Anda di halaman 1dari 29

BAYI TABUNG

Kelompok 12

Nur Intan Azizah 311117063


Syifa Alawiyah 311117067
Fitria Shalma puspitasari 311117068
Pengertian Bayi
Tabung/Inseminasi Buatan
Bayi tabung merupakan terjemahan
dari artificial insemination. artificial
artinya buatan atau tiruan, sedangkan
insemination berasal dari kata latin
“inseminatus” artinya pemasukan atau
penyimpanan. Bayi tabung dikenal juga
dengan istilah pembuahan in vitro atau
dalam bahasa inggris dikenal sebagai
in vitro fertilitation ini adalah sebuah
teknik pembuahan sel telur (ovum) di
luar tubuh wanita tanpa melalui
senggama (sexual intercourse). Bayi
Tabung merupakan salah satu metode
untuk mengatasi masalah kesuburan
dalam sebuah rumah tangga ketika
metode lainnya tidak berhasil.
Bayi Tabung dalam Pandangan
Islam
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan islam termasuk
masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya
secara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah bahkan dalam kajian
Fiqih klasik sekalipun. Dua tahun sejak ditemukannya teknologi ini,
para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang bayi
tabung/inseminasi buatan.
1. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menetapkan 4 keputusan terkait
masalah bayi tabung, diantaranya :

a. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah
hukumnya mubah (boleh),
sebab ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama. sedangkan
para ulama melarang
penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang dititipkan
dirahim perempuan lain dan
itu hukumnya haram, karena dikemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah
yang rumit dalam
kaitannya dengan warisan.
b. Bayi Tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram.
Sebab, hal ini akan menimnulkan masalah yang pelik baik kaitannya dengan
penentuan nasab maupun
dalam hal kewarisan.
c. Bayi Tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri yang
sah hal tersebut juga
hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antar
lawan jenis diluar
pernikahan yang sah alias perzinahan.
 2. Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah dalam Forum Munas di
Kaliurang, Yogyakarta pada tahun 1981. Ada 3 keputusan yang ditetapkan ulama NU terkait
masalah Bayi Tabung, diantaranya :
a. Apabila mani yang ditabung atau dimasukkan kedalam rahim wanita tersebut ternyata
bukan mani suami-isntri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram. Hal itu didasarkan
pada sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rosulallah SAW bersabda “Tidak ada
dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan dengan
perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) didalam rahim perempuan
yang tidak halal baginya..”
b. Apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak
muhtaram, maka hukumnya juga haram. Mani Muhtaram adalah mani yang
keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’.
c. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri yang sah dan cara mengeluarkannya
termasuk muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung
menjadi mubah (boleh).
3. Dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi
buatan dengan donor,
antara lain :

a. “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di
daratan dan di lautan,
kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.” (QS Al-Israa’:70).
b. “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.” (QS At-tiin:4).
c. Hadist Nabi SAW yang mengatakan : ” tidak halal bagi seseorang yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir
menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu
Daud, Tirmidzi dan
dipandang shahih oleh Ibnu Hibban).
 Bayi tabung pertama Louis Brown dari Inggris lahir 30 tahun lalu.
Pembuahan buatan sudah merupakan prosedur standar kedokteran,
untuk menolong pasangan yang sulit punya anak secara alami. Jumlah
pasangan suami-istri yang melaksanakan program bayi tabung dari
tahun ke tahun juga meningkat. Sebuah pemecahan praktis yang juga
harus disadari mengandung resiko. Prosedurnya saja sudah amat
menegangkan, melelahkan dan bahkan sering memicu rasa frustrasi.
Belum lagi mengintai bahaya kecacatan pada bayi dan dampak lainnya.
Seberapa besar risiko program bayi tabung itu, kini menjadi tema
penelitian sejumlah dokter dan ilmuwan Jerman. Metode umum yang
digunakan sejak 30 tahun lalu, adalah pembuahan dalam tabung reaksi
atau istilahnya pembuahan in-vitro. Secara sederhana caranya adalah
dengan membuahi sel telur dengan sel sperma di luar rahim ibu. Setelah
terjadi pembuahan, barulah sel telur itu kembali dicangkokan ke dalam
rahim ibu.

Sejarah Bayi Tabung


Bildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Louise
Brown, bayi tabung pertama, ketika berumur 1 tahun. Pembuahan in-vitro
benar-benar program bayi tabung, karena sel telur dan sperma dipertemukan
dalam tabung reaksi. Selain itu juga dikembangkan metode terbaru, berupa
pembuahan buatan di dalam rahim menggunakan bantuan semacam pipet untuk
menyuntikan sperma. Metodenya disebut intra-cytoplasma dengan menyuntikan
sperma. Di Jerman anak pertama yang dibuahi dengan metode intra-cytoplasma
ini dilahirkan tahun 1994 lalu, dari pasangan yang suaminya tidak mampu
membuahi sel telur istrinya secara alami.
Belum diketahui apakah ketidakmampuan ayahnya untuk melakukan pembuahan
secara alami, juga akan diturunkan kepada anaknya. Namun diketahui, pembuahan intra-
cytoplasma lebih berisiko dibanding pembuahan dalam tabung atau in-vitro. Risikonya
adalah bayi dengan cacat bawaan. Seperti yang dijelaskan Prof. Hilke Bertelsmann, pakar
ilmu kesehatan dan sekaligus juga pakar biologi Jerman.
“Cacat bawaan adalah cacat yang kelihatan maupun yang tidak, seperti kelainan
pada jantung, ginjal dan organ tubuh lainnya. Kekhawatiran lainnya adalah, sel sperma dan
sel telur mengalami kerusakan akibat panas atau manipulasi. Karena itu ditakutkan semakin
banyak kasus cacat bawaan dari metode pembuahan menggunakan pipet yang disuntikan ke
sel telur, ketimbang pembuahan dalam tabung reaksi”.
Berlandaskan dugaan semacam itu, Prof. Bertelsmann mengimbau komisi
kedokteran federal di Jerman, yang merupakan lembaga tertinggi administrasi kedokteran
dengan anggota para dokter, rumah sakit dan asuransi kesehatan, untuk melakukan
penelitian terpadu serta penelitian data secara sistematis. Tujuannya untuk meneliti risiko
munculnya cacat bawaan pada berbagai metode pembuahan buatan. Bildunterschrift:
Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Seorang dokter sedang melakukan proses
pembuahan buatan.Sejauh ini memang belum diketahui secara pasti apa penyebab
meningkatnya kasus cacat bawaan pada bayi tabung itu. Dalam 10 kasus yang diamati,
menyangkut perbedaan metode in-vitro dan intra-cytoplasma, sejauh ini tidak ditemukan
hasil yang signifikan. Artinya, kemungkinan besar metode intra-cytoplasma juga tidak
meningkatkan risiko munculnya cacat bawaan.
Prof.Hilke Bertelsmann lebih lanjut mengatakan, “Walaupun begitu kami harus
mengatakan, kami tidak tahu, apakah hal itu disebabkan metode kedokteran dari
pembuahan buatan, atau dari meningkatnya risiko pada orang tua. Karena pada dasarnya
akibat risiko itulah mengapa mereka tidak bisa mendapatkan anak dengan cara alami”.
Yang sudah pasti, kasus cacat bawaan lebih banyak terjadi pada anak-anak yang
dilahirkan dengan cara pembuahan buatan, baik itu dengan metode in-vitro maupun
intra-cytoplasma, ketimbang pada anak-anak yang dilahirkan dari pembuahan secara
alami.
Selain itu, kuota keberhasilan pembuahan buatan juga relatif rendah. Hanya 40
persen pembuahan buatan yang sukses menimbulkan kehamilan. Sementara jumlah
sukses kehamilan hingga melahirkan anak jauh lebih rendah lagi, yakni hanya 15 persen
dari seluruh kehamilan melalui metode pembuahan buatan. Karena itulah, cukup banyak
pasangan suami istri yang memutuskan, melakukan pembuahan buatan beberapa sel
telur sekaligus dan mencangkokan sel embryo tersebut dalam rahim. Dengan begitu
diharapkan salah satu embryo akan berhasil berkembang menjadi janin di dalam rahim.
Akan tetapi, juga muncul masalah lainnya. Kadang-kadang beberapa sel telur yang sudah
dibuahi secara buatan, berkembang bersamaan di dalam rahim. Terjadi kehamilan
kembar lebih dari dua bayi. Dampaknya adalah berkurangnya peluang janin untuk terus
berkembang dalam rahim.
Masalah lainnya yang dihadapi di Jerman adalah kendala hukum. Aturan yang berlaku
untuk pembuahan buatan, tidak mengizinkan orang tua menggugurkan salah satu bayi
kembar lebih dari dua, hasil dari pembuahan buatan. Atau secara bahasa
kedokterannya, memberikan peluang kepada janin yang memiliki kemungkinan paling
baik untuk terus berkembang dalam rahim, dengan menyingkirkan saingannya yang
kemungkinan cacat. Terlepas dari aturan yang berlaku, teknologi pembuahan buatan
atau program bayi tabung, walaupun sudah berumur 30 tahun, tetap mengandung
banyak misteri dan pertanyaan yang belum terjawab tuntas secara ilmu kedokteran,
menyangkut kemungkinan risiko cacat bawaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
mengapa bayi tabung diadakan

1. Faktor hubungan seksual, yaitu frekuensi yang tidak teratur


(mungkin terlalu sering atau terlalu jarang), gangguan fungsi seksual pria
yaitu disfungsi ereksi, ejakulasi dini yang berat, ejakulasi terhambat,
ejakulasi retrograde (ejakulasi ke arah kandung kencing), dan gangguan
fungsi seksual wanita yaitu dispareunia (sakit saat hubungan seksual)
dan vaginismus.
2. Faktor infeksi, berupa infeksi pada sistem seksual dan reproduksi
pria maupun wanita, misalnva infeksi pada buah pelir dan infeksi pada
rahim.
3. Faktor hormon, berupa gangguan fungsi hormon pada pria maupun
wanita sehingga pembentukan sel spermatozoa dan sel telur terganggu.
4. Faktor fisik, berupa benturan atau temperatur atau tekanan pada
buah pelir sehingga proses produksi spermatozoa terganggu.
5. Fakror psikis, misalnya stress yang berat sehingga mengganggu
pembentukan set spermatozoa dan sel telur.
Apakah infertilitas dapat diatasi?
Masalah infertilitas sebenarnya adalah masalah gangguan kesuburan pasangan.
Gangguan kesuburan mungkin dapat diatasi, mungkin juga tidak dapat diatasi. Hal itu
sangat tergantung kepada penyebabnya dan sejauh mana kesuburan telah terganggu.
Berbagai cara dan pengobatan telah tersedia untuk mengatasi gangguan kesuburan,
tetapi tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan. Sebagai contoh, infertilitas yang
disebabkan karena penyumbatan saluran telur. Cara yang ada untuk membuka kembali
saluran telur yang tersumbat ternyata tidak memberikan hasil yang baik. Contoh lain,
pengobatan gangguan sperma, mungkin memberikan hasil yang baik, mungkin juga
tidak. Pengobatan gangguan sperma yang disebabkan karena infeksi pada buah pelir,
pada umumnya tidak memuaskan.

Itu berarti tidak semua pasangan infertil dapat mengatasi masalahnya dan
dapat mempunyai anak. Karena itu, pada keadaan di mana gangguan kesuburan tidak
dapat diatasi, dilakukan cara lain yang merupakan cara pintas. Cara pintas ini tidak lagi
bertujuan memperbaiki gangguan kesuburan, melainkan langsung ke tujuan akhir, yaitu
menghasilkan kehamilan. Cara pintas yang tersedia ialah inseminasi buatan dengan
menggunakan sperma suami dan tehnik “bayi tabung”.
Inseminasi buatan dengan sperma suami dilakukan bila terjadi gangguan kualitas dan
kuantitas sperma, gangguan dalam melakukan hubungan seksual sehingga sperma
tidak dapat masuk ke vagina, dan gangguan mulut rahim sehingga sel spermatozoa
gagal masuk ke dalam rahim. Di masyarakat muncul anggapan salah, seolah-olah
tehnik “bayi tabung” adalah segalanya. Seolah-olah dengan cara ini pasangan infertil
pasti dapat menjadi hamil dan mempunyai anak. Padahal ternyata tidak demikian.
Keberhasilan tehnik “bayi tabung” dengan cara yang paling mutakhir dan di negara
maju sekalipun, masih tergolong rendah sementara biaya yang diperlukan sangat
tinggi.
Apabila mengkaji tentang bayi tabung dari hukum islam,maka harus dikaji dengan
memakai metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad agar hukum
ijtihadnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa al-Quran dan sunnah menjadi
pasanagan umat islam.Bayi Tabung dilakukan apabila dilakukan dengan sel sperma
dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita
lain termasuk istrinya sendiri yang lain(bagi suami yang berpoligami),maka islam
membenarkan,baik dengan cara mengambil sperma suami,kemudian disuntikkan
kedalam vagina atau uterus istri,maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar
rahim,kemudian buahnya ditanam kedalam rahim istri,asal keadaan kondisi suami
istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk
memperoleh anak,karena dengan cara pembuahan alami,suami istri tidak berhasil
memperoleh anak.
Hukum Bayi Tabung
Menurut Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70

Artinya:
Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak
Adam, Kami angkut mereka didaratan dan lautan, Kami
beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
 Hadist Nabi:

Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari Akhir
menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain(vagina istri orang
lain). Hadist Riwayat Abu Daud, Al-Tirmizi dan hadist ini dipandang sahih
oleh Ibnu Hibban. Dengan hadist ini para ulama sepakat mengharamkan
seseorang mengawini/melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari
orang lain yang mempunyai ikatan perkawinan yang sah. Pada zaman dulu
masalah bayi tabung/inseminasi buatan belum timbul,sehingga kita tidak
memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.Kita dapat menyadari bahwa
inseminasi buatan / bayi tabung dengan donor sperma atau ovum lebih
mendatangkan madaratnya daripada maslahahnya
Bayi Tabung Menurut Pendapat Para Ulama :
1. Menurut MUI
2. Nahdlatul Ulama (NU)
3. Ulama Saudi Arabia
4. Majelis Mujamma’ Fiqih Islami
5. Syaikh Nashiruddin Al-Albani

Bayi Tabung Pendapat Para Ulama


Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus
asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam
menggapai karunia Allah SWT. Demikian halnya di ntara
pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan
filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan
kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan
generasi umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada
solusi (QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi manusia
dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi
modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka
bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.

Dalil tentang Program Bayi Tabung


 kloning (Istinsakh) menurut Ulama ahli bahasa diambil
dari kata naskh yang artinya gambaran yang sesuai
dengan bentuk aslinya, atau nuskhah yang artinya
gambar yang tertulis/tercetak. Dan banyak juga
persamaan ma'na dengan kata istinsakh missal; al khalk
(membuat/menciptakan), annasl (keturunan).
 Sedangkan kloning menurut istilah yaitu; suatu teori
biologi untuk menciptakan keturunan tanpa hubungan
lawan jenis dengan menggunakan cara yang telah di
tetapkan oleh para ilmuan.

Pengertian dan sejarah kloning


 Bertepatan pada tanggal 23 Februari 1998 M, sekelompok
pakar ilmu keturunan (genetika) Inggris tepatnya di sebuah
Universitas Ruzilen yang di pimpin oleh seorang pakar yang
bernama Iyan Whelemont, mereka berhasil melahirkan biri-
biri betina lewat proses kloning, tanpa hubungan lawan jenis.
Adapun cara yang digunakan ialah, dengan mengambil bibit
biri-biri jantan yang sudah sampai usianya dan mengambil sel
telur yang tidak mempunyai benih atau mandul (tidak subur)
dari biri-biri lain, kemudian disuntikan kedalam rahim biri-biri
yang sudah dikosongkan sel telurnya dengan menggunakan
tenaga listrik. Setelah sempurna penyatuan sel telur dan
bibit, kemudian dipindahkan janin hasil campuran dua biri-biri
tersebut kedalam biri-biri ketiga. Setelah sempurna masa
kehamilan, maka lahirlah seekor anak biri-biri yang di beri
nama dengan Doully.
 Pemerintah Italia dan Prancis, melarang untuk
memperaktekkan teori ini pada manusia atau hewan.

 Pembagian kloning:
 1. kloning pada Manusia.
 2. kloning pada Hewan.
 3. kloning pada Tumbuhan
 Ketiga kloning ini merupakan suatu cara pengembangbiakan
keturunan dengan tanpa hubungan lawan jenis, melalui suatu teori
yang telah diperaktekan oleh para pendahulu kita (ilmuwan), tapi
tidak kemungkinan teori ini diterima oleh semua orang yang
mungkin mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda
terhadap masalah tersebut. Misal; kloning dalam ruang lingkup
tumbuh-tumbuhan atau yang dikenal saat sekarang ini dengan
istilah mencangkok, banyak orang yang telah melakukan cara
tersebut dan sekaligus mereka menerimanya dengan baik,
tujuannya untuk memperoleh apa yang diharapkan, contoh; untuk
menghasilkan buah yang manis kita tinggal mencangkok pohon
yang buahnya sudah terbukti manis.
Bentuk Praktek kloning pada Manusia dalam
Pandangan Islam
 Praktek kloning dalam Islam, ada tiga bentuk :
 1. Bibit yang diambil adalah dari bibit sel telur yang
sudah tidak berfungsi lagi (mandul), kemudian diambil
bibit perempuan lain dan dicampurkan sesuai dengan
proses yang telah kita sebutkan diatas.
 2. Bibit sel telur yang diambil adalah bibit wanita itu
sendiri.
 3. Bibit diambil dari laki-laki.
 Bentuk praktek yang pertama, hukumnya adalah haram dengan alasan
dalil yaitu ; hubungan antara sesama wanita (lesbian) adalah haram,
sesuai dengan dalil al-Qur'an dan Sunnah. Dengan demikian haram
jugalah mencampurkan bibit wanita dengan sel telur wanita lain, untuk
bisa hamil dan melahirkan anak. Hal ini dilarang dengan dalil isyarah;
dalil isyarah ialah : lafadz dari nash yang menunjukkan satu hukum
secara langsung atau mengikut hukum pertama yang dikandung oleh
nash al-qur'an atau sunnah. Dalam al-qur'an Allah berfirman :

 Artinya : dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya
mereka dalam hal ini tidak tercela. Barang siapa yang mencari di balik
itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Hukumnya Menurut Pandangan Islam


 Bentuk praktek yang kedua, yaitu: mengambil bibit perempuan itu sendiri lalu
dicampur dengan sel telurnya, hukumnya adalah haram juga. Adapaun dalilnya
yang menunjukan keharamnnya, telah kita sebutkan di atas pada bentuk
praktek pertama.

 Bentuk praktek yang ketiga, yaitu: melahirkan lewat proses mengambil bibit
dari sperma laki-laki lalu dicampurkan kedalam sel telur wanita, hukumnya ialah
sebagi berikut:

 1. Apabila bibit ini diambil dari seekor hewan, maka hukumnya adalah haram.
Sebab ini menyia-nyiakan ciptaan Allah Swt. Dan diragukan akan lahir manusia,
karena bisa jadi yang lahir nantinya makhluk selain manusia.

 2. Apabila bibit diambil bukan dari suaminya, maka hukumnya juga haram.
Sebab syariat Islam mengharamkan wanita melahirkan anak yang bukan hasil
dari suaminya.

 3. Apabila bibit diambil dari suaminya sendiri, maka hukumnya menurut Ustadz
Duktur Raf'at Usman adalah tawaqquf.
 Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa
 Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri
sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita
lain(ibu titipan) diperbolehkan oleh islam, jika keadaan kondisi
suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan. Dan
status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut Islam.
 Inseminasi buatan dengan sperma dan ovum
donor diharamkan oleh Islam. Hukumnya sama dengan Zina dan
anak yang lahir dari hasil inseminasi macam ini statusnya sama
dengan anak yang lahir diluar perkawinan yang sah.
 kloning merupakan masalah kontemporer yang mana para ulama
dan ilmuan telah menjawabnya, terkhusus kloning pada manusia
yang menjadi perhatian yang sangat serius

kesimpulan

Anda mungkin juga menyukai