Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

CHILD-FREE DALAM PERSPEKTIF AGAMA ISLAM


Pengasuh : Abiya Asyar Kholil,. Lc. MA

Anggota :

1. Nurhayati Puja Afrianti 9. Latifatul Khusna


2. Roikhana Azizah 10. Noor La’laiya
3. Diah Ayu 11. Indah Fitria Nilna
4. Fatikia Amalia 12. Cindy Karin
5. Wahyu Wulan 13. Herlita Pipit
6. Laelatul Fitriyah 14. Afna Ismi
7. Mala Nafisah 15. Fia Sakinatul
8. Sintia Dwi 16. Lina fingaeni

PONDOK PESANREN MAHASISWI UNSIQ


Jl. KH. HASYIM ASY’ARI NO.3 KALIBEBER,
MOJOTENGAH
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya


sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu. Tidak lupa penyusun
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Penyusun berharap makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu,
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Wonosobo, 23 Maret 2023

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. ii


DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Childfree....................................................................... 3
2.2 Pandanagan Islam Terhadap Childfree .......................................... 3
2.3 Hukum Childfree Dalam Perspektif Islam .................................... 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Childfree menjadi sebuah isu yang hangat diperbincangkan


dikalangan masyarakat khususnya pasangan muda. Childfree adalah
sebuah kesepakatan yang dilakukan oleh pasangan suami isteri untuk tidak
memiliki anak selama masa pernikahannya. Padahal selama ini dalam
kontruksi budaya masyarakat Indonesia, anak dianggap sebagai satu
anugrah yang berfungsi sebagai perekat keharmonisan sebuah keluarga
sehingga kehadirannya senantiasa dinanti-nantikan oleh pasangan yang
sudah menikah bahkan keluarga besarnya. Dengan pendekatan normatif al-
Qur’an dan Sunnah dapat diketahui bahwa memiliki keturunan adalah
sebuah anjuran dalam Islam bukanlah sebuah kewajiban. Sehingga
childfree tidak termasuk pada kategori perbuatan yang dilarang, karena
setiap pasangan suami istri memiliki hak untuk merencanakan dan
mengatur kehidupan rumah tangganya termasuk memiliki anak. Kendati
demikian, meski tidak ada ayat yang secara langsung melarang childfree,
sebagai manusia yang meyakini Allah SWT, pilihan untuk childfree bisa
dikatakan sebagai pilihan yang tidak bijaksana karena Allah SWT
menjamin kelangsungan hidup setiap hambanya. Tegas disebutkan bahwa
dalam Islam anak dipandang sebagai anugrah yang harus disyukuri karena
anak adalah pemberian Tuhan. Setiap manusia yang diberikan amanah
menjadi orangtua harus menjalani peran tersebut dengan baik dan totalitas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Rumusan masalahBagaiamana yang dimaksud dengan childfree?
2. . Bagaimana pandangan islam terhadap childfree?
3. Bagaimana hukumnya childfree dalam perspektif islam?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang pengertian Childfree
2. Mengetahui tentang pandangan islam terhadap Childfree
3. Mengetahui mengetahui tentang hukum Childfree dalam prespektif
islam?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Childfree


Childfree menjadi sebuah isu yang hangat diperbincangkan
dikalangan masyarakat khususnya pasangan muda. Childfree adalah
sebuah kesepakatan yang dilakukan oleh pasangan suami isteri untuk tidak
memiliki anak selama masa pernikahannya. Padahal selama ini dalam
kontruksi budaya masyarakat Indonesia, anak dianggap sebagai satu
anugrah yang berfungsi sebagai perekat keharmonisan sebuah keluarga
sehingga kehadirannya senantiasa dinanti-nantikan oleh pasangan yang
sudah menikah bahkan keluarga besarnya.
Childfree adalah keputusan bersama dari suami istri yang memutuskan
untuk tidak memiliki anak, dengan berbagai alasan. Childfree juga sempat
menjadi trending topic di berbagai media sosial. Tentang topik emosi
childfree merupakan kegembiraan, kepercayaan, ketakutan, kejutan,
kesedihan, jijik, kemarahan, dan antisipasi. Berdasarkan analisis emosi,
ketakutan menjadi emosi utama. Ada juga pergeseran dari rasa takut
menjadi percaya karena pemberitaan dan opini dari influencer, yang
mengubah cara pandang netizen.
istilah childfree berkembang luas di kalangan feminis. Feminis
menganggap bahwa childfree merupakan keputusan di mana wanita akan
memiliki kebebasan untuk memilih menjadi seorang ibu dari proses
kehamilan hingga melahirkan atau tidak sama sekali. Anggapan tersebut
membuat sebagian besar perempuan memilih melakukan childfree dengan
berbagai alasan. Salah satunya adalah persoalan fasilitas kelayakan untuk
anak, keuangan atau finansial, pekerjaan orang tua yang pindah lokasi,
hingga lingkungan yang tidak mendukung.

2.2 Pandangan Islam Terhadap Childfree


ajaran agama Islam menganjurkan penganutnya untuk melangsungkan
pernikahan, di mana tujuan pernikahan tersebut tidak hanya untuk

3
memenuhi kebutuhan biologis manusia, namun juga karena beberapa
hikmah lainnya, Imam as-Sarkhasi (wafat 483 H) menjelaskan dalam
kitabnya al-Mabsûth:
“Akad nikah ini berkaitan dengan berbagai kemaslahatan, baik
kemaslahatan agama atau kemaslahatan dunia. Di antaranya melindungi
dan mengurusi para wanita, menjaga diri dari zina, di antaranya pula
memperbanyak populasi hamba Allah dan umat Nabi Muhammad saw,
serta memastikan kebanggaan rasul atas umatnya.” (Muhammad bin
Ahmad bin Abi Sahl as-Sarakhsi, al-Masbshût, [Beirut, Dârul Fikr, 1421
H/2000 M], juz IV, halaman 349-350).”Dapat dipahami, tujuan pernikahan
adalah kemaslahatan dan kebaikan bagi kedua pasangan, baik yang
bersifat duniawi maupun ukhrawi. Hasan Sayyid Hamid Khitab dalam
kitabnya".
Tujuan pernikahan telah banyak dikemukakan dalam syariat. Di antaranya
terdapat ayat Al-Qur’an, sabda Rasulullah ‫لم‬HH‫ه وس‬HH‫ صلى هللا علي‬dan doktrin-
doktrin ulama. Dalam Al-Qur’an, Allah Swt. telah menjelaskan tentang
tujuan pernikahan, di antaranya adalah:

Artinya:
“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa
tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-
tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Melalui ayat di atas, secara tersurat disebutkan bahwa tujuan utama
pernikahan adalah untuk menggapai sakinah, mawaddah, dan rahmah.
AlQur’an tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa tujuan pernikahan
adalah untuk memiliki anak.
Dalam Islam, bagi suami istri yang telah menikah, memiliki keturunan
adalah sebuah anjuran. Sebagai Muslim, childfree bisa dikatakan sebagai
pilihan yang tidak bijaksana. Bagaimana tidak, Allah Subhanahu wa Ta'ala

4
sebagai pencipta telah menjamin kelangsungan hidup setiap hamba-Nya
sesuai Alquran Surat Hud Ayat 6:

ٍ ‫ض اِاَّل َعلَى هّٰللا ِ ِر ْزقُهَا َويَ ْعلَ ُم ُم ْستَقَ َّرهَا َو ُم ْستَوْ َد َعهَا ۗ ُك ٌّل فِ ْي ِك ٰت‬
۞ ‫ب ُّمبِ ْي ٍن‬ ۤ
ِ ْ‫َو َما ِم ْن دَابَّ ٍة فِى ااْل َر‬

Artinya: "Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan
dijamin rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan
tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh
Mahfuz)." (QS Hud: 6)
Apabila kita berbicara masalah hak asasi dan hak memilih, memang benar,
setiap orang berhak untuk memutuskan tidak punya anak, baik untuk
sementara maupun selamanya dengan alasan apapun. Karena hidup itu
adalah pilihan. Bahkan apabila ada orang memilih tidak beriman kepada
Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, kita tidak bisa memaksa mereka untuk
beriman. Tidak ada paksaan dalam agama ini. Akan tetapi, kita adalah
muslim yang beriman, tentu kita berusaha menjalankan syariat Islam yang
Allah Ta’ala turunkan dan Allah Ta’ala hanya ridha dengan agama Islam.
Allah Ta’ala berfirman,

‫ۗ اِ َّن ال ِّد ْينَ ِع ْن َد هّٰللا ِ ااْل ِ ْساَل ُم‬


Artinya:
“Sesungguhnya agama yang diridai dan diterima di sisi Allah hanyalah
Islam.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 19)
Patut kita camkan bahwa Allah Ta’ala yang lebih mengetahui bagaimana
cara manusia hidup berbahagia dengan kebahagiaan hakiki, bukan
kebahagiaan semu semata. Konsep kehidupan selain dari konsep Islam
yang Allah Ta’ala turunkan hanyalah membawa kepada kesengsaraan
yang terlihat seolah-olah kebahagiaan. Allah Ta’ala yang menciptakan
manusia dan seluruh alam semesta sehingga Allah Ta’ala yang paling tahu
konsep dan cara untuk berbahagia.
Tentu saja konsep childfree ini tidak sesuai dengan ajaran Islam, sangat
banyak sekali poin-poinnya, di antaranya:

5
A. Mempunyai anak adalah fitrah manusia dan kebahagiaan orang tua
adalah memiliki anak. Betapa banyak pasangan mandul yang
sampai saat ini berusaha memiliki anak. Mereka bahkan rela
mengorbankan apa saja untuk berobat agar memiliki anak.
Pasangan yang mandul ini tentu saja sedih hidup mereka belum
dikarunai anak. Anak-anak adalah permata hati dan kebahagiaan
bagi mereka yang masih berada dalah fitrah. Allah Ta’ala
berfirman:
َّ ِ‫ب َو ْالف‬
‫ض ِة‬ َ ‫ير ْال ُمقَن‬
ِ َ‫ط َر ِة ِمنَ ال َّذه‬ ِ ‫َاط‬ ِ ‫ت ِمنَ النِّ َسا ِء َو ْالبَنِينَ َو ْالقَن‬
ِ ‫اس حُبُّ ال َّشهَ َوا‬ ِ َّ‫ُزيِّنَ لِلن‬
ِ ‫ع ْال َحيَا ِة ال ُّد ْنيَا َوهللاُ ِعن َدهُ حُ سْنُ ْال َمَئا‬
‫ب‬ ُ ‫ك َمتَا‬ ِ ْ‫َو ْال َخ ْي ِل ْال ُم َس َّو َم ِة َواَْأل ْن َع ِام َو ْال َحر‬
َ ِ‫ث َذل‬
Artinya:
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-
apa yang diingini, berupa wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang
ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di
sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali ‘Imran:
14)
B. Memiliki anak dan mendidik dengan baik termasuk sunnah.

‫عن أنس بن مالك قال َكانَ َرسُوْ ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم يَْأ ُم ُر بِالبَا َء ِة َويَ ْنهَى َع ِن التَّبَتُّ ِل‬
‫ َويَقُوْ ُل تَزَ َّوجُوْ ا ْال َو ُدوْ َد ْال َولُوْ َد فَِإنِّي ُم َكاثِ ُر اَأْل ْنبِيَا ِء يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة‬H‫نَ ْهيًا َش ِد ْي ًدا‬
Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang
keras untuk membujang dan berkata, “Nikahilah wanita yang
sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak karena aku
akan berbangga dengan kalian dihadapan para nabi pada hari
kiamat.” (HR. Ibnu Hibban. Lihat Al-Irwa’ no. 1784)
C. Terlalu banyak dalil perintah agar kita memiliki dan
memperbanyak keturunan. Salah satunya bahwa jumlah keturunan
yang banyak adalah karunia. Sehingga Kaum Nabi Syu’aib

6
‘alaihissalam diperingatkan tentang karunia mereka, yaitu jumlah
yang banyak padahal dahulunya sedikit,
‫ُوا ِإ ْذ ُكنتُ ْم قَلِيالً فَ َكثَّ َر ُك ْم‬
ْ ‫َو ْاذ ُكر‬
Artinya:
“Dan ingatlah di waktu dahulu kamu berjumlah sedikit, lalu Allah
memperbanyak jumlah kamu.” (QS. Al-A’raf: 86)

D. Anak mendatangkan rizki dengan izin Allah Ta’ala. Yaitu dengan


menjemput rizki dan tidak bermalas-malasan. Allah Ta’ala
menyebut memberi rizki anak DAN baru kemudian orang tuanya.
Allah Ta’ala berfirman:

ْ ‫ق ۖ نَحْ نُ نَرْ ُزقُهُ ْم َوِإيَّا ُك ْم ۚ ِإ َّن قَ ْتلَهُ ْم َكانَ ِخ‬


‫طًئا َكبِيرًا‬ ٍ ‫َواَل تَ ْقتُلُوا َأوْ اَل َد ُك ْم َخ ْشيَةَ ِإ ْماَل‬
Artinya:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. Kami-lah yang akan memberi rizki kepada mereka
dan juga kepadamu.” (QS. Al-Isra’: 31)
E. Anak-anak adalah harapan kita ketika sudah tua. Bisa jadi ketika
kita tua renta kelak akan berpenyakitan seperti terkena stroke
(semoga Allah Ta’ala menjaga kita). Dalam keadaan seperti ini,
yang paling ikhlas merawat kita adalah anak-anak kita. Terlebih
anak tersebut adalah anak yang shalih yang berusaha berbakti
mencari ridha orang tua. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫ َوس ُْخطُ الرَّبِّ فِي س ُْخ ِط ْال َوالِ ِد‬،‫ضا ْال َوالِ ِد‬
َ ‫ضا الرَّبِّ فِي ِر‬
َ ‫ِر‬
Artinya:
“Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka
Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua.” (HR. Bukhari
dalam Adabul Mufrad)
F. Anak-anak adalah amal jariyah paling berharga yang akan
mendoakan kita ketika kita sudah meninggal kelak. Anak-anaklah

7
yang paling mengingat kita dan mendoakan kita di saat orang lain
melupakan kita. Bisa jadi orang tua akan terkaget-kaget di akhirat,
karena dia mendapat kedudukan tinggi. Dia bertanya-tanya,
ternyata karena doa anak-anaknya, bukan orang lain. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َّ ‫ يَا َربِّ َأن‬: ‫ح فِ ْي ْال َجنَّ ِة فَيَقُوْ ُل‬
‫ى لِ ْي هَ ِذ ِه ؟ فَيَقُوْ ُل‬ ِ ِ‫ِإ َّن هللاَ َع َّز َو َج َّل لَيَرْ فَ ُع ال َّد َر َجةَ ِل ْل َع ْب ِد الصَّال‬
َ َ‫ك ل‬
‫ك‬ ِ َ‫ بِا ْستِ ْغف‬:
َ ‫ار َولَ ِد‬
Artinya:
“Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-
Nya yang shalih di surga.” Maka ia pun bertanya, “Wahai Rabbku,
bagaimana ini bisa terjadi?” Allah menjawab, “Berkat istighfar
anakmu bagi dirimu.” (HR. Ahmad, Ibnu Katsir berkata, isnadnya
shahih)

2.3 Hukum Childfree Dalam Prespektif Islam


Syekh Syauqi Alam menyebutkan bahwa dalam Islam hukum childfree
bukan termasuk perbuatan yang haram. Adapun alasannya tidak ada
penjelasan dari Al-Qur'an maupun Hadis Rasulullah untuk pasangan suami
istri wajib mempunyai anak.
Secara eksplisit hukum childfree adalah tidak haram, karena memang tidak
ada ayat Al-Qur’an dan hadis yang mewajibkan suami dan istri untuk
memiliki anak. Tetapi, terdapat anjuran agar mempunyai anak sebagai
generasi penerus keturunan. Hal itu tertuang dalam Al-Qur'an dalam Q.S
Al-Furqan [25]: 74 dan Q.S Al-Kahfi [18]: 46.
‫َوالَّ ِذ ْينَ يَقُوْ لُوْ نَ َربَّنَا هَبْ لَنَا ِم ْن اَ ْز َوا ِجنَا َو ُذ ِّر ٰيّتِنَا قُ َّرةَ اَ ْعيُ ٍن َّواجْ َع ْلنَا لِ ْل ُمتَّقِ ْينَ اِ َما ًما‬

Artinya:
"Dan, orang-orang yang berkata, “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah
kepada kami penyejuk mata dari pasangan dan keturunan kami serta
jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa". (Q.S
Al-Furqan [25]:74)

8
َ ِّ‫ت َخ ْي ٌر ِع ْن َد َرب‬
‫ك ثَ َوابًا َّوخَ ْي ٌر اَ َماًل‬ ُ ‫صلِ ٰح‬ ُ ‫اَ ْل َما ُل َو ْالبَنُوْ نَ ِز ْينَةُ ْال َح ٰيو ِة ال ُّد ْنيَ ۚا َو ْال ٰبقِ ٰي‬
ّ ٰ ‫ت ال‬

Artinya:
"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal
kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan".
Childfree merupakan keyakinan yang hukumnya diatur dalam kajian fiqih.
Adapun keyakinan ini digambarkan dengan keadaan seseorang yang
menolak kelahiran anak, sebelum atau setelah wujudnya ada.
Dalam hukum fiqih, childfree menolak wujudnya anak sebelum sperma
berada di rahim wanita, baik dengan cara:
1. Tidak menikah sama sekali;
2. Menahan diri tidak bersetubuh setelah pernikahan; 3. Tidak inzâl atau
tidak menumpahkan sperma di dalam rahim setelah memasukkan penis ke
vagina;
4. Dan dengan cara ‘azl atau menumpahkan sperma di luar vagina
Dari keempat hal tersebut, Imam al-Ghazali menjelaskan hukum ‘azl
adalah boleh, tidak sampai makruh apalagi haram, sama dengan tiga kasus
pertama yang sama-sama sekadar tarkul afdhal atau sekadar meninggalkan
keutamaan.
“Saya berpendapat bahwa ‘azl hukumnya tidak makruh dengan makna
makruh tahrîm atau makrûh tanzîh, sebab untuk menetapkan larangan
terhadap sesuatu hanya dapat dilakukan dengan dasar nash atau qiyâs pada
nash, padahal tidak ada nash maupun asal atau sumber qiyâs yang dapat
dijadikan dalil memakruhkan ‘azl. Justru yang ada adalah asal qiyâs yang
membolehkannya, yaitu tidak menikah sama sekali, tidak bersetubuh
setelah pernikahan, atau tidak inzâl atau menumpahkan sperma setelah
memasukkan penis ke vagina. Sebab semuanya hanya merupakan tindakan
meninggalkan keutamaan, bukan tindakan melakukan larangan. Semuanya
tidak ada bedanya karena anak baru akan berpotensi wujud dengan
bertempatnya sperma di rahim perempuan" (Abu Hamid Al-Ghazali, Ihyâ’
‘Ulûmiddîn, [Beirut, Dârul Ma’rifah], juz II, halaman 51).

9
Sehingga apabila seseorang berkehendak childfree dengan maksud
menolak anak sebelum potensial wujud, yaitu sebelum sperma berada di
rahim wanita, maka hukumnya adalah boleh.
Demikian pula terkait hadits kedua, Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa
hukum ‘azl atau menumpahkan sperma di luar vagina hukumnya boleh
seperti hukum memilih tidak menikah sama sekali. Keyakinan childfree
yang dilarang dalam Islam yakni saat adanya keputusan untuk mematikan
fungsi reproduksi secara mutlak agar tidak terjadi pembuahan saat
melakukan hubungan jama antara suami istri. Sedangkan childfree yang
dilakukan dengan menunda atau mengurangi kehamilan maka itu
dimakruh.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Childfree merupakan fenomena masyarakat yang berasal dari Barat
yang menyuarakan untuk tidak memiliki anak keturunan. Childfree atau
dalam hal ini merupakan voluntary childless adalah mereka yang secara
sadar dan sukarela memilih untuk tidak memiliki keturunan ataupun
berusaha memilikinya dengan jalan adopsi maupun yang lainnya. Banyak
faktor yang mendorong seseorang memilih untuk childfree, di antaranya
adalah faktor personal, medis dan psikologis, filosofis, ekonomi dan kultur
serta lingkungan.
Childfree dengan niat untuk membatasi keturunan (tahdîd al-nasl)
adalah bertentangan dengan syariat Islam dan tujuan pernikahan. Syariat
Islam yang agung menganjurkan umatnya untuk menikah dan
memperbanyak keturunan. Banyaknya keturunan tersebut tentunya harus
disertai dengan kualitas umat yang baik demi menunjang tegaknya agama
Islam hingga hari kiamat. Sakînah, mawaddah dan rahmah sebagai tujuan
pernikahan dapat digapai dengan hadirnya anak dalam kehidupan rumah
tangga, meskipun anak merupakan rezeki dari Allah Swt., akan tetapi
patutnya sebagai hamba yang taat senantiasa berusaha memilikinya. Selain
itu, berusaha memiliki keturunan merupakan sesuatu yang bernilai ibadah,
dan sunah para nabi. Juga, anak yang saleh yang dihasilkan dari
pernikahan merupakan maksud syariat bagi mukallaf. Oleh sebab itu, jika
melihat banyaknya keutamaan yang didapat dengan hadirnya anak, maka
membatasi keturunan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syara’ merupakan
sesuatu yang tidak sejalan dengan tujuan pernikahan.

11
DAFTAR PUSTAKA
https://m.bisnis.com/amp/read/20230208/79/1626098/hukum-childfree-dalam-
islam-tidak-dilarang-asal
https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/tren-childfree-dalam-pandangan-islam-QOQn5
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/65361/1/JALALUDIN%20-
%20FSH.pdf

12

Anda mungkin juga menyukai