Anda di halaman 1dari 22

PROBLEMATIKA SEWA RAHIM DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Makalah
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam
yang diampu oleh Dr. Hj. Kokom St Komariah, M.Pd.

oleh:
Neli Ardiani (1700084)
Szasza Nurfitri (1701306)
Azmi Chairunissa Alfianty (1704478)

Kelompok 2

DEPARTEMENADMINISTRASI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Problematika
Sewa Rahim dalam Perspektif Islam”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam, penulis menyadari dalam
proses penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu dalam
proses penulisan makalah ini.
Penulis berharap semoga amal baik tersebut mendapat rahmat dan karunia-
Nya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima segala
saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dalam makalah. Semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi penulis serta menambah pengetahuan bagi
pembaca.

Bandung, Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................5
D. Manfaat Penelitian..............................................................................................6
BAB II KAJIAN TEORI...............................................................................................7
A. Sejarah Sewa Rahim...........................................................................................7
B. Pengertian Ibu Pengganti (Surrogate Mother)...................................................7
C. Jenis Sewa Rahim...............................................................................................8
D. Tanggungjawab Ibu Pengganti...........................................................................9
E. Syarat-Syarat Ibu Pengganti (Surrogate Mother).............................................10
F. Sebab-Sebab Sewa Rahim................................................................................10
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN..............................................................11
A. Fenomena Sewa Rahim....................................................................................11
B. Sewa Rahim Menurut Hukum Islam................................................................12
C. Status Anak Sewa Rahim.................................................................................16
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................18
A. Simpulan...........................................................................................................18
B. Saran.................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................21

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran seorang anak dalam kehidupan berumah tangga sepasang suami
istri merupakan salah satu tujuan dari sebuah pernikahan, akan tetapi banyak yang
sudah lama berumah tangga namun mereka belum memiliki anak, bisa disebut
juga dengan kemandulan. Kemandulan walaupun merupakan takdir Allah SWT
akan tetapi dianggap suatu penyakit karena ia bertentangan dengan keadaan yang
normal. Maka usaha untuk mengobati penyakit merupakan perkara yang dituntut
oleh syara’ selama cara yang digunakan tidak bertentangan dengan syari’at. Pada
zaman sekarang ini muncul penemuan teknologi di bidang rekayasa genetik,
dalam upaya membantu dan menolong pasangan suami istri yang tidak dapat
mempunyai keturunan. Rekayasa seperti ini ditandai dengan munculnya bayi
tabung, bank-bank sperma, atau kotak ajaib, dan yang terbaru ada yang disebut
dengan sewa rahim. Dalam hal ini para ulama sepakat untuk memperbolehkan
praktik bayi tabung dengansyarat sperma dan ovum dari suami stri kemuddian
ditranplantasikan ke dalam Rahim isteri (wanita pemilik ovum).
Akan tetapi seiring berjalannya waktu, praktek bayi taung dan inseminasi
buatan ini sudah berkembang ke dalam bentuk-bentuk yang dilarang oleh agama
yang salah satu adalah bayi taung atau inseminasi buatan yang menggunakan
sperna dari pasangan suami isteri kemudian ditranplantasikan ke dalam rahim
wanita lain. Praktek seperti ini biasanya dikenal dengan istilah sewa rahim.
Penyewaan rahim biasanya melalui perjanjian atau persyartan-persyaratan tertntu
dari kedua elah pihak, aik perjanjian tersebut berdasarkan rela sama rela, atau
perjanjian itu berupa kontrak.
Menurut ‘Ali ‘Arif, di dalam bukunya al-‘Ummu al-Badilah (ar-
Rahmu al- Musta’jirah) sebagaimana dikutip oleh Radin Seri Nabahah bt.
Ahmad Zabidi, sewa rahim adalah menggunakan rahim wanita lain untuk
mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih
laki-laki (sperma), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut hingga
lahir. Kemudian anak itu diberikan kembali kepada pasangan suami isteri itu

4
untuk memeliharanya dan anak tersebut dianggap anak mereka dari sudut
undang- undang.
Yusuf Qaradhawi (2002:660) mengharamkan sewa rahim dalam berbagai
bentuknya. Menurut beliau, jika ada sebagian wanita yang mendapat cobaan
wanita dari Allah dengan tidak bisa menghasilkan sel telur, maka mereka
seperti halnya para wanita yang tidak memiliki rahim. Demikian pula dengan para
laki-laki yang dicoba oleh Allah dengan tidak bisa menghasilkan sperma,
menghasilkannya tapi mati atau menyerupai mati, mereka adalah orang yang
dicoba oleh Allah dengan kemandulan.
Akan tetapi menurut Prof Abdul Mu’thi al-bayyumi yang dikuutip dalam
sebuah artikel praktik sewa rahim oleh ilakukan dengan sejumlah syarat ketat,
menurut anggota Dewan Kajian Islam Al-Azhar dan mantan dekan fakultas
ushuluddi di universitas islam tertua di dunia tersebut, syarat-syarat yang
dimaksud yaitu rekomendasi yang kuat dari dokter dan pemeriksaan serta
perawatan berkala yang ketat, usia ibu sewaan harus cukup dan layak hamil, dan
perlunya kestailan emosi pemilik rahim sewaan. Selain itu pernyataan dari ibu
sewaan bahwa anak yang kelak ia lahirkan adalah milik si A dan si B selaku
penyewa rahim. Oleh karena itu dalam hal ini akan membahas bagaimana
perspektif islam mengenai sewa rahim dan bayi tabung.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep sewa rahim?
2. Bagaimana sewa rahim menurut hukum islam?
3. Menjelaskan siapakah ibu yang sebenarnya dari anak yang dilahirkan jika
sewa rahim terjadi?
4. Bagaimana status anak yang dilahirkan dari sewa rahim?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sewa rahim.
2. Mengetahui agaimana sewa rahim menurut hokum islam.
3. Menjelaskan siapakah ibu yang sebenarnya dari anak yang dilahirkan jika
sewa rahim ini terjadi.
4. Bagaimana status anak yang dilahirkan dari sewa rahim

5
D. Manfaat Penelitian
1. Menjadi kajian yang memperkaya khazanah keilmuan hukum islam
2. Memerikan kontribusi pemikiran demi terbentuknya suatu system syartiat
islam yang sarat dengan nilai, moral, dan etika islam.

6
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Sejarah Sewa Rahim


Sejarah kemunculan sewa rahim berawal dari lahirnya teknologi bayi
tabung, dalam buku Irianto Koes (2014:315) dalam sejarah bayi tabung pertama
kali berhasil dilakukan oleh Dr. P. C. Steptoe dan Dr. R. G. Edwards atas
pasangan suami istri John brown dan Leslie. Sperma dan ovum yang digunakan
berasal dari suami istri, emudian emrionya ditransplantasikan kedalam rahim
istrinya, sehingga 25 Juli 19878, lahirlah bayi tabung pertama di dunia yang
bernama Louise brown di Oldham Inggris dengan berat badan 2.700g. Sejarah
dengan pembuahan diluar rahim (fertilization in vitro) yang semakin pesat, maka
muncul ide Surrogate motherdatau iu pengganti. Hal ini peertama kali dilakukan
pada tahun 1987, di Afrika Selatan, seorang ibu, Edith Jones, melahirkan kembar
tiga anak-anak hasil pencangkokan embrio putrinya, Suzanne dan suaminya.
Kelahiran lewat inseminasi buatan semacam ini dilakukan kerena Suzanne tak
tidak memiliki kandungan sejak ia lahir. Inilah pertama kalinya di dunia tentang
seorang putri (Suzanne), yang menyewa rahim ibunya (Edith Jones) Guna
mengandung emrio dari dirinya dan suaminya.

B. Pengertian Ibu Pengganti (Surrogate Mother)


Surrogate mother atau dengan bahasa lain ialah ibu pengganti adalah
wanita yang mengikat janji atau kesepakatan dengan pasangan suami-isteri.
Intinya, ibu pengganti bersedia mengandung benih dari psangan suami-isteri,
dengan menerima suatu imbalan tertentu. Pada dasarnya perbuatan yang dilakukan
dengan memperjanjikan suatu imbalan tertentu dapat dibatalkan karena perjanjian
tersebut bertentangan dengan kepentingan publik.
Awalnya sewa rahim terjadi karena pihak istreri tidak bisa mengandung
karena sesuatu hal yang terjadi pada rahimnya sehingga peran si isteri dialihkan
pada wanita lain untuk menggantikan fungsinya sebagai seorang ibu dalam
mengandungdan melahirkan, baik dengan imbalan materi ataupun sukarela.
Teknologi sewa rahim biasanya dilakukan bila isteri tidak mampu dan tidak boleh
hamil atau melahirkan. Embrio dibesarkan dan dilahirkan dari rahim perempuan
7
lain bukan isteri,walaupun bayi itu menjadi milik (secara hukum) suami isteri
yang ingin mempunyai anak tersebut. Untuk jasa tersebut, wanita pemilik rahim
biasanya menerima bayaran yang jumlahnya telah disepakati dengan keluarga
yang ingin menyewa rahimnya tersebut, dan wanita itu harus menandatangani
persetujuan untuk segera menyerahkan bayi yang akan dilahirkannya itu ke
keluarga yang menyewa. Sering kali yang disebut sebagai surrogate mother adalah
sang ibu kandung yang mengandung melalui inseminasi buatan sperma sang
suami. Dalam gestational surrogacy, sang isteri subur namun tidak mampu
membawa janin dalam kandungannya. Desriza Ratman memberikan pengertian
surrogate mother sebagai someone who takes the place of another person.

C. Jenis Sewa Rahim


Terkait dengan sewa rahim ada beberapa klasifikasi yang harus
diperhatikan menurut France Winddance Twine, yaitu:
a. Traditional Surrogacy
Traditional surragacy adalah suatu kehamilan yang mana sang wanita
menyediakan sel telurnya untuk dibuahi dengan inseminasi buatan
kemudian mengandung atas janinnya serta melahirkan anaknya untuuk
orang lain atau kehamilan yag berasal dari suatu inseminasi buatan, di
mana ovum (telur) berasal dari wanita yang hamil dan mengandung bayi
tersebut dalam suatu jangka waktu kehamilan, kemudian melahirkan anak
untuk pasangan lain.

Dari definisi tersebut dapat ditarik suatu pemahaman bahwa dalam


traditional surrogacy bayi dilahirkan dari surrogate mother membawa gen dari
surrogate mother itu karena ovum berasal dari surrogate mother yang dibuahi
oleh sperma yang berasal dari seorang laki-laki yang bukan pasangan surrogate
mother, namun setelah surrogate mother melahirkan bayi tersebut diserahkan
untuk kemudian diasuh oleh laki-laki tersebut dan pasangannya. Jadi, yang
menjadi ayah dan ibu biologisnya adalah jelas laki-laki yang memberikan
spermanya untuk membuahi ovum dan surrogate mother yang dari mana ovum
itu berasal. Jenis surrogacy ini dilakukan pada umunya apabila istri tidak lagi
memproduksi sel telur. Di luar negeri, khususnya di negara-negara yang
8
memperbolehkan hubungan sesama jenis secara legal, hal ini bisa juga
dilakukan oleh pasangan sesama jenis (homo sexual) yang ingin memiliki
keturunan. Oleh karena pasangan (laki-laki) tidak mungkin dapat
menghasilkan sel telur dan mengandung maka mereka menyewakan rahim dari
wanita lain sekaligus memanfaatkan sel telur wanita tersebut untuk dibuahi.

b. Gestational Surrogacy
Gestational surrogacy merupakan jenis surrogacy yang saat ini paling
umum terjadi, khususnya di negara-negara yang secara hukum
memperbolehkan hal ini dilakukan,seperti Indina.

Gestational surrogacy menurut Black’s Law Dictionary yaitu suatu


kehamilan yang berasal dari sel telur atau ovum seorang wanita yang telah
dibuahi oleh sperma seorang pria (umumnya pasangan dari wanita pemilik
ovum) yang dikandung dalam rahim wanita lain (si ibu pengganti) hingga si
ibu pengganti tersebut melahirkan.

D. Tanggungjawab Ibu Pengganti


Ibu pengganti akan tinggal selama 9 bulan di sebuah asrama Klinik
Kesuburan bersama 100 ibu pengganti lainnya. Mereka mendapatkan makanan
bergizi setiap harinya dan vitamin yang diberikan secara teratur. Ibu pengganti
berkewajiban menjaga bayi yang dikandungnya dan bertanggung jawab atas
segala komplikasi yang terjadi. Mereka juga dianjurkan untuk beristirahat cukup.
Di asrama para ibu pengganti juga berkesempatan mendapatkan keterampilan atau
kursus kecantikan yang dapat digunakan dikemudian hari. Ibu pengganti dapat
kembali ke asrama tersebut dan mengandung bayi titipan maksimal tiga kali.
Secara biologis, bayi yang lahir dari ibu pengganti tetaplah anak dari ayah dan ibu
penyumbang telur dan sperma. Dengan demikian, jika tes DNA dilakukan, hasil
tes tersebut akan menunjukkan bahwa sang anak merupakan 100% anak pasangan
suami istri tersebut dan sama sekali tidak membawa gen dari ibu yang
mengandung atau ibu pengganti.

9
E. Syarat-Syarat Ibu Pengganti (Surrogate Mother)
Untuk menjadi seorang Surrogate Mother diperlukan syarat-syarat sebagai berikut
menurut Salim H.S (1993:10) :

a. Wanita berumur antara 18-35 tahun, idealnya 28 tahun


b. Wanita yang sehat baik secara fisik maupun psikis
c. Sudah pernah setidaknya satu kali melahirkan bayi yang sehat dan memahami
pengaruh kesehatan dan emosional dari proses kehamilan dan melahirkan.
d. Keluarganya harus memberikan persetujuan dan dukungan
e. Memiliki tujuan untuk membantu pasangan lain memiliki anak
f. Bertanggung jawab dalam membesarkan janin dalam kandungannya.

F. Sebab-Sebab Sewa Rahim


Sewa rahim dilatar belakang oleh beberapa sebab,antara lain:

a. Seorang wanita tidak mempunyai harapan untuk mengandung secara biasa


karena ditimpa penyakit atau kecacatan yang menghalanginya dari
mengandung dan melahirkan anak.
b. Rahim wanita tersebuat dibuang karena pembedahan.

Dan ada beberapa alasan yang tidak logis lainnya yaitu:

a. Wanita terseut ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul ean kehamilan,
melahirkan menyusui anak, karena ingin menjaga kecantikan tubuh badannya
dengan mengelakkan dari terkesan akiat kehamilan.
b. Wanita yang menghindari rasa sakit saat melahirkan.
c. Wanita yang menjadikan rahimnya seagai alat komoditi dalam mencari
nafkah dan memenuhi kebutuhan ekonominya.

10
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Fenomena Sewa Rahim


Di luar negeri, seperti di Inggris, Amerika Serikat, Australia, Afrika Selatan,
kini sudah mengembangkan jenis bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor
dan ovumnya dari istri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istri,
juga mengembangkan jenis bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum
pasangan suami istri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim
surrogate mother. Dalam buku Salim H.S (1993:10) Sebagai buktinya, bahwa
menjelang awal tahun 1989 saja, telah lahir100 anak yang merupakan produk dari
surrogate mother.

Ibu-ibu di India marak menyewakan rahimnya untuk ribuan pasangan tidak


subur. Situs webmd.com melaporkan, pasangan tidak subur ini banyak dari luar
negeri. Dalam sebuah artikel yang dikutip dalam “Sewa Rahim Marak di India”
disebutkan bahwa mereka mencari perempuan tidak mampu yang mau dibayar untuk
mengandung anak mereka selama Sembilan bulan.

Kota Ananddi Negara bagian Gujarat, india, telah eruah menjadi tempat
peternakan bayi, dimana para perempuan wilayah itu meminjamkan rahim mereka
untuk membesarkan perkawinan sperma dan sel telur dari pasangan asing. Sewa
rahim ini ahkan didukung oleh seuah klinik resmi, klinik akanksha. Klinik ini sudah
satu decade memantu para perempuan bunting. Sekitr 700 bayi telah dilahirkan
namun bukan anak mereka. Wanita-wanita ini perutnya hanya dipinjam sementara
oleh banyak orang barat lantaran praktik sewa rahim di Negara mereka terlalu mahal
dan illegal.

Setiap perempuan, dilansir dalam sebuah artikel yang berjudul “Sewa Rahim
dilihat Dari Etika Profesi Keidanan” dijelaskan para perempuan mendapatkan uang
kompensasi sebesar Rp. 90,1 juta per kehamilan. Jumlah uang itu diakui mereka
sangat membantu kehidupan warga desa miskin rata-rata hanya berpenghasilan Rp. 14

11
ribu sehari. Sementara biaya melahirkan sekitar Rp. 326,2 juta sudah dibayarkan oleh
orang tua biologis si bayi.

Australia juga pernah mengalami kasus sewa rahim yang cukup rumit. Kasus
bayi gammy yang lahir dari praktik sewa rahim telah membuat perdebatan di banyak
Negara, termasuk Australia. Bayi gammy yang lahir dengan kondisi down syndrome,
sehingga orang tua penyewa yang berasal dari Australia itu, tak mau mengakui ana
tersebut. Mereka hanya membawa pasangan kembar gammy yang lahir sehat. Akiat
kejadian ini, banyak kalangan mengecam aksi pasangan asal Australia itu. Selain itu,
kasus gammy ini juga memicu polemik terkit sewa rahim internasional.

Adapun untuk di Indonesia, meskipun terdapat asas kebebasan berkontrak,


namun pada akhirnya kontrak sewa rahim belum dapat diterapkan di Indonesia karena
asas kebebasan berkontrak tidak bersifat absolute, dimana terdapat pembatasan-
pembatasan yang secara khusus tercantum baik dalm pasal 1320 maupun 1337 KUHP
perdata. Sehingga, akibat hokum perjanjian tersebut adalah batal demi hokum atas
rahim yang diperjanjikan. Dikatakan secara eksplisit pada pasal 82 ayat (2) undang-
undang nomer 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang diperbarui dengan undung-
undang nomer 36 tahun 2009, bahwa selain bayi tabung dengan rahim milik orang tua
asli adalah dilarang. Selain itu, secara kesusilaan dan ketertiban umum ada beberapa
pendapat yang menyatakan bahwa kontrak sewa rahim tidak sesuai dengan tata susila
yang ada dalam masyarakat.

B. Sewa Rahim Menurut Hukum Islam


Allah menciptakan laki-laki dan perempuan agar mampu berpasang-pasangan
dan melakukan pernikahan. Adapun tujuan dan hikmah dari proses pernikahan adalah
melanjutkan keturunan dengan lahirnya anak. Melalui pernikahan yang diisyaratkan
oleh Islam terciptalah jalan terbaik untuk mendapatkan dan memperbanyak keturunan
menjaga kelangsungan hidup manusia disertai perlindungan nasab yang jelas bagi
seorang anak sebagaimana firman Allah SWT. (QS. Ar- Ra’ad: 38)

Artinya:

12
” Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kami memberikan
kepada mereka istri-istri dan keturunan”

Semua pasangan suami-istri pasti memiliki keinginan untuk mempunyai


seorang anak sebagai rantai generasi penerus. Namun, tidak semua pasangan mampu
memiliki keturunan tersebut. Pasangan yang tidak memiliki kemampuan untuk
memiliki keturunan disebut pasangan infertile.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang berdampak pula pada perkembangan
teknologi dan alat medis mampu memberikan sebuah harapan bagi pasangan-
pasangan yang infertile. Mereka yang telah menikah namun masih belum dikaruniai
seorang anak, kini dapat direalisasikan dengan beberapa metode seperti inserminasi,
bayi tabung dan sewa rahim.
Inserminasi merupakan sebuah teknik medis dalam membantu proses
reproduksi dengan memasukkan sperma ke dalam rahim. Dilihat dari sudut hukum
Islam inseminasi buatan diperbolehkan asal sumber maninya berasal dari sang suami.
Inseminasi buatan dengan pemberian sperma dari suami sendiri diperbolehkan dalam
hukum Islam. Dengan pemberi donornya adalah suami sendiri, berarti laki-laki yang
menikahi perempuan itu jelas, maka keturunan yang diperoleh dengan mani buatan itu
pun adalah anak yang sah. Nabi Muhammad melarang Inseminasi buatan dengan
mani donor, beliau bersabda:

Artinya:
“Tidak ada suatu dosa di sisi Allah SWT sesudah Syirik yang lebih besar daripada
seorang laki-laki yang meletakkan maninya ke dalam rahim yang tidak halal baginya”
(H.R Muslim)
Inseminasi buaan dengan “mani donor” berarti meletakkan mani laki-laki
kedalam rahim yang tidak halal baginya, hal ini dianggap sama halnya dengan zina.
Inseminasi buatan dilakukan karena jalan pemberian sperma secara alami tidak
membuahkan hasil.

13
Selain inseminasi buatan, ada cara lain untuk memperoleh keturunan yaitu
dengan cara sewa rahim. Permasalahan sewa rahim belum pernah terjadi pada masa
nabi, sehingga masalah ini disebut dengan masalah ijtihadiyah yang harus diteliti dan
dipelajari secara seksama, demi untuk menetapkan hukumnya.
Tidak adanya ketentuan dan dasar hokum mengenai permasalahan sewa rahim,
maka banyak bermunculan dari cendikiawan-cendikiawan muslim yang mana diantara
pendapat terebut ada yang menyetujui (menghalalkan) dan ada yang menolak
(mengharamkan). Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Adinda Akhsanal
Viqria, terdapat beberapa cendikiawan muslim yang memberikan pendapatnya
mengenai hokum sewa rahim, diantaranya:
1. Ibrahim Hosein ( Mantan Ketua MUI)
Proses kehamilan tidak di dalam rahim wanita atau sel telur dari donor atau
benihnya dari pasangan suami istri, tapi embrio itu diimplantasikan ke dalam
rahim wanita lain maka pelaksanaan inseminasi buatan dan bayi tabung tersebut
tidak dapat dibenarkan.
2. Ash Syaikh’ Ali At-Thantawi
Ayi tabung yang menggunakan ibu pengganti tidak dapat dibenarkan. Karena
rahim wanita yang mengandung memiliki andil dalam pembentukan dan
pertumbuhan janin dan mengonsumsi makanan dari darah ibunya.
3. Umar Shihab
Umar Shihab mengharamkan pemanfaatan rahim dengan melihat segi banyaknya
mudharat yang ditimbulkan, antara lain jawaban pada status ibu yang dapat
mempengaruhi kedudukan anak selanjutnya, dan terjadinya persengketaan antara
kedua ibu yakni keduanya berkeinginan memiliki anak tersebut.
4. Dewan Pimpinan MUI pada 13 juni 1979 memutuskan memfatwakan:
a. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang sah
hukumnya mubah atau boleh sebab hal ini termasuk ikhtiar berdasarkan
kaidah-kaidah agama
b. Bayi tabung dari pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain
(Misalnya dari istri kedua dititipkan kepada istri pertama) hukumnya haram.
Hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan
masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang
mempunyai ovum dan Ibu yang mengandung kemudian melahirkannya)

14
c. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami
istri yang sah hukumnya haram. Karena itu statusnya sama dengan hubungan
kelamin antar jenis diluar pernikahan yang sah atau zina.
5. Menurut Ulama Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980 yang kemudian
direalisasikan pada tahun 1987 mengecam pembuahan buatan, bayi tabung, dan
transfer embrio ke rahim titipan
6. Menurut keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 pada 4 Desember 1994,
hokum sewa rahim adalah tidak sah dan haram. Dalam hal nasab, kewalian, dan
waris, tidak bisa di nasabkan kepada pemilik sperma.

Disamping pendapat-pendapat diatas yagn mengecam proses pembuahan buatan,


ada beberapa tokoh yang membenarkan tindakan tersebut diantaranya Ali Akbar yang
dikenal sebagai “dokter ulama” . beliau menyatakan bahwa menitipkan bayi tabung
pada wanita yang bukan ibunya boleh, karena si ibu tidak menghamilkannya sebab
menyatakan bahwa menitipkan bayi tabung pada wanita yang bukan ibunya boleh
karena si Ibu tidak menghamilkan nya sebab rahimnya mengalami gangguan.
Didalam Islam menyusukan anak kepada wanita lain diperbolehkan hal ini pernah
terjadi pada Nabi Muhammad yang disusui oleh Halimah Sadiyah sampai nabi
berumur 5 tahun. Hal ini menjadi dasar hukum beliau memperbolehkan sewa rahim.
Menurutnya proses Fertilisasi in Vitro seperti bayi-bayi pada umumnya, yakni
dibesarkan melalui rahim seorang wanita. Karena embrio hanya bisa tumbuh besar
didalam rahim wanita.

Selain Ali Akbar, beberapa tokoh berpendapat dan memperbolehkan proses sewa
rahim. Diantaranya:

1. Salim Dimyati berpendapat bahwa bayi tabung yang menggunakan sel telur dan
sperma dari suami istri yang sah, lalu embrionya dititipkan kepada ibu yang lain
atau ibu pengganti, maka apa yang dilahirkannya tidak lebih hanya anak angkat
belaka tidak ada hak mewarisi dan diwarisi sebab anak angkat bukanlah anak
sendiri tidak boleh disamakan dengan anak kandung. Sehingga hukumnya boleh.
2. Jurnalis udin berpendapat bahwa apabila rahim milik istri peserta program transfer
embrio itu memenuhi syarat untuk mengandung embrio itu hingga lahir maka
penyelenggaraan reproduksi bayi tabung yang proses kehamilan nya di dalam
rahim wanita lain hukumnya haram. Sebaliknya apabila:

15
1) rahim istrinya rusak dan tidak dapat mengandung embrio
2) belum ditemuka teknologi yang dapat mengandungkan embrio itu hingga lahir

berdasarkan hal diatas satu-satunya cara untuk mendapatkan keturunan adalah


dengan ibu pengganti, maka proses penitipan embrio hukumnya mubah (boleh),
karena hal itu dilakukan selain dalam keadaan darurat juga karena keinginan
memiliki keturunan besar.

Adanya berbagai pendapat mengenai halal atau tidaknya kontrak sewa rahim
tersebut, para ahli fiqih membuat suatu pertemuan di Kuwait guna membahas
status hal terkait. Pada hasil ijtihad tersebut didapatkan kesepakatan bahwa
pembuahan berdasarkan konsep sewa rahim tersebut dapat diterima asalkan para
pihak pelakunya ada dalam ikatan keluarga suami-istri

C. Status Anak Sewa Rahim


Menetapkan nasab anak dalam perspektif islam sangat penting, karena dengan
penetapan itulah dapat diketahui hubungan nasab antara anak dan ayahnya. Nasab itu
sendiri diartikan sebagai keturunan terutama pihak bapak atau pertalian keluarga.
Kata Nasab berasal dari bahasa Arab “ an nasab” yang berarti “keturunan, kerabat”,
memberikan ciri dan menyebutkan keturunannya. Penetapan nasab merupakan hak
pertama seorang anak ketika sudah terlahir ke dunia yang harus dipenuhi. Nasab
seseorang hanya bisa dinisbahkan kepada kedua orangtuanya kalau ia dilahirkan
dalam perkawinan yang sah.

Dalam buku Ensiklopedia hukum Islam dijelaskan bahwa nasab seseorang


kepada ibunya terjadi disebabkan kehamilan yang melalui proses hubungan seksual
dengan seorang laki-laki, baik itu dilakukan melalui pernikahan yang sah maupun
dengan perzinahan. Dalam persoalan nasab dari permasalahan sewa rahim, para ulama
terbagi kepada beberapa pendaapat besar, yaitu:

1. Pendapat pertama
Pendapat pertama menyatakan bahwa anak dinasabkan kepada suami ibu
surogat (pemilik rahim) yang melahirkan anak tersebut. Sekalipun beliau
tidak ada hubungan apa-apa secara genetic.
2. Pendapat kedua

16
Pendapat ini menyatakan bahwa anak dinasabkan kepada suami dari istri
pemilik benih, dan tidak dinasabkan kepada suami pemilik rahim. Ini
adalah karena penyewaan rahim dilakukan atas dasar penyewaan benih
istri kemudian benih yang telah di senyawa tadi dimasukkan ke dalam
rahim wanita lain. Hal ini dikarenakan dari segi saintifik, janin yang telah
disenyawakan lalu dipindahkan ke rahim lain, itu hanya sekedar tumpang
dalam memberikan makanan untuk tumbuh menjadi besar, sedangkan
sifat-sifat genetik berasal dari pemilik benih asal ovum dan sperma tadi.
3. Pendapat ketiga
Golongan ini berpendapat bahwa pemilik benih tidak memiliki hak
apapun,dan benihnya dianggap sia-sia.

17
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Dari pemaparan yang sudah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa:
Ali Akbar membolehkan praktek sewa rahim disebabkan sewa rahim menurut beliau
sama halnya dengan hukum penyusuan di dalam Islam. Sedangkan mayoritas para
ulama lainnya mengharamkan praktek sewa rahim dikarenakan:
a. Terjadinya pencampuran nasab karena praktek sewa rahim ini melibatkan dua
orang wanita yakni wanita yang memiliki ovum dan wanita yang mengandung
serta melahirkan.
b. Hilangnya identias keibuan, karena seorang ibu dikatakan sebagai ibu sejati
setidaknya memiliki tiga peran, yaitu ovum, mengandung dan menyusui.
c. Praktek pembuahan yang dilakukan dengan cara sewa rahim bisa dianalogikan
sebagai perbuatan zina, karena dalam praktek tersebut terjadi “penyiraman”
secara tidak langsung sperma suami kepada wanita lain selain isterinya.
d. Perbuatan ini menimbulkan lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaat
yang dapat diperoleh dan masih banyak lagi masalah-masalah lain yang akan
timbul dari praktek sewa rahim ini.
e. Praktek sewa rahim ini akan menjadikan seorang ibu dengan mudah
meninggalkan tanggung jawab dirinya sebagai seorang ibu dari kewajiban
mengandung dan melahirkan anak.
f. Praktek sewa rahim ini bisa menjadikan rahim perempuan sebagai “inkubator”
hidup. Tentunya hal ini sangat tidak relevan dengan nilai- nilai kemanusiaan
yang ada pada manusia.
g. Akan menimbulkan perselisihan yang berkepanjangan jika si wanita yang
melahirkan anak tersebut tidak bersedia menyerahkan bayi yang
dilahirkannya, misalnya karena merasakan hubungan batin selama ia
mengandung anak tersebut, meskipun sebelumnya sudah dibuat perjanjian
antara dirinya dengan pasangan yang memesannya.
h. Praktek sewa rahim ini akan menjadikan orang dengan mudah mendapatkan
anak dalam waktu singkat. Misalnya sepasang suami isteri bisa jadi akan
memiliki anak sebanyak dua belas orang dengan asumsi setiap bulan ia

18
melakukan praktek sewa rahim ini. Dan masih banyak lagi dampak-dampak
negatif yang barangkali akan terus terjadi dalam sewa rahim ini.
Ibu yang sebenarnya dari anak yang dilahirkan jika sewa rahim ini terjadi, adalah ibu
pemilik ovum. Hal ini didasari beberapa sebab, yaitu:
a. Secara hakekat saat yang paling menentukan dalam hidup manusia adalah saat
terjadinya pembuahan atau fertilisasi, yakni bertemunya sperma dan ovum.
b. Embrio (sesuatu yang dititipkan pada rahim ibu pengganti), pada tahap awal
(sampai berumur) 14 hari, bukanlah hanya sekedar kumpulan sel- sel atau
segumpal darah, melainkan benar-benar individu, dengan otonomi dan
integritas koordinasi yang kompak secara internal.
c. Hadis Nabi Muhammad saw yang menjelaskan bahwa seorang manusia
diciptakan dari (pertemuan) sperma laki-laki dan ovum wanita.
Status anak dari sewa rahim dengan menggunakan sperma dan ovum dari
pasangan suami-isteri kemudian ditranplantasikan ke dalam rahim ibu titipan adalah
sama dengan zina. Hal ini disebabkan terjadinya penumpahan sperma (walaupun
sudah dalam bentuk enmbrio) ke dalam rahim wanita lain yang tidak halal baginya
berdasarkan hadis “Tidak ada dosa yang lebih besar dari setelah syirik dalam
pandangan Allah swt dibandingkan perbuatan seorang laki-laki yang meletakkan
spermanya di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya”, dan hadis “barang
siapa beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka janganlah sekali-kali menyiramkan
spermanya di kebun (rahim) saudaranya.
Adapun status anak dari sewa rahim yang dilakukan dengan menggunakan
sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri kemudian ditranplantasikan ke dalam
rahim isteri yang lain dari suami yang sama adalah sama dengan anak tiri. Hal ini
disebabkan secara lahiriah dan hayati, anak tersebut adalah anak milik ibu yang
melahirkan. Tetapi jika ditinjau secara hakiki, anak tersebut adalah anak yang
mempunyai bibit, karena wanita (isteri yang lain dari suami yang sama) yang
melahirkan tersebut hanya menerima titipan embrio. Kalau ditinjau dari sisi ikatan
pernikahan, di mana yang melahirkan itu juga ada hubungan nikah, maka anak yang
dilahirkan itu juga anaknya. Kalau dilihat dari asal bibit, anak yang dilahirkan itu
menjadi anak tiri dan suami yang mempunyai sperma. Kalau dilihat dari sisi ia
melahirkan, anak tersebut menjadi anak kandungnya.

19
B. Saran
a. Diharapkan kepada generasi muda Islam khususnya untuk memperdalam
pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan rekayasa genetik, karena tanpa
mengetahui fakta yang sebenarnya, generasi muda Islam akan kesulitan dalam
mengkontekskannya dengan ajaran Islam. Hal ini disebabkan perkara-perkara
yang sulit ditemukan dalam pemahaman fikih klasik.
b. Diharapkan kepada para civitas akademika muslim khususnya, untuk
memperkaya literatur-literatur yang bersifat kontemporer, dengan harapan hasil
dari karya-karya tersebut bisa dijadikan rujukan bagi umat Islam dalam
mengimbangi kemajuan teknologi agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai
agama.

20
DAFTAR PUSTAKA

Deviana Yuanitasari. Aspek Hukum Sewa Rahim. Bandung: Refika ADITAMA.

Linda Beeley.1985. Surrogate Mothers, Legal Corresponfent of medicolegal.British


Medical Journal.Volume 290.

Conny Smiawan Th.I. Setiawan Yufiarti. Panorama Filsafat Ilmu. Seri Buku Daras.

Deriza Ratman.2012. Surrogate Mother dalam Prespektif Etika dan Hukum. Bolehkah
Sewa Rahim di Indonesia?,.Jakarta: Elex Media Komputindo

Tono Djuantono, dkk.2018. Panduan Medis Tepat dan Terpercaya untuk Mengatasi
Kemandulan Hanya 7 Hari, Memahami Infertilitas.Bandung: Refika Aditama.

Salim H.S, Ayi Tayng.1993. Tinjauan Aspek Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Koes Irianto. 2014. Panduan Lengkap biologi Reproduksi Manusia. Bandung: Alfabeta.

Ardini Maharani. “Sewa Rahim Marak di India” dalam


http://ww.merdeka.com:dunia:sewa:rahimi-marak-di-india.html. Diakses tanggal
28 februari 2020

Ditha Fauziah “Sewa Rahim dilihat Dari Etika Profesi Keidanan” dalam
http://idanrownyear.logspot.com/2012/02/sewa-rahim-dilihat-dari-etika-
profesi.html, diakses pada 28 Feruari 2020

21

Anda mungkin juga menyukai