Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KELOMPOK 3

PENGANGKATAN ANAK

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata


Kuliah Hukum Pelindungan Anak dan Perempuan

Dosen Pengampu: Hj.Rosdiana,M.A.

Disusun Oleh

Arif Nurrohman (11190440000007)

Delia Zaizafun (11190454000015)

Luthfiyah Supandi (11190440000013)

Nada Nisrina F (11190440000001)

Syifa Salsabila (11190440000117)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

PRODI HUKUM KELUARGA (A)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan kesehatan dan melimpahkan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tak lupa pula sholawat serta salam kita
hanturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah yang penuh kebodohan ke zaman yang kita rasakan saat ini yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.

Ucapan terimakasih untuk dosen pengampu mata kuliah Hukum Perlindungan Anak dan
Perempuan yang kami hormati,Hj.Rosdiana M.A.Dengan disusunnya makalah yang berjudul
“Pengangkatan Anak”,Semoga kita dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
mengenai hal tersebut.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka
segala kritik dan saran untuk membangun para pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan menjadi
referensi ataupun tambahan materi pembelajaran bagi kita semua. Terima kasih.

Banda Aceh,22 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................................

A. Latar Belakang ........................................................................................................... ….1

B. Rumusan Masalah ...........................................................................................................2

C. Tujuan ............................................................................................................................. 2

D. Manfaat ................................................................................................................... ……2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................

A.Pengertian Pengangkatan Anak ……………………………………………………… 4

B.Bentuk Perwujudan Pengangkatan Anak................................................................... .... ................6

C.Obyek dan Subyek Pengangkatan Anak ……………………………………………..…………….6

D.Tujuan ,Sebab dan Akibat Pengangkatan Anak.............................................................................. .8

E. Hak dan Kewajiban Dalam Pengakatan Anak........................................................................ …. 11

F.Deklarasi Hak Anak ……………………………………………..………………………………..13

G.Konvensi Hak Anak........................................................................................…………………….16

H. Peraturan Terkait Pengangkatan Anak Serta Permasalahannya.............. ….……………………..19

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... …..

A.Kesimpulan………………………………………………………………………..............20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ .


…………………………………………………………………………………………………21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia telah ditakdirkan untuk hidup berpasangan


dalam tujuan untuk membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan pada
umumnya kehadiran anak atau keturunan hasil dari perkawinan mereka. Di Indonesia,
dalam hukumnasional, tujuan dari lahirnya seorang anak yang merupakan hasil
perkawinan adalah untuk melanjutkan dan menyambung keturunan serta melestarikan
harta kekayaan keluarga tersebut.

Tetapi tidak semua keluarga dapat menikmati rasanya membesarkan seorang anak
seperti keluarga lainnya. Di beberapa keluarga, atas kekuasaan Tuhan, dimana kehendak
memperoleh anak meskipun telah bertahun-tahun menikah tak kunjung dikaruniai,
sedangkan keinginan untuk mempunyai anak sangatlah besar. Maka akibatnya, keturunan
dari keluarga tersebut akan terancam punah dan putus bila tidak ada yang meneruskan
silsilah keluarga dan kerabat keluarga.

Jika peristiwa tersebut terjadi, maka dapat kemungkinan terjadi pengangkatan


anak yang asalnya bisa dari kerabat, keluarga atau mengangkat anak yang tidak ada
hubungannya dengan kerabat keluarga (adopsi) untuk menjadi penerus keturunan
keluarga yang bersangkutan.Dalam makalah ini, akan dijelaskan tentang segala hal terkait
kedudukan anak angkat atau pangangkatan anak dalam hukum nasional di Indonesia,
seperti kedudukan anak angkatdalam sistem hukum nasional, hingga lebih difokuskan
pada prosedur pengangkatan anak dalam salah satu bagian hukum nasional di Indonesia
yaitu hukum adat

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang pemakalah paparkan di atas, maka pemakalah


akan memberikan pemaparan rumusan masalah sebagai berikut :

A.Pengertian Pengangkatan Anak

B.Bentuk Perwujudan Pengangkatan Anak

1
C.Obyek dan Subyek Pengangkatan Anak

D.Tujuan ,Sebab dan Akibat Pengangkatan Anak

E.Hak dan Kewajiban Dalam Pengangkatan Anak

F.Deklarasi Hak Anak

G.Konvensi Hak Anak

H.Peraturan Terkait Pengangkatan Anak Serta Permasalahannya.

C. Tujuan
Tujuan dari penyusuan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih
Jinayat II, adapun tujuan yang lainnya sebagai berikut :

1)Mengetahui definisi pengangkatan anak

2)Mengetahui bentuk perwujudan pengangkatan anak

3)Mengetahui obyek,subyek,hak dan kewajiban dalam pengangkatan anak

4)Mengetahui tujuan,sebab dan akibat dari pengangkatan anak

5)Mengetahui deklarasi dan konvensi pengangkatan anak

6)Mengetahui peraturan terkait pengangkatan anak serta permasalahannya

D. Manfaat
1.Manfaat teoritis, secara teoritis makalah ini diharapkan mampu memberikan
pengetahuan serta pemahaman kepada para pembaca.

2.Manfaat praktis, para akademisi dapat menerapkan pengetahuan akan


pengertian,bentuk,tujuan,sebab,akibat dan peraturan serta permasalahn dalam
pengangakatan anak

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengangkatan Anak


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian anak secara etimologis dapat
diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun manusia yang belum dewasa.
Pengertian anak dapat ditemukan dalam banyak literasi dan dalam beberapa undang-
undang yang mengatur masalah anak. Anak juga dapat digolongkan berdasarkan
hubungan dengan orang tuanya salah satunya ialah anak angkat.
Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan
keluarga, orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga
orang tua angkatnya berdasarkan putusan dan penetapan pengadilan 1. Sedangkan dalam
Pasal 1 ayat (3) yang dimaksud orang tua angkat adalah orang yang diberi kekuasaan
untuk merawat mendidik dan membesarkan anak berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan adat kebiasaan2.
Pengangkatan anak merupakan suatu “perbuatan hukum” (rechtshandeling: legal
act).Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 menjelaskan mengenai
pengangkatan anak dalam Pasal 1 ayat (2) yang isinya pengangkatan anak adalah suatu
perbuatan hukum yang mengalihkan seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua,
wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan
membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat3.
Menurut Hilman Hadikusuma yang menjelaskan tentang anak angkat menurut
hukum adat adalah sebagai berikut :“Anak angkat adalah anak orang lain yang diangkat
oleh orang tua angkat dengan resmi menurut hukum adat setempat dikarenakan tujuan
untuk kelangsungan keturunan dan atau pemeliharaan atas harta kekayaan rumah
tangga.” 4. Dalam upaya pengangkatan anak ditinjau dari hukum adat disesuaikan dengan

1
Bismar Siregar, Telaah Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Wanita, (Yogyakarta: Pusat Studi
Kriminologi F.H.UII,1986), Hal. 3, lihat juga dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 angka 9
2
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak
3
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak
4
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung, Alumni,1997), halaman 149.

3
sistem kekeluargaan yang berlaku pada daerah-daerah tersebut begitu juga dengan tata
cara pengangkatannya disesuaikan dengan masing-masing daerah.
Menurut Surojo Wignjodipuro memberikan batasan dalam pengangkatan anak:
“Adopsi (mengangkat anak), adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain
kedalam keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara orang yang memungut anak
dan anak yang dipungut timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada
antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri”.
Dalam hukum Islam, menurut syeikh Mahmud syaltut ada dua pengertian yang
berbeda mengenai anak angkat, yaitu pertama, at-Tabanni adalah seseorang mengangkat
anak, diketahui bahwa anak itu termasuk anak orang lain, kemudian diperlakukan seperti
anak kandung tanpa dibeda-bedakan, meskupun demikian tidak menganggap sebagai
anak kandung, karena itu ia tidak dapat disamakan statusnya dengan anak kandung.
Bentuk pengangkatan yang kedua, at-Tabanni adalah seseorang yang tidak memiliki
anak, kemudian menjadikan anak orang lain sebagai anak kandung yang sah sehingga
disamakan statusnya seperti anak kandung dan berhak menjadi ahli waris serta
memperoleh warisan sebagaimana anak kandung5. Definisi pengangkatan anak yang
pertama dengan yang kedua jelas berbeda, definisi yang kedua menggambarkan
pengangkatan anak sebagaimana yang terjadi pada zaman jahiliyah dan pengangkatan
anak yang dikenal pada masyarakat Tionghoa yang mempersamakan status anak seperti
anak kandung dan memutuskan hubungan darah dengan orang tua kandungnya.
B. Bentuk Perwujudan Pengangakatan Anak
Pengangkatan anak atau adopsi secara legal adalah mengambil anak orang lain
melalui prosedur yang diterapkan dan diberlakukan seperti memperlakukan anak sendiri
dalam hal kasih sayang, nafkah sehari-hari pendidikan dan lain-lain, tanpa harus
menyamakan sebagai anak kandung.
Tata cara pengangkatan anak atau diadopsi telah diatur dalam Undang-Undang
No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang perlindungan anak yang telah didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 54
Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yang dijelaskan lebih rinci dalam

5
Sasmiar, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2007 Tentang
Pengangkatan Anak, Jurnal Hukum, hal 4

4
Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 Tentang persyaratan pengangkatan
anak.
Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa pengangkatan anak hanya dapat
dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak, dan tidak boleh memutus hubungan darah
antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Adapun jenis-jenis dari
pengangkatan anak menurut Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 terdiri
atas6:
1) Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia;
2) Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara
Asing.

Kemudian, dilanjutkan dalam Pasal 8-10 Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun


2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Bagaimana pengangkatan anak antar
Warga Negara Indonesia (WNI), meliputi7:

(1) Pengangkatan anak berdasarkan adat kebiasaan setempat yaitu pengangkatan


anak yang dilakukan dalam satu komunitas yang nyata-nyata masih
melakukan adat dan kebiasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Pengangkatan
anak berdasarkan adat kebiasaan setempat dapat dimohonkan penetapan
pengadilan.
(2) Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan mencakup
pengangkatan anak secara langsung dan pengangkatan anak melalui lembaga
pengasuhan anak. Pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-
undangan sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui penetapan
pengadilan.

Kemudian, dalam Pasal 11 Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia


dengan Warga Negara Asing meliputi: Pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh
Warga Negara Asing dan pengangkatan anak Warga Negara Asing di Indonesia oleh

6
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
7
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak

5
Warga Negara Indonesia. Yang mana pengangkatan anak tersebut dapat dilakukan
melalui putusan pengadilan8.

C. Obyek dan Subyek Pengangkatan Anak


Yang menjadi subjek dalam hal pengangkatan anak adalah COTA (Calon Orang
Tua Angkat) dimana ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi COTA ini,
seperti dalam Pasal 7, Persyaratan menjadi COTA adalah :
a) sehat jasmani dan rohani;
b) berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima)
tahun;
c) beragama sama dengan agama calon anak angkat
d) berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan;
e) berstatus menikah secara sah paling singkat 5 (lima) tahun;
f) tidak merupakan pasangan sejenis;
g) tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak;
h) dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial;
i) memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis dari orang tua atau wali anak;
j) membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan
terbaik bagi anak, kesejahteraan dan perlindungan anak;
k) adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial setempat;
l) telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 (enam) bulan, sejak izin
pengasuhan diberikan; dan
m) memperoleh izin Menteri atau Kepala Instansi Sosial Propinsi.9

Yang menjadi objek merupakan CAA (Calon Anak Angkat) dimana terdpat dalam
beberapa pasal mengenai syarat-syarat yang menjadi CAA. Salah satunya dalam Pasal 4,
Syarat material calon anak yang dapat diangkat meliputi:
a) anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
b) merupakan anak terlantar atau diterlantarkan;
c) berada dalam asuhan keluarga atau dalam Lembaga Pengasuhan Anak; dan
d) memerlukan perlindungan khusus.
Pasal10

8
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
9
Pasal 7, Permen Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak
10
Pasal 4, Permen Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak

6
D. Tujuan,Sebab dan Akibat Pengangkatan Anak
Tujuan Pengangkatan Anak

Dalam praktiknya pengangkatan anak di kalangan masyarakat Indonesia


mempunyai beberapa macam tujuan dan motivasi. Tujuannya adalah antara lain untuk
meneruskan keturunan apabila dalam suatu perkawinan tidak memperoleh
keturunan.11Mengenai tujuan dari pengangkatan anak, diatur di dalam Peraturan
Pemerintah No. 54 Tahun 2007:
“Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak, yang dilaksanakan
berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-
undangan”.12
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tegas
menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak, motivasi pengangkatan anak hanya dapat
dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat
kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Praktik
pengangkatan anak dengan motivasi komersial perdagangan, komersial untuk pancingan
dan kemudian setelah pasangan tersebut memperoleh anak dari rahimnya sendiri atau
anak kandung, si anak angkat yang hanya sebagai pancingan tersebut disia-siakan atau
diterlantarkan, hal tersebut sangat bertentangan dengan hak-hak yang melekat pada anak.
Oleh karena itu pengangkatan anak harus dilandasi oleh semangat kuat untuk
memberikan pertolongan dan perlindungan sehingga masa depan anak angkat akan lebih
baik dan lebih maslahat. Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi
anak yang sifatnya memang sangat tergantung dari orang tuanya.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 1979 jo. No. 6 Tahun 1983
tentang Pengangkatan Anak menerangkan bahwa pasangan suami istri yang tidak
mempunyai anak atau yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak dapat mengajukan
permohonan pengesahan atau pengangkatan anak. Demikian juga bagi mereka yang
memutuskan untuk tidak menikah atau tidak terikat dalam perkawinan. SEMA13 No. 6

11
Undang-Undang. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 39 Ayat 1
12
Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
13
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 1979 jo. No 6. Tahun 1983

7
tahun 1983, tidak melarang pengangkatan anak terhadap perempuan, karena
pengangkatan anak (perempuan) telah menjadi kebutuhan bagi semua masyarakat
Indonesia, termasuk masyarakat Tionghoa.
Hal tersebut tercermin dalam SEMA No. 2 tahun 1979, Romawi I (satu) butir ke
tiga dengan Romawi II butir ke tiga SEMA No. 6 tahun 1983, yang berbunyi:
“Semula digolongkan penduduk Tionghoa (Staatblad 1971 No. 129) hanya dikenal
adopsi terhadap anak laki-laki, tetapi setelah yurisprudensi tetap menyatakan sah pula
pengangkatan anak perempuan”.
Dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 110 / Huk /2009
Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak, Pasal 3 dikatakan bahwa tujuan dari
pengangkatan anak adalah untuk kepentingan terbaik bagi anak untuk mewujudkan
kesejahteraan dan perlindungan anak yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan
setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.14
pengaturan pengangkatan anak bukan sekedar diperlukan untuk member kepastian
dan kejelasan mengenai pengangkatan anak, tetapi dibutuhkan ntuk menjami kepentingan
calon anak angkat, jaminan atas kepastian, keamanan, keselamatan, pemeliharaan dan
pertumbuhan anak angkat, sehingga pengangkatan anak memberikan peluang pada anak
untuk hidup lebih sejahtera.

Sebab dan Akibat Pengagkatan Anak


Pengangkatan anak adalah suatu perbuatan yang memutuskan hubungan antara
anak angkat dengan orang tua kandungnya dan perbuatan memasukkan anak angkat
tersebut kedalam kekerabatan keluarga yang mengangkatnya. Perbuatan tersebut akan
mengakibatkan pengalihan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban.15

E. Hak dan Kewajiban Dalam Pengangkatan Anak

Hak dan Kewajiban Anak Angkat Memelihara Orang Tua Angkat Perlindungan
terhadap anak di Indonesia termasuk anak angkat bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, dan berkembang dan berpartisipasi secara
optimal secara harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia
dan sejahtera.

14
Pasal 3 Ayat (1), Permen Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak
15
I Ngurah Primayuda Bawananta, dkk, Pengangkatan Anak Dan Akibat Hukumnya Menurut Hukum Perdata Dan
Hukum Adat Bali (Studi Kasus Di Banjar Gempinis Desa Dalang Kecamatan Selemadeg Timur Kabupaten Tabanan,
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Volume 5, Nomor 3, 2017, h.8.

8
Hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi, sesuai dengan ketentuan pasal 28 B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945.
Anak angkat dan anak lainnya pada umumnya adalah amanah yang dalamnya melekat
hak-hak sebagai anak yang perlu di hormati dan di junjung tinggi. Berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memiliki prinsip-
prinsip pokok hak anak sebagai berikut :
1.Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusia, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi (pasal 4 ).
2.Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri (pasal 7 ayat 1).
3.Suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh berkembang anak, atau anak
dalam keadaan terlantar, maka anak berhak untuk diasuh dan diangkat sebagai anak
asuh atau anak angkat oleh orang lain (pasal 7 ayat 2).
4.Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasanya sesuai dengan minat dan bakatnya
(pasal 9 ayat 1).
5.Setiap anak selama pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan.
a. Diskriminasi
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
c. Penelantaran
d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan
e. Ketidakadilan dan
f. Perlakuan salah lainnya. (pasal 13 ayat 1) Banyak hal-hal yang terjadi pada anak
baik itu kebaikan, kepribadian sikap dan tingkah lakunya. Setiap anak berhak
mengetahui siapa orang tuanya dalam arti asal usulnya, dimaksudkan untuk
menghindari terputusnya silsilah dan hubungan darah antara anak dan orang tua

9
kandungya, sedangkan hak untuk dibesarkan dan diasuhnya, dimaksudkan agar
anak dapat patuh dan menghormati orang tuanya.16

Kewajiban anak dalam memenuhi hak kedua orang tuanya yaitu ketika orang tua
menginginkan makanan, maka berilah makanan, ketika orang tua menginginkan
pakaian, maka berilah pakaian, ketika kedua orang tua menginginkan bantuan apa
saja, bantulah dia, memenuhi panggilan mereka, mematuhi segala perintahnya,
dengan catatan bukan perintah maksiat atau mengatakan kejelekan lain, merendahkan
diri di hadapan mereka dengan kasih sayang, ketika berbicara pakailah kata-kata yang
baik, lunak, lemah lembut, tidak kasar, tidak boleh memanggil nama kecilnya, ketika
berjalan harus dibelakangnya, senang kepada keduanya, sebagaimana senang kepada
dirinya sendiri dan memohon ampun untuk keduanya serta memohon rahmat kepada
Allah SWT.17
Menurut Soerojo Wignyodipoero, memberikan pendapat bahwa:18 “Anak angkat
sebagai keturunan (anggota keluarga) mempunyai hak dan kewajiban tertentu yang
berhubung dengan kedudukan dalam keluarga yang bersangkutan, boleh ikut
mengambil nama keluarga, boleh ikut dan berhak atas bagian kekayaan keluarga,
wajib saling pelihara, bantu membantu, dapat saling mewakili dalam melakukan
perbuatan dengan pihak keluarga”.
Berdasarkan Pasal 19 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
menjelaskan sebagai berikut :
1. Menghormati orang tua, wali dan guru
2. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman
3. Mencintai tanah air, bangsa dan negara
4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya
5. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

16
Penjelasan Pasal 7 Undang-Undang No.23 tahun 2002
17
Syahri Ramadhan, Jurnal Ilmiah Tinjauan Yuridis Terhadap Hak dan Kewajiban Anak dan Orang Tua Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum, Universitas Mataram, hal. 5-6
18
I Wayan Mardiana, Tesis Berjudul Pemutusan Hubungan Hukum Anak Angkat Oleh Orang Tua Angkatnya
Menurut Hukum Adat Bali, Semarang, Magister Kenotariatan UNDIP, 2003, hal.37

10
Para orang tua dituntut untuk bisa mempertanggungjawabkan apa sudah
diamanahkan dari Allah SWT. Orang tua juga mempunyai kewajiban dan hak kepada
anak tapi anak juga mempunyai kewajiban dan hak kepada orang tua.
Dalam Pasal 26 ayat (1) UU 35/2014 dijelaskan bahwa orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk:
1. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
2. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
3. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; serta
4. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
F. Deklarasi Pengangkatan Anak

The Deklarasi Hak Anak , kadang-kadang dikenal sebagai Jenewa Deklarasi Hak
Anak, merupakan Dokumen internasional mempromosikan hak-hak Anak, dirancang
Oleh Eglantyne Jebb Dan diadopsi Oleh Liga Bangsa-Bangsa PADA Tahun 1924, Dan
diadopsi hearts Bentuk diperpanjang Oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa PADA tahun
1959.

Deklerasi Hak Anak (26 November 1924)

The League of Nations atau Liga Bangsa-Bangsa mengadopsi Geneva Declaration


of the Rights of the Child yang disusun oleh Eglantyne Jebb, pendiri organisasi Save the
Children Fund. Deklarasi ini mengumandangkan bahwa semua orang bertanggung jawab
atas hak-hak anak, antara lain dalam menyediakan sarana untuk pengembangan mereka,
bantuan khusus pada saat dibutuhkan, kebebasan ekonomi dan perlindungan dari
eksploitasi, serta pengasuhan yang menanamkan kesadaran dan tugas sosial. Deklarasi ini
menjadi cikal bakal penegakan Hak Anak.Teks dokumenter yang diterbitkan oleh
International Save the Children Union di Jenewa pada 23 Februari 1923 adalah sebagai
berikut:

1. Anak harus diberi sarana yang diperlukan untuk perkembangan normalnya, baik
secara material maupun spiritual.

11
2. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak yang
terbelakang harus ditolong, anak yang nakal harus diambil kembali, dan anak yatim
piatu dan anak yatim piatu harus ditampung dan disusul.

3. Anak itu harus menjadi yang pertama menerima kelegaan pada saat kesusahan.

4. Anak harus ditempatkan pada posisi untuk mencari nafkah, dan harus dilindungi dari
setiap bentuk eksploitasi.

5. Anak harus dibesarkan dalam kesadaran bahwa bakatnya harus mengabdi untuk
melayani sesamanya.

Teks ini disahkan oleh Majelis UmumLiga Bangsa-Bangsapada tanggal 26


November 1924 sebagai Piagam Kesejahteraan Anak Dunia, dan merupakan dokumen
hak asasi manusia pertama yang disetujui oleh lembaga antar-pemerintah.19 Hal itu
ditegaskan kembali oleh Liga pada tahun 1934. Para Kepala Negara dan Pemerintahan
untuk memasukkan prinsip-prinsipnya dalam undangan-undangan domestik. Di Prancis,
itu diperintahkan untuk dipajang di setiap sekolah.20

Sejarah Deklarasi

Setelah mempertimbangkan sejumlah opsi, termasuk rancangan deklarasi yang


sama sekali baru, Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1946 memutuskan untuk
mengadopsi dokumen tersebut, dalam versi yang jauh lebih luas, sebagai pernyataannya
sendiri tentang hak-hak anak. Banyak pemerintah yang berbeda terlibat dalam proses
penyusunan. Sebuah versi yang sedikit diperluas, dengan tujuh poin menggantikan lima,
diadopsi pada tahun 1948.21Kemudian pada 20 November 1959, Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi Deklarasi Hak-Hak Anak, berdasarkan struktur
dan isi 1924 asli, dengan sepuluh prinsip. Resolusi yang menyertai, diusulkan oleh
delegasi Afghanistan, meminta pemerintah untuk mengakui hak-hak ini, mengupayakan
penerimaannya, dan mempublikasikan dokumen tersebut seluas mungkin.22

19
Trevor Buck,Hukum Internasional,(Routledge,2014),hlm.89.
20
Geraldine Van Buaren,Hukum Internasional tentang Hak Anak,(Martinus Nijhoff,1998),hlm.9.
21
Sharon Detrick, JE Doek, Nigel Cantwell, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak: Panduan
untuk"Travaux Préparatoires" (Martinus Nijhoff Publishers, 1992) ,hlm.19.
22
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa,Deklerasi Hak Anak 20 November 1959(Res,1386)

12
Tanggal ini telah diadopsi sebagai Hari Anak Sedunia . Di Brazil, Rede Globo
dan UNICEF sebagai Criança Esperança diluncurkan pada 28 Desember 1986. Deklarasi
Hak Anak bertema amal. Pertunjukan amal maraton anak-anak Criança Esperança, yang
diselenggarakan oleh Renato Aragão (dari " Os Trapalhões ".Deklarasi ini diikuti pada
tahun 1989 oleh Konvensi Hak Anak , yang diadopsi oleh Sidang Umum PBB, diadopsi
dan dibuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan disetujui oleh resolusi Sidang Umum
44/25 tanggal 20 November 1989; mulai berlaku 2 September 1990, sesuai dengan pasal
49.

20 November 1959

Majelis Umum PBB dalam Sidang ke-841, mengadopsi Deklarasi Hak Anak.
Deklarasi yang diadopsi Majelis Umum PBB ini mempunyai 10 asas demi melindungi
hak-hak anak seperti hak atas pendidikan, lingkungan yang suportif, serta hak atas
jaminan kesehatan.

11 Desember 1946

Majelis Umum PBB membentuk UNICEF sebagai badan internasional yang


mengelola dana bagi anak-anak di seluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang.
Misi utama UNICEF untuk membela hak-hak anak. UNICEF percaya anak-anak
mempunyai hak sama untuk tumbuh di lingkungan yang aman dan inklusif.

G. Konvensi Hak Anak

PBB mengesahkan Konvensi Hak-hak Anak (Convention On The Rights of The


Child) untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan menegakkan hak-hak anak di
seluruh dunia pada tanggal 20 Nopember 1989 dan mulai mempunyai kekuatan memaksa
(entered in to force) pada tanggal 2 September 1990.23 Konvensi ini telah diratifikasi oleh
semua negara di dunia, kecuali Somalia dan Amerika Serikat. Indonesia telah
meratifikasi Konvensi Hak Anak ini dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996

Konvensi Hak-hak Anak terdiri dari 54 pasal yang terbagi dalam 4 bagian, yaitu :

1.Mukadimah, yang berisi konteks Konvensi Hak-hak Anak.

23
Majelis Umum United Nation,Convention on the rights of child,(Prancis:Intendh,1989)

13
2.Bagian Satu (Pasal 1-41), yang mengatur hak-hak anak.

3.Bagian Dua (Pasal 42-45), yang mengatur masalah pemantauan dan pelaksanaan
Konvensi Hak-hak Anak.

4.Bagian Tiga (Pasal 46-54), yang mengatur masalah pemberlakuan konvensi.

Konvensi Hak-hak Anak mempunyai 2 protokol opsional, yaitu :

1.Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Keterlibatan Anak Dalam


Konflik Bersenjata (telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang Nomor 9
Tahun 2012).

2.Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak
dan Pornografi Anak (Indonesia telah meratifikasi protokol opsional ini dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 2012).

Konvensi Hak-hak Anak berisi 8 kluster, yaitu:24

Kluster I : Langkah-langkah Implementasi

Kluster II : Definisi Anak

Kluster III : Prinsip-prinsip Hukum KHA

Kluster IV : Hak Sipil dan Kebebasan

Kluster V : Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif

Kluster VI : Kesehatan dsn Kesejahteraan Dasar

Kluster VII : Pendidikan, Waktu Luang dan Kegiatan Budaya

Kluster VIII : Langkah-langkah Perlindungan Khusus

24
Supriyadi W.Eddyono,Pengantar Konvensi Hak Anak,(Jakrata:Lembaga studi dan Advokasi
Masyarakat,2020),hlm.2.

14
Hak-hak anak menurut Konvensi Hak-hak Anak dikelompokkan dalam 4
kategori, yaitu :

1.Hak Kelangsungan Hidup, hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak
memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya.

2.Hak Perlindungan, perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi, kekerasan dan


keterlantaran.

3.Hak Tumbuh Kembang, hak memperoleh pendidikan dan hak mencapai standar hidup
yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.

4.Hak Berpartisipasi, hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang
mempengaruhi anak.

Sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam meratifikasi Konvensi Hak-hak


Anak, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak pada tanggal 22 Oktober 2002 yang secara keseluruhan,
materi pokok dalam undang-undang tersebut memuat ketentuan dan prinsip-prinsip
Konvensi Hak-hak Anak. Bahkan sebelum Konvensi Hak-hak Anak disahkan,
Pemerintah telah mengesahkan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang
Kesejahteraan Anak.

Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 telah diperluas pengertian anak,


yaitu bukan hanya seseorang yang berusia dibawah 18 tahun, seperti yang tersebut dalam
Konvensi Hak-hak Anak, tapi termasuk juga anak yang masih dalam kandungan. Begitu
juga tentang hak anak, dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 terdapat 31 hak
anak. Setelah meratifikasi Konvensi hak-hak Anak, negara mempunyai konsekuensi :

1.Mensosialisasikan Konvensi Hak-hak Anak kepada anak.

2.Membuat aturan hukum nasional mengenai hak-hak anak.

3.Membuat laporan periodik mengenai implementasi Konvensi Hak-hak Anak setiap 5


tahun.

15
Peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan Konvensi Hak-hak Anak,
diantaranya ;

-Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;

-Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO 138 tentang
Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja;

-Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;

-Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO 182 tentang
Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
untuk Anak;

-Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentan Perlindungan Anak;

-Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

-Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

-Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah


Tangga;

-Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

-Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Perdagangan Orang;

-Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

-Keppres Nomor 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan


Eksploitasi Seksual Komersial Anak (RAN-PESKA)

Memang disadari, dengan adanya Konvensi Hak-hak Anak tidak dengan serta
merta merubah situasi dan kondisi anak-anak di seluruh dunia. Namun setidaknya ada
acuan yang dapat digunakan untuk melakukan advokasi bagi perubahan dan mendorong
lahirnya peraturan perundangan, kebijakan ataupun program yang lebih responsif anak.

16
H. Peraturan Terkait Pengangkatan Anak Serta Permasalahannya

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan


anak yang harus diperhatikan dalam adopsi yaitu agar pengangkatan anak tidak sampai
memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
Dimana orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal
usul si anak dan siapa orang tua kandung si anak. Dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang pengangkatan anak dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan perundang- 18 undangan Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak yang berlaku dan dapat mencengah terjadinya penyimpangan
yang pada akhirnya dapat melindungi dan meningkatkan kesejahteraan anak demi masa
depan dan kepentingan terbaik bagi anak.25Prosedur pengangkatan anak antar WNI ini
berdasarkan ketentuan PP No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak,
yaitu meliputi:

1. Terhadap COTA (calon orang tua angkat) harus mengajukan permohonan adopsi
kepada kementrian sosial (dalam hal ini adalah Menteri Sosial) di wilayah setempat,
yang diajukan melalui yayasan atau organisasi sosial yang telah ditetapkan oleh
kementrian sosial;
2. Dilakukan verifikasi berupa wawancara kepada COTA oleh organisasi sosial terkait
syarat-syarat yang harus dilengkapi / dipenuhi dalam proses adopsi kepada CAA
(calon anak angkat);
3. Organisasi sosial tersebut menyeleksi dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam
adopsi;
4. Setelah persyaratan dinyatakan lengkap, maka petugas sosial akan berkunjung ke
rumah COTA, yang mana petugas sosial tersebut dapat dibantu oleh organisai /
yayasan sosial dalam wilayah setempat;
5. Kelengkapan berkas permohonan adopsi (pengangkatan anak) di atas diserahkan
kepada kantor wilayah kementerian sosial di wilayah setempat;
6. Kantor kementerian sosial kemudian mengeluarkan surat izin pengasuhan keluarga
kepada COTA dalam jangka waktu selama 6 (enam) bulan;
25
Pagar, Himpunan Peraturan Perundangan-undangan Peradilan Agama Di Indonesia PP No.54 tahun 2007,
Perdana Publishing, Medan, 2010. hlm. 430

17
7. Kantor kementerian sosial mengadakan penelitian bersama-sama dengan PIPA untuk
menelaah berkas permohonan adopsi (pengangkatan anak) sebagai dasar untuk
pemberian izin;
8. Kantor kementerian sosial mengambil sikap terhadap permohonan adopsi
(pengangkatan anak) yang telah diajukan, baik berupa pemberian surat izin atau
menolak permohonan tersebut, di mana surat izin atau penolakan diberikan kepada
organisasi sosial / yayasan yang mengajukannya;
9. Apabila permohonan adopsi (pengangkatan anak) telah disetujui, maka salinan surat
izin diserahkan kepada pengadilan negeri (PN) guna dikuatkan dengan adanya
penetapan dari hakim;
10. Salinan penetapan dari pengadilan negeri setempat tersebut, ditembuskan kepada
kementerian sosial pusat dan wilayah setempat

Permasalahan dalam mengangkat anak

1.Kesalahan ibu adalah:


A.Menelantarkan anak yang masih memerlukan perawatan. Karena ibu adalah
orang tua biologisnya, ibulah yang wajib merawat anak tersebut. Namun hal ini
tidak ibu lakukan. Perbuatan ini diancam berdasarkan Pasal 77B jo.
Pasal 76B Undang–Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU
35/2014”) dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 100 juta;
B.Merubah asal usul anak. Jika sampai anak memiliki akta kelahiran, pasti ada
keterangan yang tidak benar dalam pembuatan akta tersebut. Ini diancam
dalam Pasal 277 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) jo. Pasal
93 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan (“UU Adminduk”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU 24/2013”).
C.Memberikan keterangan yang tidak benar di hadapan pejabat negara

18
2.Kesalahan si pasutri jika sampai mengangkat anak adalah:
a.Merubah asal usul anak;
b.Memberikan keterangan yang tidak benar di hadapan pejabat negara.

19
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan
seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain
yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak
tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.Tata cara pengangkatan
anak atau diadopsi telah diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
perlindungan anak.Perbuatan tersebut akan mengakibatkan pengalihan dalam
pelaksanaan hak dan kewajiban.
Peraturan Terkait Pengangkatan Anak Serta Permasalahannya diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan
pengangkatan anak yang harus diperhatikan dalam adopsi yaitu agar
pengangkatan anak tidak sampai memutuskan hubungan darah antara anak yang
diangkat dengan orang tua kandungnya. Dimana orang tua angkat wajib
memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usul si anak dan siapa
orang tua kandung si anak.

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang


pengangkatan anak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang
berlaku dan dapat mencengah terjadinya penyimpangan yang pada akhirnya dapat
melindungi dan meningkatkan kesejahteraan anak demi masa depan dan
kepentingan terbaik bagi anak

20
DAFTAR PUSTAKA

Buaren, G. V. (Inggris). Hukum Internasional tentang Hak Anak. 1998: Martinus Nijhoff.

Hadikusuma, H. (1997). Hukum Perkawinan Adat. Bandung: PT.Alumni.

I Ngurah Primayuda Bawananta, d. (Jakarta). Pengangkatan Anak Dan Akibat Hukumnya. 2017: Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan.

Majelis Umum PBB(Res, 1. (1959). Deklarasi Hak Anak. Jerman: KNL.

Mardianal, I. W. (2003). Pemutusan Hubungan Hukum Anak Angkat Oleh Orang Tua Angkatnya Menurut
Hukum Adat . Semarang: Magister Kenotariatan UNDIP.

Nation, M. U. (1989). Convention on the rights of child. Pranciss: Intendh.

Pagar. (2010). Himpunan Peraturan Perundangan-undangan Peradilan Agama Di Indonesia PP No.54


tahun 2007. Medan: Perdana Publishing.

Pasal 3 Ayat (1), Permen Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan

Pasal 4, Permen Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak

Pasal 7, Permen Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak

Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

Undang-Undang. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 39 Ayat 1

Ramadhan, S. (2007). Tinjauan Yuridis Terhadap Hak dan Kewajiban Anak dan Orang Tua Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum. Mataram: Universitas Mataram.

Sasmiar. (2012). Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Peraturan Pemerintah No.54 Tahun
2007 Tentang Pengangkatan Anak. Jakarta: Jurnal Hukum.

Sharon Detrick, J. D. (1992). Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak. Belanda: Martinus
Niijhoff.

Siregar, B. (1986). Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Wanita. Yogyakarta: Pusat Studi Kriminologi
F.H.UII.

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 1979 jo. No 6. Tahun 1983

Undang-Undang. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 39 Ayat 1

W.Eddyono, S. (2006). Pengantar Konvensi Hak Anak. Jakarta: Lembaga studi dan Advokasi .

21

Anda mungkin juga menyukai