Kelompok 12
a. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah
hukumnya mubah (boleh),
sebab ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama. sedangkan
para ulama melarang
penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang dititipkan
dirahim perempuan lain dan
itu hukumnya haram, karena dikemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah
yang rumit dalam
kaitannya dengan warisan.
b. Bayi Tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram.
Sebab, hal ini akan menimnulkan masalah yang pelik baik kaitannya dengan
penentuan nasab maupun
dalam hal kewarisan.
c. Bayi Tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri yang
sah hal tersebut juga
hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antar
lawan jenis diluar
pernikahan yang sah alias perzinahan.
2. Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah dalam Forum Munas di
Kaliurang, Yogyakarta pada tahun 1981. Ada 3 keputusan yang ditetapkan ulama NU terkait
masalah Bayi Tabung, diantaranya :
a. Apabila mani yang ditabung atau dimasukkan kedalam rahim wanita tersebut ternyata
bukan mani suami-isntri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram. Hal itu didasarkan
pada sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rosulallah SAW bersabda “Tidak ada
dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan dengan
perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) didalam rahim perempuan
yang tidak halal baginya..”
b. Apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak
muhtaram, maka hukumnya juga haram. Mani Muhtaram adalah mani yang
keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’.
c. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri yang sah dan cara mengeluarkannya
termasuk muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung
menjadi mubah (boleh).
3. Dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi
buatan dengan donor,
antara lain :
a. “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di
daratan dan di lautan,
kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan
kelebihan yang sempurna
atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.” (QS Al-Israa’:70).
b. “Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.” (QS At-tiin:4).
c. Hadist Nabi SAW yang mengatakan : ” tidak halal bagi seseorang yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir
menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu
Daud, Tirmidzi dan
dipandang shahih oleh Ibnu Hibban).
Bayi tabung pertama Louis Brown dari Inggris lahir 30 tahun lalu.
Pembuahan buatan sudah merupakan prosedur standar kedokteran,
untuk menolong pasangan yang sulit punya anak secara alami. Jumlah
pasangan suami-istri yang melaksanakan program bayi tabung dari
tahun ke tahun juga meningkat. Sebuah pemecahan praktis yang juga
harus disadari mengandung resiko. Prosedurnya saja sudah amat
menegangkan, melelahkan dan bahkan sering memicu rasa frustrasi.
Belum lagi mengintai bahaya kecacatan pada bayi dan dampak lainnya.
Seberapa besar risiko program bayi tabung itu, kini menjadi tema
penelitian sejumlah dokter dan ilmuwan Jerman. Metode umum yang
digunakan sejak 30 tahun lalu, adalah pembuahan dalam tabung reaksi
atau istilahnya pembuahan in-vitro. Secara sederhana caranya adalah
dengan membuahi sel telur dengan sel sperma di luar rahim ibu. Setelah
terjadi pembuahan, barulah sel telur itu kembali dicangkokan ke dalam
rahim ibu.
Itu berarti tidak semua pasangan infertil dapat mengatasi masalahnya dan
dapat mempunyai anak. Karena itu, pada keadaan di mana gangguan kesuburan tidak
dapat diatasi, dilakukan cara lain yang merupakan cara pintas. Cara pintas ini tidak lagi
bertujuan memperbaiki gangguan kesuburan, melainkan langsung ke tujuan akhir, yaitu
menghasilkan kehamilan. Cara pintas yang tersedia ialah inseminasi buatan dengan
menggunakan sperma suami dan tehnik “bayi tabung”.
Inseminasi buatan dengan sperma suami dilakukan bila terjadi gangguan kualitas dan
kuantitas sperma, gangguan dalam melakukan hubungan seksual sehingga sperma
tidak dapat masuk ke vagina, dan gangguan mulut rahim sehingga sel spermatozoa
gagal masuk ke dalam rahim. Di masyarakat muncul anggapan salah, seolah-olah
tehnik “bayi tabung” adalah segalanya. Seolah-olah dengan cara ini pasangan infertil
pasti dapat menjadi hamil dan mempunyai anak. Padahal ternyata tidak demikian.
Keberhasilan tehnik “bayi tabung” dengan cara yang paling mutakhir dan di negara
maju sekalipun, masih tergolong rendah sementara biaya yang diperlukan sangat
tinggi.
Apabila mengkaji tentang bayi tabung dari hukum islam,maka harus dikaji dengan
memakai metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad agar hukum
ijtihadnya sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa al-Quran dan sunnah menjadi
pasanagan umat islam.Bayi Tabung dilakukan apabila dilakukan dengan sel sperma
dan ovum suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita
lain termasuk istrinya sendiri yang lain(bagi suami yang berpoligami),maka islam
membenarkan,baik dengan cara mengambil sperma suami,kemudian disuntikkan
kedalam vagina atau uterus istri,maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar
rahim,kemudian buahnya ditanam kedalam rahim istri,asal keadaan kondisi suami
istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan untuk
memperoleh anak,karena dengan cara pembuahan alami,suami istri tidak berhasil
memperoleh anak.
Hukum Bayi Tabung
Menurut Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70
Artinya:
Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak
Adam, Kami angkut mereka didaratan dan lautan, Kami
beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas
kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Hadist Nabi:
Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari Akhir
menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain(vagina istri orang
lain). Hadist Riwayat Abu Daud, Al-Tirmizi dan hadist ini dipandang sahih
oleh Ibnu Hibban. Dengan hadist ini para ulama sepakat mengharamkan
seseorang mengawini/melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari
orang lain yang mempunyai ikatan perkawinan yang sah. Pada zaman dulu
masalah bayi tabung/inseminasi buatan belum timbul,sehingga kita tidak
memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.Kita dapat menyadari bahwa
inseminasi buatan / bayi tabung dengan donor sperma atau ovum lebih
mendatangkan madaratnya daripada maslahahnya
Bayi Tabung Menurut Pendapat Para Ulama :
1. Menurut MUI
2. Nahdlatul Ulama (NU)
3. Ulama Saudi Arabia
4. Majelis Mujamma’ Fiqih Islami
5. Syaikh Nashiruddin Al-Albani
Pembagian kloning:
1. kloning pada Manusia.
2. kloning pada Hewan.
3. kloning pada Tumbuhan
Ketiga kloning ini merupakan suatu cara pengembangbiakan
keturunan dengan tanpa hubungan lawan jenis, melalui suatu teori
yang telah diperaktekan oleh para pendahulu kita (ilmuwan), tapi
tidak kemungkinan teori ini diterima oleh semua orang yang
mungkin mempunyai pandangan-pandangan yang berbeda
terhadap masalah tersebut. Misal; kloning dalam ruang lingkup
tumbuh-tumbuhan atau yang dikenal saat sekarang ini dengan
istilah mencangkok, banyak orang yang telah melakukan cara
tersebut dan sekaligus mereka menerimanya dengan baik,
tujuannya untuk memperoleh apa yang diharapkan, contoh; untuk
menghasilkan buah yang manis kita tinggal mencangkok pohon
yang buahnya sudah terbukti manis.
Bentuk Praktek kloning pada Manusia dalam
Pandangan Islam
Praktek kloning dalam Islam, ada tiga bentuk :
1. Bibit yang diambil adalah dari bibit sel telur yang
sudah tidak berfungsi lagi (mandul), kemudian diambil
bibit perempuan lain dan dicampurkan sesuai dengan
proses yang telah kita sebutkan diatas.
2. Bibit sel telur yang diambil adalah bibit wanita itu
sendiri.
3. Bibit diambil dari laki-laki.
Bentuk praktek yang pertama, hukumnya adalah haram dengan alasan
dalil yaitu ; hubungan antara sesama wanita (lesbian) adalah haram,
sesuai dengan dalil al-Qur'an dan Sunnah. Dengan demikian haram
jugalah mencampurkan bibit wanita dengan sel telur wanita lain, untuk
bisa hamil dan melahirkan anak. Hal ini dilarang dengan dalil isyarah;
dalil isyarah ialah : lafadz dari nash yang menunjukkan satu hukum
secara langsung atau mengikut hukum pertama yang dikandung oleh
nash al-qur'an atau sunnah. Dalam al-qur'an Allah berfirman :
Artinya : dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya
mereka dalam hal ini tidak tercela. Barang siapa yang mencari di balik
itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
kesimpulan