PENDAHULUAN
perkawinan merupakan sebuah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai pasangan suami istri yang memiliki tujuan untuk
Pasangan suami istri tentunya memiliki tujuan terhadap perkawinan yang mereka
jalani salah satunya ada memiliki keturunan atas perkawinan mereka. Begitu
istri akan berusaha untuk memperoleh keturunan dari darah daging mereka
sendiri. Namun sayangnya, tidak semua harapan dan impian manusia dapat
dicapai dengan mudah, ada banyak pasangan suami istri yang sudah menikah
bertahun-tahun juga belum memperoleh rezeki berupa keturunan oleh yang maha
pencipta. Menyikapi hal ini, tentunya menjadi salah satu masalah yang krusial
yang hadir ditengah keharmonisan keluarga sebagai salah satu bentuk harapan
adopsi menjadi salah satu langkah yang ditempuh oleh pasangan suami istri
sudah mereka bina. Tujuan dilakukannya adopsi atau pengangkatan anak ini
tentunya tidak terlepas dari tujuan untuk menjaga keutuhan dalam sebuah ikatan
pernikahan dan tentunya sebagai bentuk rasa kemanusiaan terhadap anak yang
tidak memiliki orang tua dan tidak memperoleh kasih sayang dari kedua orang tua
kandungnya.
Maraknya kasus perceraian serta tindakan poligami yang selama ini menjadi
masalah yang sangat dihindari oleh setiap pasangan suami istri juga salah satunya
dengan tidak adanya keturunan maka sebuah tujuan dalam perkawinan dan rumah
tangga tidak berhasil mereka capai. Oleh karena itu, hadirnya sebuah keturunan
atau yang selama ini disebut dengan “anak” atau “buah hati” merupakan sebuah
hal besar yang diharapkan dalam sebuah perkawinan dan rumah tangga untuk
anggota dalam keluarganya lengkap dengan ayah, ibu serta anak. Pada prinsipnya
kehadiran anak ialah sebuah anugerah besar dari sang maha pencipta dan
merupakan buah hati dari orang tuanya yang sangat berharga. Dengan
1
Soeryono Soekanto. 2001. Hukum Adat Indonesia. PT. Raja Grafindo. Jakarta. Hlm. 251
2
dilakukannya adopsi atau pengangkatan anak ini merupakan sebuah trobosan dan
salah satu yang dapat diupayakan oleh pasangan suami istri untuk menghadirkan
anak sampai anaknya tumbuh menjadi dewasa dan menjadi sosok yang mandiri,
kekeluargaan antara bapak dan ibu angkat disatu pihak dan anak angkat dilain
pihak.
Seorang pemikir islam yang disebut Ulama dari Negara Mesir mengutarakan
terkait pengangkatan anak dalam kedudukan mengadopsi anak orang lain yang
sendiri. Perlakuan yang dimaksudkan oleh ulama Mahmud Syaltut ini adalah
yang telah diadopsinya maka pengangkatan anak atau yang disebut adopsi ini
Adopsi anak oleh kalangan Arab sudah mejadi sebuah kebiasaan yang dilakukan
oleh masyarakat jauh sebelum Islam datang, hal ini disebut dengan Tabanni2yang
diartikan sebagai pengambilan anak. Pengambilan anak atau yang disebut adopsi
secara umum yang kemudian diberi status anak kandung, sehingga anak
angkatnya memiliki hak untuk menggunakan nasab orang tua angkatnya dan
memiliki hak untuk mewarisi harta sepeninggalan orang tua angkatnya serta hak
2
Muderis Zaini. 2002. Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum Cet ke-4. Sinar
Grafika. Jakarta. Hlm. 53.
3
Adopsi atau pengangkatan anak yang dilakukan di Indonesia telah menjadi sebuah
Dalam hal pengangkatan anak atau adopsi anak tentunya orang tua angkat harus
dalam hal penertiban praktik hukum pengangkatan anak yang hadir ditengah
masyarakat, selain hal merupakan sebuah bentuk ketertiban tentunya hal ini akan
memberikan sebuah kepastian hukum dikemudian hari bagi kedua belah pihak,
baik bagi orang tua angkat maupun bagi anak angkat. Proses adopsi anak dengan
Adopsi anak dalam rangka mensejahterakan kehidupan anak merupakan salah satu
karena anak memiliki hak untuk dilindungi baik oleh orang tua, masyarakat
maupun pemerintah. Implementasi adopsi anak atau pengangkatan anak saat ini
Tahun 2007 tentang Pelaksaan Pengangkatan Anak, oleh karena itu peraturan ini
dapat diterapkan dalam hal pengangkatan anak atau yang biasa dikenal dengan
3
Ahmad Kamil dan M. Fauzan. 2008. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di
Indonesia. PT. Raja Grafindo. Jakarta. Hlm. 12.
4
adopsi anak. Terlepas dari patuhnya kita sebagai masyarakat Indonesia untuk
mematuhi adanya peraturan di negara ini, maka adanya aturan ini tentu
merupakan langkah pasti yang diambil oleh pemerintah untuk mencegah adanya
Berdasarkan apa yang penulis jabarkan pada latar belakang ini, maka penulis
tertarik untuk mendalami regulasi ini yang kemudian akan penulis tuangkan
ISLAM”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini
adalah :
3. Apa akibat hukum yang timbul dengan adanya pengangkatan anak dalam
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian penelitian yaitu mengkaji bagaimana status hukum anak
angkat dalam perspektif hukum islam serta proses pengangkatan anak melalui
Pengadilan Agama dan akibat hukum yang timbul dengan adanya kedua hal
tersebut.
5
D. Tujuan dan Kegunaan Penulisan
1. Tujuan Penulisan
islam
Agama
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
b. Kegunaan Praktis
berdasarkan perspektif hukum islam serta sebagai salah satu syarat untuk
Muhammadiyah Metro
6
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan
hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya adalah kesepakatan
kepentingan masyarakat.4
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi tambahan informasi
Pada dasarnya proses pengangkatan anak atau yang biasa dikenal dengan adopsi
anak sudah diatur oleh pemerintah dan tertuang dalam Peraturan Pemerintah
2. Kerangka Konseptual
Konseptual terdiri dari kumpulan konsep yang di jadikan titik utama pengamatan.
4
Satjipto Raharjo. 2000. Ilmu Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm. 53.
7
ensiklopedia, kamus, dan fakta. Dalam penelitian ini konseptualnya adalah
sebagai berikut :
peralihan hak anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang
sah, maupun orang lain yang bertanggung jawab terhadap segala kebutuhan
Pengadilan.
b. Perspektif disebut juga dengan poin of view. Berdasarkan asal katanya, arti
perspektif global adalah cara pandang atau wawasan yang menyeluruh dan
d. Hukum islam atau syariah adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan pada
wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul. Hukum Islam mengatur tingkah laku
ekspresi perintah Tuhan bagi umat Islam. Dalam penerapannya, hukum Islam
8
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penulisan skripsi ini tersusun dari lima bab dengan
tujuan untuk mempermudah dalam memahami isinya. Berikut adalah rincian dari
sistemtika penulisannya :
I. PENDAHULUAN
Isi dalam bab ini adalah latar belakang masalah, selanjutnya permasalahan serta
ruang lingkup, sehingga dapat dimuat tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka
teori dan konseptual serta yang paling akhir adalah sistematika penulisan.
Memuat berbagai kajian serta konsep yang saling berkaitan yaitu tinjauan umum
hukum islam.
akan ditempuh oleh penulis dalam melakukan penelitian terdiri dari pendekatan
masalah, jenis dan sumber data, cara pengumpulan data-data dan pengolahan data-
Memuat hasil dari penelitian yang terdiri dari konsep pengangkatan anak dalam
akibat hukum yang timbul dengan pengangkatan anak dalam perspektif hukum
islam.
9
V. PENUTUP
Memuat kesimpulan umum berdasarkan dari hasil penelitian disertai dengan saran
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anak merupakan tunas dan generasi muda penerus cita bangsa yang mempunyai
peran strategis dalam kelangsungan presensi suatu bangsa, oleh karena itu anak
Adopsi anak atau yang biasa disebut dengan pengangkatan anak berasal dari kata
“adoptie” dalam bahasa Belanda atau “adoption” dalam bahasa inggris. Adopsi
anak yang dimaksudkan dalam hal ini ada pengangkatan anak untuk dijadikan dan
dapat ditarik kesimpulan bahwa anak angkat ialah anak orang lain yang diangkat
menjadi anak sendiri. Pada hal ini yang harus digaris bawahi adalah adanya
persamaan atas segala bentuk tindakan dan perlakuan seperti perlakuan terhadap
Mahmud Syaltut dalam buku yang disusun oleh Muderis Zaini dengan judul
lain:
11
Pertama, penyatuan pasangan suami istri terhadap anak yang diketahuinya bahwa
sebagaimana anak kandung pada umumnya dalam hal pemberian kasih sayang,
secara mutlak. Menurut syariat adat serta kabiasaan yang telah hadir dalam
sebagai orang lain kedalam keluarganya, yang tidak ada pertalian nasab kepada
dirinya, sebagai anak yang sah namun mempunyai hak dan ketentuan hukum
sebagai anak.5
“Pengantar dan Azas-azas Hukum Adat”, menjelaskan batasan antara lain “adopsi
atau yang biasa dikenal dengan mengangkat anak merupakan sebuah tindakan
sedemikian rupa, sehingga antara orang tua angkat dan anak memiliki hukum
5
Muderis Zaini. 1995. Adopsi, Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum. Sinar Grafika.
Jakarta. Hlm. 5-6.
12
kekeluargaan yang sama, seperti yang ada antara orang tua dan anak kandungnya
sendiri.6
Penjabaran mengenai anak angkat adalah anak orang lain yang diangkat oleh
pasangan suami istri yang terikat dalam perkawinan atau pernikahan untuk
selaras dengan hukum yang berlaku demi tercapainya tujuan rumah tangga atau
tua angkatnya. Orang tua angkat merupakan pihak yang diberikan kekuasaan
penjelasan bahwa pengangkatan hanya sah sifatnya, apabila diberikan oleh badan
angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga
orang tua wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
6
Ibid.
7
Soedharyo Soimin. 2004. Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak. Sinar Grafika,
Jakarta. Hlm. 14.
13
pendidikan dan membesarkan anak tersebut kedalam lingkungan keluarga orang
dilakukan dalam rangka kepentingan yang terbaik untuk anak serta dijalankan
tentunya tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan
orang tua kandungnya dan calon orang tua angkat haruslah seagama dengan
Dalam Pasal 5 Staasblad ini menuangkan aturan terkait siapa saja yang dapat
istri atau telah pernah beristri yang tak memiliki keturunan laki-laki yang
sebagai anaknya.
mengangkat anak ialah sepasang suami istri yang tidak memperoleh anak
laki-laki, seorang duda yang tidak memiliki anak laki-laki ataupun seorang
janda yang tidak memiliki anak laki-laki, asalkan janda yang bersangkutan
tidak ditinggalkan berupa amanah yaitu dengan adanya surat wasiat dari
Dalam hal ini tidak dituangkan secara detail terkait batasan usia untuk
mengadopsi anak.
Mengenai tata cara adopsi dalam staatblad dituangkan dalam Pasal 8 sampai
b. Apabila anak yang akan diadopsi memiliki orang tua yang masih
hidup maka harus dengan izin orang tua; apabila ayahnya sudah
meninggal dan ibunya sudah menikah lagi maka adopsi anak harus
8
Muderis Zaini. Op.Cit., Hlm.33.
15
atas izin dan kesepakatan dari walinya serta dari balai harta
c. Namun jika anak yang akan di adopsi tidak lahir dalam sebuah
orang tua yang mengakui sebagai anaknya, apabila anak tersebut tidak
ini harus atas izin dari walinya serta balai harta peninggalan.
pengadopsian ini juga harus atas dasar kesepakatan dari anak tersebut.
ini harus atas izin dari saudara laki-laki serta ayah dari almarhum
suaminya, namun jika tidak memiliki saudara laki-laki atau ayah yang
b. Memiliki
9
Ibid. Hlm.35.
16
c. Memiliki karateristik religius-magis yang erat kaitannya terhadap
d. Hukum adat diselimuti oleh pemikiran serta penataan yang serba konkrit.
e. Memiliki sifat yang visual, maksud dari visual disini adalah hubungan
Oleh akrena itu, khusus terhadap permasalahan adopsi anak pada masyarakat
Indonesia juga sudah pasti memiliki ciri kebersamaan antar berbagai daerah.10
Agama islam menganjurkan umatnya agar mengasuh anak milik orang lain
yang dianggap kurang mampu, kekurangan harta, terlantar atau bahkan tidak
memperoleh kasih sayang dari orang tuanya. Akan tetapi dalam pengasuhan
hubungan dan hak anak yang diasuhnya dengan orang tua kandungnya.
secara sukarela, yang mana tentunya selaras dengan anjuran Allah yang telah
dituangkan dalam kitab sucai Surat Al-Ahzab (33:4-5), yang pada intinya
10
Ibid. Hlm. 42-43.
17
B. Sejarah Pengangkatan Anak dalam Agama Islam
Pengadopsian Anak atau yang dikenal pengangkatan anak dalam islam sudah ada
Romawi dan lain sebagainya. Dalam lingkungan masyarakat arab pada masa
“Allah tidak menjadikan bagi seseorang dua hati dalam rongganya; dan Dia
tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak
menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu
mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak
(yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun,
Maha Penyayang”
Pada ayat yang tertuang diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu adanya
anak itu harusnya tidak memberikan perubahan terhadap status nasab seseorang,
karena Allah SWT sudah menuangkan dalam Al-Qur’an bahwa status nasab tidak
Sejarah kehidupan Rasulullah SAW pada saat sebelum kenabian, Rasulullah SAW
pernah menjalani ikatan pernikahan dengan Zainab binti Jahsy, mantan istri anak
angkatnya tersebut. Hal berikut ini bisa dijadikan sebagai justifikasi kebolehan
mantan istri dari anak angkat. Pada Al-Qur’an hal ini dituangkan dalam Al-Ahzab
pada ayat 37
“Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berkata kepada orang yang telah
diberi nikmat oleh Allah dan engkau (juga) telah memberi nikmat kepadanya,
menyembunyikan di dalam hatimu apa yang akan dinyatakan oleh Allah, dan
engkau takut kepada manusia, padahal Allah lebih berhak engkau takuti. Maka
19
ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya),
Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak ada keberatan bagi orang
pernikahan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW terhadap mantan istri dari
seperti anak kandungnya, melakukan pernikahan dengan mantan istri anak angkat
itu diizinkan, namun melakukan pernikahan dengan mantan istri anak kandung itu
anak yang diangkat dengan orang tua angkatnya. Tidak adanya larangan atas
perbuatan saling mengawini dan tetap tidak diperkenankan untuk saling mewarisi
inilah yang menjadi akibat dari tidak adanya kemahraman terhadap anak angkat.
kehidupan dengan tetap memperhatikan hak asasi anak yang sudah melekat saat
20
1. Perlindungan Keagamaan
dianut kedua orang tuanya sampai anak dapat menentukan pilihannya sendiri
terhadap agama yang akan dianutnya. Setiap orang bahkan negara dan
kepesehatan yang dimaksud dalam hal ini termasuk dalam upaya promotif,
preventif serta kuratif dan rehabilitative baik terhadap pelayanan yang berupa
Kewajiban dalam menjaga kesehatan serta merawat anak yang dilakukan oleh
orang tua dan keluarga ini sudah harus diimplementasikan sejak anak masih
dalam kandungan.
(Sembilan) tahun untuk setiap anak yang berada di Indonesia. Ketika orang
pendidikan kepada anak yang mana sudah selayaknya didapatkan anak maka
anak untuk mengenyam bangku pendidikan tanpa melihat asal muasal anak
dukungan dan support yang baik dari masyarakat untuk dapat berperan aktif
ini berupa dilarangnya kekerasan yang dilakukan oleh para pendidik serta
22
tindakan ini dapat dilakukan didalam lembagai ataupun diluar lembaga.
Lembaga ini juga tidak harus lembaga pemerintahan yang mana lembaga
kerjasama dengan berbagai pihak terkait untuk menunjang tercapainya hak ini
dan tentunya tidak terlepas dari pengawasan yang dilakukan oleh kementerian
sosial.
Situasi darurat dan mendesak dalam hal ini contohnya anak yang berhadapan
dengan hukum, anak yang terisolasi, anak yang berada dalam kelompok
minoritas, anak yang mengalami eksploitasi baik dalam hal ekonomi maupun
baik fisik maupun mental, anak korban penculikan, anak yang menderita
23
D. Hak dan Kewajiban Anak Adopsi
anak adopsi dalam rangka guna memberikan jaminan agar terpenuhinya hak setiap
anak untuk dapat hidup dan tumbuh kembang serta memberikan partisipasinya
mulia.
Anak kandung maupun anak adopsi serta anak-anak lain pada dasarnya
merupakan titipan dan karunia Tuhan maka dalam dirinya sudah melekat dan
memiliki hak sebagai mana hak anak dan memiliki harkat dan martabat
selayaknya manusia yang utuh. Hak ini lah yang harus dihormati dan
Pengertian hak dalam undang-undang adalah bagian dari hak asasi manusia yang
wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat,
Perlindungan Anak pada Pasal 1 angka 12. Hak ini termasuk karunia pemberian
dari Tuhan kepada setiap umatnya yang disebut juga hak kodratiah untuk
24
Anak pada Bab II yang dirinci dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 18, diantaranya
sebagai berikut:
1. Pasal 4
“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
2. Pasal 5
“Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status
kewarganegaraan”
3. Pasal 6
“Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir dan
berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan
orang tua atau wali”
4. Pasal 7
1) “Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan
diasuh oleh orang tuanya sendiri.”
2) “Dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin
tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak
tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat
oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.”
5. Pasal 8
“Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial”
6. Pasal 9
1) “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakat”
“Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan disatuan
pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang
dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, semua peserta
didik dan/atau pihak lain”
2) “Selain mendapatkan hak anak sebagaimana dimaksud dalam diatas,
anak penyandang disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar
biasa dan anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan
pendidikan khusus”
7. Pasal 10
“Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima,
mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan
kepatutan”
8. Pasal 11
“Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan anak sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan
minat, bangkat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri”
25
9. Pasal 12
“Setiap anak penyandang disabilitas berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan
sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial”
10. Pasal 13
“Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain
mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan:
1) diskriminasi;
2) eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
3) penelantaran;
4) kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
5) ketidakadilan; dan
6) perlakuan salah lainnya.”
“Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk
perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan
pemberatan hukuman.”
11. Pasal 14
“Setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali jika
ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa
pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir.”
“Dalam hal terjadi pemisahan sebagaimana dimaksud ayat (1),anak tetap
berhak:”
1) “Bertemu langsung dan berhubungan pribadi secata tetap dengan
kedua orang tuanya.”
2) “Mendapatkan pengasuhan, pemeliharaan, pendidikan, dan
perlindungan untuk proses tumbuh kembang dari kedua orang tuanya
sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.
3) Memperoleh pembiayaan hidup dari kedua orang tuanya.
4) Memperoleh hak anak lainnya”
12. Pasal 15
“Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
1) Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
2) Pelibatan dalam sengketa bersenjata;
3) Pelibatan dalam kerusuhan sosial;
4) Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur
5) kekerasan;
6) Pelibatan dalam peperangan;
7) Kejahatan seksual.”
13. Pasal 16
1) “Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,
penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.”
2) “Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum”
3) “Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya
dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat
dilakukan sebagai upaya terakhir.”
14. Pasal 17
1) “Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk:
26
a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya
dipisahkan dari orang dewasa;
b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif
dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan
c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak
yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.”
2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.
15. Pasal 18
“Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak
mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.”
Tidak semua anak dapat tumbuh dan berkembang didampingi orang tua
jalan terobosan untuk mereka anak yang tidak mempunyai orang tua kandung agar
dapat tumbuh dan berkembang layaknya anak pada umunya dengan tetap
diasuh oleh negara, orang atau badan lain.12 Terlepas dari hak-hak anak adopsi
seperti yang sudah penulis tuangkan diatas, maka selayaknya anak pada
12
Darwan Prinst. 2020. Hukum Anak Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Hlm.
94
27
E. Kedudukan Anak Adopsi
Sudah penulis tuangkan dalam tulisan diatas bahwasanya adanya adopsi anak atau
pengangkatan anak ini tidak dapat menghilangkan tali perkerabatan pada anak
adopsinya terhadap orang tua kandungnya. Pada dasarnya adopsi anak ini hanya
untuk memasukkan anak adopsi hadir ditengah kehidupan rumah tangga orang tua
angkatnya saja.13 Yang penulis tuangkan diatas juga berdasarkan atas Peraturan
antara anak yang diangkat dengan orang tua kandung” namun sayangnya dalam
kedudukan anak angkat dalam hal pewarisan dari orang tua angkatnya.
Selain hukum positif yang ada di Indonesia, Hukum Islam memberikan penjelasan
secara rinci bahwa anak angkat tidak memiliki kedudukan yang ssama dengan
anak kandung, oleh karena itu anak angkat dalam hukum islam tidak memiliki
hubungan hukum apapun. Hubungan hukum terhadap orang tua kandungnya tidak
terputus, bahkan anak angkat dinasabkan kepada ayah kandungnya dan dituliskan
dibelakang nama anak angkatnya. Hal ini tentunya merupakan suatu perbedaan
Selain hukum islam dan hukum positif, hukum adat menganut sistem patrilineal
pada prinsipnya pengabdosian anak hanya pada anak laki dalam rangka
13
H. Zaeni Asyhadie. 2020. Hukum Keluarga Menurut Hukum Positif di Indonesia. PT.
Raja Grafinfo Persada. Depok. Hlm. 270
14
Panca Ahmad Siburian. 2021. Tinjauan Yuridis Terhadap Pengangkatan Anak Menurut
Hukum Positif dan Hukum Adat Batak Karo. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara Medan. Hlm. 33
28
menjadikannya penerus keturunan yang memiliki kedudukan sama dengan anak
Kedudukan anak adopsi ini dapat dikaegorikan menjadi anak adopsi sebagai
penerus keturunan, anak adopsi adat yang diangkat karena perbikahan atau
penghormatan. Pada adat lampung anak adopsi menjadi tega tegi biasanya
diangkat dari anak yang masih memiliki tali kekerabatan dengan bapak
menikahkannya kepada anak gadis yang dimiliki bapak angkat tersebut disebut
nyentane pada adat bali serta anak adopsi itu menjadi sentane tarikan yang
diberikan hak dan kewajiban sama dengan anak kandung. Yang dimaksud anak
adopsi karena pernikahan ini terjadi disebabkan karena pernikahan antara suku.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah suatu sarana pokok dalam suatu pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, oleh sebab itu penelitian bertujuan untuk mengungkap
diterapkan harus sesuai dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya. Metode
suatu penelitian dan merupakan cara ilmiah untuk menganggapi berbagai fakta.15
A. Metodelogi Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, kecuali itu, juga
15
Zaunudin Ali. 2011. Metode Penelitian Hukum. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm. 17
16
Ibid. Hlm. 14.
30
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka metode yang digunakan adalah
B. Jenis Penelitian
Jenis metode yang digunakan yaitu penelitian hukum normatif, yaitu melalui
hukum perdata khususnya pada pengangkatan anak dalam perspektif hukum islam
C. Pendekatan Masalah
D. Sumber Data
1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai aturan hukum
17
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2009. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat Cet.11. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2009. Hlm. 13.
31
c. Undang-Undang Republik Inonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia;
Pengadilan Agama;
Perlindungan Anak;
terhadap bahan hukum primer dan sekunder misalnya seperti Kamus Besar
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dengan
cara studi pustaka yaitu mengkaji dari sumber-sumber hukum yang sudah ada dan
yang terkodifikasi. Studi pustaka dilakukan untuk mencari informasi dari sumber
32
data buku-buku, jurnal, mengkutip peraturan perundang-undangan, dan buku-
Setelah data-data yang diperlukan sudah memenuhi, maka pengolahan data yang
1. Pemeriksaan data, jika data yang terkumpul sudah dianggap benar, tidak
berlebihan, dan dirasa sudah cukup dan relevan dan dirasa sudah cukup
2. Rekonstruksi data, yaitu menyusun ulang data yang ada sehingga mudah
untuk dipahami.
F. Analisis Data
Berdasarkan tipe penelitian yang bersifat deskriptif, maka analisis data yang
Data yang didapat dalam penelitian ini akan diuraikan kedalam kalimat-kalimat
yang disusun secara sistematis, sehingga didapatkan gambaran secara umum dan
18
Zainuddin Ali. Op.cit. Hlm. 107.
33
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Andi Syamsu Alam dan M. Fauzan. 2008. Hukum Pengangkatan Anak Perspektif
Islam. Jakarta : Kencana.
Darwan Prinst. 2020. Hukum Anak Indonesia. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Muderis Zaini. 1995. Adopsi, Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum. Jakarta :
Sinar Grafika.
Muderis Zaini. 2002. Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum Cet ke-4.
Jakarta : Sinar Grafika.
Soeryono Soekanto. 2001. Hukum Adat Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. 2009. Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat Cet.11. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
34
Undang-Undang / Deklarasi :
Jurnal :
35