada waktu itu dimulai dengan adanya software
CDS/ISIS dari UNESCO. Ini adalah awal dari munculnya perpustakaan berbasis
digital. Catalog ini kemudian dimunculkan secara online melalui gopher atau yang
sekarang dikenal dengan nama Internet.Sejak saat itu, dimulailah kegiatan yang
mengarah pada penyediaan sumber-sumber informasi yang dikemas langsung
dalam format terkomputerisasi, antara lain adalah penyediaan sumber informasi
elektronik untuk referensi secara full-text. Ini pun awalnya dilakukan oleh
penerbit dalam kemasan disket dan CD-ROM. Di Indonesia CD-ROM menjadi
booming di pertengahan tahun 90an.Dengan adanya internet di pertengahan tahun
90an tersebut, maka penerbit juga beralih ke penyediaan sumber informasi yang
dikemas secara online dan perpustakaan pun mulai beralih dari pembelian ke
langganan sumber informasi secara online. Jurnal-jurnal mulai beralih ke online
atau dibuat dalam dua versi. Dan jurnal-jurnal yang ditawarkan tersebut kemudian
dikemas dalam apa yang disebut dengan database (berisi kumpulan jurnal-jurnal
dalam berbagai bidang) dan ditawarkan ke perpustakaan dengan harga yang lebih
murah.Tidak kalah penting adalah perkembangan dalambentuk komunikasi ilmiah
secara online, yakni dengan semakin banyaknya orang menggunakan fasilitas
online, termasuk di dalamnya prosiding seminar yang dapat dibaca secara online,
makalah-makalah yang dapat dibaca secara online, dan sebagainya. Dan
perpustakaan juga berkembang dengan penyediaan sumber informasi yang dapat
diakses secara full-text melalui internet sehingga orang tidak harus datang ke
perpustakaan untuk dapat memperoleh umber informasi yang diinginkan. Hal ini
juga yang menjadikan jumlah kunjungan perpustakaan tidak hanya dihitung
berdasarkan jumlah orang yang datang ke perpustakaan secara fisik, melainkan
juga jumlah akses ke situs web perpustakaan.Di satu sisi, penerbit menyediakan
sumber informasi yang dikemas dalam bentuk database dan di sisi lain,
perpustakaan juga membuat konsorsium maupun jaringan dalam bentuk online.
Dan hal ini kemudian menjadikan konten sebuah perpustakaan semakin besar
karena tidak hanya koleksinya sendiri yang dapat diakses melainkan juga koleksi
yang dimiliki oleh perpustakaan lain.Koleksi cetak dikembangkan dengan fasilitas
automasi.25)Menurut klasifikasi jenis perpustakaan dalam perkembangannya
dapat digolongkansebagai berikut: Perpustakaan Digital : Sepenuhnya dalam
format digital Perpustakaan Hybrid : Koleksi cetak tetap ada, ditambah
digitalPerpustakaan Konvensional Terautomasi: koleksi cetak dgn layanan
terautomasiPerpustakaan Konvensional: koleksi cetak dgn layanan manua

B. Sejarah di Dunia
1.Sejarah perpustakaan dunia Bibliotheca Alexandrina Egypt (Perpustakaan
Iskandariah Mesir) merupakan perpustakaan pertama dan terbesar di dunia.
Perpustakaan ini bahkan bertahan selama berabadabad dan memiliki koleksi gulungan
papyrus, bahkan jika di bandingkan dengan Perpustakaan Sorbonne di abad ke-14
hanya memiliki koleksi 1700 buku. Perpustakaan ini di dirikan oleh Ptolemi I sang
penerus Alexander(Iskandariah) pada tahun 323 SM, dan terus berlanjut sampai
kekuasaan Ptolemi III. Pada waktu itu para penguasa mesir begitu besemangat
memajukan Perpustakaan dan Ilmu Pengetahuan mereka, bahkan dalam Manuskrip
Roma mengatakan bahwa sang Raja mesir membelanjakan harta kerajaan untuk
membeli buku dari seluruh pelosok negeri hingga terkumpul buku dan lainnya
berbentuk ringkasan tak berjilid. Ia juga memerintahkan prajurit untuk menggeledah
setiap kapal yang masuk guna memperoleh naskah. Jika ada naskah yang ditemukan,
mereka menyimpan yang asli dan mengembalikan salinannya. Menurut beberapa
sumber, ketika Athena meminjamkan naskah-naskah drama klasik Yunani asli yang
tak ternilai kepada Ptolemeus III, ia berjanji membayar uang jaminan dan
menyalinnya. Tetapi sang raja malah menyimpan yang asli, tidak mengambil kembali
uang jaminan itu, dan memulangkan salinannya Namun cerita keemasan ini hanya
menjadi sejarah. Ialah ketuka penaklukan bangsa Romawi yang di pimpin oleh Julius
Caesar pada tahun 48 SM. Bangsa Romawi membakar buku musnah menjadi abu
using yang tak berguna. Dunia ilmu saat itu sangat berduka karena telah kehilangan
salah satu sumber ilmu pengetahuan terbaik saat itu. Namun akhirnya sang Kaisar,
Julius Caesar meminta -maaf, dan sebagai gantinya ia mengirim Marx Antonio untuk
menghadiahkan buku dari Roma kepada Ratu mesir saat itu, Cleopatra, dan dari inilah
kisah mereka berlanjut. Namun perpustakaan megah yang ada di mesir tersebut tak
pernah kembali seperti masa masa keemasanya. Sejak pembakaran tersebut,
Perpustakaan Iskadariah solah tak terurus. Bahkan hampir menjadi artefak artefak
kuno saja. Akan tetapi, UNESCO memprakarsai untuk bekerja sama dengan
pemerintah Mesir,membangun kembali perpustakaan dengan sejarah terbesar dalam
sejarah tersebut. Dan pembangunan ini di mulai sejak tahun 1990-an. Pembangunan
ini menghabiskan dana tak kurang dari US$ 220 juta. US 120 juta di tanggung

2. pemerintah Mesir dan sisanya di tanggung dari bantuan Internasional dari Negara-
negara lain. Akhirnya setelah terbengkalai hampir selama 20 Abad, Perpustakaan
Iskandriah(Bibliotheca Alexandrina) berdiri megah dan unik. Bangunan utama
berbentuk bulat beratap miring, terbenam dalam tanah. Di bagian depan sejajar atap,
dibuat kolam untuk menetralkan suhu pustaka, terdiri lima lantai di dalam tanah,
perpustakaan ini dapat memuat sekitar 8 juta buku. Namun yang ada saat ini baru
buku dan akan terus bertambah tiap tahun.selain itu juga menyediakan berbagai
fasilitas, seperti 500 unit komputer berbahasa Arab dan Inggris untuk memudahkan
pengunjung mencari katalog buku, ruang baca berkapasitas orang, conference room,
ruang pustaka Braille Taha Husein khusus tuna netra, pustaka anak-anak, museum
manuskrip kuno, lima lembaga riset, dan kamar-kamar riset yang bisa dipakai gratis.
Dan yang juga menarik,adalah lantai tengah perpustakaan tersebut terdapat Gallery
Design dan bisa dilihat dari berbagai sisi. Di lantai kayu yang cukup luas itu terpajang
berbagai prototype mesin cetak kuno dan berbagai lukisan dinding. Perpustakaan ini
selalu dipenuhi pengunjung, padahal di Alexandria tidak banyak - universitas seperti
di Kairo. Ini menunjukkan tingginya minat baca masyarakat Mesir dan perpustakaan
yang dulu dihancurkan Julius Caesar itu kini menjadi salah satu objek wisata
sebagaimana Piramid Giza, Mumi, Karnax Temple, Kuburan para Firaun di Luxor
atau Museum Kairo yang menyimpan timbunan emas Tutankhamun. Isi di
perpustakaan tersebut mengandung: # Sebuah Perpustakaan yang dapat menampung
jutaan buku. # Sebuah Arsip Internet # Enam khusus perpustakaan untuk 1. Seni,
multimedia dan bahan-bahan audio-visual, 2. tunanetra, 3. anak-anak, 4. kaum muda,

3. 5. microforms, dan 6. buku langka dan koleksi khusus # Empat Museum untuk 1.
Antiquities, 2. Naskah, 3. Sadat dan 4. Sejarah Sains - # Planetarium A # Sebuah
Exploratorium untuk eksposur anak terhadap ilmu (ALEXploratorium) # Culturama:
panorama budaya lebih dari sembilan layar, yang pertama kalinya dipatenkan 9-
proyektor sistem interaktif. Pemenang banyak penghargaan, yang Culturama,
dikembangkan oleh CULTNAT, memungkinkan penyajian banyak lapisan data,
dimana presenter dapat klik pada item dan pergi ke tingkat baru detail. Ini adalah
presentasi multi-media sangat informatif dan menarik warisan di Mesir tahun sejarah
untuk zaman modern, dengan highlights dan contoh-contoh dan Koptik Mesir Kuno /
warisan Islam. # VISTA (The Virtual Immersive Sains dan Teknologi Aplikasi
sistem) adalah sebuah lingkungan Virtual Reality interaktif, yang memungkinkan
peneliti untuk mengubah data set ke dalam dua-dimensi simulasi 3-D, dan ke langkah
di dalamnya. Sebuah alat praktis visualisasi selama penelitian, VISTA membantu
peneliti untuk mensimulasikan perilaku sistem alam atau manusia-rekayasa, bukan
hanya mengamati sistem atau membangun model fisik. # Delapan pusat penelitian
akademik: 1. Alexandria dan Pusat Penelitian Mediterania (Alex-Med), 2. Arts
Center,

4. 3. Kaligrafi Pusat, 4. Pusat Studi Khusus dan Program (CSSP), 5. Sekolah


Internasional Studi Informasi (ISIS), 6. Naskah Pusat, -7. Pusat Dokumentasi Budaya
dan Warisan Alam (CultNat, terletak di Kairo), dan 8. Alexandria Pusat Studi
Helenistik. # Lima belas pameran tetap meliputi 1. Tayangan dari Aleksandria:
Koleksi Awad, 2. Dunia Shadi Abdel Salam, 3. Arabic Kaligrafi, 4. Sejarah
Percetakan, 5. Arab-Muslim Abad Pertengahan Instrumen Astronomi dan Sains
(Penunggang Star), dan Pameran Tetap Seleksi Seni Kontemporer Mesir: 6. Para Artis
Buku, 7. Mohie El Din Hussein: A Journey Kreatif, 8. Abdel Salam Idul Fitri, 9. The
Raaya El-Nimr dan Abdel-Ghani Abou El-Enein Koleksi Seni Rakyat Arab, 10. Seif
dan lemah Adham: Motion dan Seni, 11. Dipilih Artworks dari Henin Adam, 12.
Dipilih Artworks Ahmed-Abdel Wahab, 13. Artworks Terpilih Hamed Saeed,

5. 14. Dipilih Artworks dari Soliman Hassan, dan 15. Sculpture. - # Empat seni galeri
untuk pameran temporer # Sebuah Pusat Konferensi untuk ribuan orang # Sebuah
Forum Dialog yang memberikan kesempatan untuk pertemuan, dan diskusi dengan
para pemikir, penulis dan penulis untuk membahas berbagai isu penting yang
mempengaruhi masyarakat modern. Forum Reformasi Arab adalah hasil dari
Konferensi Reformasi Arab pertama diselenggarakan pada tahun 2004 Sumber : oleh
gerryas Sejarah perpustakaan indonesia Sejarah perpustakaan di Indonesia tergolong
masih muda jika dibandingkan dengan negara Eropa dan Arab. Jika kita mengambil
pendapat bahwa sejarah perpustakaan ditandai dengan dikenalnya tulisan, maka
sejarah perpustakaan di Indonesia dapat dimulai pada tahun 400-an yaitu saat lingga
batu dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan Kutai. Musafir Fa-
Hsien dari tahun 414 Menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti, yang sebenarnya
kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang tentunya memerlukan
buku atau manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di kediaman pendeta. Pada
sekitar tahun 695 M, menurut musafir I-tsing dari Cina, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya
hidup lebih dari 1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama
Budha melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biasa.

6. Di pulau Jawa, sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan


Mataram. Hal ini karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis
berbagai karya sastra. Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang
memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian Sembilan
parwa sari cerita Mahabharata dan satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul dua
kitab keagamaan yaitu Brahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang terkenal
adalah Arjuna Wiwaha yang digubah oleh Mpu Kanwa. Dari uraian tersebut nyata
bahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun lontar yang
diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan. Jaman Kerajaan
Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya. Mereka itu adalah Mpu
Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah kitab Bharatayudha. Selain
itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa dan kitab Gatotkacasrayya.
Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan
kitam Kresnayana. Semua kitab itu ditulis diatas daun lontar dengan jumlah yang
sangat terbatas dan tetap berada dalam lingkungan keraton. Periode berikutnya adalah
Kerajaan Singosari. Pada periode ini tidak dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton
yang terkenal itu diduga ditulis setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada jaman
Majapahit dihasilkan dihasilkan buku Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu -
Prapanca. Sedangkan Mpu Tantular menulis buku Sutasoma. Pada jaman ini
dihasilkan pula karya-karya lain seperti Kidung Harsawijaya, Kidung Ranggalawe,
Sorandaka, dan Sundayana. Kegiatan penulisan dan penyimpanan naskah masih terus
dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di Nusantara. Misalnya, jaman
kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon,
Demak, Banten, Melayu, Jambi, Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa. Dari
Cerebon diketahui dihasilkan puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17.
Buku-buku tersebut adalah Pustaka Rajya-rajya & Bumi Nusantara (25 jilid), Pustaka
Praratwan (10 jilid), Pustaka Nagarakretabhumi (12 jilid), Purwwaka Samatabhuwana
(17 jilid), Naskah hukum (2 jilid), Usadha (15 jilid), Naskah Masasastra (42 jilid),
Usana (24 jilid), Kidung (18 jilid), Pustaka prasasti (35 jilid), Serat Nitrasamaya
pantara

7. ning raja-raja (18 jilid), Carita sang Waliya (20 jilid), dan lainlain. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa Cirebon merupakan salah satu pusat perbukuan pada
masanya. Seperti pada masamasa sebelumnya buku-buku tersebut disimpan di istana.
Kedatangan bangsa Barat pada abad ke-16 membawa budaya tersendiri. Perpustakaan
mulai didirikan mula-mula untuk tujuan menunjang program penyebaran agama
mereka. Berdasarkan sumber sekunder perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini
adalah pada masa VOC (Vereenigde OostJurnal Indische Compaqnie) yaitu
perpustakaan gereja di Batavia (kini Jakarta) yang dibangun sejak Namun karena
beberapa kesulitan perpustakaan ini baru diresmikan pada 27 April 1643 dengan
penunjukan pustakawan bernama Ds. (Dominus) Abraham Fierenius. Pada masa
inilah perpustakaan tidak lagi - diperuntukkan bagi keluarga kerajaan saja, namun
mulai dinikmati oleh masyarakat umum. Perpustakaan meminjamkan buku untuk
perawat rumah sakit Batavia, bahkan peminjaman buku diperluas sampai ke
Semarang dan Juana (Jawa Tengah). Jadi pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal
perluasan jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar
perpustakaan atau interlibrary loan). Lebih dari seratus tahun kemudian berdiri
perpustakaan khusus di Batavia. Pada tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaasche
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Bersamaan
dengan berdirinya lembaga tersebut berdiri pula perpustakaan lembaga BGKW.
Pendirian perpustakaan lembaga BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M.
Rademaker, ketua Raad van Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai
pengumpulan buku dan manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini
kemudian mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia yaitu pada tahun
1846 dengan judul Bibliotecae Artiumcientiaerumquae Batavia Florest Catalogue
Systematicus hasil suntingan P. Bleeker. Edisi kedua terbit dalam bahasa Belanda
pada tahun Perpustakaan ini aktif dalam pertukaran bahan perpustakaan. Penerbitan
yang digunakan sebagai bahan pertukaran adalah Tijdschrift voor Indische Taal-,
Land- en Volkenkunde, Verhandelingen van het Bataviaasch Genootschapn van
Kunsten en Wetenschappen, Jaarboek serta Werken buiten de Serie. Karena
prestasinya yang luar biasa dalam meningkatkan ilmu dan kebudayaan, maka
namanya ditambah menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen. Nama ini kemudian berubah menjadi Lembaga Kebudayaan
Indonesia pada tahun 1950.

8. Pada tahun 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia diserahkan kepada Pemerintah


Republik Indonesia dan namanyapun diubah menjadi Museum Pusat. Koleksi
perpustakaannya menjadi bagian dari Museum Pusat dan dikenal dengan -
perpustakaan Museum Pusat. Nama Museum Pusat ini kemudian berubah lagi
menjadi Museum Nasional, sedangkan perpustakaannya dikenal dengan Perpustakaan
Museum Nasional. Pada tahun 1980 Perpustakaan Museum Nasional dilebur ke Pusat
Pembinaan Perpustakaan. Perubahan terjadi lagi pada tahun 1989 ketika Pusat
Pembinaan Perpustakaan dilebur sebagai bagian dari Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. Sesudah pembangunan BKGW, berdirilah perpustakaan khusus lainnya
seiring dengan berdirinya berbagai lembaga penelitian maupun lembaga pemerintahan
lainnya. Sebagai contoh pada tahun 1842 didirikan Bibliotheek s Lands Plantentuin te
Buitenzorg. Pada tahun 1911 namanya berubah menjadi Central Natuurwetenchap-
pelijke Bibliotheek van het Departement van Lanbouw, Nijverheid en Handel. Nama
ini kemudian berubah lagi menjadi Bibliotheca Bogoriensis. Tahun 1962 nama ini
berubah lagi menjadi Pusat Perpustakaan Penelitian Teknik Pertanian, kemudian
menjadi Pusat Perpustakaan Biologi dan Pertanian. Perpustakaan ini berubah nama
kembali menjadi perpustakaan ini bernama Perpustakaan Pusat Pertanian dan
Komunikasi Penelitian. Kini perpustakaan ini bernama Pusat Perpustakaan dan
Penyebaran Hasil-hasil Penelitian. Setelah periode tanam paksa, pemerintah Hindia
Belanda menjalankan politik etis untuk membalas utang kepada rakyat Indonesia.
Salah satu kegiatan politik etis adalah pembangunan sekolah rakyat. Dalam bidang
perpustakaan sekolah, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Volksbibliotheek atau
terjemahan dari perpustakaan rakyat, namun pengertiannya berbeda dengan
pengertian perpustakaan umum. Volksbibliotheek artinya perpustakaan yang didirikan
oleh Volkslectuur (kelak berubah menjadi Balai Pustaka), sedangkan pengelolaannya
diserahkan kepada Volkschool. Volkschool artinya sekolah rakyat yang menerima
tamatan sekolah rendah tingkat dua. -Perpustakaan ini melayani murid dan guru serta
menyediakan bahan bacaan bagi rakyat setempat. Murid tidak dipungut bayaran,
sedangkan masyarakat umum dipungut bayaran untuk setiap buku yang dipinjamnya.

9. Kalau pada tahun 1911 pemerintah Hindia Belanda mendirikan Hindia Belanda
mendirikan Indonesische Volksblibliotheken, maka pada tahun 1916 didirikan
Nederlandsche Volksblibliotheken yang digabungkan dalam Holland-Inlandsche
School (H.I.S). H.I.S. merupakan sejenis sekolah lanjutan dengan bahasa pengantar
Bahasa Belanda. Tujuan Nederlandsche Volksblibliotheken adalah untuk memenuhi
keperluan bacaan para guru dan murid. Di Batavia tercatat beberapa sekolah swasta,
diantaranya sekolah milik Tiong Hoa, Hwe Koan, yang memiliki perpustakaan.
Sekolah tersebut menerima bantuan buku dari Commercial Press (Shanghai) dan
Chung Hua Book Co. (Shanghai). Sebenarnya sebelum pemerintah Hindia Belanda
mendirikan perpustakaan sekolah, pihak swasta terlebih dahulu mendirikan
perpustakaan yang mirip dengan pengertian perpustakaan umum dewasa ini. Pada
tahun awal tahun 1910 berdiri Openbare leeszalen. Istilah ini mungkin dapat
diterjemahkan dengan istilah ruang baca umum. Openbare leeszalen ini didirikan oleh
antara lain Loge der Vrijmetselaren, Theosofische Vereeniging, dan Maatschappij tot
Nut van het Algemeen. Perkembangan Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia
dimulai pada awal tahun 1920an yaitu mengikuti berdirinya sekolah tinggi, misalnya
seperti Geneeskunde Hoogeschool di Batavia (1927) dan kemudian juga di Surabaya
dengan STOVIA; Technische Hoogescholl di Bandung (1920), Fakultait van
Landbouwwentenschap (er Wijsgebeerte Bitenzorg, 1941), Rechtshoogeschool di
-Batavia (1924), dan Fakulteit van Letterkunde di Batavia (1940). Setiap sekolah
tinggi atau fakultas itu mempunyai perpustakaan yang terpisah satu sama lain. Pada
jaman Hindia Belanda juga berkembang sejenis perpustakaan komersial yang dikenal
dengan nama Huurbibliotheek atau perpustakaan sewa. Perpustakaan sewa adalah
perpustakaan yang meminjamkan buku kepada kepada pemakainya dengan memungut
uang sewa. Pada saat itu tejadi persaingan antara Volksbibliotheek dengan
Huurbibliotheek. Sungguhpun demikian dalam prakteknya terdapat perbedaan bahan
bacaan yang disediakan. Volksbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan bacaan
populer ilmiah, maka perpustakaan Huurbibliotheek lebih banyak menyediakan bahan
bacaan berupa roman dalam bahasa Belanda, Inggris, Perancis, buku remaja serta
bacaan gadis remaja. Disamping penyewaan buku ter-dapat penyewaan naskah,
misalnya penulis Muhammad Bakir pada tahun 1897 mengelola sebuah perpustakaan
sewaan di Pecenongan, Jakarta. Jenis sewa Naskah juga dijumpai di Palembang

10. dan Banjarmasin. Naskah disewakan pada umumnya dengan biaya tertentu dengan
disertai permohonan kepada pembacanya supaya menangani naskah dengan baik.
Disamping perpustakaan yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda, sebenarnya
tercatat juga perpustakaan yang didirikan oleh orang Indonesia. Pihak Keraton
Mangkunegoro mendirikan perpustakaan keraton sedangkan keraton Yogyakarta
mendirikan Radyo Pustoko. Sebagian besar koleksinya adalah naskah kuno. Koleksi
perpustakaan ini tidak dipinjamkan, namun boleh dibaca di tempat. Pada masa
penjajahan Jepang hampir tidak ada perkembangan perpustakaan yang berarti. Jepang
hanya mengamankan beberapa gedung penting diantaranya Bataviaasch Genootschap
van Kunten Weetenschappen. Selama pendudukan Jepang openbare leeszalen ditutup.
Volkbibliotheek dijarah oleh rakyat dan lenyap dari permukaan bumi. Karena
pengamanan yang kuat pada gedung Bataviaasch Genootschap van Kunten
Weetenschappen maka koleksi perpustakaan ini dapat dipertahankan, dan merupakan
cikal bakal dari Perpustakaan Nasional. Perkembangan pasca kemerdekaan mungkin
dapat dimulai dari tahun 1950an yang ditandai dengan berdirinya perpustakaan baru.
Pada tanggal 25 Agustus 1950 berdiri perpustakaan Yayasan Bung Hatta dengan
koleksi yang menitikberatkan kepada pengelolaan ilmu pengetahuan dan kebudayaan
Indonesia. Tanggal 7 Juni 1952 perpustakaan Stichting voor culturele Samenwerking,
suatu badan kerjasama kebudayaan antara pemerintah RI dengan pemerintah Negeri
Belanda, diserahkan kepada pemerintah RI. Kemudian oleh Pemerintah RI diubah
menjadi Perpustakaan Sejarah Politik dan Sosial Departemen P & K. Dalam rangka
usaha melakukan pemberantasan buta huruf di seluruh pelosok tanah air, telah
didirikan Perpustakaan Rakyat yang bertugas membantu usaha Jawatan Pendidikan
Masyarakat melakukan usaha pemberantasan buta huruf tersebut. Pada periode ini
juga lahir perpustakaan Negara yang berfungsi sebagaiperpustakaan umum dan
didirikan di Ibukota Propinsi. Perpustakaan Negara yang pertama didirikan di
Yogyakarta pada tahun 1949, kemudian disusul Ambon (1952); Bandung (1953);
Ujung Pandang (1954); Padang (1956); Palembang (1957); Jakarta (1958);
Palangkaraya, Singaraja, Mataram, Medan, Pekanbaru dan Surabaya (1959). Setelah
itu menyusul kemudian Perpustakaan Nagara di Banjarmasin (1960); Manado (1961);
Kupang dan Samarinda (1964). Perpustakaan Negara ini dikembangkan secara lintas
instansional oleh tiga instansi yaitu Biro Perpustakaan Departemen

Penutupan

A. Kesimpulan
Sejarah Perkembangan Perpustakaan ini dibedakan pada sejarah dunia dan Indonesia.
Pada sejarah perkembangan perpustakaan dunia terdiri atas sejarah sebelum dan sesudah
masehi, abad pertengahan, abad XVII dan perkembangan perpustakaan di Negara Negara
berkembang di Dunia. Pada Sejarah perkembangan perpustakaan di Indonesia terdiri atas
sejarah Awal, pada zaman kerajaan local, zaman Belanda dan Jepang, Periode 1945-1950,
dan zaman peralihan di Indonesia

Daftar Pustaka
http://e-journal.uajy.ac.id/2993/3/2TA12018.pdf , https://docplayer.info/30317567-Sejarah-
perpustakaan-di-indonesia.html ,
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/17209/Chapter%20I.pdf?
sequence=5&isAllowed=y , https://www.academia.edu/19546149/History_of_Islamic_Library ,
http://e-journal.uajy.ac.id/2993/3/2TA12018.pdf

Anda mungkin juga menyukai