Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA TERHADAP BAYI


TABUNG DAN HAK KEWARISANNYA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu :
Bapak Muhyidin S.Ag., M.Ag., M.H.

Disusun oleh :
Nur Jauzaa’ Fithriyani
22020123120018
A23.2

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan
karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Perdata Terhadap Bayi Tabung dan Hak
Kewarisan nya” dengan cukup baik. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada
junjungan nabi Agung SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak


yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini terutama kepada Bapak Muhyidin,
S.Ag., M.Ag., M.H. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu pengetahuan,
keluarga, teman, dan juga semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam hal penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempura. Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun
orang-orang yang akan terlibat dalam makalah ini. Semoga orang-orang yang telah
memberikan bimbingan penulisan makalah ini, diberikan keberkahan oleh Allah SWT.

Semarang, 31 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................2

1.3 Tujuan...........................................................................................................................2

1.4 Manfaat........................................................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bayi Tabung .............................................................................................4

a. Jenis-Jenis Bayi Tabung .............................................................................. 5

b. Jenis-Jenis Proses Bayi Tabung .................................................................. 7

c. Proses Pembuahan Hasil Bayi Tabung .................................................................9

d. Efek Negatif Pada Bayi Tabung ........................................................................10

2.2 Hukum Bayi Tabung Menurut Hukum Islam .................................................. 11

a. Status Anak Yang Diperoleh Dari Proses Inseminasi ................................. 19

b. Analisis Bayi Tabung terhadap Maqasid as-Syari’ah dalam

Perspektif As-Syatbi .................................................................................. 21

2.2 Pandangan Hukum Positif Indonesia terhadap Inseminasi Bayi Tabung ........... 24

2.3 Hak kewarisan Anak Hasil Bayi Tabung Menurut Hukum Islam

dan Hukum Positif Indonesia .......................................................................... 26

BAB III KESIMPULAN .......................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memiliki buah hati merupakan sesuatu yang didambakan semua orang
pasangan suami istri yang telah mengatur kehidupannya bersama atas dasar
perkawinan. Kebahagiaan keluarga bisa hilang tanpa kehadiran seorang anak,
buah dari cinta suami-istri. Menurut penulis, kehadiran seorang anak dapat
memperjelas tujuan hidup sepasang suami istri yang hidup dalam ikatan
perkawinan, dimana salah satunya alasannya adalah mereka mencari nafkah
ditujukan untuk buah hatinya yaitu anak tercinta.
Dalam konteks masyarakat adat, anak dapat menjadi penghubung
perjuangan hidup dan keutuhan perkawinan dalam keluarga. Oleh karena itu,
sangatlah wajar dan manusiawi bila di dalam komunitas masyarakat adat
terdapat pasangan suami istri yang melakukan pengangkatan anak apabila
mereka belum juga mendapatkan keturunan dari perkawinannya.
Pada masa lalu, mengangkat anak adalah satu-satunya cara yang masih
bisa ditempuh oleh pasangan suami istri guna mendapatkan keturunan
walaupun hal tersebut tidak membuat sebuah keluarga menjadi puas seperti
layaknya jika mempunyai anak kandung berkat hasil perkawinannya. Adopsi
anak, ambil anak, kukut anak, angkat anak adalah suatu perbuatan hukum
didalam rangka Hukum Adat Keturunan bilamana dalam keluarga tersebut
tidak dikaruniai seorang anak.(Muhammad, 2000).
Dengan adanya kemajuan dibidang teknologi, pada saat ini sudah
terdapat berbagai kecanggihan yang dapat digunakan masyarakat untuk
mengatasi kendala-kendala kehidupan, salah satunya adalah dalam hal
kesulitan mempunyai anak yang disebabkan oleh berbagai faktor. Dalam upaya
untuk mempunyai momongan dalam sebuah keluarga, seseorang akan mencoba
menggunakan sebuah teknologi canggih yang dikenal dengan istilah “Bayi
Tabung”. Akan tetapi dengan adanya teknik kecanggihan dibidang teknologi
kedokteran dan teknologi biologi pada dasarnya akan berpengaruh terhadap
etika-etika kehidupan masyarakat di bidang norma hukum kehidupan
bermasyarakat maupun norma keagamaan seperti terhadap agama islam,

1
dimana masyarakat adat di Indonesia secara umum banyak didominasi oleh
penganut agama Islam. Oleh karena itu dalam berbagai aktivitas kegiatan,
masyarakat secara keseluruhan mempertimbangkan Aqidah Islam.
Dengan hadirnya teknologi canggih ini jika ditangani oleh orang-orang
yang tidak beriman maka dikahawatirkan akan menghancurkan peradaban
umat manusia, merusak tatanan sosial, nilai-nilai budaya nasional bahkan
sampai-sampai melanggar norma agama dan keburukan lainnya kita bisa
membayangkannya karena apa yang dihasilkan oleh teknologi tidaklah pasti
dan seperti agama, moral dan hukum yang ada dalam masyarakat.
Pada dasarnya orang-orang memuji pada bidang teknologi tersebut.
Namun, mereka belum tahu pasti apakah produk-produk teknologi yang
dipergunakan tersebut dapat dibenarkan menurut pandangan islam. Oleh
karena hal tersebut diatas, makalah ini di tulis oleh penulis dengan tujuan
untuk mengetahui lebih banyak terkait bayi tabung menurut pandangan hukum
islam dan hukum positif di Indonesia serta hak kewarisan nya dalam hukum
islam dan hukum positif Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Bayi Tabung?
2. Bagaimana pandangan hukum islam terkait anak hasil bayi tabung ?
3. Bagaimana pandangan hukum positif Indonesia dari adanya program
inseminasi bayi tabung?
4. Bagaimana hak kewarisan anak hasil bayi tabung menurut hukum islam
dan menurut hukum positif Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari bayi tabung
2. Untuk mengetahui pandangan hukum islam terkait anak hasil bayi tabung
3. Untuk mengetahui pandangan hukum positif indonesia dari adanya
program inseminasi bayi tabung
4. Untuk mengetahui hak kewarisan anak hasil bayi tabung menurut hukum
islam dan hukum positif Indonesia.

2
1.4 Manfaat
1. Bagi Penulis
a) Untuk menambah wawasan pengetahuan bagi penulis terkait
Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Perdata Terhadap Bayi Tabung
dan Hak Kewarisan nya;
b) Dapat digunakan sebagai peningkatan intervensi atau
pengembangan pengetahuan terkait Tinjauan Hukum Islam dan
Hukum Perdata Terhadap Bayi Tabung dan Hak Kewarisan nya.
2. Bagi Pembaca
a) Makalah ini dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan
dan sebagai pedoman untuk kehidupan berkeluarga kedepan nya.
.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bayi Tabung
Dalam KBBI online dimuat bahwa yang dimaksud dengan bayi
tabung adalah bayi yang dihasilkan melalui pembuahan yang diadakan
diluar rahim ibunya. Bayi tabung pengertian dan terjemah dari Artificial
Insemination. Artificial artinya sesuatu yang dibuat atau ditiru, adapun
Insemination diambil dari bahasa latin “inseminatus” yang maknanya
penyimpanan. Tahar dalam bukunya memaknai Bayi Tabung sebagai
individu (bayi) yang bukan dihasilkan melalui senggama antara suami istri
tetapi dihasilkan melalui proses inseminasi buatan dengan cara meletakkan
sperma laki-laki ke dalam rahim wanita. Sedangkan dalam tulisan yang
dikutip oleh Syarif Zubaidah yang dimaksud bayi tabung menurut Ali
Ghufron dan Adi Heru Sutomo adalah sperma seorang pria yang tampung
terlebih dahulu, kemudian dimasukkan ke dalam alat kandungan seorang
perempuan. Sedangkan menurut Anwar dan Raharjo bayi tabung
merupakan usaha jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma dan sel
telur di luar tubuh yang kemudian dimasukkan ke dalam rahim seorang
ibu, sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya
kehamilan biasa.
Bayi yang di dapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan
di luar rahim sehingga terjadi embrio dengan bantuan ilmu kedokteran.
Dikatakan sebagai kehamilan, bayi tabung karena benih laki-laki yang
disebut dari zakar laki-laki disimpan dalam suatu tabung. Untuk menjalani
proses pembuahan yang dilakukan di luar rahim, perlu disediakan ovom.
Pada saat terjadinya ovulasi (pelepasan sel telur dari indung telur)
terdapat sel-sel matang, maka sel telur tersebut diambil dalam bentuk spuit
melalui sayatan pada perut, kemudian dimasukkan ke dalam tabung kimia,
kemudian disimpan di laboratorium yang diberi suhu panas. Kedua sel
kelamin tersebut bercampur (zygote) dalam tabung sehingga terjadinya
fertilasi. Zygote berkembang menjadi morulla kemudian di tanamkan ke
dalam rahim seorang wanita.

4
Bayi tabung adalah suatu istilah teknis. Istilah ini tidak mengacu
pada bayi yang diciptakan dalam tabung, namun merupakan prosedur yang
dimaksudkan untuk membantu pasangan yang mengalami masalah dalam
pembuahan sel telur wanita oleh sperma pria. Secara teknis, dokter
menggunakan alat yang disebut "laparoskop" (ditemukan oleh Dr. Patrick
C. di dalam rahim wanita). Septoe dari Inggris). Sel telur tersebut
ditempatkan dalam piring kaca kecil dan dicampur dengan sperma wanita.
Setelah pembuahan terjadi di dalam cawan, maka hasil pembuahan
dikembalikan ke rahim ibu dan kemudian mengalami masa kehamilan
kehamilan serta melahirkan anak seperti biasa.
Secara ilmiah, bayi tabung adalah upaya pembuahan manusia
dengan cara menggabungkan atau menyatukan sel telur (ovum) perempuan
dengan sperma laki-laki di dalam tabung kaca. Proses pembuahan disebut
in vivo. Saat ini cara pembuahan alami disebut in vitro.
Pasangan subur yang tidak mempunyai anak akibat kelainan pada
organ reproduksi anak pada wanita, peengambilan sel telur dilakukan
dengan dua cara, yaitu :
1. Cara pertama : Indung telur di pegang dengan penjepit dan dilakukan
pengisapan. Cairan folikel yang berisi sel telur di periksa
di mikroskop untuk ditemukan sel telur.
2. Cara kedua : (USG) folikel yang tampak di layar ditusuk dengan
jarum melalui vagina kemudian dilakukan pengisapan
folikel yang berisi sel telur seperti pengisapan laparoskopi.

a. Jenis-Jenis Bayi Tabung


Dalam artikel Zubaidah juga disampaikan bahwa jenis-jenis anak
tabung diperhatikan dari segi transfer sperma, sel telur, dan embrio serta
digabungkan, kemudian anak tabung akan dibedakan menjadi 8 jenis yaitu:
1) Bayi tabung yang menggunakan spera dan ovum dari pasangan suami-
istri, kemudian embrio nya ditransplantasikan ke dalam rahim istri.
2) Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan
suami-istri, kemudian embrio nya ditransplantasikan ke dalam rahim

5
ibu penggangti (surrogate mother).
3) Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami dan ovum nya
berasal dari donor, lalu embrio nya ditransplantasikan ke dalam rahim
istri.
4) Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, sedangkan ovum
nya berasal dari istri lalu embrio nya ditransplantasikan ke dalam rahim
istri.
5) Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, sedangkan ovum
nya berasal dari istri lalu embrio nya ditransplantasikan ke dalam rahim
ibu penggangti (surrogate mother).
6) Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami, sedangkan ovum
nya berasal dari donor, kemudian embrio nya ditransplantasikan ke
dalam rahim ibu penggangti (surrogate mother).
7) Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor, lalu
embrio nya ditransplantasikan ke dalam rahim istri.
8) Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari donor,
kemudian embrio nya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu penggangti
(surrogate mother).
Menurut Salim, kedelapan jenis bayi tersebut di atas secara teknis sudah
dapat dilakukan,namun dalam kasus pengguanaan teknologi nya baru mencakung
5 jenis, yaitu: jenis pertama, kedua, ketiga, keempat dan ketujuh. Dan mengapa
kelima jenis itu sudah dapat ditetapkan, sedangkan jenis lain belum dilaksanakan?
Hal ini disebabkan karena kondisi dari pasangan suami-isteri pada saat
menghendaki anak memilih salah satu dari kelima jenis itu, dan pemilihannya
tergantung pada faktor penyebab infertilitas masing-masing.
Menurut Masjfuk Zuhdi,ada banyak cara inseminasi buatan yang telah
berkembang dalam dunia medis, antara lain :
1) Gammete Intra Fallopian Transfer (GIFT)
Ini adalah cara untuk menciptakan kehamilan di mana sel telur yang
dipindahkan ke rahim wanita digabungkan dengan sperma pria yang telah dicuci,
kemudian sel telur dan sperma tersebut ditempatkan di tuba falopi melalui lubang
kecil di perut wanita. Secara lebih ringkas, Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT)

6
adalah metode untuk mempertemukan sel benih (gamet) antara ovum dan sperma
dengan cara menyemprotkan campuran sel benih itu menggunakan kanul tuba ke
dalam ampulla.
Jika model ini dianalisa dengan seksama, maka tidak dapat digolongkan
sebagai gambaran sebenarnya dari bayi tabung, karena tidak terjadi apa-apa di
dalam tabung yang merupakan wadah penyerap sperma dan sel telur tersebut,
namun sperma yang tertancap di dalam tubuh hanyalah murni dan alami,
melainkan ia melalui bantuan suntikan kedalam rahim istri dikarenakan suami
mempunyai keterbatasan dalam melakukan hubungan suami istri.
2) Fertilization in Vitro (FIV)
Ini adalah inseminasi yang dilakukan dengan mengambil sperma dan sel
telur yang diproses di dalam in Vitro (tabung), dan kemudian pembuahan terjadi
lalu dipindahkan ke rahim. FIV merupakan teknik pembuahan (fertilisasi) antara
sperma suami dan sel telur istri yang masing-masing diambil kemudian disatukan
di luar kandungan (in vitro) sebagai lawan dari di dalam kandungan (in vivo).
Biasanya medium yang digunakan adalah tabung khusus. Setelah beberapa hari,
hasil pembuahan yang berupa embrio atau zygote itu di pindahkan ke dalam
rahim.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses bayi
tabung atau bayi tabung dapat dilibatkan lima pihak, yaitu: suami, istri, laki-laki
pendonor sperma, wanita pendonor ovum dan wanita penyewa rahim. Jika dalam
proses bayi tabung tersebut terjadi penyertaan pihak ketiga selain suami istri maka
akan terindikasi adanya percampuran genetic pada dari janin.

b. Jenis-jenis Proses Bayi Tabung


1. Pembuahan dipisahkan dari hubungan suami-istri.
Teknik bayi tabung memisahkan persetubuhan suami-istri dari
pembuahan bakal anak. Dengan teknik tersebut, pembuahan dapat
dilakukan tanpa persetubuhan. Keterarahan perkawinan kepada kelahiran
baru sebagaimana diajarkan oleh gereja tidak berlaku lagi. Dengan
demikian teknik kedokteran telah mengatur dan menguasai hukum alam
yang terdapat dalam tubuh manusia pria dan wanita. Dengan pemisahan

7
antara persetubuhan dan pembuahan ini, maka bisa muncul banyak
kemungkinan lain yang menjadi akibat dari kemajuan ilmu kedokteran di
bidang pro-kreasi manusia.
2. Wanita sewaan untuk mengandung anak.
Ada kemungkinan bahwa benih dari suami-istri tidak bisa dipindahkan ke
dalam rahim sang istri, oleh karena ada gangguan kesehatan atau alasan-
alasan lain. Dalam kasus ini,maka diperlukan seorang wanita lain yang
disewa untuk mengandung anak bagi pasangan tadi. Dalam perjanjian
sewa rahim ini ditentukan banyak persyaratan untuk melindungi
kepentingan semua pihak yang terkait. Wanita yang rahimnya disewa
biasanya meminta imbalan uang yang sangat besar. Suami-istri bisa
memilih wanita sewaan yang masih muda, sehat dan punya kebiasaan
hidup yang sehat dan baik. Praktik seperti ini biasanya belum ada
ketentuan hukumnya, sehingga kalau muncul kasus bahwa wanita sewaan
ingin mempertahankan bayi itu dan menolak uang pembayaran, maka
pastilah sulit dipecahkan.
3. Sel telur atau sperma dari seorang donor.
Masalah ini muncul jika salah satu pasangan tidak subur, artinya sel telur
istri atau sperma suami tidak memiliki benih yang diperlukan untuk
berkembang biak.Itu berarti bahwa benih yang mandul itu harus
dicarikan penggantinya melalui seorang donor. Masalah ini akan menjadi
lebih sulit karena sudah masuk unsur baru, yaitu benih dari orang lain.
Pertama, apakah pembuahan yang dilakukan antara sel telur istri dan sel
sperma dari orang lain sebagai pendonor itu perlu diketahui atau
disembunyikan identitasnya. Kalau wanita tahu orangnya, mungkin ada
bahaya untuk mencari hubungan pribadi dengan orang itu. Ketiga,
apakah pria pendonor itu perlu tahu kepada siapa benihnya telah
didonorkan. Masih banyak masalah lain lagi yang bisa muncul.
4. Bank sperma praktik bayi tabung membuka peluang pula bagi
didirikannya bank-bank sperma. Pasangan yang mandul bisa mencari
benih yang subur dari bank-bank tersebut. Bahkan orang bisa menjual-
belikan benih-benih itu dengan harga yang sangat mahal misalnya karena

8
benih dari seorang pemenang Nobel di bidang kedokteran, matematika,
dan lain-lain. Praktek bank sperma adalah akibat lebih jauh dari teknik
bayi tabung. Kini bank sperma malah menyimpannya dan
memperdagangkannya seolah-olah benih manusia itu suatu benda
ekonomis.
c. Proses Pembuahan Bayi Tabung
Bayi tabung merupakan pilihan terakhir bagi mereka yang ingin
mendapatkan keturunan namun sampai saat ini belum juga mendapatkan
kehamilan. Di bawah ini akan dijelaskan proses dalam pembuatan bayi
tabung :
1) Perjuangan sperma menembus sel telur
Langkah pertama dalam proses pembuatan bayi tabung ini diperlukan
adanya sperma. Untuk mendapatkan kehamilan, satu sel sperma harus
bersaing dengan sel sperma yang lain. Sel sperma yang kemudian
berhasil untuk menerobos sel telur merupakan sel sperma dengan kualitas
terbaik saat itu.
2) Perkembangan sel telur selama masa subur, wanita akan melepaskan satu
atau dua sel telur. Sel telur tersebut akan berjalan melewati saluran telur
dan kemudian bertemu dengan sel sperma pada kehamilan yang normal.
3) Injeksi dalam IVF, dokter akan mengumpulkan sel telur sebanyak
banyaknya. Dokter kemudian memilih sel telur terbaik dengan
melakukan seleksi. Pada proses ini pasien disuntikkan hormon untuk
menambah jumlah produksi sel telur. Perangsangan berlangsung 5 – 6
minggu sampai sel telur dianggap cukup matang dan siap dibuahi. Proses
injeksi ini dapat mengakibatkan adanya efek samping.
4) Pelepasan sel telur setelah hormon penambah jumlah produksi sel telur
bekerja maka sel telur siap untuk dikumpulkan. Dokter bedah
menggunakan laparoskop untuk memindahkan sel-sel telur tersebut untuk
digunakan pada proses bayi tabung (IVF) berikutnya.
5) Sperma beku sebelumnya suami akan menitipkan sperma kepada
laboratorium dan kemudian dibekukan untuk menanti saat ovulasi.
Sperma yang dibekukan disimpan dalam nitrogen cair yang dicairkan

9
secara hati-hati oleh para tenaga medis.
6) Menciptakan embrio
Dalam menciptakan embrio ini, dokter akan menyatukan sperma dan
ovum yang telah dipilih sebelumnya. Pada sel sperma dan sel telur yang
terbukti sehat, akan sangat mudah bagi dokter untuk menyatukan
keduanya dalam sebuah piring lab. Namun bila sperma tidak sehat
sehingga tidak dapat berenang untuk membuahi sel telur, maka akan
dilakukan teknik ICSI (Intra Cytoplasmic Sperm Injection). Pada teknik
ICSI ini dokter akan menyuntikkan satu sperma hidup ke dalam sel telur.
7) Embrio berumur 2 hari setelah sel telur dipertemukan dengan sel sperma,
akan dihasilkan sel telur yang telah dibuahi (disebut dengan nama
embrio). Embrio ini kemudian akan membelah seiring dengan waktu.
Embrio ini memiliki 4 sel, yang diharapkan mencapai stage
perkembangan yang benar.
8) Pemindahan embrio
Dokter kemudian memilih 3 embrio terbaik untuk ditransfer yang
diinjeksikan ke sistem reproduksi pasien (rahim ibu). Implanted fetus
setelah embrio memiliki 4 – 8 sel, embrio akan dipindahkan kedalam
rahim wanita dan kemudian menempel pada rahim. Selanjutnya embrio
tumbuh dan berkembang seperti layaknya kehamilan biasa sehingga
kehadiran bakal janin dapat dideteksi melalui pemeriksaan USG 4.

d. Efek Negatif Pada Bayi Tabung


Dalam berbagai ikhtiar manusia, setiap penemuan terkadang tidak lepas
dari pengaruh negatif dan positif. Salah satu dampak positif yang bisa diraih
melalui inseminasi buatan adalah terpenuhinya impian yang diinginkan kedua
pasangan, yakni kelahiran seorang anak.
Bukan menjadi hal yang aneh jika upaya dan pendekatan terhadap
kesuksesan seringkali membawa risiko kegagalan. Namun, jika impian
kebahagiaan itu berhasil, terlalu berharga untuk dilewatkan, sehingga risiko
kegagalan pun siap dihadapi. Inilah yang terkadang dirasakan oleh setiap
pasangan suami istri yang menjalani inseminasi buatan semua pasangan yang

10
dibius. Keberhasilan inseminasi buatan bergantung pada pengawasan
laboratorium yang profesional. Keberhasilan inseminasi buatan tergantung
penanganan tenaga ahli di labolatorium, walaupun cara dan prosedurnya sudah
tepat, bayi dari hasil inseminasi buatan dapat memiliki resiko cacat bawaan lebih
besar daripada dibandingkan pada bayi yang lahir dengan normal.
Penyebab cacat lahir adalah kesalahan proses penyuntikan sperma ke
dalam sel telur. Hal ini bisa terjadi karena satu sel sperma yang dipilih untuk
digunakan pada inseminasi buatan kadang belum tentu sehat, dengan cara ini
resiko mendapatkan sel sperma yang secara genetik tidak sehat menjadi cukup
besar. Cacat lahir yang sering muncul antara lain bibir sumbing, down sindrom,
terbukanya kanal tulang belakang, kegagalan jantung, ginjal, dan kelenjar
pankreas. Selain itu juga, pada sekitar 5% dari perempuan yang mengalami
stimulasi ovarium, terjadi kelainan yang disebut sindrom hiperstimulasi ovarium.
Dimana pada tingkatan derajat berat dari sindrom hiperstimulasi ovarium, dapat
dilihat dengan timbulnya gejala seperti napas menjadi cepat dan dangkal, urin
menjadi lebih gelap, nyeri dada, dinding perut menjadi tegang.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa pada kenyataannya proses
pembuatan bayi tabung atau In Vitro Fertilization tidaklah berjalan mulus secara
utuh, namun akan terdapat indikasi terjadinya beberapa kemudhratan dan yang
akan dialami oleh pasangan suami istri berupa munculnya berbagai jenis penyakit
pada diri si janin.
2.2 Hukum Bayi Tabung Menurut Hukum Islam
Permasalahan bayi tabung atau In Vitro Fertilization ini adalah merupakan
kasus hukum kontemporer yang belum pernah ada pada masa turunnya wahyu
maka secara sharih tidak didapatkan dalil yang mengemukakan tentang bayi
tabung ini, namun dikarena permasalahan ini telah dikenal dunia khususnya umat
islam maka para pakar hukum fiqih telah mencoba memberikan penjelasan dalam
hal ini.
Hal ini dikarenakan pembahasan bayi tabung ini tidak lepas hukum fiqih
yang mesti dijelaskan secara jelas dan tepat, agar umat islam tidak
mengaplikasikan hukum yang tidak pada koridor syar’i, apalagi hal ini sangat
bersifat sacral dan menyangkut masalah keturunan yang akan menjadi penerus

11
generasi umat Islam. Oleh karena itu, dalam ulasan kali ini penulis akan mencoba
menjelaskan perbedaan pendapat mengenai fatwa t dan hukum sebenarnya tentang
bayi tabung. Beberapa Fatwa Ulama Tentang Bayi Tabung
a) Bayi tabung yang diproses dengan Sperma dan ovum dari suami
istri yang embrionya ditransfer ke dalam rahim istri
Dalam hal ini banyak kalangan ulama dan juga ormas islam yang
memberikan fatwa kebolehannya diantaranya adalah:
1) KH. Hasan Basri berpendapat bahwa:
Bayi Tabung dalam tinjauan agama Islam itu diperbolehkan
dan hukumnya sah, asalkan sperma dan sel telurnya dari
pasangan suami istri. Oleh karena itu, perkembangan ilmu
pengetahuan yang mengarah pada bayi tabung patut

disyukuri atas keberadaannya. Dan ini merupakan anugrah


dari Allah SWT. Karena bisa dibayangkan pasangan yang
memimpikan seorang anak selama 14 tahun bisa menjadi
kenyataan.
2) Prof. Drs. Husein Yusuf
Bayi tabung boleh dilakukan bila sperma dan ovum dari
suami istri yang di proses dalam tabung, setelah terjadi
pembuahan kemudian disarangkan ke dalam rahim istrinya
sampai terjadi kehamilan, dan otomatis anak tersebut dapat
dipertalikan keturunannya dengan ayah beserta ibunya dan
anak itu mempunyai kedudukan yang sah menurut syari’at
Islam.
3)Mu’tamar tarjiih Muhammadiyah XXI di Klaten berpendapat
bahwa: Bayi tabung yang apabila dilakukan dengan sperma
dan sel telur dari suami isteri maka hukumnya boleh atau
mubah, dengan syarat:
1. Cara pengambilan sperma dengan cara yang tidak
bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.
2. Penempatan zigote sebaiknya dilakukan oleh
dokter wanita.

12
3. Resepian adalah istri sendiri dari suami.
4) Majelis Ulama Indonesia Kep. MUI No. 952/MUI/IX/1990
tentang Inseminasi Buatan/Bayi Tabung: 1-2) berpendpat
bahwa inseminasi buatan atau bayi tabung dengan sperma
dan ovum yang diambil dari pasangan suami istri yang sah,
hukumnya dibenarkan oleh Islam, selama mereka dalam
ikatan perkawinan yang sah.
b) Apabila proses bayi tabung melalui sperma dan sel telur dari
pasangan suami-istri kemudian embrionya dipindahkan ke dalam
rahim ibu pengganti (surrogate mother)
Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan para
ahli hukum Islam seperti yang ditulis oleh Syarif Zubaidah,
dikarenakan ada sebagian ahli yang berpendapat bahwa penyewaan
rahim atau ibu pengganti itu diqiyaskan dengan ibu persusuan dan
sementara hasil ijtihad tidak demikian.
Di bawah ini sejumlah pendapat ahli tentang anak yang
diperoleh melalui proses bayi tabung dengan menggunakan sperma dan
sel telur dari pasangan yang embrionya dipindahkan ke dalam rahim
wanita lain sebagai ibu pengganti. Diantaranya adalah:
1) Beberapa Pendapat Yang Membolehkan:
• Ali Akbar mengatakan bahwa: “Menitipkan bayi tabung pada
perempuan yang bukan ibunya hukumnya boleh, karena si ibu tidak
menghamilkannya, sebab rahimnya mengalami gangguan,
sedangkan menyusukan anak kepada wanita lain dibolehkan dalam
islam, malah boleh diupahkan. Maka boleh pula memberikan upah
kepada wanita yang meminjamkan atau menyewakan rahimnya.
•Husein Yusuf memberikan komentar yang serupa dengan Ali
Akbar. Ia mengatakan bahwa status anak yang dilahirkan
berdasarkan titipan, tetap anak yang punya bibit dan ibu yang
melahirkan adalah sama dengan ibu susuan.
• Salim Dimyati menyatakan sebagai berikut: “Bayi tabung yang
menggunakan sel telur dan sperma dari suami-istri yang sah, lalu

13
embrionya dititipkan kepada ibu yang lain (ibu pengganti), maka
anak yang dilahirkannya tidak lebih hanya anak angkat belaka,
tidak ada hak mewarisi dan diwarisi, sebab anak angkat bukanlah
anak sendiri, tidak boleh disamakan dengan anak kandung”.
2) Beberapa Pendapat Yang tidak Membolehkan:
• Hasil ijtihad Fuqaha dari berbagai pelosok dunia Islam pada tahun
1986 di Aman yang tercantum dalam ketetapan dari sidang ketiga
dari Majma’ al-Fiqih al-Isla,I Atfal al-Anabib (bayi tabung), yang
artinya: “Cara yang kelima dari itu dilakukan di luar kandungan
antara dua biji suami-isteri kemudian ditanamkan pada rahim isteri
yang lain (dari suami) hal itu dilarang menurut hukum Syara’.
• Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-952/
MUI/XI/1990 tentang Inseminasi Buatan/Bayi Tabung. Di dalam
keputusan itu disebutkan bahwa: Inseminasi buatan/bayi tabung
dengan sperma dan ovum yang diambil secara muhtaram dari
pasangan suami-isteri untuk isteri-isteri yang lain hukumnya haram
atau tidak dibenarkan dalam Islam.
Dari kedua penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa para ulama
mempunyai pendapat mengenai permasalahan ini, pada pendapat pertama mereka
memberikan dalilnya tentang kehalalan bayi tabung yang dilahirkan dengan
menggunakan rahim ibu pengganti (surrogate mother) dengan mengqiyaskan
antara ibu pengganti (surrogate mother) dengan ibu susuan, yang mana keduanya
boleh menggunakan jasa sewa, namun hal ini menurut Syarif Zubaidah adalah
Qiyas Ma‘al-Fariq yaitu menyamakan sesuatu yang belum ada hukumnya (yaitu
bayi tabung) dengan sesuatu yang telah ada hukumnya, yaitu menyusukan dengan
illat hukum yang berbeda.
Diantara perbedaan ‘illat hukum menurutnya adalah
(a) Kalau menyusukan itu hanya memberikan pengaruh terhadap anak
susuannya secara psikologis, sedangkan mengandung dan
melahirkannya melalui bayi tabung itu memberikan pengaruh
terhadap anak yang dilahirkannya secara psikologis dan fisik. Jadi
pengaruh kehamilan dan kelahiran bayi tabung itu lebih besar

14
daripada pengaruh susuan.
(b) Menyusukan itu tidak terlalu mengakibatkan resiko yang berakibat
fatal, sedangkan didalam mengandung dan melahirkan bayi tabung,
mempunyai kemungkinan terjadinya resiko yang berakibat fatal.
resiko ini terletak pada apakah bayi yang lahir itu benar-benar dengan
proses bayi tabung atau bisa jadi embrio bayi tabung itu gugur dan
yang terjadi adalah hasil dari benih suami yang mengandungnya.
(c) Menyusukan itu tidak menghalangi ibu yang menyusukan untuk
berhubungan suami-istri, sedangkan bagi ibu yang mengandung bayi
tabung akan mengalami dua pilihan yang sama berat, yaitu: 1). Jika
ibu yang mengandung mengadakan hubungan intim dengan
suaminya, maka dalam hal ini berarti suami telah menyirami tanaman
orang lain dan ini berlawanan dengan hadis: “Tidak halal bagi
seseorang yang beriman kepada Allah ta‘ala dan hari akhir
menyirami tanaman orang lain. 2). Jika ibu yang mengandung itu
dilarang mengadakan hubungan intim dengan suaminya, berarti ia
telah melawan hukum Allah ta’ala yang ini lebih berat daripada
pilihan pertama.
c) Bayi tabung yang diproses dengan sperma dari laki-laki lain
(pendonor) dan ovum dari istri kemudian ditransfer ke rahim istri.
Jika pada kasus sebelumnya tidak ada masalah bagi para
ulama karena proses terjadinya sperma laki-laki dan perempuan berasal
dari sperma dan sel telur pasangan tersebut, sehingga tidak terjadi
percampuran gen dari pihak lain, sehingga anak yang akan terlahir
adalah milik suami istri, Namun berbeda dengan jika proses bayi tabung
melibatkan orang ketiga yaitu laki-laki lain, maka dalam hal ini orang
ketiga justru memberikan sebagian gen-nya kepada janin dari pasangan
yang mungkin tidak ada hubungan kekerabatan satu sama lain.
Prof. Asmuni berpendapat bahwa jika spermanya diambil
dari laki-laki lain maka sama hukumya dengan zina dari satu aspek
sesungguhnya sperma dari laki-laki lain tidak identik dengan zina,
sebab perbuatan zina terdapat kelezatan pada waktu bersenggama dan

15
pengambilan sperma secara ilegal tidak demikian. dihukumkan sama
dengan zina karena terdapat persamaan ‘illat hukum yaitu merusak
keturunan dan rusaknya silsilah keluarga.
Salah satu yang menjadi acuan argumenatsi dalam
permasalahan ini menurut Zubaidah adalah pemahaman terhadap
firman Allah ta’ala dalam surat Al-Baqarah ayat 223

Artinya: Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok


tanam,maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu
bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik)
untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-
orang yang beriman.
Di dalam surat An-Nur 30-31

ْ َ‫ص ِّر ِّه َّن َو َيحْ ف‬


‫ظنَ فُ ُرو َج ُه َّن‬ َ َٰ ‫ضضْنَ ِّم ْن أ َ ْب‬ ِّ َ‫َوقُل ِّل ْل ُمؤْ ِّم َٰن‬
ُ ‫ت َي ْغ‬
Artinya: Katakanlah (wahai muhammad) kepada orang laki-laki yang
beriman, “Hendaklah mereka menundukkan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi
mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat.” Dan Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,.
Ayat di atas memerintahkan kepada suami (laki-laki) mukmin
untuk menahan pandangannya dan kemaluannya, termasuk di dalamnya
memelihara jangan sampai sperma yang keluar dari farjinya (alat
kelamin) itu bertaburan atau ditaburkan ke dalam rahim yang bukan
istrinya. Begitu juga wanita yang beriman diperintahkan untuk menjaga
kemaluannya, artinya jangan sampai farjinya itu menerima sperma yang

16
bukan berasal dari suaminya. Di dalam Hadist Nabi Muhammad saw
disebutkan bahwa:“Tidaklah ada satu dosa yang lebih besar dosanya
disisi Allah ta’ala sesudah dosa syirik daripada seorang laki-laki yang
meletakkan spermanya ke dalam rahim wanita yang tidak halal
baginya”. (HR. Abi ad-Dunya dari Al-Haitamy Ibn Malik At-Ta’i).
Apabila ditelaah hadis ini maka jelaslah bahwa memindahkan
sperma ke dalam rahim wanita yang tidak sah bagi-Nya, adalah
merupakan dosa besar sesudah syirik kepada Allah Ta’ala. Berdasarkan
atas firman Allah Ta’ala dan Hadis Rasulullah saw tersebut, Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa seorang wanita tidak diperbolehkan menerima
sperma dari orang lain, baik secara fisik maupun dalam bentuk pre-
embrio. Dan hal yang terakhir ini analog dengan penggunaan sperma
donor. Sebab di sini, pendonor tidak melakukan kontak fisik dengan
wanita tersebut, melainkan wanita tersebut menerima sperma dalam
bentuk pra-embrio. Dan jika hal itu dilakukan oleh seorang wanita, maka
itu juga dosa besar sesudah syirik. Kedudukan anaknya adalah sebagai
anak zina.
Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat beberapa ulama seperti syaikh
Yusuf Qardhawi, Syaikh Syaltut dan lainya, sebagaimana disebutkan oleh
Qardhawi bahwa: “Islam telah memberikan perlindungan terhadap keturunan,
yaitu dengan cara mengharamkan zina dan pengangkatan anak, sehingga dengan
demikian situasi keluarga selalu bersih dari unsur-unsur asing, maka oleh karena
untuk Islam juga mengharamkan pencangkokansperma (bayi tabung), apabila
pencangkokan bukan dari sperma suami”.
Syaikh Syaltut berpendapat bahwa: “pemindahan sperma yang dilakukan
itu bukan sperma suami, maka tidak diragukan lagi adalah suatu kejahatan yang
sangat buruk sekali, dan merupakan tindakan yang mungkar yang lebih hebat
daripada pengangkatan anak. Sebab anak cangkokan dapat menghimpun antara
pengangkatan anak, yaitu memasukkan unsur asing dalam nasab, dan antara
perbuatan jahat yang lain berupa perbuatan zina dalam satu waktu yang ditentang
oleh Syara’ dan Undang-undang, dan ditentang pula oleh kesusilaan yang tinggi,
dan meluncur ke derajat binatang yang tidak berprikemanusiaan dan adanya

17
ikatan kemasyarakatan yang mulia”.
Dari pemaparan diatas penulis mengarah kepada suatu hal yang
memberikan justifikasi bahwa hukum bayi tabung itu hanya di bagi menjadi 3
bagian yaitu: (1) Bayi tabung yang sperma dan ovumnya dari suami istri
kemudian di transfer ke dalam rahim istri dan ini tidak menjadi ulama berbeda
pendapat tentang keabsahan hukumnya, dikarenakan tidak adanya unsur yang
mengharamkannya berupa percampuran gen dan nasab, (2) Bayi tabung yang
sperma dari laki-laki lain dan ovumnya dari istri kemudian ditransfer ke dalam
rahim istri, ini hukumnya terlarang bahkan disamakan dengan zina. (3) Bayi
tabung yang sperma dan ovumnya dari suami istri kemudian di transfer ke dalam
rahim ibu pengganti, dalam hal terjadi perbedaan pendapat para ulama ada yang
berpendapat itu boleh dan ada berpendapat tidak boleh.
Apa yang dipaparkan oleh Ismail Ghazi dalam bukunya tetang hukum bayi
tabung ini adalah merupakan jawaban yang sangat memuaskan menurut saya,
yang mana beliau memberikan keterangan sebagai berikut:
Pertama: Apabila dalam proses bayi tabung ini melibatkan pihak ke tiga
seperti sperma dari pendonor atau ovum dari pendonor atau sperma dan ovum dari
suami istri tetapi kemudian ditransfer kedalam rahim ibu pengganti maka
semuanya ini hukumnya haram . Inilah pendapat kebanyakan ulama mu’ashirin
(kontemporer) saat ini. Hal ini dikuatkan dengan keputusan Komite Fatwa
Kuwait, Nadwah Al Injab fi Daulil Islam, Majlis Fatwa Oman, dan lain-lain.
Kedua: Jika sperma dan ovum dari suami istri tetapi embrionya ditransfer
ke istri kedua, maka terjadi perbedaan pendapat diantara ulama dalam hal ini,
Jumhur ulama mengharamkannya, sementara Majma’ Al-Fiqh Al-Islmi Milik
Rabitah ‘Alam al-Islami membolehkannya, namun yang lebih tepat dalam
masalah ini, tetap diharamkan karena ada peran pihak ketiga dalam hal ini, dan
Majma’ Al-Fiqh Al-Islami juga telah menarik pernyataan dan akhirnya
mengharamkannya juga.
Ketiga: apabila cara inseminasi setelah wafatnya suami, maka terjadi
perbedaan pendapat ulama, Jumhur ulama konemporer mengharamkannya dan
sebaian ulama kontemporer membolehkannya, namun pendapat adalah tetap
diharamkan karena dengan wafatnya suami, maka berakhir pula akad pernikahan.

18
Dan jika inseminasi tersebut dilakukan pada masa ‘iddah, itu suatu pelanggaran
karena dalam masa ‘iddah masih dibuktikan rahim itu kosong.
Keempat: Jika inseminasi buatan dengan sperma dan ovum dari suami istri
maka dalam hal ini juga terdapat 4 pendapat para ulama ,namun Mayoritas Ulama
kontemporer membolehkannya dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi: (a)
Inseminasi dilakukan ketika masih dalam status suami istri yang sah. (b)
Dilakukan atas persetujuan suami dan istri. (c) Dilakukan karena dalam keadaan
darurat agar bisa hamil. (d) Diperkirakan oleh dokter kemungkinan besar akan
memberikan hasil dengan melakukan cara ini. (e) Aurat wanita hanya boleh
dibuka ketika dalam keadaan darurat saja. (f) urutannya yang melakukan
pengobatan adalah dokter wanita (muslimah) jika memungkinkan. Jika tidak,
dilakukan oleh dokter wanita non-muslim. Jika tidak bisa, dilakukan oleh dokter
laki-laki muslim yang terpercaya . Jika tidak, dilakukan oleh dokter laki-laki non
muslim.
Kelima: bayi tabung dilakukan untuk menghasilkan anak dengan jenis
kelamin yang dikehendaki. Dalam hal ini ada dua kemugkinan: (1) Jika tujuannya
untuk menyelamatkan penyakit keturunan, umpamanya jika anaknya laki-laki atau
perempuan, maka bisa membuat janin dalam kandungan itu wafat atau mendapat
warisan penyakit dari orang tuanya, Maka penentuan jenis kelamin seperti ini
terhitung darurat maka dibolehkan. (2) Namun Jika sekedar ingin punya anak
dengan jenis kelamin tertentu lewat inseminasi buatan, maka tidak diperbolehkan.
Karena untuk memiliki anak sebenarnya mungkin sehingga tetap tidak boleh
keluar dari cara yang dibenarkan pada asalnya yaitu lewat inseminasi alami,
ditambah lagi dalam inseminasi ada beberapa pelanggaran yang dilakukan. Jadi
hanya boleh keluar dari inseminasi alami jika dalam keadaan darurat.

a. Status Anak Yang Diperoleh Dari Proses Inseminasi


Proses inseminasi atau bayi tabung yang menjadikan janin sehat akan
memerlukan jawaban atas pertanyaan mengenai kondisi anak, apakah
diperbolehkan atau dilarang memiliki anak seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya.

19
Menurut Syarif Zubaidah ada beberapa hal yang harus dipenuhi untuk
menghubungkn antara anak dengan orang tuanya, diataraya adalah: Pertama
adanya ikatan perkawinan yang sah antara pria yang diambil spermanya dengan
wanita yang diambil ovumnya adalah wanita yang mengandung dan yang
melahirkan bayi tabung tersebut. Hal ini sesuai dengan bunyi pasal 42 Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan: “Anak yang sah
adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah”.
Kedua ada materi (sperma dan ovum) yang menjadi embrio secara yakin dapat
dipastikan berasal dari pasangan suamiisteriyang mengandung dan yang
melahirkannya. Ketiga faktor dominan yang menghubungkan nasab kepada
orangtuanya adalah adanya kelahiran atau alfirasyi, dimaksud di sini adalah ibu
yang melahirkannya. Jadi wanita yang mengandung dan yang melahirkan bayi
tabung adalah ibu kandungnya. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala : “Ibu-ibu
mereka hanyalah wanita yang melahirkan mereka”. (QS Al-Mujadalah (58): 2)
Selain itu juga terdapat dalam al-qur’an “Kami perintahkan kepada manusia
untuk berbakti kepada kedua orangtuanya, ibunya yang telah mengandungnya
dalam keadaan yang sangat lemah dan disapih sampai dua tahun”. (QS Al-
Luqman : 14).
Menurut Hassan Hathout bahwa atas dasar ayat-ayat tersebut di atas, maka
ibu dari anak yang dilahirkan melalui proses surroagate mother adalah ibu yang
mengandung dan melahirkannya. Sebab menurut beliau, kata “walidaini” yang
berarti ayah dan ibu dan kata “ummun”, yang berarti ibu, adalah orang yang
memberikan kelahiran atas seseorang.
Maka dalam hal ini penulis melihat bahwa Zubaidah berpendapat bahwa
bayi tabung yang melalui proses pembuahan dengan sperma dan ovum dari suami
istri dan ditransfer kedalam rahim istri itu boleh dan nasabnya dipertalikan kepada
kedua orang tuanya.
Adapun jika sperma dan ovum dari suami istri dan dipindahkan kedalam
rahim ibu pengganti maka ini hukumnya haram dan nasab anak tersebut
dihubungkan kepada orang yang mengandung serta melahirkannya dan ini
dikuatkan dengan pernyataan Muhammad Jawad Muqniyah: Bilamana ada orang
melakukan bayi tabung kemudian berhasil hamil, maka anak itu tidak bisa

20
dinisbatkan keturunannya kepada suami dari yang mengandung, karena
kandungan itu tidak berasal dan bernasab kepada yang mempunyai sperma, sebab
dia tidak mengadakan hubungan seks dengan perempuan yang mengandungnya
atas dasar perkawinan dan tidak pula atas dasar wati syubhat.

b. Analisis Bayi Tabung terhadap Maqasid as-Syari’ah dalam Perspektif


As-Syatbi
Imam Abu Ishaq As-Syatbi adalah salah satu tokoh dan pakar ushul fiqh
yang selalu menjadi referensi dalam topikmaqasid as-Syari’ah, beliau menelaah
nash-nash syaria’t secara induksi kemudian beliau sampai kepada satu kesimpulan
bahwa tujuan diturunkankannya syari’at islam ini adalah untuk merealisasikan
mashlahat duniawi dan ukhrawi kepada umat manusia. Karena salah satu sifat
Allah adalah kemurahan hati dan kasih sayang terhadap hambanya, maka dalam
syariat Islam, Allah mengharamkan hal-hal yang merugikan dan mewajibkan

rukhsah atau keringanan hukuman dalam situasi tertentu ,ini menunukkan bahwa
esensi dari syari‘at islam itu adalah mewujudkan kemaslahatan.
Maqasid as-Syari’ah yang digagas oleh As-Syatibi kemudian digolongkan
menjadi 5 bentuk atau yang disebut dengan al-Kulliyat al-Khamsah (lima prisip
dasar utama). Kelima maqashid tersebut yaitu:
1) Hifzu ad-din (perlindungan terhadap agama)
Dalam pengertian ini, tidak ada sesuatu pun yang terlihat melanggar
prinsip agama jika proses ini berlangsung seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya (sel telur dan ovum dari suami istri kemudian dipindahkan ke rahim
istri), bahkan ini salah satu bentuk implementasi terhadap apa yang disampaikan
oleh Rasulullah SAW bahwa beliau sangat berharap agar umatnya lebih banyak
kuantitasnya, dalam sabdanya beliau sampaikan

“Menikahlah dengn wanita yang pecinta terhadap suaminya dan yang subur,
karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di
hadapan umat-umat (yang terdahulu)” HR. Abu Daud, An-Nasa’i, Ibnu Hibban
dan Al-Hakim melalui jalur Ma’qil bin Yasar.

21
Dan diantara do’a panutan kita yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada Anas bin Malik

Ya Allah! tambahkanlah hartanya dan tambahlah anaknya dan berilah keberkahan


terhadap apa yang engkau telah berikan kepadanya. (HR. Bukhari dan Muslim ).
Selain itu, adanya bayi tabung juga menjadi salah satu jalan bagi umat
Islam untuk mempunyai anak yang nantinya akan menjadi kader-kader layaknya
orang-orang yang akan banyak berjasa bagi agama ini baik berupa ulama,
intelektual, pemimpin negara, maupun yang berjuang di jalan Allah, semua itu
adalah bentuk dari usaha untk merealisasikan Hifzu ad-din. Tentunya salah satu
yang menjadi dalil dalam menetapkan hukum islam itu adalah Sad Az-zari’ah
yaitu menututp pintu dan sarana dosa atau mudharat, dan salah satu yang menjadi
menutup pintu kepada kehancuran agama islam adalah dengan memperbanyak
generasi dan ulama yang shaleh, cerdas dan intelektual, dengan mempunyai niat
seperti demikian maka pasangan suami istri yang berkehendak dikaruniai anak
melalui proses bayi tabung sedang melakukan amal soleh dalam menjaga agama
ini karena tujuannya baik maka sarana menuju kesana juga bernilai baik.
2) Hifzu An-Nafs (melindungi jiwa)
Maka perlu dipahami bahwa As-Syatibi memaknai maqashid itu dari dua
sisi, yang pertama adalah mewujudkan maqasid itu dan yang kedua meniadakan
hal-hal yang menghilangkan maqasud itu, dan sarana bayi tabung atau
Fertilization in Vitro (FIV) ini adalah salah satu cara untuk melindungi jiwa dari
sisi sarana dalam mewujudkan eksistensi manusia itu, dimana pada zaman ini
manusia banyak yang berusaha membatasi pertumbuhan manusia dengan cara
aborsi, pembunuhan dan lain sebagainya yang semua itu adalah bagian dari
pelanggara terhadap Hifzu An-Nafs, namun dengan program bayi tabung ini orang
telah berkontribusi dalam merealisasikan Hifzu An-Nafs ini.
3) Hifzu Al-‘Aql (melindungi pikiran)
Maksud dari adanya konsep ini adalah bayi tabung ikut berkontribusi
dalam Hifzu Al-Aql, dimana mana kadang sebagian pasangan suami istri yang

22
sudah lama berkeluarga tetapi belum dikaruniai momongan akan mengalami stres,
depresi serta gangguan mental dan emosial lainnya yang mana semua itu
dikhawatirkan dapat berimplikasi dan berdampak negatif kepada ketaatannya
dalam beragama (Hifzu Ad-din) dan jiwanya (Hifzu An-Nafs). Sebenarnya Allah
telah menentukan siapa yang akan mendapatkan keturunan dan siapa yang tidak
mendapatkan, seperti yang tercantum dalam ayat surat As-Syura ayat (50-51),
namun tentunya kita tidak mengetahui siapa individunya, maka kita harus teta
beriktiar untuk mendapatkan keturunan tersebut.
4) Hifzu al-Mal (melindungi harta)
Salah satu poin yang pertama kali diminta pertanggung jawabannya di hari
kiamat, dari mana sumbernya dan kemana pula dialokasikan, hal ini tercantum
dalam sabda rasulullah saw “Dua telapak kaki seorang hamba tidak akan
bergeser pada hari kiamat sampai dimintai pertanggung jawaban tentang
umurnya untuk apa dihabiskannya, dan tentang ilmunya bagaimana dia
mengamalkannya, dan tentang hartanya dari mana ia peroleh dan kemana
belanjakn, serta tentang tubuhnya untuk apa ia gunakan).” HR at-Tirmidzi (no.
2417), ad-Darimi (no. 537), dan Abu Ya’la (no. 743).
Maka bayi tabung jika ditelaah dari aspek Hifzu al-Mal (melindungi harta)
juga adalah termasuk yang sangat elegan, hal ini dikarenakan anak kandung
adalah salah satu ahli waris yang paling diutamakan, jika pasangan suami istri
adalah orang yang mempunyai kekayaan dan mereka tidak mempunyai keturunan
yang akan menjadi pemegang amanah harta tersebut.
Dan sebaik-baiknya anak-anak yang diperoleh melalui proses bayi tabung
ini nantinya akan mengelola hartanya untuk menunjang agama atau Hifzu ad-din
(melindungi agama), seperti pembangunan pesantren, masjid, tunjangan
perumahan dan hubungan kerja lainnya. Jika tujuannya baik, maka segala jalan
yang menuju pada tujuan tersebut juga akan diberi nama yang baik, dan harta
tersebut menjadi salah satu shadaqah Jariyah.
5) Hifzu An-Nasab (melindungi keturunan)
Inseminasi buatan berupa bayi tabung ini merupakan terlihat sangat
mendominasi diantara beberapa aspek (Hifzu ad-Din, An-Nafs, Al-A’ql, dan Al-
Mal) dikarenakan fokus bahasan bayi tabung atau Fertilization in Vitro (FIV)

23
terkait tentang nasab dan keturunan, Namun harus diperhatikan bahwa bayi
tabung yang mendukung Hifzu An-Nasab harus sesuai dengan apa yang telah
dijelaskan sebelumnya, yaitu tidak melibatkan pihak ketiga agar anak tersebut
tetap terjaga nasabnya dan jelas keturunannya, maka dalam islam juga diharamkan
zina, dan disyariatkannya Iddah bagi wanita yang ditalak oleh suami baik cerai
hidup maupun cerai mati, dan juga seorang budak dan hamba sahaya tidak boleh
langsung digauli sampai mereka mengetahui bahwa budak tersebut tidak hamil.

2.3 Pandangan Hukum Positif Indonesia terhadap Inseminasi Bayi Tabung


Di Indonesia, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
reproduksi buatan sudah ada yaitu:
1. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal 127 menyatakan:
(1) Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
bersangkutan ditanamkan dalam rahimistri darimana ovum
berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu; danc.pada fasilitas pelayanan
kesehatan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
2. Keputusan Menteri Kesehatan No.72/Menkes/Per/II/1999 tentang
Penyelenggaraan Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan tentang:
Ketentuan Umum, Perizinan, Pembinaan dan Pengawasan, Ketentuan
Peralihan dan Ketentuan Penutup.Selanjutnya, atas keputusan Menkes
RI di atas, dibuat Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di Rumah Sakit oleh
Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, Departemen Kesehatan
RI21yang menyatakan bahwa:
1) Pelayanan Pelayanan Teknologi Buatan hanya dapat dilakukan dengan
sel telur dan sperma suami istri yang bersangkutan.

24
2) Pelayanan Reproduksi Buatan merupakan bagiandari pelayanan fertilitas,
sehingga kerangka pelayanannya merupakan bagian dari pengelolaan
pelayanan fertilitas secara keseluruhan
3) Embrio yang dapat dipindahkan satu waktu ke dalam rahim istri tidak
lebih dari 3 boleh dipindahkan empat embrio pada keadaan:
a. Rumah Sakit memiliki 3 tingkat perawatan bayi baru lahir;
b. Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-
kurangnya 2 kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal, atau
c. Istri berumur lebih dari 35 tahun.
4) Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.
5) Dilarang melakukan jual beli embrio, ova danspermatozoa.
6) Dilarang menghasilkan embrio semata-mata untuk penelitian.
Penelitian dan sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dilakukan kalau
tujuan penelitiannya telah dirumuskan dengan jelas.
7) Dilarang melakukan penelitian terhadap atau dengan menggunakan embrio
manusia yang berumur lebih dari 14 hari sejak tanggal fertilisasi.
8) Sel telur manusia yang dibuahi dengan spermatozoamanusia tidak boleh
dibiak in vitro lebih dari 14 hari (tidak termasuk hari-hari penyimpanan
dalam suhu yang sangat rendah/simpan beku.
9) Dilarang melakukan penelitian atau eksperimentasi terhadap atau
dengan menggunakan embrio, ova atau spermatozoamanusia tanpa izin
khusus dari siapa sel telur atau spermatozoa diperoleh.
Dalam Pasal 285 KUH Perdata bahwa anak yang diakui oleh pasangan
suami istri adalah anak yang dibenihkan atau diperbuahkan (fertilisasi) oleh
orang lain sebelum kawin maka dalam pelaksanaan bayi tabung yang
menggunakan sperma donor, istri menerima sperma donor setelah pasangan
suami istri itu kawin atau dengan kata lain suami istri itu sudah menikah
sebelum melakukan program bayi tabung dengan menggunakan sperma donor
dan sebelum penggunaan sperma donor itu,istri telah mendapatkan izin dari
suami. Dengan adanya persetujuan dari suami maka secara diam-diam suami
mengakui anak yang berasal dari sperma donor sebagai anaknya.Pengakuan
sebelum penggunaan sperma donor yang berbentuk pre-embrio itu, seorang

25
istri harus mendapat izin dari suaminya. Karena tanpa izin dari suaminya, maka
suami dapat menyangkal tentang keabsahan dari anak yang dilahirkan
istrinya. Keabsahan dari anak yang dilahirkan oleh istri dalam suatu
perkawinan berdasarkan Pasal 250 KUH Perdata dan Pasal 42 UU No.1 Tahun
1974 yang dirobah dengan UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan.

Terkait peraturan sewa rahim di Indonesia, dalam Pasal 127


UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, mengatur
diperbolehkannya bayi tabung yang menggunakan rahim istri dari mana ovum
itu berasal, sehingga secara implisit melarang sewa rahim. Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi secara eksplisit melarang
sewa rahim, yaitu pada Pasal 43 ayat (3) huruf b di mana dilarang menanam
embrio pada rahim perempuan lain dan masih ada beberapa peraturan lagi yang
melarang seperti Peraturan Menteri Kesehatan dan Fatwa MUI karena akan
menimbulkan masalah yang rumit terkait masalah warisan (khususnya antara
anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu pengganti)
(Sonny Dewi Judiasih dkk, 2016: 60-61).

2.4 Hak kewarisan Anak Hasil Bayi Tabung Menurut Hukum Islam dan
Menurut Hukum Positif Indonesia
a. Pandangan Hukum Islam
Hak waris anak hasil bayi tabung menurut hukum Islam adalah ia berhak
atas harta peninggalan ayah dan ibunya, jika benih yang digunakan
berasal dari kedua orang tuanya yang telah terikat dalam sebuah
perkawinan. Namun jika terdapat adanya unsur asing (benih dan tempat
reproduksi) dalam proses pembuahannya maka hak warisnya hanya
mampu dihubungkan kepada ibu dan keluarga ibunya saja. Adapun
terkait hak waris anak yang dilahirkan dari hasil sewa rahim (Surrogate
Mother) adalah bahwa anak tersebut memiliki hak saling mewarisi
dengan ibu yang mengandung dan melahirkannya (ibu pengganti).
Sebagaimana sebelumnya dijelaskan bahwa ia memiliki hubungan nasab
dengan ibu pengganti yang melahirkannya, dan nasab ini berimplikasi

26
pada hak kewarisan. Dan juga diketahui bahwa sebab-sebab adanya
hubungan saling mewarisi diantaranya adalah: karena adanya hubungan
perkawinan yang sah, hubungan darah, dan wala` (pembebasan budak).
Jika dilihat pada sebab-sebab tersebut, maka kewarisan anak hasil sewa
rahim adalah karena adanya hubungan darah, dan hubungan darah ini
adalah antara ibu pengganti yang mengandung dan melahirkannya,
karena dalam darah daging anak tersebut sudah ada darah yang mengalir
dari dari ibu yang dititipi rahim nya itu (ibu pengganti), sehingga secara
otomatis anak tersebut dapat saling mewarisi dengan ibu yang
mengandung dan melahirkan meskipun sperma dan ovum bukan dari
nya, dan dapat saling mewarisi dengan keluarga dari pihak ibunya.
b. Pandangan Hukum Positif Indonesia
Hak Waris Anak Bayi Tabung Ditinjau dari Hukum Perdata
Hak mewarisi anak yang dilahirkan melalui hasil proses bayi tabung
dibedakan menjadi 3, yaitu:
(1) Hak mewarisi anak hasil proses bayi tabung yang menggunakan
sperma suami, kedudukan anak jenis ini dikatakan sebagai anak sah
dan dapat disamakan dengan anak kandung yang berhak untuk
mendapatkan warisan orang tua kandungnya apabila orang tuanya
(pewaris) telah meninggal dunia (Pasal 830 KUH Perdata).
(2) Hak mewarisi anak hasil proses bayi tabung yang menggunakan
sperma donor yaitu status anak itu menjadi anak yang sah apabila
melalui pengakuan berhak mendapat warisan dari orang tua yang
mengakuinya (Pasal 280 KUH Perdata) sedangkan anak zina tidak
memiliki hak waris dari orang tua yuridisnya ia hanya berhak
mendapatkan nafkah seperlunya (Pasal 867 ayat (1) KUH Perdata).
(3) Hak mewarisi anak hasil proses bayi tabung yang menggunakan
Surrogate Mother (ibu pengganti) yaitu dimana anak tersebut
dianggap sebagai anak sah dan mendapatkan hak waris dari orang
tua biologis yang menitipkannya (Pasal 830 KUH Perdata).

27
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan, maka dapat ditarik


beberapa kesimpulan diantara nya : bayi tabung atau In Vitro Fertilization adalah
salah satu penanganan masalah infiltrasi pada pasangan yang ingin memiliki anak
yaitu dengan cara pembuahan nya diadakan diluar rahim ibunya. Bayi tabung
dengan sistem tanpa ada ketelibatan pihak ketiga (sperma dari suami dan sel telur
dari istri) kemudian ditransplantasikan ke rahim istri maka hukumnya boleh dan
mempunyai kedudukan yang sah menurut syari’at islam dan bayi tersebut
bernasab pada kedua orang tuanya. Adapun jika proses nya dengan sperma dan
sel telur dari pasangan suami dan istri yang kemudian embrionya dipindahkan ke
dalam rahim wanita lain sebagai ibu pengganti (surrogate mother) terdapat
beberapa perbedaan para ulama, akan tetapi mereka tetap menghalalkan bayi
tabung dengan menggunakan rahim ibu pengganti (surrogate mother) dengan
mengqiyaskan antara ibu pengganti (surrogate mother) dengan ibu susuan, yang
mana boleh menggunakan jasa sewa.
Hak waris dari bayi tabung dengan pembuahan sperma dan sel telur dari
sepasang suami-istri dan ditransplantasikan ke rahim istri, maka ia berhak
mendaptkan harta atas peninggalan ayah dan ibunya. Namun jika terdapat adanya
unsur asing (benih dan tempat reproduksi) seperti hasil sewa rahim (Surrogate
Mother) hanya dapat saling mewarisi dengan ibu yang mengandung dan
melahirkannya (ibu pengganti).
Bayi tabung dan konsep Maqasid Syari'ah merupakan salah satu media
yang membantu terciptanya: Hifzu Ad-din (perlindungan terhadap agama), Hifzu
An-Nafs (perlindungan terhadap jiwa), Hifzu Al-‘aql (perlindungan terhadap
pikiran), Hifzu al-Mal (perlindungan terhadap harta), Hifzu an-nasab
(perlindungan terhadap keturunan).

28
DAFTAR PUSTAKA

Dongoron, I. (2020 ). Bayi Tabung Dalam Tinjauan Hukum Islam ( Analisis


Maqasid Syari'ah). Jurnal Syariah dan Hukum, 72-84.
Rumah sakit dengan pelayanan berkualitas . (nd). Rumah sakit dengan pelayanan
berkualitas - Siloam Hospitals.
https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-bayi-
tabung diakses pada 1 November 2023.
Syarif Zubaidah. (2002). Bayi Tabung, Status Hukum dan Hubungan Nasabnya
dalam Perspektif Hukum Islam. Al Mawardi Edisi VII , 1 (1), 47.
https://www.neliti.com/id/publications/42561/ diakses pada 1 November
2023.
Sufriadi Palungan, A. M. (2021). Hukum Bayi Tabung Dalam Pandangan Islam.
The Renewal Of Islamic Economic Law, 19-20.
Muh.Idris. (2019). Bayi Tabung Dalam Pandangan Islam. Jurnal Al'-Adl, 67
Nur Afifah Rizkiani. (2022). Status Nasab Dan Hak Kewarisan Anak Hasil Bayi
Tabung Melalui Pengganti Perspektif Maqshid Syari'ah.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace diakses pada 5 November 2023.
H. Husni Thamri, 2014, Aspek Hukum Bayi Tabung dan Sewa Rahim: Perspektif
Hukum Perdata dan Hukum Islam, Aswaja Pressindo, Yogyakarta.
Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta.

29

Anda mungkin juga menyukai