Anggota :
i
KATA PENGANTAR
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang pengertian Childfree
2. Mengetahui tentang pandangan islam terhadap Childfree
3. Mengetahui mengetahui tentang hukum Childfree dalam prespektif
islam?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
memenuhi kebutuhan biologis manusia, namun juga karena beberapa
hikmah lainnya, Imam as-Sarkhasi (wafat 483 H) menjelaskan dalam
kitabnya al-Mabsûth:
“Akad nikah ini berkaitan dengan berbagai kemaslahatan, baik
kemaslahatan agama atau kemaslahatan dunia. Di antaranya melindungi
dan mengurusi para wanita, menjaga diri dari zina, di antaranya pula
memperbanyak populasi hamba Allah dan umat Nabi Muhammad saw,
serta memastikan kebanggaan rasul atas umatnya.” (Muhammad bin
Ahmad bin Abi Sahl as-Sarakhsi, al-Masbshût, [Beirut, Dârul Fikr, 1421
H/2000 M], juz IV, halaman 349-350).”Dapat dipahami, tujuan pernikahan
adalah kemaslahatan dan kebaikan bagi kedua pasangan, baik yang
bersifat duniawi maupun ukhrawi. Hasan Sayyid Hamid Khitab dalam
kitabnya".
Tujuan pernikahan telah banyak dikemukakan dalam syariat. Di antaranya
terdapat ayat Al-Qur’an, sabda Rasulullah لمHHه وسHH صلى هللا عليdan doktrin-
doktrin ulama. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. telah menjelaskan tentang
tujuan pernikahan, di antaranya adalah:
Artinya:
“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa
tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Melalui ayat di atas, secara tersurat disebutkan bahwa tujuan utama
pernikahan adalah untuk menggapai sakinah, mawaddah, dan rahmah.
AlQur’an tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa tujuan pernikahan
adalah untuk memiliki anak.
Dalam Islam, bagi suami istri yang telah menikah, memiliki keturunan
adalah sebuah anjuran. Sebagai Muslim, childfree bisa dikatakan sebagai
pilihan yang tidak bijaksana. Bagaimana tidak, Allah Subhanahu wa Ta'ala
4
sebagai pencipta telah menjamin kelangsungan hidup setiap hamba-Nya
sesuai Alquran Surat Hud Ayat 6:
ٍ ض اِاَّل َعلَى هّٰللا ِ ِر ْزقُهَا َويَ ْعلَ ُم ُم ْستَقَ َّرهَا َو ُم ْستَوْ َد َعهَا ۗ ُك ٌّل فِ ْي ِك ٰت
۞ ب ُّمبِ ْي ٍن ۤ
ِ َْو َما ِم ْن دَابَّ ٍة فِى ااْل َر
Artinya: "Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan
dijamin rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan
tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh
Mahfuz)." (QS Hud: 6)
Apabila kita berbicara masalah hak asasi dan hak memilih, memang benar,
setiap orang berhak untuk memutuskan tidak punya anak, baik untuk
sementara maupun selamanya dengan alasan apapun. Karena hidup itu
adalah pilihan. Bahkan apabila ada orang memilih tidak beriman kepada
Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, kita tidak bisa memaksa mereka untuk
beriman. Tidak ada paksaan dalam agama ini. Akan tetapi, kita adalah
muslim yang beriman, tentu kita berusaha menjalankan syariat Islam yang
Allah Ta’ala turunkan dan Allah Ta’ala hanya ridha dengan agama Islam.
Allah Ta’ala berfirman,
5
A. Mempunyai anak adalah fitrah manusia dan kebahagiaan orang tua
adalah memiliki anak. Betapa banyak pasangan mandul yang
sampai saat ini berusaha memiliki anak. Mereka bahkan rela
mengorbankan apa saja untuk berobat agar memiliki anak.
Pasangan yang mandul ini tentu saja sedih hidup mereka belum
dikarunai anak. Anak-anak adalah permata hati dan kebahagiaan
bagi mereka yang masih berada dalah fitrah. Allah Ta’ala
berfirman:
َّ ِب َو ْالف
ض ِة َ ير ْال ُمقَن
ِ َط َر ِة ِمنَ ال َّذه ِ َاط ِ ت ِمنَ النِّ َسا ِء َو ْالبَنِينَ َو ْالقَن
ِ اس حُبُّ ال َّشهَ َوا ِ َُّزيِّنَ لِلن
ِ ع ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َوهللاُ ِعن َدهُ حُ سْنُ ْال َمَئا
ب ُ ك َمتَا ِ َْو ْال َخ ْي ِل ْال ُم َس َّو َم ِة َواَْأل ْن َع ِام َو ْال َحر
َ ِث َذل
Artinya:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-
apa yang diingini, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di
sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran:
14)
B. Memiliki anak dan mendidik dengan baik termasuk sunnah.
عن أنس بن مالك قال َكانَ َرسُوْ ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم يَْأ ُم ُر بِالبَا َء ِة َويَ ْنهَى َع ِن التَّبَتُّ ِل
َويَقُوْ ُل تَزَ َّوجُوْ ا ْال َو ُدوْ َد ْال َولُوْ َد فَِإنِّي ُم َكاثِ ُر اَأْل ْنبِيَا ِء يَوْ َم ْالقِيَا َم ِةHنَ ْهيًا َش ِد ْي ًدا
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang
keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah wanita yang
sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku
akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari
kiamat.” (HR. Ibnu Hibban. Lihat Al-Irwa’ no. 1784)
C. Terlalu banyak dalil perintah agar kita memiliki dan
memperbanyak keturunan. Salah satunya bahwa jumlah keturunan
yang banyak adalah karunia. Sehingga Kaum Nabi Syu’aib
6
‘alaihissalam diperingatkan tentang karunia mereka, yaitu jumlah
yang banyak padahal dahulunya sedikit,
ُوا ِإ ْذ ُكنتُ ْم قَلِيالً فَ َكثَّ َر ُك ْم
ْ َو ْاذ ُكر
Artinya:
“Dan ingatlah di waktu dahulu kamu berjumlah sedikit, lalu Allah
memperbanyak jumlah kamu.” (QS. Al-A’raf: 86)
َوس ُْخطُ الرَّبِّ فِي س ُْخ ِط ْال َوالِ ِد،ضا ْال َوالِ ِد
َ ضا الرَّبِّ فِي ِر
َ ِر
Artinya:
“Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka
Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR. Bukhari
dalam Adabul Mufrad)
F. Anak-anak adalah amal jariyah paling berharga yang akan
mendoakan kita ketika kita sudah meninggal kelak. Anak-anaklah
7
yang paling mengingat kita dan mendoakan kita di saat orang lain
melupakan kita. Bisa jadi orang tua akan terkaget-kaget di akhirat,
karena dia mendapat kedudukan tinggi. Dia bertanya-tanya,
ternyata karena doa anak-anaknya, bukan orang lain. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َّ يَا َربِّ َأن: ح فِ ْي ْال َجنَّ ِة فَيَقُوْ ُل
ى لِ ْي هَ ِذ ِه ؟ فَيَقُوْ ُل ِ ِِإ َّن هللاَ َع َّز َو َج َّل لَيَرْ فَ ُع ال َّد َر َجةَ ِل ْل َع ْب ِد الصَّال
َ َك ل
ك ِ َ بِا ْستِ ْغف:
َ ار َولَ ِد
Artinya:
“Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-
Nya yang shalih di surga.” Maka ia pun bertanya, “Wahai Rabbku,
bagaimana ini bisa terjadi?” Allah menjawab, “Berkat istighfar
anakmu bagi dirimu.” (HR. Ahmad, Ibnu Katsir berkata, isnadnya
shahih)
Artinya:
"Dan, orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah
kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta
jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa". (Q.S
Al-Furqan [25]:74)
8
َ ِّت َخ ْي ٌر ِع ْن َد َرب
ك ثَ َوابًا َّوخَ ْي ٌر اَ َماًل ُ صلِ ٰح ُ اَ ْل َما ُل َو ْالبَنُوْ نَ ِز ْينَةُ ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَ ۚا َو ْال ٰبقِ ٰي
ّ ٰ ت ال
Artinya:
"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal
kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan".
Childfree merupakan keyakinan yang hukumnya diatur dalam kajian fiqih.
Adapun keyakinan ini digambarkan dengan keadaan seseorang yang
menolak kelahiran anak, sebelum atau setelah wujudnya ada.
Dalam hukum fiqih, childfree menolak wujudnya anak sebelum sperma
berada di rahim wanita, baik dengan cara:
1. Tidak menikah sama sekali;
2. Menahan diri tidak bersetubuh setelah pernikahan; 3. Tidak inzâl atau
tidak menumpahkan sperma di dalam rahim setelah memasukkan penis ke
vagina;
4. Dan dengan cara ‘azl atau menumpahkan sperma di luar vagina
Dari keempat hal tersebut, Imam al-Ghazali menjelaskan hukum ‘azl
adalah boleh, tidak sampai makruh apalagi haram, sama dengan tiga kasus
pertama yang sama-sama sekadar tarkul afdhal atau sekadar meninggalkan
keutamaan.
“Saya berpendapat bahwa ‘azl hukumnya tidak makruh dengan makna
makruh tahrîm atau makrûh tanzîh, sebab untuk menetapkan larangan
terhadap sesuatu hanya dapat dilakukan dengan dasar nash atau qiyâs pada
nash, padahal tidak ada nash maupun asal atau sumber qiyâs yang dapat
dijadikan dalil memakruhkan ‘azl. Justru yang ada adalah asal qiyâs yang
membolehkannya, yaitu tidak menikah sama sekali, tidak bersetubuh
setelah pernikahan, atau tidak inzâl atau menumpahkan sperma setelah
memasukkan penis ke vagina. Sebab semuanya hanya merupakan tindakan
meninggalkan keutamaan, bukan tindakan melakukan larangan. Semuanya
tidak ada bedanya karena anak baru akan berpotensi wujud dengan
bertempatnya sperma di rahim perempuan" (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihyâ’
‘Ulûmiddîn, [Beirut, Dârul Ma’rifah], juz II, halaman 51).
9
Sehingga apabila seseorang berkehendak childfree dengan maksud
menolak anak sebelum potensial wujud, yaitu sebelum sperma berada di
rahim wanita, maka hukumnya adalah boleh.
Demikian pula terkait hadits kedua, Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa
hukum ‘azl atau menumpahkan sperma di luar vagina hukumnya boleh
seperti hukum memilih tidak menikah sama sekali. Keyakinan childfree
yang dilarang dalam Islam yakni saat adanya keputusan untuk mematikan
fungsi reproduksi secara mutlak agar tidak terjadi pembuahan saat
melakukan hubungan jama antara suami istri. Sedangkan childfree yang
dilakukan dengan menunda atau mengurangi kehamilan maka itu
dimakruh.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Childfree merupakan fenomena masyarakat yang berasal dari Barat
yang menyuarakan untuk tidak memiliki anak keturunan. Childfree atau
dalam hal ini merupakan voluntary childless adalah mereka yang secara
sadar dan sukarela memilih untuk tidak memiliki keturunan ataupun
berusaha memilikinya dengan jalan adopsi maupun yang lainnya. Banyak
faktor yang mendorong seseorang memilih untuk childfree, di antaranya
adalah faktor personal, medis dan psikologis, filosofis, ekonomi dan kultur
serta lingkungan.
Childfree dengan niat untuk membatasi keturunan (tahdîd al-nasl)
adalah bertentangan dengan syariat Islam dan tujuan pernikahan. Syariat
Islam yang agung menganjurkan umatnya untuk menikah dan
memperbanyak keturunan. Banyaknya keturunan tersebut tentunya harus
disertai dengan kualitas umat yang baik demi menunjang tegaknya agama
Islam hingga hari kiamat. Sakînah, mawaddah dan rahmah sebagai tujuan
pernikahan dapat digapai dengan hadirnya anak dalam kehidupan rumah
tangga, meskipun anak merupakan rezeki dari Allah Swt., akan tetapi
patutnya sebagai hamba yang taat senantiasa berusaha memilikinya. Selain
itu, berusaha memiliki keturunan merupakan sesuatu yang bernilai ibadah,
dan sunah para nabi. Juga, anak yang saleh yang dihasilkan dari
pernikahan merupakan maksud syariat bagi mukallaf. Oleh sebab itu, jika
melihat banyaknya keutamaan yang didapat dengan hadirnya anak, maka
membatasi keturunan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’ merupakan
sesuatu yang tidak sejalan dengan tujuan pernikahan.
11
DAFTAR PUSTAKA
https://m.bisnis.com/amp/read/20230208/79/1626098/hukum-childfree-dalam-
islam-tidak-dilarang-asal
https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/tren-childfree-dalam-pandangan-islam-QOQn5
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/65361/1/JALALUDIN%20-
%20FSH.pdf
12