Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Realitas menunjukkan bahwa hanya manusia yang memiliki perkembangan dan
kemajuan dalam kehidupannya. Perkembangan manusia lebih dipicu oleh adanya
karunia akal, kemampuan, dan daya cipta dari Tuhan membawa dampak terhadap
perubahan tuntutan zaman. Manusia adalah makhluk yang beruntung karena telah
dikaruniai daya, karsa dan cipta serta kekuatan oleh Tuhan.Dengan karunia itulah,
manusia menciptakan ilmu pengetahuan. Dalam perkembangan selanjutnya ilmu
pengetahuan telah memainkan peranannya dalam bentuk berbagai penemuan dan
teknologi. Puncak kebahagiaan hidup suami dan istri dalam sebuah rumah tangga
ditandai dengan lahirnya seorang bayi yang lahir dari proses bayi tabung.
Salah satu tujuan dari pernikahan adalah untuk memperoleh keturunan dari
pernikahan yang sah, yang dihasilkan dengan cara yang sesuai dengan kaidah Islam
dan ilmu pengetahuan. Sebuah rumah tangga akan terasa gersang dan kurang
sempurna tanpa ada anak-anak sekalipun rumah berlimpah dengan harta benda dan
kekayaan. Hidup berumah tangga merupakan tuntutan fitrah manusia sebagai
makhluk sosial.Manusia itu lahir berlainan bentuk dan sifatnya yang berbeda agar
masing-masing saling melengkapi, saling membutuhkan. Mendambakan turunan
adalah kebahagiaan bagi pasangan suami istri dan dapat menjadi pelipur lara dalam
kesunyian, juga sebagai pendukung utama terciptanya ketenteraman hidup sebagai
perwujudan dari rasa cinta dan kasih
Bagi orang tua, anak bisa menjadi penyejuk mata, hiasan, fitrah, bahkan bisa
pula menjadi musuh. Lalu, seperti anak-anak kita nanti, tentunya bergantung pada
proses pendidikan anak dari orang tuanya. Selain itu, juga banyak dipengaruhi oleh
lingkungan di sekitarnya padahal, sejak dalam kandungan anak telah melakukan
persaksian dengan Allah Swt. Bahwa hanya Allah, Tuhan yang berhak disembah. Ini
artinya, sejak lahir anak telah memiliki fitrah kecendrungan untuk berbuat kebaikan.
Melalui proses kehamilan itulah wanita bisa melahirkan seorang bayi yang
diinginkannya atas izin Yang Maha Kuasa. Mereka mempunyai hak untuk
menentukan kapan dan berapa untuk memiliki anak. Namun tidak semua berita
kehamilan disambut dengan suka cita. Banyak pasangan suami istri yang ingin sekali

1
mendapatkan anak, mereka bersedia memikul beban financial yang besar dan beban
psikologis yang berat agar dapat mempunyai anak sendiri, tetapi setelah dicoba
dengan berbagai cara anak yang diharapkan tak kunjung hadir. Ironisnya, di sisi lain
ada pula pasangan yang istrinya mengalami kehamilan, tetapi kehamilan itu tidak
diharapkan (KTD = kehamilan tidak diharapkan ). Untuk itu pasangan tersebut
menempuh segala cara untuk mengakhiri kehamilan atau mengaborsi (Abortus).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu bayi tabung ?
2. Bagaimana proses mendapatkan anak melalui bayi tabung perspektif hukum
Islam ?
3. Apa itu aborsi ?
4. Bagaimana Hukum Islam terhadap ibu hamil yang melakukan Aborsi karna
penyakit dalam Rahim ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian bayi tabung
2. Untuk mengetahui hukum Islam dalam proses mendapatkan anak melalui bayi
tabung
3. Untuk mengetahui Pengertian aborsi
4. Untuk mengetahui perspektif hukum Islam terhadap ibu hamil yang melakukan
Aborsi karna penyakit dalam rahim
5.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bayi Tabung


Bayi tabung merupakan terjemahan dari artificial insemination. Artificial artinya
buatan atau tiruan, sedangkan insemination berasal dari bahasa latin “inseminatus”
yang artinya pemasukan atau penyimpanan. Bayi tabung atau dalam bahasa
kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah suatu upaya memperoleh
kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah
khusus tanpa melalui senggama (sexual intercourse).
Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba. Dalam
proses bayi tabung atau IVF, sel telur yang sudah matang diambil dari indung telur
lalu dibuahi dengan sperma di dalam sebuah medium cairan. Setelah berhasil, embrio
kecil yang terjadi dimasukkan ke dalam rahim dengan harapan dapat berkembang
menjadi bayi. Proses yang berlangsung di laboratorium ini dilaksanakan sampai
menghasilkan suatu embrio yang akan ditempatkan pada rahim ibu. Embrio ini juga
dapat disimpan dalam bentuk beku dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan. Bayi
tabung merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu- ibu yang memiliki
gangguan pada saluran tubanya. Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang
akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk
selanjutnya menunggu sel sperma yang akan membuahi.
B. Landasan Hukum Mengenai Bayi Tabung
Hukum Islam memiliki dua kategori, yaitu: pertama, kategori hukum Islam yang
berakar pada nash qath’i yang disebut syari’ah. Kategori hukum Islam ini bersifat
universal, berlaku sepanjang zaman, dan menjadi pemersatu arus utama aktivitas umat
Islam se-dunia. Dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dapat ditentukan hukumnya dengan
jalan ijtihad yang salah satunya menggunakan metode maslahah mursalah.
Masalah-masalah lama yang ditentukan hukumnya dengan jalan ijtihad tetapi
tidak relevan/berlaku lagi secara efektif dalam masyarakat, karena perkembangan
zaman sudah berlainan, maka terhadap masalah-masalah lama tersebut dapat
ditentukan atau diubah ketentuan hukumnya sesuai dengan zamannya dengan dasar
pertimbangan yang lebih manfaat dan maslahat sepanjang dibenarkan syara’.
Proses pembuahan dengan metode bayi tabung antara sel sperma suami dengan
sel telur isteri, sesungguhnya merupakan upaya medis untuk memungkinkan
3
sampainya sel sperma suami ke sel telur isteri, sel sperma tersebut kemudian akan
membuahi sel telur bukan pada tempatnya yang alami. Sel telur yang telah dibuahi ini
kemudian diletakkan pada rahim isteri dengan suatu cara tertentu sehingga kehamilan
akan terjadi secara alamiah didalamnya.
Hukumnya haram bila sel telur isteri yang telah terbuahi diletakkan dalam rahim
perempuan lain yang bukan isteri, atau apa yang disebut sebagai “ibu pengganti”
(surrogate mother). Begitu pula haram hukumnya bila proses dalam pembuahan
buatan tersebut terjadi antara sel sperma suami dengan sel telur bukan isteri,
meskipun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam rahim isteri.
Demikian pula haram hukumnya bila proses pembuahan tersebut terjadi antara sel
sperma bukan suami dengan sel telur isteri, meskipun sel telur yang telah dibuahi
nantinya diletakkan dalam rahim isteri sebab akan menimbulkan pencampuradukan
dan penghilangan nasab, yang telah diharamkan oleh ajaran Islam.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW
bersabda ketika turun ayat li’an: “Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada
suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak
akan mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke
dalam surga. Dan siapa saja laki-laki yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia
melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan
membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudian
(pada Hari Kiamat nanti).” (HR. Ad Darimi)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah
bersabda:“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya,
atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan
mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.” (HR. Ibnu Majah)
Proses di atas mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan, hanya
saja di dalam prosesnya tidak terjadi penetrasi penis ke dalam vagina. Oleh karena itu
laki-laki dan perempuan yang menjalani proses tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi
pezina (hadduz zina), akan tetapi dijatuhi sanksi berupa ta’zir, yang besarnya
diserahkan kepada kebijaksaan hakim (qadli).
C. Pengertian Aborsi
Istilah aborsi secara bahasa berarti keguguran kandungan, pengguguran
kandungan, atau membuang janin. Dalam terminologi kedokteran, aborsi berarti
terhentinya kehamilan sebelum 28 (dua puluh delapan) minggu. Dalam istilah hukum,
4
berarti pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir
secara alamiah). Meskipun istilah ini tentunya memerlukan penjelasan yang lebih
terinci lagi, utamanya dalam relatifitas batas terhentinya kehamilan dan terkait dengan
proses yang melatarbelakangi pengguguran dan/atau keguguran kandungan, namun
data dipastikan bahwa pada umumnya memiliki substansi pemaknaan yang hampir
sama.
D. Aborsi dalam perspektif hukum Islam
Allah telah melarang aborsi hal itu dan mensifatinya dengan kesalahan yang
besar. Pengharaman yang berkaitan pembunuhan ini tidak terbatas pada pembunuhan
anak setelah kelahiran, tetapi juga mencakup janin yang ada di perut ibu karena pada
akhirnya akan dilahirkan.
Maka ini merupakan awal kehidupan dan aborsi terhadapnya adalah
haram dalam islam. Ayat Al-Qur’an yang membicarakan hukuman bagi orang yang
membunuh anak “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan, kamilah yang akan member rizki kepada mereka dan juga kepadamu,
sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar (Q.S Al-Isra:31 )
E. Jenis - jenis Aborsi
Secara garis besar aborsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. aborsi spontan (Abortus Spontanus), yaitu aborsi yang tidak disengaja,
seperti karena kecelakaan atau penyakit dan
2. aborsi buatan (Abortus Provocatus). Provocatus terbagi lagi dalam 2 bagian
yaitu:
a) Abortus Artificalis therapicus yakni aborsi yang dilakukan oleh
dokter atas dasar Indikasi medis. Misalnya, jika kehamilan diteruskan
bisa membahayakan jiwa si ibu, karena misalnya penyakit rahim.
b) Abortus Artificalis therapicus, yakni aborsi yang dilakukan
tanpa Indikasi medis melainkan semata-mata untuk menggugurkan
kandungan karena kehamilan yang tidak dikehendaki, akibat
hubungan gelap dan ingin menutupi aib, karena kesulitan ekonomi,
sedangkan tersebut tidak diinginkan atau terjadi di luar
rencana/dugaan, karena kehamilan terjadi akibat perkosaan.
Kendatipun kejadian tersebut diluar kehendaknya dan ia tidak dapat
dipersalahkan, tetapi rasa malu tetap ada apabila terjadi kehamilan.

5
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF)
adalah suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma
dan sel telur dalam suatu wadah khusus tanpa melalui senggama (sexual intercourse).
2. Hukum bayi tabung, jika sperma dan ovum yang dipertemukan itu berasal dari
suami istri yang sah, maka hal itu dibolehkan. Tetapi jika sperma dan ovum yang
dipertemukan itu bukan berasal dari suami istri yang sah, maka hal itu tidak
dibenarkan, bahkan dianggap sebagai perzinahan terselubung.
3. Aborsi secara bahasa berarti keguguran kandungan, pengguguran kandungan, atau
membuang janin. Dalam terminologi kedokteran, aborsi berarti terhentinya kehamilan
sebelum 28 (dua puluh delapan) minggu. Dalam istilah hukum, berarti pengeluaran
hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah).
4. Dalam Islam keberadaan nyawa pada janin ikut menentukan kondisi hukum. Ahli
hukum Islam sepakat bahwa haram hukunya bila melakukan aborsi setelah ditiupkan
ruh pada janin (janin telah bernyawa). Namun, mereka berbeda pendapat pada hiikum
aborsi sebelum ditiupnya ruh. Dalam hal ini, ada 3 pandangan.
a. Haram secara mutlak;
b. Melihat tahapan penciptaan untuk menetapkan haram dan tidaknya; dan
c. Membolehkan pada tiap tahapan.
Dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan jiwa wanita yang mengandung (Aborsi
provokarus medicinalis) dibolehkan melakukan aborsi.
B. SARAN
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini, masih banyak terdapat
kesalahan dan kekurangan, baik dari penulisan maupun materi. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca, agar
kami bisa memperbaiki pada pembuatan makalah berikutnya. Atas kritik dan
sarannya, kami ucapkan terimakasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan bisa
menambah wawasan untuk kita semua.

6
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zahro, 2006. Desakralisasi Kitab Fiqh; Sebuah Upaya Reformasi


Pemahaman Hukum Islam) dalam Dialektika Islam Dengan Problem Kontemporer,
Yogyakarta: LkiS
Ali Akbar, 1982. seksualita Ditinjau dari Hukum Islam, Jakarta; Ghalia Indonesia.
Ibnu al-Qayyim, 1977. I’lam al-Muwaqqi‟in „an Rabb al-„Alamin, cet. Ke-2, juz III,
Beirut: Dar al-Fikr.
Ensiklopedi Umum, (Jakarta: Yayasan Kanisius, 1991) hal 1. Lihat pula Ensiklopedi
Indonesia (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Houve, 1980)
Eric Echklom et, Wanila, Kesehalan dan Keluarga, terjemahan: Magri Maris et
(Jakarta: Sinar Harapan, 1984)
Huzaimah Tahido Yanggo et, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1996)

Anda mungkin juga menyukai