Anda di halaman 1dari 15

MENCEGAH KEHAMILAN

“Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Fiqh Kontemporer”

Dosen Pengampu;

Dr. H. Sudirman, S.Ag., M.Ag

Oleh:

Nurin Fitria (19771034)

MEGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam senantiasa tertuju
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan pada agama Islam sebagai
pedoman jalan kebenaran dalam kehidupan.
Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan
kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Terutama kepada Ustadz Dr. H. Sudirman, S.Ag., M.Ag selaku Dosen Pengampu
mata kuliah kajian Fiqih Kontemporer yang telah berkenan membagikan
keilmuannya.
Penulis hanya dapat menyampaikan ungkapan terima kasih serta
permohonan maaf apabila dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan sehingga penulis juga berkenan menerima saran dan kritik yang
membangun.

Bojonegoro, 2 Maret 2021

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Agama Islam merupakan rahmatal lil ‘alamin, dengan adanya kemajuan
teknologi dan ilmu pengetahuan yang pesat di kalangan masyarakat, berpegang
teguh pada Sumber Hukum Islam yaitu Alquran dan Hadis. Masyarakat Islam
sebagai suatu bagian yang tidak terpisahkan dari dunia, tidak dapat melepaskan
diri dari persoalan-persoalan yang menyangkut kedudukan hukum suatu
persoalan. Persoalan-persoalan baru yang status hukumnya sudah jelas dan tegas
dinyatakan secara eksplisit dalam Alquran dan Hadis, yang diyakini tidak akan
menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Islam. Akan tetapi, bagi
persoalan-persoalan yang belum jelas status hukumnya dalam kedua sumber
hukum Islam itu. Di sinilah ijtihad berperan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan hukum yang baru tersebut.
Setiap pasangan yang sudah memasuki pintu gerbang kehidupan
berkeluarga melalui pernikahan yang bertujuan untuk membentuk sebuah
keluarga bahagia, sejahtera lahir batin yang disebut dengan keluarga sakinah. Dari
keluarga yang seperti ini kelak akan mewujudkan keluarga yang rukun, damai,
adil dan makmur baik secara material maupun spiritual. Berbicara mengenai
pernikahan tentunya kurang lengkap apabila tidak ada keturunan karena salah satu
tujuan dari pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan. Islam sendiri sangat
suka terhadap banyaknya keturunan dan memberkati setiap anak, baik laki-laki
ataupun perempuan. Mengenai hal ini Rosulullah SAW telah menganjurkan agar
setiap laki-laki menikahi perempuan yang subur untuk melahirkan keturunan,
Namun dibalik itu Islam juga memberi kemudahan dan keringanan (rukhsoh) kepada
setiap muslim untuk mengatur keturunannya itu apabila didorong oleh alasan kuat.1 Salah
satu cara untuk mengatur keturunan yaitu program Keluarga Berencana (KB), salah satu
mekanisme penciptaan keluarga sejahtera adalah perlu adanya perencanaan keluarga.
Dengan kata lain perencanaan keluarga disebut dengan Keluarga Berencana (KB).

Keluarga Berencana adalah suatu ikhtiar atau usaha manusia untuk


mengatur kehamilan dalam keluarga. Keluarga Berencana bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan keluarga
bahagia yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan
mengendalikan kelahiran sekaligus dalam rangka menjamin terkendalinya
pertambahan penduduk.2

Program keluarga berencana memang tidak akan pernah terlepas dari yang

1
Noor Faried Mahmud, Menuju keluarga sejahtera dan bahagia, (Bandung: Almaarif,1983), hlm.42.
2
A. Rahmat Rosyadi, Soeroso Dasar, Indonesia keluarga Berencana ditinjau dari Hukum Islam, (Bandung:
pustaka,1986).hlm.12

1
namanya kontrasepsi yaitu pencegahan konsepsi (pembuahan), atau mencegah
terjadinya pertemuan antara sel telur (ovum) dari wanita dengan sel mani
(sperma) dari pria saat bersetubuh sehingga tidak terjadi kehamilan. Sesuai
dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, maka teknik dari kontrasepsi
telah banyak jenisnya, sehingga bisa menjadi pilihan dan solusi bagi pasangan
suami istri yang akan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) ini.
Keluarga berencana merupakan salah satu persoalan yang sudah lama menjadi
pembicaraan dalam Islam, lalu bagaimana hukumnya dalam pandangan islam
dan perspektif para ulama.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diambil rumusan masalah


sebagai berikut:

1. Apa Pengertian Keluarga Berencana ?

2. Bagaimana Hukum Dasar Keluarga Berencana?

3. Bagaiamana Pandangan Islam dan Ulama Tentang Keluarga Berencana?

C. TUJUAN PEMBAHASAN

1. Memahami Pengertian Keluarga Berencana?

2. Memahami Bagaimana Dasar Hukum Keluarga Berencana?


3. Memahami Bagaimana Pandangan Islam dan Ulama Tentang Keluarga
Berencana?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Keluarga Berencana


Keluarga berencana adalah istilah resmi yang dipakai dalam lembaga-
lembaga Negara seperti BKKBN (Badan Koordinsi Keluarga Berencana Nasional).
Pengertian keluarga di sini adalah suatu kesatuan sosial terkecil di dalam masyarakat
yang diikat oleh jalinan pernikahan sah yang disebut dengan keluarga inti atau
nuclear family, yang terdiri dari suami istri dan anak anak, dan bukan extended
family atau keluarga besar yang mencakup keluarga lain terdekat. Keluarga
berencana memiliki istilah yang sama dengan istilah umum yang digunakan di dunia
internasional yaitu Family Planning.
Keluarga berencana atau Family Planning atau yang dalam bahasa arab
memiliki istilah tanzim al-nash (pengaturan keturunan atau kehamilan) memiliki arti
pasangan suami istri yang mempunyai rencana konkrit mengenai kapan anak-
anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya yang lahir disambut dengan bahagia
dan syukur.3 Keluarga berencana dititik beratkan kepada perencanaan, pengaturan,
dan pertanggung jawaban orang tua kepada anggota keluarganya, supaya secara
mudah dan sistematis dapat mewujudkan suatu keluarga yang sakinah, mawadah,
dan warahmah. Maka dari itu perlu dilakukan berbagai cara dan upaya supaya dalam
kegiatan hubungan suami istri tidak terjadi kehamilan.
Selanjutnya istilah Keluarga Berencana (KB), merupakan terjemahan dari Bahasa
Inggris “Family Planning” yang dalam pelaksanaannya di negara-negara Barat mencakup
dua macam (cara), yaitu:
a) Planning Parenthood
Pelaksanaan metode ini menitik beratkan tanggung jawab kedua orang tua untuk
membentuk kehidupan rumah tangga yang aman, tentram, damai, sejahtera, dan bahagia.
Walaupun bukan dengan jalan membatasi jumlah anggota keluarga. Hal ini lebih
mendekati istilah Bahasa Arab “Tanzimunnasli” (mengatur keturunan).
b) Birth Control
Penerapan metode ini menekankan jumlah anak atau menjarangkan kelahiran, sesuai
dengan situasi dan kondisi suami-istri. Hal ini lebih mirip dengan istilah Bahasa Arab
‫ )النسل تحديد‬membatasi keturunan). Tetapi dalam praktiknya di negara Barat, cara ini juga
membolehkan pengguguran kandungan (abortus da menstrual regulation), pemandulan
(infertilitas) dan pembujangan (tabattul).
Adapun pengertian keluarga berencana dari beberapa golongan, yaitu :
a. Keluarga berencana adalah pengaturan penjarangan kehamilan untuk
kesejahteraan bukan sebagai pencegahan kehamilan untuk membatasi kelahiran,
yaitu dengan cara mengeluarkan sperma di luar lubang rahim yang tentunya ini sudah
menjadi kesepakatan antara suami dan istri.
b. Menurut WHO (World Health Organisation) adalah suatu tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami istri untuk :
1. Mendapatkan objektif-objektif tertentu.

3
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqiyah; Kapita Selecta Hukum Islam (Jakarta : PT Midas Surya Grafindo, 1997) 55.
3
2. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.
3. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.
4. Mengatur interval di antara kelahiran.
5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri.
6. Menentukan Jumalah anak dalam keluarga.4
c. Menurut Majlis Ulama Indonesia (MUI) keluarga berencana adalah suatu ikhtiar
atau usaha manusia dalam mengatur kehamilan dalam keluarga dengan cara tidak
melawan hukum agama, undang-undang Negara dan moral pancasila, demi untuk
mendapatkan kesejahteraan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.5
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga berencana
adalah suatau pengaturan perencanaan kelahiran dengan melakukan alat atau
suatu cara yang dapat mencegah kehamilan untuk mencapai kesejahteraan,
kemakmuran dan kebahagiaan keluarga, dengan mempraktekkan program tersebut yang
potensial dan bahagia. Keluarga berencana bukanlah Birth Control atau tahdi>d al-
nas>l yang konotasinya pembatasan, yang mana banyak bertentangan dengan
tujuan pernikahan yaitu memiliki banyak keturunan.
Ada beberapa alat kontrasepsi yang dapat dipakai dalam pelaksanaan KB, sesuai
dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan zaman sekarang, antara lain:6
a. Alat Kontrasepsi untuk Suami
1) Condom
suatu alat kontrasepsi yang praktis dan murah, terbuat dari karet tipis
sekali, juga sangat efektif, asal betul pemakaiannya, dan harus dengan
persetujuan kedua suami isteri.
2) Coitus Interuptus (sanggama terputus)
Metode ini adalah cara yang paling sederhana dan paling kuno untuk
menghindari kehamilan.
b. Alat Kontrasepsi untuk isteri
1) Oral Pil
Alat kontrasepsi ini dpat mencegah masuknya sel telur (ovum) dari ovarius,
sehingga tidak ada sel telur yang masuk untuk dapat dibuahi.
2) Intra Uterine Device (IUD)
IUD ini dipasangkan pada wanita untuk menghalangi kehamilan dan
dipasang 2 atau 3 hari sesudah haid, dan tiga bulan setelah melahirkan.
Namun demikian banyak pula para ahli tidak setuju dengan pendapat
tersebut, seperti M. Djuwari yang menyatakan IUD dibolehkan, dan tidak
semacam pembunuhan dan pencegahan kehamilan. Menurut dokter Boyke
dalam bukunya menyebut ada beberapa macam alat kontrasepsi saat ini yang
bisa dijadikan referensi bagi ibu-ibu yang ingin mangatur jarak atau
mengecah kehamilan diantaranya: 7 KB Implan, KB AKDR, Kontrasepsi

4
Hanafi Hartanto, KB Dan Kontrasepsi (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2004) 26.
5
Tim Penyusun Majelis Ulama Indonesia, Kumpulan Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI)
(Jakarta : Pustaka Panjimas, 1984) 168.
6
Nazar Bakry, ProblematikaPelaksanaan Fiqh Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), h.25-27
7
Boyke Nugraha, It’s All About SEX, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h.150-155.
4
Suntikan, KB Vasektomi, KB Kondom, KB Tubektomi, Tubal Ligation.
Dalam literatur yang lain, metode kontrasepsi dapat diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu :
a. Metode alami, yang disebt juga sebagai Folk Methods. Metode ini terdiri
dari coitus interaptus, post coital douche, dan prolonged location.
b. Metode tradisional (traditional metods) yang terdiri dari pantang berkala,
kondom, diafragma vaginal, dan spermatisida.
c. Metode modern (modern methods) yang terdiri dari pil KB, suntik kb, dan
IUD.
d. Metode permanen operatif (permanent-operative methods) yang terdiri dari
vasektomi dan tubektomi.8
Kontrasepsi sebagai alat untuk mencegah kehamilan memiliki
beberapa syarat, di antaranya adalah :
a. Aman pemakaiannya dan dipercaya.
b. Tidak ada efek samping yang merugikan.
c. Tidak mengganggu waktu persetubuhan.
d. Tidak memerlukan bantuan medis atau control ketat selama pemakaiannya.
e. Cara penggunaannya sederhana dan tidak rumit.
f. Harga murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat.
g. Dapat diterima oleh pasangan suami istri.

B. Dasar Hukum Keluarga Berencana


Dasar pelaksanaan keluarga berencana yang bersumber dari
perundang-undangan yang berlaku.9
a) Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1993 Tentang Garis-garis Besar
Haluan Negara.
b) Undang-undang No. 5 Tahun 1074 Tentang Pokok-pokok
Pemerintah di daerah.
c) UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Desa.
d) UU RI No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
e) Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 1994 Tentang
Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Berencana.
f) Instruksi Presiden RI No. 3 Tahun 1996 Tentang Pembangunan
Keluarga.
Sedangkan Dasar Agama/Religius Dasar hukum keluarga
berencana yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadits antara lain:
a) Q. S. An-Nisa’ ayat 9:

َ ‫ٱَّللَ َو ۡل َيقُولُواْ قَ ۡو ٗٗل‬


‫سدِيدًا‬ َّ ْ‫علَ ۡي ِه ۡم فَ ۡل َيتَّقُوا‬ ِ ‫ش ٱلَّذِينَ َل ۡو ت ََر ُكواْ ِم ۡن خ َۡل ِف ِه ۡم ذُ ِري َّٗة‬
َ ْ‫ض َٰ َعفًا خَافُوا‬ َ ‫َو ۡل َي ۡخ‬
8
Atika Proverawati et al, Panduan Memilih Kontrasepsi; Langkah Lengkap Dengan Panduan Praktik Pemasangan dan
Penggunaannya, (Yogyakarta : Nuha Medika, 2010).3
9
Haryono Suyono, Komunikasi Informasi dan Edukasi, (Jakarta: BKKBN, 1977), h.8-9.
5
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang
benar.”
Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu Abbas: “Ayat ini berkenaan
dengan seorang laki-laki yang meninggal, kemudian seseorang mendengar ia
memerintahkan wasiat yang membahayakan ahli warisnya, maka Allah Swt
memerintahkan orang yang mendengarnya untuk bertakwa kepada Allah Swt
serta membimbing dan mengarahkannya pada kebenaran. Maka hendaklah ia
berusaha menjaga ahli waris orang tersebut, sebagaimana ia senang
melakukannya kepada ahli warisnya sendiri apabila ia takut mereka disia-
siakan. Demikianlah pendapat Mujahid dan para ulama lainnya.10
b) Q. S. Al-Baqarah ayat 233

‫علَى ۡٱل َم ۡولُو ِد َل ۥهُ ِر ۡزقُ ُه َّن‬ َ ‫ع َۚةَ َو‬


َ ‫ضا‬ َّ ‫ضعۡ نَ أ َ ۡو َٰلَدَه َُّن َح ۡولَ ۡي ِن َكامِ لَ ۡي ِۖ ِن ِل َم ۡن أَ َرادَ أَن يُتِ َّم‬
َ ‫ٱلر‬ ِ ‫َو ۡٱل َٰ َو ِل َٰدَتُ ي ُۡر‬
‫ث‬ِ ‫علَى ۡٱل َو ِار‬ َ ‫ لَّ ۥهُ ِب َولَ ِدۦَۚ ِه َو‬ٞ‫ضا ٓ َّر َٰ َو ِلدَ ُۢة ُ ِب َولَ ِدهَا َو َٗل َم ۡولُود‬
َ ُ ‫س ِإ َّٗل ُوسۡ َع َه َۚا َٗل ت‬ ُ َّ‫َو ِكسۡ َوت ُ ُه َّن ِب ۡٱل َمعۡ ُروفَِۚ َٗل ت ُ َكل‬
ٌ ‫ف ن َۡف‬
ْ‫ضعُ ٓوا‬ ِ ‫علَ ۡي ِه َم َۗا َوإِ ۡن أ َ َردتُّ ۡم أَن ت َسۡ ت َۡر‬ ُ ‫اض ِم ۡن ُه َما َوتَش‬
َ ‫َاو ٖر فَ ََل ُجنَا َح‬ ٖ ‫عن ت ََر‬ َ ‫ص ًاٗل‬ َ ِ‫مِ ۡث ُل َٰذَل َِۗكَ فَإِ ۡن أ َ َرادَا ف‬
‫صير‬ َ َّ ‫ٱعلَ ُم ٓواْ أ َ َّن‬
ِ َ‫ٱَّلل بِ َما تَعۡ َملُونَ ب‬ َ َّ ْ‫سلَّ ۡمتُم َّما ٓ َءات َۡيتُم بِ ۡٱل َمعۡ ُروفَِۗ َوٱتَّقُوا‬
ۡ ‫ٱَّلل َو‬ َ ‫أ َ ۡو َٰلَدَ ُك ۡم فَ ََل ُجنَا َح‬
َ ‫علَ ۡي ُك ۡم إِذَا‬

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh,


yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf.
Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang
ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya
dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan.”
Dari ayat-ayat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk
yang perlu dilandaskan dalam KB antara lain, menjaga kesehatan istri,
mempertimbangkan kepentingan anak, memperhitungkan biaya hidup
berumah tangga.
Sedangkan dasar hukum yang bersumber dari Hadis yaitu:
“Telah bercerita kepada kami Abu Nu'aim telah bercerita kepada
kami Sufyan dari Sa'ad bin Ibrahim dari 'Amir bin Sa'ad dari Sa'ad
bin Abi Waqosh radliallahu 'anhu berkata:
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam datang menjengukku (saat aku sakit)

10
Lihat Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Labaabut Tafsir min Ibni Katsiir, Kairo, Mu-
assasah daar al-Hillal, cet. 1, 1994, diterj. M. Abdul Ghaffar, Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta, Pustaka Imam Syafi’I, h.241.
6
ketika aku berada di Makkah". Dia tidak suka bila meninggal dunia di
negeri dimana dia sudah berhijrah darinya. Beliau bersabda; "Semoga
Allah merahmati Ibnu 'Afra'". Aku katakan: "Wahai Rasulullah, aku
mau berwasiat untuk menyerahkan seluruh hartaku". Beliau bersabda:
"Jangan". Aku katakan: "Setengahnya" Beliau bersabda: "Jangan".
Aku katakan lagi: "Sepertiganya". Beliau bersabda: "Ya, sepertiganya
dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu
meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik
daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin lalu
mengemis kepada manusia dengan menengadahkan tangan mereka.
Sesungguhnya apa saja yang kamu keluarkan berupa nafkah
sesungguhnya itu termasuk shadaqah sekalipun satu suapan yang
kamu masukkan ke dalam mulut istrimu. Dan semoga Allah
mengangkatmu dimana Allah memberi manfaat kepada manusia
melalui dirimu atau memberikan madharat orangorang yang lainnya".
Saat itu dia (Sa'ad) tidak memiliki ahli waris kecuali seorang anak
perempuan.”11
Hadits ini menjelaskan bahwa suami istri harus mempertimbangkan
tentang kebutuhan rumah tangga ketika keduanya masih hidup, jangan
sampai anak-anak akan menjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian
pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.

C. Hukum Keluarga Berencana dalam pandangan Islam dan Ulama


1. Hukum keluarga Berencana dalam Pandangan Islam
Islam sebagai agama secara substansial telah menawarkan konsep
HAM di dalam ajarannya. Imam al-Ghazali, merumuskan bahwa ada 5
(lima) hak dasar yang melekat dalam diri manusia yang disebut al-Kulliyyat
al-Khamsah, lima hak dasar yang meliputi: hak atas kesanggupan hidup
(hifzh al-nafs), hak atas kepemilikan harta benda (hifzh almal), hak atas
kebebasan berpikir (hifzh alaql), hak atas keberlajutan anak keturunan (hifzh
al-nasl), serta hak atas kebebasan beragama (hifzh al-din). Lima hak ini
merupakan penjabaran dari cita kemaslahatan (mashlahah). Jika lima hak ini
terakomodasi dengan baik dan layak, maka berarti kemaslahatan masyarakat
telah terpenuhi. Sebaliknya, jika belum, apalagi tidak ada sama sekali, berarti
belum ada kemaslahatan dalam kehidupan publik. Al-Ghazali menegaskan,
setiap hal yang mengandung perlindungan atas kelima hal ini adalah
kemaslahatan, dan setiap yang menegasikannya adalah kerusakan
(mafsadah), dan menolak kemafsadatan adalah bentuk perwujudan dari cita
kemaslahatan itu sendiri.12
Keluarga Berencana sekarang sering di pahami hanya untuk

11
Shahih Bukhari. No 2537
12
Sabrur Rohim, “Argumen Program Keluarga Beencana Dalam Islam” Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum, Vol. 1 No. 2
(2016), h.154.
7
mengeksploitasi manusia, jarang memeberikan peran sendiri kepada
pengguna KB untuk melakukan secara alami. Mereka lebih memilih
menggunakan alat-alat kontrasepsi, akan tetatpi ada juga yang masih
melakukan cara yang pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW yaitu
dengan cara ‘Azl (Coitus Interruptus) seperti Hadis berikut:

‫ع ْهد النبى – صلى هللا عليه وسلم‬


َ ‫لى‬
َ ‫ع‬َ ‫ع ْن َجابر قَ َل ٌكنا نَ ْعز ُل‬
َ

Artinya : Dari Jabir. Ia berkata : “ Kami pernah melakukan ‘azl


(berhubungan seks dengan mengeluarkan mani di luar vagina, coitus
interruptus) pada masa Nabi SAW. (HR. Bukhari, no 5207)

‫سم َع َجاب ًرا رضى هللا عنه قَا َل ُكنا نَ ْعز ُل َو ْالقُ ْرا َنُ يَ ْنز ُل‬ َ ‫ع ْم ُرو أ َ ْخبَ َرنى‬
َ ‫ع‬
َ ‫طا ٌء‬ َ ‫قَ َل‬

Artinya : ‘Amr berkata bahwa Ata’ mengabarkan kepadaku, ia


mendengar Jabir ra berkata : “Kami pernah melakukan ‘azl (coitus
interruptus) sementara Al Quran masih turun (kepada Nabi Muhammad
SAW) (HR Bukhari, no 5208)

Dari hadis diatas dijelaskan bahwa Pada zaman Rasulullah SAW


sudah ada praktek ‘azl dan Rasulullah tidak melarangnya. namun tidak ada
upaya dan usaha yang serius untuk menjadikan al-‘azl sebagai amalan yang
meluas dan tindakan yang populer di tengah-tengah masyarakat.
Sebagian sahabat Rasulullah SAW yang melakukannya pun tidak
lebih hanya pada kondisi darurat, ketika hal itu diperlukan oleh keadaan
pribadi mereka.Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW tidak menyuruh dan
tidak melarang ‘azl. Pada masa sekarang ini, manusia banyak menciptakan
alat untuk mencegah dan menghentikan kehamilan.
Hal yang seperti ini boleh saja di qiyaskan dengan fenomena al-„azl,
akan tetapi dengan syarat umat ini tidak membuat sebuah peraturan umum
untuk memperkecil angka kelahiran, dan alat ini tidak digunakan kecuali ia
sangat membutuhkan atau darurat yang menuntut agar ia melakukannya.
Hal ini sesuai dengan Hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim, sebagai berikut:

“Dari Abu Sa'id Al Khudri RA, dia berkata, "Seseorang


mengucapkan 'Azl di hadapan Nabi SAW, lalu beliau
bertanya, 'Apa yang kalian maksudkan? Para sahabat berkata,
'Seorang laki-laki mempunyai istri yang sedang menyusui, lalu
laki-laki itu menyetubuhinya tetapi tidak menginginkan istrinya
hamil" (maka ia melakukan 'Azl). Juga seorang laki-laki yang
memiliki budak perempuan, lalu laki-laki tersebut
menyetubuhinya, tetapi ia tidak ingin budak perempuannya
8
hamil (maka ia melakukan Azl.' Rasulullah SAW Bersabda,
'Jangan kalian melakukan hal itu, karena kehamilan itu adalah
takdir'" Kata ibnu "Aun, "Aku ceritakan hal itu kepada Al
Hasan, lalu ia berkata, 'Demi Allah! Hal seperti ini adalah
sebagai peringatan keras. Muslim 4/159”.

“Dari Abu Sai'd Al Khudri, ia berkata, "Seorang lelaki


bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai'azl?" maka
Rasulullah SAW bersabda, "Apakah kalian melakukan itu?
Tidak ada (halangan) atas kalian untuk tidak melakukannya,
sesungguhnya tidak ada satu jiwa pun yang telah Allah
takdirkan untuk ada, melainkan ia akan ada." Shahih: Ar-
Raudh (999), AdabAz-Zafaf (56), Shahih Abu Daud (1886 dan
1888): MuttafaqunAlaih”.

Maka mengatur kehamilan karena keterpaksaan seperti tidak bisa


melahirkan secara alami sehingga harus melalui proses operasi untuk
mengeluarkan bayinya, maka pencegahan kehamilan boleh dilakukan.
Adapun dengan penggunaan alat seperti pil dan yang serupa dengannya,
untuk menunda kehamilan dalam masa tertentu demi kemaslahatan istri
karena kondisi fisik sang istri yang sangat lemah sehingga tidak kuat untuk
hamil secara berturut-turut kerena itu bisa membahayakan nyawa sang istri,
maka hal yang seperti itu diperbolehkan. Dalam kondisi atau masa yang
tertentu penundaan harus dilakukan sampai kondisi si ibu benar-benar dalam
keadaan yang memungkinkan untuk hamil lagi.

Bukti pembolehan ini dinyatakan oleh Imam al-Ramli yang mengutip


perkataan Imam al-Zarkasyi setelah ia berbicara mengenai aborsi dengan
menggunakan obat-obatan, larangan ini semua berhubungan dengan
penggunaan obat setelah air mani ditumpahkan, sedangkan menggunakan
sesuatu untuk mencegah kehamilan sebelum teerjadinya penumpahan sperma
ketika sedang melakukan hubungan seksual itu boleh-boleh saja” 13 bahkan
hukum ber-KB ini kadang-kadang bisa berubah dari mubah menjadi sunnah,
wajib, makruh atau haram seperti halnya hukum perkawinan bagi orang
Islam. Tetapi hukum mubah ini bisa berubah sesuai dengan situasi individu
Muslim yang bersangkutan dan juga memperhatikan zaman.
Apabila seorang Muslim melakukan KB dengan motivasi yang hanya
bersifat pribadi misalnya untuk menjarangkan kehamilan atau kelahiran atau
untuk menjaga kesehatan si ibu, hukumnya boleh saja tetapi seseorang
melakukan KB disampng memiliki motivasi yang bersifat pribadi seperti
kolektif dan nasional seperti untuk kesejahteraan masyarakat atau Negara,
maka hukumnya bisa sunnah atau wajib tergantung keadaan juga.

13
Thariq at-Thawari, KB Cara Islam (Solo : PT Aqwa Media Profetika, 2007) 123.
9
Hukum KB bisa menjadi makruh bagi pasangan suami istri yang tidak
menghendaki kehamilan, padahal suami istri tersebut tidak ada hambatan atau
kelainan untuk memiliki keturunan. sebab hal yang demikian itu bertentangan
dengan tujuan pernikahan menurut agama, yaitu untuk menciptakan keluarga
yang bahagia dan untuk mendapatkan keturunan yang sah yang diharapkan
menjadi anak yang shalih sebagai generasi penerus.
Selain itu hukum KB juga menjadi haram apabila seseorang
melakukan KB dengan cara yang bertentangan dengan agama, seperti dengan
cara vasektomi (sterilisasi suami) dan abortus(pengguguran).
Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa menunda kehamilan dengan
menggunakan alat-alat pencegah tradisional ataupun modern yang aman dan
terjamin dari berbagai bahaya, akibat buruk, dengan petunjuk dokter yang
terpercaya sehingga terhindar dari berbagai macam penyakit yang berkaitan
dengan kehamilan itu sendiri dan kesepakatan antara suami istri adalah boleh-
boleh saja dari segi hukum Islam.
Dalam al-Quran dan hadis juga tidak ada nas yang shahih yang
melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, akan tetapi dalam al-
Quran ada ayat-ayat yang berindikasikan tentang diperbolehkannya mengikuti
program KB begitu juga dengan hadis. Karena itu hukum ber-KB harus
dikembalikan kepada kaidah hukum Islam, adapun dikarenakan oleh hal-hal
berikut :
a. Menghawatirkan keselamatan jiwa dan kesehatan ibu.
b. Menghawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan kehidupan.
c. Menghawatirkan kesehatan atau pendidikan anak-anak apabila jarak
kelahiran anak terlalu dekat.14
Pada hakikatnya KB tidak bertujuan untuk membatasi kehamilan dan
kelahiran yang dipandang sangat bertentangan dengan eksistensi dan esensi
perkawinan itu sendiri, melainkan hanya mengatur kehamilan dan kelahiran
anak. Sehingga bila dilihat dari fungsi dan manfaat keluarga berencana yang
dapat melahirkan kemaslahatan dan mencegah kemadharatan, maka tidak
diragukan lagi kebolehannya dalam Islam.
Di dalam Alquran dan Hadis, yang merupakan sumber pokok hukum
Islam dan yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam tidak ada nash yang
shohih yang melarang ataupun yang memerintahkan untuk KB secara
eksplisit. Oleh karena itu, hukum KB harus dikembalikan kepada kaidah
hukum Islam (kaidah fiqhiyah) yang menyatakan:
َ ‫اَلصل ف اَلشياء واَلفعال اَلبحة حت يدل الدليل على‬
‫َتريها‬
“Pada dasarnya segala sesuatu perbuatan itu boleh, kecuali ada dalil yang
menunjukkan keharamannya.”

2. Hukum Keluarga Berencana dalam Pandangan Ulama

14
Mustafa Kamal, Fiqh Islam (Yogyakarta : Citra Karsa Mandiri, 2002) 293.
10
Pandangan Ulama Tentang keluarga berencana (Family Planning)
Dalam memahami makna KB, banyak ulama yang sepakat akan
persetujuannya dalam arti membolehkan dan terdapat juga ulama yang
melarang mengikuti KB. Hal ini dijelaskan oleh Muhammad Hamdani dalam
bukunya Pendidikan Agama Islam “Islam dan Kebidanan” dengan uraian
sebagai berikut:15
a. Ulama yang memperbolehkan yaitu Yusuf Qaradhawi, Imam Ghazali, Syaikh
al-Hariri, Syaikh Syalthut. Mereka berpendapat bahwa diperbolehkan
mengikuti program KB dengan adanya ketentuan antara lain: untuk menjaga
kesehatan ibu, menghindari kesulitan ibu, dan untuk menjarangkan anak.
Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan
pembunuhan, karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap
ketujuh dari penciptaan. Hal ini didasari dengan Q. S. Al-Mu’minun ayat 12,
13, 14.
b. Ulama yang melarang yaitu Madkhour, Abu A’la al-Maududi. Mereka
melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk membunuh keturunan
sebagaimana firman Allah SWT dalam Q. S. Al-Isra’ ayat 31. “Dan janganlah
kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan
memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh
mereka adalah suatu dosa yang besar.”16
c. Fatwa Majelis Ulama Indonesia Tahun 2000 menyatakan bahwa;
(1) Pada dasarnya, Agama Islam memperbolehkan manusia melakukan
pengaturan kelahiran anak dengan tujuan yang positif seperti untuk menjaga
kesehatan ibu dan anak serta dilakukan dengan cara-cara yang baik dan tidak
menimbulkan bahaya.
(2) Pemandulan dengan melakukan Vasektomi (pemotongan/penutupan saluran
air mani laki-laki) atau Tubektomi (pemotongan/penutupan saluran telur
pada wanita) dengan tujuan untuk membatasi kelahiran anak adalah
perbuatan haram.
(3) Tubektomi dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan medis dari dokter yang
profesional yang bersifat amanah, bahwa apabila yang bersangkutan hamil
atau melahirkan akan membahayakan jiwanya dan atau anaknya.
Dari beragam pemaparan diatas, jika kita mengetahui dan memahami
betul maksud dan hikmah Islam di balik pemberian keringanan atas
pelaksanaan hubungan pada berbagai kondisi darurat adalah karena terinspirasi
dari pemahaman yang sempurna bahwa seorang anak menjadi tanggung jawab
yang sangat besar, dan wajib dipelihara dengan pemeliharaan yang sempurna
dan kepedulian tinggi.
Dapat kami simpulkan, memperbolehkan menunda kehamilan dengan
cara KB dengan lebih mengarah kepada pengaturan keturunan (Tanzim al-
Nasl), pengaturan keturunan lebih menekankan kepada “mengatur jarak antara

15
Muhammad Hamdani, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: CV Trans Info Media, 2012), h.203.
16
Qs. al-Isra’, 17: 31.
11
keturunan yang satu dan keturunan yang selanjutnya”. Sedangkan pembatasan
keturunan (Tahdid al-Nasl) hukumnya haram karena lebih mengarah kepada
pemandulan dan aborsi. Dalam hal ini lebih cenderung kepada alat-alat yang
dapat mencegah kehamilan secara permanen.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kelurga Berencan (KB) adalah pengaturan kehamilan untuk
kesejahteraan sebuah keluarga bukan sebagai pencegahan kehamilan
untuk membatasi. Agama Islam memperbolehkan melakukan pengaturan
kelahiran anak dengan tujuan yang positif seperti untuk menjaga
kesehatan ibu dan anak serta dilakukan dengan cara-cara yang baik,tidak
berbahaya dan tidak menentang syariat Agama Islam. lebih mengarah
kepada pengaturan keturunan (Tanzim al-Nasl) “mengatur jarak antara
keturunan yang satu dan keturunan yang selanjutnya”. bukan pembatasan
keturunan (Tahdid al-Nasl).
Dasar hukum KB Family Planning dalam hukum pandangan
Agama Islam yaitu pada zaman Rasulullah SAW tidak ada seruan luas
untuk mencegah kehamilan atau KB di tengah-tengah kaum muslimin.
Tidak ada upaya dan usaha yang serius untuk menjadikan al-’azl sebagai
amalan yang meluas dan tindakan yang populer di tengah-tengah
masyarakat .
Pandangan Ulama tentang KB sendiri, terdapat berbagai pendapat
yang berbeda, Ulama yang berpendapat diperbolehkannya Mereka
berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti program KB dengan adanya
ketentuan antara lain: untuk menjaga kesehatan ibu, menghindari kesulitan
ibu, dan untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa
perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan, karena
pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari
penciptaan. Hal ini didasari dengan Q. S. Al-Mu’minun ayat 12, 13, 14.
Sedangkan sebagaian para Ulama juga melarang mengikuti KB karena
perbuatan itu termasuk membunuh keturunan.
B. SARAN

Dalam pembuatan makalah ini, pemakalah menyadari bahwa masih


terdapat kesalahan dan kekurangan dalam hasil makalah yang telah dibuat.
Dan masih terdapat kekurangan dalam materi serta sumber rujukan pada
makalah, sehingga kami sangat berharap kritik dan juga saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini dan dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama bagi
penulis sendiri.

12
DAFTAR PUSTAKA

Proverawati, Atika,2010, Panduan Memilih Kontrasepsi; Langkah Lengkap Dengan


Panduan Praktik Pemasangan dan Penggunaannya, Yogyakarta : Nuha Medika

Nugraha, Boyke, 2013. It’s All About SEX, Jakarta: Bumi Aksara

Hartanto, Hanafi,2004. KB Dan Kontrasepsi Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Suyono, Haryono, 1977. Komunikasi Informasi dan Edukasi, Jakarta: BKKBN

Hamdani, Muhammad, 2012. Pendidikan Agama Islam, Jakarta: CV Trans Info Media

Zuhdi, Masjfuk, 1997 Masail Fiqiyah; Kapita Selecta Hukum Islam .Jakarta : PT Midas
Surya Grafindo

Kamal,Mustofa, 2002. Fiqh Islam.Yogyakarta : Citra Karsa Mandiri.

Bakry, Nazar, 1994. ProblematikaPelaksanaan Fiqh Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada

Rohim, Sabrur, 2016, “Argumen Program Keluarga Beencana Dalam Islam” Jurnal Ilmu
Syari’ah dan Hukum, Vol. 1 No. 2

Shahih Bukhari. No 2537

Thariq at-Thawari, 2007. KB Cara Islam Solo : PT Aqwa Media Profetika

Tim Penyusun Majelis Ulama Indonesia,1984. Kumpulan Fatwa Majlis Ulama Indonesia
(MUI) Jakarta : Pustaka Panjimas

13

Anda mungkin juga menyukai