PENGANGKATAN ANAK
Disusun Oleh
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi ALLAH SWT yang telah memberikan kesehatan dan melimpahkan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tak lupa pula sholawat serta salam kita
hanturkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah yang penuh kebodohan ke zaman yang kita rasakan saat ini yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Ucapan terimakasih untuk dosen pengampu mata kuliah Hukum Perlindungan Anak dan
Perempuan yang kami hormati,Hj.Rosdiana M.A.Dengan disusunnya makalah yang berjudul
“Pengangkatan Anak”,Semoga kita dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
mengenai hal tersebut.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka
segala kritik dan saran untuk membangun para pembaca sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan menjadi
referensi ataupun tambahan materi pembelajaran bagi kita semua. Terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
C. Tujuan ............................................................................................................................. 2
A.Kesimpulan………………………………………………………………………..............20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tetapi tidak semua keluarga dapat menikmati rasanya membesarkan seorang anak
seperti keluarga lainnya. Di beberapa keluarga, atas kekuasaan Tuhan, dimana kehendak
memperoleh anak meskipun telah bertahun-tahun menikah tak kunjung dikaruniai,
sedangkan keinginan untuk mempunyai anak sangatlah besar. Maka akibatnya, keturunan
dari keluarga tersebut akan terancam punah dan putus bila tidak ada yang meneruskan
silsilah keluarga dan kerabat keluarga.
B. Rumusan Masalah
1
C.Obyek dan Subyek Pengangkatan Anak
C. Tujuan
Tujuan dari penyusuan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih
Jinayat II, adapun tujuan yang lainnya sebagai berikut :
D. Manfaat
1.Manfaat teoritis, secara teoritis makalah ini diharapkan mampu memberikan
pengetahuan serta pemahaman kepada para pembaca.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Bismar Siregar, Telaah Tentang Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Wanita, (Yogyakarta: Pusat Studi
Kriminologi F.H.UII,1986), Hal. 3, lihat juga dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 angka 9
2
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak
3
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak
4
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, (Bandung, Alumni,1997), halaman 149.
3
sistem kekeluargaan yang berlaku pada daerah-daerah tersebut begitu juga dengan tata
cara pengangkatannya disesuaikan dengan masing-masing daerah.
Menurut Surojo Wignjodipuro memberikan batasan dalam pengangkatan anak:
“Adopsi (mengangkat anak), adalah suatu perbuatan pengambilan anak orang lain
kedalam keluarga sendiri sedemikian rupa sehingga antara orang yang memungut anak
dan anak yang dipungut timbul suatu hukum kekeluargaan yang sama, seperti yang ada
antara orang tua dengan anak kandungnya sendiri”.
Dalam hukum Islam, menurut syeikh Mahmud syaltut ada dua pengertian yang
berbeda mengenai anak angkat, yaitu pertama, at-Tabanni adalah seseorang mengangkat
anak, diketahui bahwa anak itu termasuk anak orang lain, kemudian diperlakukan seperti
anak kandung tanpa dibeda-bedakan, meskupun demikian tidak menganggap sebagai
anak kandung, karena itu ia tidak dapat disamakan statusnya dengan anak kandung.
Bentuk pengangkatan yang kedua, at-Tabanni adalah seseorang yang tidak memiliki
anak, kemudian menjadikan anak orang lain sebagai anak kandung yang sah sehingga
disamakan statusnya seperti anak kandung dan berhak menjadi ahli waris serta
memperoleh warisan sebagaimana anak kandung5. Definisi pengangkatan anak yang
pertama dengan yang kedua jelas berbeda, definisi yang kedua menggambarkan
pengangkatan anak sebagaimana yang terjadi pada zaman jahiliyah dan pengangkatan
anak yang dikenal pada masyarakat Tionghoa yang mempersamakan status anak seperti
anak kandung dan memutuskan hubungan darah dengan orang tua kandungnya.
B. Bentuk Perwujudan Pengangakatan Anak
Pengangkatan anak atau adopsi secara legal adalah mengambil anak orang lain
melalui prosedur yang diterapkan dan diberlakukan seperti memperlakukan anak sendiri
dalam hal kasih sayang, nafkah sehari-hari pendidikan dan lain-lain, tanpa harus
menyamakan sebagai anak kandung.
Tata cara pengangkatan anak atau diadopsi telah diatur dalam Undang-Undang
No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang perlindungan anak yang telah didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 54
Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak yang dijelaskan lebih rinci dalam
5
Sasmiar, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Peraturan Pemerintah No.54 Tahun 2007 Tentang
Pengangkatan Anak, Jurnal Hukum, hal 4
4
Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 Tentang persyaratan pengangkatan
anak.
Dalam peraturan tersebut menyebutkan bahwa pengangkatan anak hanya dapat
dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak, dan tidak boleh memutus hubungan darah
antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Adapun jenis-jenis dari
pengangkatan anak menurut Pasal 7 Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 terdiri
atas6:
1) Pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia;
2) Pengangkatan anak antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara
Asing.
6
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
7
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
5
Warga Negara Indonesia. Yang mana pengangkatan anak tersebut dapat dilakukan
melalui putusan pengadilan8.
Yang menjadi objek merupakan CAA (Calon Anak Angkat) dimana terdpat dalam
beberapa pasal mengenai syarat-syarat yang menjadi CAA. Salah satunya dalam Pasal 4,
Syarat material calon anak yang dapat diangkat meliputi:
a) anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun;
b) merupakan anak terlantar atau diterlantarkan;
c) berada dalam asuhan keluarga atau dalam Lembaga Pengasuhan Anak; dan
d) memerlukan perlindungan khusus.
Pasal10
8
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak
9
Pasal 7, Permen Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak
10
Pasal 4, Permen Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak
6
D. Tujuan,Sebab dan Akibat Pengangkatan Anak
Tujuan Pengangkatan Anak
11
Undang-Undang. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 39 Ayat 1
12
Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
13
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 1979 jo. No 6. Tahun 1983
7
tahun 1983, tidak melarang pengangkatan anak terhadap perempuan, karena
pengangkatan anak (perempuan) telah menjadi kebutuhan bagi semua masyarakat
Indonesia, termasuk masyarakat Tionghoa.
Hal tersebut tercermin dalam SEMA No. 2 tahun 1979, Romawi I (satu) butir ke
tiga dengan Romawi II butir ke tiga SEMA No. 6 tahun 1983, yang berbunyi:
“Semula digolongkan penduduk Tionghoa (Staatblad 1971 No. 129) hanya dikenal
adopsi terhadap anak laki-laki, tetapi setelah yurisprudensi tetap menyatakan sah pula
pengangkatan anak perempuan”.
Dalam Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor : 110 / Huk /2009
Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak, Pasal 3 dikatakan bahwa tujuan dari
pengangkatan anak adalah untuk kepentingan terbaik bagi anak untuk mewujudkan
kesejahteraan dan perlindungan anak yang dilaksanakan berdasarkan adat kebiasaan
setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.14
pengaturan pengangkatan anak bukan sekedar diperlukan untuk member kepastian
dan kejelasan mengenai pengangkatan anak, tetapi dibutuhkan ntuk menjami kepentingan
calon anak angkat, jaminan atas kepastian, keamanan, keselamatan, pemeliharaan dan
pertumbuhan anak angkat, sehingga pengangkatan anak memberikan peluang pada anak
untuk hidup lebih sejahtera.
Hak dan Kewajiban Anak Angkat Memelihara Orang Tua Angkat Perlindungan
terhadap anak di Indonesia termasuk anak angkat bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, dan berkembang dan berpartisipasi secara
optimal secara harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak yang berkualitas, berakhlak mulia
dan sejahtera.
14
Pasal 3 Ayat (1), Permen Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak
15
I Ngurah Primayuda Bawananta, dkk, Pengangkatan Anak Dan Akibat Hukumnya Menurut Hukum Perdata Dan
Hukum Adat Bali (Studi Kasus Di Banjar Gempinis Desa Dalang Kecamatan Selemadeg Timur Kabupaten Tabanan,
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, Volume 5, Nomor 3, 2017, h.8.
8
Hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi, sesuai dengan ketentuan pasal 28 B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945.
Anak angkat dan anak lainnya pada umumnya adalah amanah yang dalamnya melekat
hak-hak sebagai anak yang perlu di hormati dan di junjung tinggi. Berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memiliki prinsip-
prinsip pokok hak anak sebagai berikut :
1.Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusia, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi (pasal 4 ).
2.Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri (pasal 7 ayat 1).
3.Suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh berkembang anak, atau anak
dalam keadaan terlantar, maka anak berhak untuk diasuh dan diangkat sebagai anak
asuh atau anak angkat oleh orang lain (pasal 7 ayat 2).
4.Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasanya sesuai dengan minat dan bakatnya
(pasal 9 ayat 1).
5.Setiap anak selama pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan.
a. Diskriminasi
b. Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual
c. Penelantaran
d. Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan
e. Ketidakadilan dan
f. Perlakuan salah lainnya. (pasal 13 ayat 1) Banyak hal-hal yang terjadi pada anak
baik itu kebaikan, kepribadian sikap dan tingkah lakunya. Setiap anak berhak
mengetahui siapa orang tuanya dalam arti asal usulnya, dimaksudkan untuk
menghindari terputusnya silsilah dan hubungan darah antara anak dan orang tua
9
kandungya, sedangkan hak untuk dibesarkan dan diasuhnya, dimaksudkan agar
anak dapat patuh dan menghormati orang tuanya.16
Kewajiban anak dalam memenuhi hak kedua orang tuanya yaitu ketika orang tua
menginginkan makanan, maka berilah makanan, ketika orang tua menginginkan
pakaian, maka berilah pakaian, ketika kedua orang tua menginginkan bantuan apa
saja, bantulah dia, memenuhi panggilan mereka, mematuhi segala perintahnya,
dengan catatan bukan perintah maksiat atau mengatakan kejelekan lain, merendahkan
diri di hadapan mereka dengan kasih sayang, ketika berbicara pakailah kata-kata yang
baik, lunak, lemah lembut, tidak kasar, tidak boleh memanggil nama kecilnya, ketika
berjalan harus dibelakangnya, senang kepada keduanya, sebagaimana senang kepada
dirinya sendiri dan memohon ampun untuk keduanya serta memohon rahmat kepada
Allah SWT.17
Menurut Soerojo Wignyodipoero, memberikan pendapat bahwa:18 “Anak angkat
sebagai keturunan (anggota keluarga) mempunyai hak dan kewajiban tertentu yang
berhubung dengan kedudukan dalam keluarga yang bersangkutan, boleh ikut
mengambil nama keluarga, boleh ikut dan berhak atas bagian kekayaan keluarga,
wajib saling pelihara, bantu membantu, dapat saling mewakili dalam melakukan
perbuatan dengan pihak keluarga”.
Berdasarkan Pasal 19 huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
menjelaskan sebagai berikut :
1. Menghormati orang tua, wali dan guru
2. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman
3. Mencintai tanah air, bangsa dan negara
4. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya
5. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
16
Penjelasan Pasal 7 Undang-Undang No.23 tahun 2002
17
Syahri Ramadhan, Jurnal Ilmiah Tinjauan Yuridis Terhadap Hak dan Kewajiban Anak dan Orang Tua Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum, Universitas Mataram, hal. 5-6
18
I Wayan Mardiana, Tesis Berjudul Pemutusan Hubungan Hukum Anak Angkat Oleh Orang Tua Angkatnya
Menurut Hukum Adat Bali, Semarang, Magister Kenotariatan UNDIP, 2003, hal.37
10
Para orang tua dituntut untuk bisa mempertanggungjawabkan apa sudah
diamanahkan dari Allah SWT. Orang tua juga mempunyai kewajiban dan hak kepada
anak tapi anak juga mempunyai kewajiban dan hak kepada orang tua.
Dalam Pasal 26 ayat (1) UU 35/2014 dijelaskan bahwa orang tua berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk:
1. Mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak;
2. Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya;
3. Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak; serta
4. Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
F. Deklarasi Pengangkatan Anak
The Deklarasi Hak Anak , kadang-kadang dikenal sebagai Jenewa Deklarasi Hak
Anak, merupakan Dokumen internasional mempromosikan hak-hak Anak, dirancang
Oleh Eglantyne Jebb Dan diadopsi Oleh Liga Bangsa-Bangsa PADA Tahun 1924, Dan
diadopsi hearts Bentuk diperpanjang Oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa PADA tahun
1959.
1. Anak harus diberi sarana yang diperlukan untuk perkembangan normalnya, baik
secara material maupun spiritual.
11
2. Anak yang lapar harus diberi makan, anak yang sakit harus dirawat, anak yang
terbelakang harus ditolong, anak yang nakal harus diambil kembali, dan anak yatim
piatu dan anak yatim piatu harus ditampung dan disusul.
3. Anak itu harus menjadi yang pertama menerima kelegaan pada saat kesusahan.
4. Anak harus ditempatkan pada posisi untuk mencari nafkah, dan harus dilindungi dari
setiap bentuk eksploitasi.
5. Anak harus dibesarkan dalam kesadaran bahwa bakatnya harus mengabdi untuk
melayani sesamanya.
Sejarah Deklarasi
19
Trevor Buck,Hukum Internasional,(Routledge,2014),hlm.89.
20
Geraldine Van Buaren,Hukum Internasional tentang Hak Anak,(Martinus Nijhoff,1998),hlm.9.
21
Sharon Detrick, JE Doek, Nigel Cantwell, Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak: Panduan
untuk"Travaux Préparatoires" (Martinus Nijhoff Publishers, 1992) ,hlm.19.
22
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa,Deklerasi Hak Anak 20 November 1959(Res,1386)
12
Tanggal ini telah diadopsi sebagai Hari Anak Sedunia . Di Brazil, Rede Globo
dan UNICEF sebagai Criança Esperança diluncurkan pada 28 Desember 1986. Deklarasi
Hak Anak bertema amal. Pertunjukan amal maraton anak-anak Criança Esperança, yang
diselenggarakan oleh Renato Aragão (dari " Os Trapalhões ".Deklarasi ini diikuti pada
tahun 1989 oleh Konvensi Hak Anak , yang diadopsi oleh Sidang Umum PBB, diadopsi
dan dibuka untuk ditandatangani, diratifikasi dan disetujui oleh resolusi Sidang Umum
44/25 tanggal 20 November 1989; mulai berlaku 2 September 1990, sesuai dengan pasal
49.
20 November 1959
Majelis Umum PBB dalam Sidang ke-841, mengadopsi Deklarasi Hak Anak.
Deklarasi yang diadopsi Majelis Umum PBB ini mempunyai 10 asas demi melindungi
hak-hak anak seperti hak atas pendidikan, lingkungan yang suportif, serta hak atas
jaminan kesehatan.
11 Desember 1946
Konvensi Hak-hak Anak terdiri dari 54 pasal yang terbagi dalam 4 bagian, yaitu :
23
Majelis Umum United Nation,Convention on the rights of child,(Prancis:Intendh,1989)
13
2.Bagian Satu (Pasal 1-41), yang mengatur hak-hak anak.
3.Bagian Dua (Pasal 42-45), yang mengatur masalah pemantauan dan pelaksanaan
Konvensi Hak-hak Anak.
2.Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak
dan Pornografi Anak (Indonesia telah meratifikasi protokol opsional ini dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 2012).
24
Supriyadi W.Eddyono,Pengantar Konvensi Hak Anak,(Jakrata:Lembaga studi dan Advokasi
Masyarakat,2020),hlm.2.
14
Hak-hak anak menurut Konvensi Hak-hak Anak dikelompokkan dalam 4
kategori, yaitu :
1.Hak Kelangsungan Hidup, hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak
memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya.
3.Hak Tumbuh Kembang, hak memperoleh pendidikan dan hak mencapai standar hidup
yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.
4.Hak Berpartisipasi, hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang
mempengaruhi anak.
15
Peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan Konvensi Hak-hak Anak,
diantaranya ;
-Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO 138 tentang
Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja;
-Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO 182 tentang
Pelanggaran dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
untuk Anak;
Memang disadari, dengan adanya Konvensi Hak-hak Anak tidak dengan serta
merta merubah situasi dan kondisi anak-anak di seluruh dunia. Namun setidaknya ada
acuan yang dapat digunakan untuk melakukan advokasi bagi perubahan dan mendorong
lahirnya peraturan perundangan, kebijakan ataupun program yang lebih responsif anak.
16
H. Peraturan Terkait Pengangkatan Anak Serta Permasalahannya
1. Terhadap COTA (calon orang tua angkat) harus mengajukan permohonan adopsi
kepada kementrian sosial (dalam hal ini adalah Menteri Sosial) di wilayah setempat,
yang diajukan melalui yayasan atau organisasi sosial yang telah ditetapkan oleh
kementrian sosial;
2. Dilakukan verifikasi berupa wawancara kepada COTA oleh organisasi sosial terkait
syarat-syarat yang harus dilengkapi / dipenuhi dalam proses adopsi kepada CAA
(calon anak angkat);
3. Organisasi sosial tersebut menyeleksi dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam
adopsi;
4. Setelah persyaratan dinyatakan lengkap, maka petugas sosial akan berkunjung ke
rumah COTA, yang mana petugas sosial tersebut dapat dibantu oleh organisai /
yayasan sosial dalam wilayah setempat;
5. Kelengkapan berkas permohonan adopsi (pengangkatan anak) di atas diserahkan
kepada kantor wilayah kementerian sosial di wilayah setempat;
6. Kantor kementerian sosial kemudian mengeluarkan surat izin pengasuhan keluarga
kepada COTA dalam jangka waktu selama 6 (enam) bulan;
25
Pagar, Himpunan Peraturan Perundangan-undangan Peradilan Agama Di Indonesia PP No.54 tahun 2007,
Perdana Publishing, Medan, 2010. hlm. 430
17
7. Kantor kementerian sosial mengadakan penelitian bersama-sama dengan PIPA untuk
menelaah berkas permohonan adopsi (pengangkatan anak) sebagai dasar untuk
pemberian izin;
8. Kantor kementerian sosial mengambil sikap terhadap permohonan adopsi
(pengangkatan anak) yang telah diajukan, baik berupa pemberian surat izin atau
menolak permohonan tersebut, di mana surat izin atau penolakan diberikan kepada
organisasi sosial / yayasan yang mengajukannya;
9. Apabila permohonan adopsi (pengangkatan anak) telah disetujui, maka salinan surat
izin diserahkan kepada pengadilan negeri (PN) guna dikuatkan dengan adanya
penetapan dari hakim;
10. Salinan penetapan dari pengadilan negeri setempat tersebut, ditembuskan kepada
kementerian sosial pusat dan wilayah setempat
18
2.Kesalahan si pasutri jika sampai mengangkat anak adalah:
a.Merubah asal usul anak;
b.Memberikan keterangan yang tidak benar di hadapan pejabat negara.
19
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
pengangkatan anak adalah suatu perbuatan hukum yang mengalihkan
seorang anak dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain
yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak
tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat.Tata cara pengangkatan
anak atau diadopsi telah diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
perlindungan anak.Perbuatan tersebut akan mengakibatkan pengalihan dalam
pelaksanaan hak dan kewajiban.
Peraturan Terkait Pengangkatan Anak Serta Permasalahannya diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan
pengangkatan anak yang harus diperhatikan dalam adopsi yaitu agar
pengangkatan anak tidak sampai memutuskan hubungan darah antara anak yang
diangkat dengan orang tua kandungnya. Dimana orang tua angkat wajib
memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usul si anak dan siapa
orang tua kandung si anak.
20
DAFTAR PUSTAKA
Buaren, G. V. (Inggris). Hukum Internasional tentang Hak Anak. 1998: Martinus Nijhoff.
I Ngurah Primayuda Bawananta, d. (Jakarta). Pengangkatan Anak Dan Akibat Hukumnya. 2017: Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan.
Mardianal, I. W. (2003). Pemutusan Hubungan Hukum Anak Angkat Oleh Orang Tua Angkatnya Menurut
Hukum Adat . Semarang: Magister Kenotariatan UNDIP.
Pasal 3 Ayat (1), Permen Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan
Pasal 4, Permen Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak
Pasal 7, Permen Nomor: 110 / Huk /2009 Tentang Persyaratan Pengangkatan Anak
Ramadhan, S. (2007). Tinjauan Yuridis Terhadap Hak dan Kewajiban Anak dan Orang Tua Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Hukum. Mataram: Universitas Mataram.
Sasmiar. (2012). Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Hukum Islam Dan Peraturan Pemerintah No.54 Tahun
2007 Tentang Pengangkatan Anak. Jakarta: Jurnal Hukum.
Sharon Detrick, J. D. (1992). Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak. Belanda: Martinus
Niijhoff.
Siregar, B. (1986). Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Wanita. Yogyakarta: Pusat Studi Kriminologi
F.H.UII.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 1979 jo. No 6. Tahun 1983
W.Eddyono, S. (2006). Pengantar Konvensi Hak Anak. Jakarta: Lembaga studi dan Advokasi .
21