Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KAJIAN KLINIK KEISLAMAN

HUKUM KB STERIL (VASEKTOMI/TUBEKTOMI)

DISUSUN OLEH:
ARIF SUBHAN (A32020148)
IMLAATUL MUSLIKHAH (A32020247)
RETNO DWI M (A32020202)

PROGRAM PROFESI NERS B


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Usia hukum sebenarnya sama tuanya dengan usia manusia itu sendiri,
karena di mana ada manusia maka di situ ada hukum yang mengaturnya dan
mempunyai kesinambungan antara hukum yang berlaku sekarang dengan
hukum yang berlaku sebelumnya hingga dimasa-masa lampau. Hukum
perkawinan saat ini merupakan pelestarian dan pengembangan hukum yang
telah diperkenalkan Allah kepada generasi manusia. Di Indonesia pernikahan
telah diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan, aturan yang dimaksud
yaitu UU No.1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya dalam bentuk
Peraturan Pemerintahan No.9 Tahun 1975, Undang-Undang tersebut
merupakan hukum materiil dari perkawinan. Menurut ketentuan dalam pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pengertian
pernikahan adalah:

“ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita


sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.”
Alasan pencantuman kata Ketuhanan Yang Maha Esa diatas adalah
karena sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa yang dianut oleh Negara
Indonesia. Selanjutnya dengan ketentuan Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam
(KHI) telah dirumuskan pengertian pernikahan menurut hukum Islam adalah :

“akad yang sangat kuat atau mitsaqon golizan untuk mentaati


perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”Sementara
itu pasal 3 juga diatur bahwa tujuan pernikahan adalah “untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah,
warahmah.”
Menurut Sajuti Talib, pernikahan adalah suatu perjanjian yang suci
dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni,
kasih mengasihi, tentram dan bahagia. Salah satu solusi yang diambil
Pemerintah adalah dilaksanakannya program Keluarga Berencana (KB)
sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dalam
pelaksanaannya, Keluarga Berencana (KB) ada beberapa metode, diantara
metode-metode Keluarga Berencana (KB) ini yang paling menarik perhatian
kaca mata hukum Islam adalah dengan cara sterilisasi atau vasektomi dan
tubektomi.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hukum KB vasektomi dan tubektomi menurut Islam.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hukum KB menurut Islam
b. Untuk mengetahui hukum KB vasektomi menurut Islam
c. Untuk mengetahui hukum KB tubektomi menurut Islam
BAB II

TINJAUAN KASUS

Ny. M status obstetric G3P2A1 hamil gemelly, renc. SC. Pada saat
pengkajian kepada klien di ruang Rahmah RS PKU Muhammadiyah
Gombong, Suami klien menanyakan bagaimana hukum KB menurut islam?
Pasien juga menanyakan bagaimana hukum KB Steril (tubektomi/vasektomy),
karena suami pasien merencanakan KB tubektomy untuk istrinya sekalian
operasi sesar. Klien mengatakan anaknya sudah 3 dan kehamilan ini kembar,
jadi ia ingin istrinya KB agar bisa merawat dan mendidik anak-anaknya secara
maksimal.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana hukum KB menurut Islam?


2. Bagaimana hukum KB steril (tubektomi/vasektomi) menurut Islam?
BAB III

TINJAUAN HUKUM/KAIDAH/TEORI

1. Hukum KB
a. Pandangan Muhammadiyah
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
melalui fatwa-fatwa tarjih menjelaskan, surah An-Nisa ayat 9 secara umum
dapat menjadi motivasi keluarga berencana, tapi bukan jadi dasar langsung
kebolehannya.
Allah SWT berfirman:
‫ض َعافًا خَ افُوا َعلَ ْي ِه ْم فَ ْليَتَّقُوا هَّللا َ َو ْليَقُولُوا قَوْ اًل َس ِديدًا‬
ِ ً‫ش الَّ ِذينَ لَوْ تَ َر ُكوا ِم ْن َخ ْلفِ ِه ْم ُذ ِّريَّة‬
َ ‫َو ْليَ ْخ‬
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar”(QS.An-Nisaa:9).
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid, Islam menganjurkan agar
kehidupan anak-anak jangan sampai telantar sehingga menjadi tanggungan
orang lain. Ayat tersebut mengingatkan agar orang tua selalu memikirkan
kesejahteraan jasmani dan rohani anak-anaknya.
b. Pendapat Sayyid Sabiq dan Al Ghazali
Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah menjelaskan, dalam
keadaan tertentu Islam tidak menghalangi pembatasan kelahiran melalui
penggunaan obat pencegah kehamilan atau cara-cara lainnya.
"Pembatasan kelahiran diperbolehkan bagi laki-laki yang beranak
banyak dan tak sanggup lagi menanggung biaya pendidikan anaknya dengan
baik,"
Demikian pula jika keadaan istri sudah lemah, mudah hamil, serta
suaminya dalam kondisi miskin. Dalam keadaan semacam ini, ujar Sabiq,
diperbolehkan membatasi kelahiran. Sejumlah ulama menegaskan pembatasan
kelahiran tak sekadar diperbolehkan bahkan dianjurkan.

Imam Al-Ghazali membolehkan hal itu jika istri merasa khawatir akan
rusak kecantikannya. Dalam kondisi tersebut, suami dan istri berhak
memutuskan untuk melakukan pembatasan. Ada pula ulama yang mengatakan
pembatasan bisa dilakukan tanpa syarat apa pun yang mendasarinya.

2. Hukum KB Steril (Vasektomi/Tubektomi)


a. Vasektomi dan Tubektomi menurut hukum Islam dan peraturan perundang-
undangan sebagai salah satu metode Keluarga Berencana

Dalam hukum Islam, Al-Qur’an sebagai pedoman dalam mengambil


kebijakan hukum tidak memuat seperangkat aturan baku terkait dengan
permasalahan keluarga berencana. Namun, Islam memberikan seperangkat
aturan moral sehubungan dengan permasalahan KB. Di dalam Alqur’an dan
Hadis, yang merupakan sumber pokok Islam yang menjadi pedoman hidup
(way of life) bagi umat Islam, tidak ada nash yang sharih (clear statement)
yang melarang ataupun yang memerintahkan ber-KB secara eksplisit. Karena
itu, hukum berKB harus dikembalikan kepada kaidah hukum Islam (qaidah
fiqhiyyah) yang menyatakan:

“Pada dasarnya segala sesuatu/perbuatan itu boleh, kecuali


/sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya.”

b. Fatwa MUI dapat menjadi dasar hukum dilakukannya Vasektomi dan


Tubektomi
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 1979, Diantara orang-orang
yang menentang vasektomi, didasarkan pada penolakan terhadap praktik
perencanaan keluarga yang dikenal sebagai program Keluarga Berencana
(KB) Mereka mengutip pemikiran Al-Qur’an untuk mendukung perlawanan
mereka sebagai berikut (1) Jumlah besar sangat dianjurkan dalam Islam (2)
Anak adalah hiasan kehidupan (3) Melahirkan anak adalah tujuan perkawinan
(4) Kontrasepsi adalah wa’d atau pembunuhan (5) Perencanaa keluarga
bertentangan dengan kehendak Allah (qadar) dan meragukan kemampuan-
Nya untuk memberikan rezeki.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2000, (1) Pada dasarnya,


agama Islam memperbolehkan manusia melakukan pengaturan kelahiran anak
dengan tujuan yang positif seperti untuk menjaga kesehatan ibu dan anak serta
dilakukan dengan cara-cara yang baik dan tidak menimbulkan bahaya (2)
Pemandulan dengan melakukanVasektomi (pemotongan/penutupan saluran air
mani laki-laki) atau Tubektomi (pemotongan/penutupan saluran telur pada
wanita) dengan tujuan untuk membatasi kelahiran anak adalah perbuatan
haram (3) Tubektomi dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan medis dari
dokter yang profesional yang bersifat amanah, bahwa apabila yang
bersangkutan hamil atau melahirkan akan membahayakan jiwanya dan atau
anaknya.

Fatwa majelis Ulama Indonesia Tahun 2009, Vasektomi hukumnya


haram, karena (1) Vasektomi sebagai alat kontrasepsi KB sekarang ini
dilakukan dengan memotong saluran sperma. Hal itu berakibat terjadinya
kemandulan tetap (2) Upaya rekanalisasi (penyambungan kembali) tidak
menjamin pulihnya tingkat kesuburan kembali yang bersangkutan.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2012, Vasektomi hukumnya
haram, kecuali (1) Untuk tujuan yang tidak menyalahi syari’at (2) Tidak
menimbulkan kemandulan permanen (3) Ada jaminan dapat dilakukan
rekanalisasi yang dapat mengembalikan fungsi reproduksi seperti semula (4)
Tidak menimbulkan bahaya (madharat) bagi yang bersangkutan (5) Tidak
dimasukkan ke dalam program dan metode kontrasepsi mantap

Faktor yang mempengaruhi keputusan Majelis Ulama Indonesia dalam


mengeluarkan Fatwa, (1) Factor pertama yang harus diketahui rupanya
berkaitan dengan kecenderungan untuk membantu kebijakan pemerintah (2)
Ada keinginan untuk menghadapi dan menjawab tantangan zaman modern.
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa fatwa-fatwa MUI adalah hasil dari
seperangkat keadaan social budaya dan social politik, yang kebijakan
pemerintah merupakan bagian di dalamnya.

MUI terus berupaya meningkatkan fungsi dan peranannya dalam


upaya meningkatkan kualitas umat di berbagai bidang kehidupan sesuai
dengan tuntutan zaman dan seirama dengan semakin lajunya derap
pembangunan. Ada kalanya perjuangan politik membutuhkan dukungan
agama, sebagaimana kedudukan agama di suatu Negara dan Daerah secara
publikakan menguat dengan adanya dukungan politik dalam berbagai bentuk.
Politik dan agama jika menyatu secara signifikan bagaikan dua sisi yang
berbeda dari satu mata uang yang sama yang memberikan nilai dan harga
(two sides of the same coin).
Berikut beberapa alasannya diharamkannya KB vasektomi dan tubektumi:

1. Membatasi anak dan keturunan.

Ini haram hukumnya jika tidak ada alasan syar’i misalnya untuk
memberi jarak kehamilan dan bisa fokus mendidik anak dahulu

Allah Ta’ala berfirman,

ً‫َو َج َع ْلنَا ُك ْم أَ ْكثَ َر نَفِيرا‬

Dan Kami jadikan kelompok yang lebih besar. [Al-Isra’: 6]

Dan jumlah yang banyak adalah karunia semua kaum. Kaum Nabi
Syu’aib ‘alaihissalam diperingati tentang karunia mereka,

‫ُوا إِ ْذ ُكنتُ ْم قَلِيالً فَ َكثَّ َر ُك ْم‬


ْ ‫َو ْاذ ُكر‬

Dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah


memperbanyak jumlah kamu. [Al-A’raf: 86]

‫عن أنس بن مال||ك ق||ال َك|انَ َر ُس|وْ ُل هللاِ ص|لى هللا علي||ه وس|لم يَ||أْ ُم ُر بِالبَ||ا َء ِة َويَ ْنهَى َع ِن التَّبَتُّ ِل نَ ْهيً||ا َش| ِد ْيدًا َويَقُ||وْ ُل‬
‫تَ َز َّوجُوْ ا ْال َو ُدوْ َد ْال َولُوْ َد فَإِنِّي ُم َكاثِ ُر اأْل َ ْنبِيَا ِء يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬

Anas bin Malik berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alihi wa sallam


memerintahkan untuk menikah dan melarang keras untuk membujang dan
berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah
beranak banyak karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan
para nabi pada hari kiamat ”[1]

 
2. Mengubah ciptaan Allah

Karena metode steril mengambil atau memotong sehingga bisa merubah


ciptaan Allah.

Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫وآل ُم َرنَّهُ ْم فَلَيُ َغيِّر َُّن خ َْل‬..


‫ق‬ َ

“dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-
benar mereka mengubahnya”. (An-Nisa’ :119)

Dan diharamkan mengubah-ubah ciptaan Allah sebagaimana dalam


hadits. Sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,

ِ ‫لِ ْل ُح ْسنِال ُم َغيِّ َراتِخَ ْلقَاهَّلل‬،‫ت‬


ِ ‫صاتِ َوال ُمتَفَلِّ َجا‬ ِ ‫لَ َعنَاللَّهُال َوا ِش َماتِ َوال ُموت َِش َما‬
َ ‫ َوال ُمتَنَ ِّم‬،‫ت‬

“Semoga Allah melaknat orang yang mentato, yang minta ditato, yang
mencabut alis, yang minta dikerok alis, yang merenggangkan gigi, untuk
memperindah penampilan, yang mengubah ciptaan Allah.” [2]

As-Syaukani menjelaskan,

‫فإنهليسبمحرم‬،‫قوله (إالمنداء) ظاهرهأنالتحريمالمذكورإنماهوفيماإذاكانلقصدالتحسيناللداءوعلة‬

“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘kecuali karena penyakit’


dzahir maksudnya bahwa keharaman yang disebutkan,yaitu jika dilakukan
untuk tujuan memperindah penampilan, bukan untuk menghilangkan
penyakit atau cacat, karena semacam ini tidak haram.”[3]

 
Dan Berikut Fatwa Majma’ Fikh AL-Islami mengenai KB Steril:

.‫ ال يجوز إصدار قانون عام يحد من حرية الزوجين في اإلنجاب‬:ً‫أوال‬

‫ م||ا لم‬،)‫ وه||و م|ا يع||رف بـ(اإلعق||ام) أو (التعقيم‬،‫ يحرم استئصال القدرة على اإلنجاب في الرجل أو الم||رأة‬:ً‫ثانيا‬
.‫تدعو إلى ذلك الضرورة بمعاييرها الشرعية‬

‫ إذا‬،‫ أو إيقاف||ه لم||دة معين||ة من الزم||ان‬،‫ يجوز التحكم المؤقت في اإلنجاب بقصد المباعدة بين ف||ترات الحم||ل‬:ً‫ثالثا‬
‫ بحسب تقدير الزوجين عن تشاور بينهما وت||راض بش||رط أن ال ي||ترتب على ذل||ك‬،َ‫دعت إليه حاجة معتبرة شرعا‬
.‫ وأن ال يكون فيها عدوان على حمل قائم‬،‫ وأن تكون الوسيلة مشروعة‬،‫ضرر‬

1) tidak boleh mengeluarkan Undang-Undang agar membatasi kebebasan suami-


istri untuk memperoleh keturunan
2) diharamkan melakukan pemotongan/penghilangan kemampuan
memiliki keturunan yaitu yang dikenal dengan steril
(vasektomi/tubektomi). Hal tersebut dilakukan jika (darurat) sesuai dengan
kaidah standar syariat
3) boleh mengontrol sementara dalam memperoleh keturunan dengan tujuan
mengatur jarak kehamilan atau menghentikan sementara kehamilan pada
jangka waktu tertentu. Jika ada hajat yang sesuai dengan tolak ukur syariat.
Sesuai dengan kemampuan suami-istri, musyawarah dan saling ridha mereka.
Tidak juga menimbulkan bahaya. Hendaknya sarananya juga sesuai dengan
syariat dan tidak ada tindakan yang membahayakan kehamilan.
3. Metode Pengaturan jarak kalahiran menurut Al-quran dan dengan cara Medis
Metode pengaturan jarak kelahiran menurut Al-quran, sebenarnya
dalam AlQuran dan Al-Hadist tidak ada nas yang shohih yang melarang atau
memerintahkan KB secara eksplisit, tetapi dalam Al-Qur’an ada ayat-ayat
yang berindikasikan tentang diperbolehkannya mengikuti program KB begitu
juga dengan al-Hadis. Karena itu hukum ber-KB harus dikembalikan kepada
kaidah hukum Islam yaitu:
“Hukum-hukum itu bisa berubah sesuai dengan perubahan zaman,
tempat dan keadaan”.

Metode pengaturan jarak kelahiran menurut Al-quran adalah


melakukan hubungan terputus (al-‘azl) metode ini bisa disebut dengan Coitus
Interuptus, hal ini termasuk metode KB secara alami namun tingkat
keberhasilanya rendah. Hukum ‘Azl ada perselisihan di antara ulama, namun
pendapat terkuat adalah Mubah diperkuat dengan HR. Bukhari no.5207/5208-
5209, Muslim no.1440 yang berbunyi:

“Kami (para sahabat) melakukan ‘Azl di jaman Rasulullah


shallallaahu ‘alaihi wa sallam”

Metode pengaturan jarak kehamilan menurut Medis, Metode yang


digunakan oleh pasangan suami-istri secara umum yaitu:

1) Kondom, juga bisa dikiaskan dengan ‘Azl karena sama-sama mencegah


tumpahnya sperma ke dalam rahim dan hukumnya Mubah. Sesuai dengan
kaidah fiqhiyah:

“Hukum pengganti sama dengan hukum yang digantikan”

2) Menggunakan Pil KB, yang merupakan alat kontrasepsi yang umum dan
mengandung hormone progestin dan estrogen untuk mencegah ovulasi
3) Suntik KB, ada dua jenis suntik KB yaitu suntik KB yang bekerja selama
tiga bulan untuk mencegah kehamilan dan suntik KB yang bekerja selama
satu bulan.
4) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), boleh digunakan karena
Insyaallah tidak merusak rahim hanya sebagai pencegah atau mematikan
sperma ketika hendak masuk ke rahim.
5)
BAB IV

KESIMPULAN

1. Kesimpulan

Ada beberapa Faktor yang mempengaruhi keputusan MUI dalam


mengeluarkan fatwa yaitu:

1) Factor pertama yang harus diketahui rupanya berkaitan dengan


kecenderungan untuk membantu kebijakan pemerintah
2) Ada keinginan untuk menghadapi dan menjawab tantangan zaman
modern. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa fatwa-fatwa MUI
adalah hasil dari seperangkat keadaan social budaya dan social politik,
yang kebijakan pemerintah merupakan bagian di dalamnya
3) Dalam persoalan hukumVasektomi dan Tubektomi selama kurun
waktu kurang lebih 30 tahun yaitu tepatnya pada tahun 1979 sampai
tahun 2012 ditetapkan hukumnya dalam bentuk fatwa MUI sebanyak
empat kali; tiga kali fatwa dinyatakan haram dan yang terakhir
dinyatakan haram kecuali keadaan memenuhi syarat. Yang terakhir
inilah menegaskan kebolehan (ibādah) Vasektomi dengan syarat
yakni pada tahun 2012. Pada tahun ini MUI tetap menetapkan bahwa
Vasektomi hukumnya haram, kecuali jika Untuk tujuan yang tidak
menyalahi syari’at, tidak menimbulkan kemandulan permanen, Ada
jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang dapat mengembalikan
fungsi reproduksi seperti semula (rekanalisasi), tidak menimbulkan
bahaya (madarat) bagi yang bersangkutan, Tidak dimasukkan ke
dalam program dan metode kontrasepsi mantap.
2. Saran

Sebelum melakukan tindakan Vasektomi dan Tubektomi, diharapkan


perlu mempertimbangkan manfaat dan mudharatnya dengan matang, dan
persetujuan oleh suami/istri dan keluarga agar tidak mengalami penyesalan pada
akhirnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad BeniSaebani, 2009, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Cv Pustaka Setia.

Dillah Philips Dan Suratman, 2013, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Alfabeta.

Dimyati Kudzalifah Dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum,


Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Made I Pasek Diantha, 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jakarta:


Prenada Media Group.

Mardani, 2011, “Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Modern”, Jakarta: GrahaI lmu.

Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majlis Tarjih, 2000, “Keluarga Sejahtera”,


Yogyakarta: Pt. Persatuan.

Anda mungkin juga menyukai