Dimensi
Reproduksi
Keluarga
Perspektif
M Abdul Mubarok
Hukum Islam
Dimensi reproduksi keluarga
perspektif HKI
Fungsi reproduksi keluarga Bayi tabung
perspektif HKI perspektif HKI
Keluarga berencana
perspektif HKI
Dimensi reproduksi keluarga
perspektif HKI
1. Fungsi reproduksi keluarga
Imam perspektif
Ghazali membagi HKIreproduksi keluarga
fungsi
dalam lima hal:
1) memperoleh keturunan yang sah dan
mengembangkan suku-suku bangsa manusia
2) memenuhi tuntutan naluriyah hidup kemanusiaan,
3) memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan,
4) membentuk dan mengatur rumah tangga yang
menjadi basis dari masyarakat yang besar di atas
kecintaan dan kasih sayang, dan
5) Menumbuhkan kesungguhan berusaha mencari rizeki
penghidupan yang halal dan memperbesar rasa
tanggung jawab
Fungsi reproduksi keluarga menurut HKI
• Dari beberapa macam alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan seperti kondom,
diafragma, tablet vaginal dan lainya, semuanya dapat dikatagorikan kepada azal yang tidak
dipermasalahkan hukumnya. Namun yang masih dipermasalahkan hukumnya adalah
penggunaan berbagai macam alat kontrasepsi teknologis seperti IUD, suntikan, pil, susuk
KB, vasektomi-tubektomi, dan sejenisnya
• Salah satu alat kontrasepsi yang paling sering dilakukan oleh pasangan suami istri dan
masih diperdebatkan hukumnya adalah vasektomi-tubektomi, atau yang lebih dikenal
dengan istilah sterilisasi.
• Sterilisasi ialah memandulkan lelaki atau wanita dengan jalan operasi (pada umumnya)
agar tidak dapat menghasilkan keturunan
• Namun sterilisasi termasuk merubah ciptaan Allah, dikatakan demikian karena metode
steril ini dilakukan dengan mangambil atau memotong sebagian alat dari sistem reproduksi
manusia. Maka sudah jelas, cara ini termasuk mengubah ciptaan Allah yang terlarang. 10
Allah SWT telah berfirman dalam Surat An-Nisa’ ayat 119
KB menurut hki
• Seperti yang terdapat pada Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 Pasal 25 Ayat 1 disebutkan
bahwa ”Suami dan/atau istri mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam
melaksanakan keluarga berencana”
• Akan tetapi, tidak boleh bertentangan dengan norma agama seperti yang terdapat pada
Undang-Undang No. 52 Tahun 2009 Pasal 24 Ayat 3 menjelaskan bahwa “penyelenggaraan
pelayanan kontrasepsi dilakukan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi
agama, norma budaya, etika, serta segi kesehatan”
• Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 21 tahun 1994 tentang penyelenggaraan
pembangunan keluarga sejahtera, bab III penyelenggaraan keluarga berencana Pasal 17 :
• (1) Penggunaan alat, obat dan cara pengaturan kehamilan dilakukan dengan cara yang dapat
dipertanggungjawabkan dari segi kesehatan, serta mempertimbangkan nilai-nilai etik dan
agama.
• (2) Penggunaan alat, obat, dan cara pengaturan kehamilan yang menimbulkan risiko
terhadap kesehatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang
berdasarkan standar profesi.
Bayi tabung perspektif HKI
PANDANGAN ISLAM
Agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa AlQur’an dan As-Sunnah
yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah mengenai bayi tabung ini
sebaiknya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim
dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan Dua tahun sejak
ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang bayi
tabung/inseminasi buatan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwany pada tanggal 13 Juni
1979 menetapkan 4 keputusan terkait masalah bayi tabung, di antaranya :
Bayi tabung
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya
mubah (boleh), sebab ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah kaidah agama. Asal
keadaan suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara inseminasi buatan
untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil
memperoleh anak.
2. Para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suamiistri yang
dititipkan di rahim perempuan lain dan itu hukumnya haram, karena dikemudian hari hal itu
akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan (khususnya antara
anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung
kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi Tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia
hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah. Sebab, hal ini akan menimbulkan
masalah yang pelik baik kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan
Bayi tabung
. 4. Bayi Tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri yang sah hal
tersebut juga hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antar
lawan jenis diluar pernikahan yang sah alias perzinahan
Mengenai status anak hasil inseminasi dengan donor sperma atau ovum menurut hukum islam
adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. UU Perkawinan pasal 42
No.1/1974:”Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah”maka memberikan pengertian bahwa bayi tabung dengan bantuan donor dapat
dipandang sah karena ia terlahir dari perkawinan yang sah.
Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun
1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan
pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri