Makalah
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam
yang diampu oleh Dr. Hj. Kokom St Komariah, M.Pd.
oleh:
Neli Ardiani (1700084)
Szasza Nurfitri (1701306)
Azmi Chairunissa Alfianty (1704478)
Kelompok 2
DEPARTEMENADMINISTRASI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Problematika
Sewa Rahim dalam Perspektif Islam”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam, penulis menyadari dalam
proses penyusunan makalah ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Untuk
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu dalam
proses penulisan makalah ini.
Penulis berharap semoga amal baik tersebut mendapat rahmat dan karunia-
Nya. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima segala
saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dalam makalah. Semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi penulis serta menambah pengetahuan bagi
pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................5
D. Manfaat Penelitian..............................................................................................6
BAB II KAJIAN TEORI...............................................................................................7
A. Sejarah Sewa Rahim...........................................................................................7
B. Pengertian Ibu Pengganti (Surrogate Mother)...................................................7
C. Jenis Sewa Rahim...............................................................................................8
D. Tanggungjawab Ibu Pengganti...........................................................................9
E. Syarat-Syarat Ibu Pengganti (Surrogate Mother).............................................10
F. Sebab-Sebab Sewa Rahim................................................................................10
BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN..............................................................11
A. Fenomena Sewa Rahim....................................................................................11
B. Sewa Rahim Menurut Hukum Islam................................................................12
C. Status Anak Sewa Rahim.................................................................................16
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................18
A. Simpulan...........................................................................................................18
B. Saran.................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................21
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehadiran seorang anak dalam kehidupan berumah tangga sepasang suami
istri merupakan salah satu tujuan dari sebuah pernikahan, akan tetapi banyak yang
sudah lama berumah tangga namun mereka belum memiliki anak, bisa disebut
juga dengan kemandulan. Kemandulan walaupun merupakan takdir Allah SWT
akan tetapi dianggap suatu penyakit karena ia bertentangan dengan keadaan yang
normal. Maka usaha untuk mengobati penyakit merupakan perkara yang dituntut
oleh syara’ selama cara yang digunakan tidak bertentangan dengan syari’at. Pada
zaman sekarang ini muncul penemuan teknologi di bidang rekayasa genetik,
dalam upaya membantu dan menolong pasangan suami istri yang tidak dapat
mempunyai keturunan. Rekayasa seperti ini ditandai dengan munculnya bayi
tabung, bank-bank sperma, atau kotak ajaib, dan yang terbaru ada yang disebut
dengan sewa rahim. Dalam hal ini para ulama sepakat untuk memperbolehkan
praktik bayi tabung dengansyarat sperma dan ovum dari suami stri kemuddian
ditranplantasikan ke dalam Rahim isteri (wanita pemilik ovum).
Akan tetapi seiring berjalannya waktu, praktek bayi taung dan inseminasi
buatan ini sudah berkembang ke dalam bentuk-bentuk yang dilarang oleh agama
yang salah satu adalah bayi taung atau inseminasi buatan yang menggunakan
sperna dari pasangan suami isteri kemudian ditranplantasikan ke dalam rahim
wanita lain. Praktek seperti ini biasanya dikenal dengan istilah sewa rahim.
Penyewaan rahim biasanya melalui perjanjian atau persyartan-persyaratan tertntu
dari kedua elah pihak, aik perjanjian tersebut berdasarkan rela sama rela, atau
perjanjian itu berupa kontrak.
Menurut ‘Ali ‘Arif, di dalam bukunya al-‘Ummu al-Badilah (ar-
Rahmu al- Musta’jirah) sebagaimana dikutip oleh Radin Seri Nabahah bt.
Ahmad Zabidi, sewa rahim adalah menggunakan rahim wanita lain untuk
mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih
laki-laki (sperma), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut hingga
lahir. Kemudian anak itu diberikan kembali kepada pasangan suami isteri itu
4
untuk memeliharanya dan anak tersebut dianggap anak mereka dari sudut
undang- undang.
Yusuf Qaradhawi (2002:660) mengharamkan sewa rahim dalam berbagai
bentuknya. Menurut beliau, jika ada sebagian wanita yang mendapat cobaan
wanita dari Allah dengan tidak bisa menghasilkan sel telur, maka mereka
seperti halnya para wanita yang tidak memiliki rahim. Demikian pula dengan para
laki-laki yang dicoba oleh Allah dengan tidak bisa menghasilkan sperma,
menghasilkannya tapi mati atau menyerupai mati, mereka adalah orang yang
dicoba oleh Allah dengan kemandulan.
Akan tetapi menurut Prof Abdul Mu’thi al-bayyumi yang dikuutip dalam
sebuah artikel praktik sewa rahim oleh ilakukan dengan sejumlah syarat ketat,
menurut anggota Dewan Kajian Islam Al-Azhar dan mantan dekan fakultas
ushuluddi di universitas islam tertua di dunia tersebut, syarat-syarat yang
dimaksud yaitu rekomendasi yang kuat dari dokter dan pemeriksaan serta
perawatan berkala yang ketat, usia ibu sewaan harus cukup dan layak hamil, dan
perlunya kestailan emosi pemilik rahim sewaan. Selain itu pernyataan dari ibu
sewaan bahwa anak yang kelak ia lahirkan adalah milik si A dan si B selaku
penyewa rahim. Oleh karena itu dalam hal ini akan membahas bagaimana
perspektif islam mengenai sewa rahim dan bayi tabung.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep sewa rahim?
2. Bagaimana sewa rahim menurut hukum islam?
3. Menjelaskan siapakah ibu yang sebenarnya dari anak yang dilahirkan jika
sewa rahim terjadi?
4. Bagaimana status anak yang dilahirkan dari sewa rahim?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sewa rahim.
2. Mengetahui agaimana sewa rahim menurut hokum islam.
3. Menjelaskan siapakah ibu yang sebenarnya dari anak yang dilahirkan jika
sewa rahim ini terjadi.
4. Bagaimana status anak yang dilahirkan dari sewa rahim
5
D. Manfaat Penelitian
1. Menjadi kajian yang memperkaya khazanah keilmuan hukum islam
2. Memerikan kontribusi pemikiran demi terbentuknya suatu system syartiat
islam yang sarat dengan nilai, moral, dan etika islam.
6
BAB II
KAJIAN TEORI
b. Gestational Surrogacy
Gestational surrogacy merupakan jenis surrogacy yang saat ini paling
umum terjadi, khususnya di negara-negara yang secara hukum
memperbolehkan hal ini dilakukan,seperti Indina.
9
E. Syarat-Syarat Ibu Pengganti (Surrogate Mother)
Untuk menjadi seorang Surrogate Mother diperlukan syarat-syarat sebagai berikut
menurut Salim H.S (1993:10) :
a. Wanita terseut ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul ean kehamilan,
melahirkan menyusui anak, karena ingin menjaga kecantikan tubuh badannya
dengan mengelakkan dari terkesan akiat kehamilan.
b. Wanita yang menghindari rasa sakit saat melahirkan.
c. Wanita yang menjadikan rahimnya seagai alat komoditi dalam mencari
nafkah dan memenuhi kebutuhan ekonominya.
10
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Kota Ananddi Negara bagian Gujarat, india, telah eruah menjadi tempat
peternakan bayi, dimana para perempuan wilayah itu meminjamkan rahim mereka
untuk membesarkan perkawinan sperma dan sel telur dari pasangan asing. Sewa
rahim ini ahkan didukung oleh seuah klinik resmi, klinik akanksha. Klinik ini sudah
satu decade memantu para perempuan bunting. Sekitr 700 bayi telah dilahirkan
namun bukan anak mereka. Wanita-wanita ini perutnya hanya dipinjam sementara
oleh banyak orang barat lantaran praktik sewa rahim di Negara mereka terlalu mahal
dan illegal.
Setiap perempuan, dilansir dalam sebuah artikel yang berjudul “Sewa Rahim
dilihat Dari Etika Profesi Keidanan” dijelaskan para perempuan mendapatkan uang
kompensasi sebesar Rp. 90,1 juta per kehamilan. Jumlah uang itu diakui mereka
sangat membantu kehidupan warga desa miskin rata-rata hanya berpenghasilan Rp. 14
11
ribu sehari. Sementara biaya melahirkan sekitar Rp. 326,2 juta sudah dibayarkan oleh
orang tua biologis si bayi.
Australia juga pernah mengalami kasus sewa rahim yang cukup rumit. Kasus
bayi gammy yang lahir dari praktik sewa rahim telah membuat perdebatan di banyak
Negara, termasuk Australia. Bayi gammy yang lahir dengan kondisi down syndrome,
sehingga orang tua penyewa yang berasal dari Australia itu, tak mau mengakui ana
tersebut. Mereka hanya membawa pasangan kembar gammy yang lahir sehat. Akiat
kejadian ini, banyak kalangan mengecam aksi pasangan asal Australia itu. Selain itu,
kasus gammy ini juga memicu polemik terkit sewa rahim internasional.
Artinya:
12
” Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kami memberikan
kepada mereka istri-istri dan keturunan”
Artinya:
“Tidak ada suatu dosa di sisi Allah SWT sesudah Syirik yang lebih besar daripada
seorang laki-laki yang meletakkan maninya ke dalam rahim yang tidak halal baginya”
(H.R Muslim)
Inseminasi buaan dengan “mani donor” berarti meletakkan mani laki-laki
kedalam rahim yang tidak halal baginya, hal ini dianggap sama halnya dengan zina.
Inseminasi buatan dilakukan karena jalan pemberian sperma secara alami tidak
membuahkan hasil.
13
Selain inseminasi buatan, ada cara lain untuk memperoleh keturunan yaitu
dengan cara sewa rahim. Permasalahan sewa rahim belum pernah terjadi pada masa
nabi, sehingga masalah ini disebut dengan masalah ijtihadiyah yang harus diteliti dan
dipelajari secara seksama, demi untuk menetapkan hukumnya.
Tidak adanya ketentuan dan dasar hokum mengenai permasalahan sewa rahim,
maka banyak bermunculan dari cendikiawan-cendikiawan muslim yang mana diantara
pendapat terebut ada yang menyetujui (menghalalkan) dan ada yang menolak
(mengharamkan). Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Adinda Akhsanal
Viqria, terdapat beberapa cendikiawan muslim yang memberikan pendapatnya
mengenai hokum sewa rahim, diantaranya:
1. Ibrahim Hosein ( Mantan Ketua MUI)
Proses kehamilan tidak di dalam rahim wanita atau sel telur dari donor atau
benihnya dari pasangan suami istri, tapi embrio itu diimplantasikan ke dalam
rahim wanita lain maka pelaksanaan inseminasi buatan dan bayi tabung tersebut
tidak dapat dibenarkan.
2. Ash Syaikh’ Ali At-Thantawi
Ayi tabung yang menggunakan ibu pengganti tidak dapat dibenarkan. Karena
rahim wanita yang mengandung memiliki andil dalam pembentukan dan
pertumbuhan janin dan mengonsumsi makanan dari darah ibunya.
3. Umar Shihab
Umar Shihab mengharamkan pemanfaatan rahim dengan melihat segi banyaknya
mudharat yang ditimbulkan, antara lain jawaban pada status ibu yang dapat
mempengaruhi kedudukan anak selanjutnya, dan terjadinya persengketaan antara
kedua ibu yakni keduanya berkeinginan memiliki anak tersebut.
4. Dewan Pimpinan MUI pada 13 juni 1979 memutuskan memfatwakan:
a. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami istri yang sah
hukumnya mubah atau boleh sebab hal ini termasuk ikhtiar berdasarkan
kaidah-kaidah agama
b. Bayi tabung dari pasangan suami istri dengan titipan rahim istri yang lain
(Misalnya dari istri kedua dititipkan kepada istri pertama) hukumnya haram.
Hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan
masalah warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang
mempunyai ovum dan Ibu yang mengandung kemudian melahirkannya)
14
c. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami
istri yang sah hukumnya haram. Karena itu statusnya sama dengan hubungan
kelamin antar jenis diluar pernikahan yang sah atau zina.
5. Menurut Ulama Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980 yang kemudian
direalisasikan pada tahun 1987 mengecam pembuahan buatan, bayi tabung, dan
transfer embrio ke rahim titipan
6. Menurut keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-29 pada 4 Desember 1994,
hokum sewa rahim adalah tidak sah dan haram. Dalam hal nasab, kewalian, dan
waris, tidak bisa di nasabkan kepada pemilik sperma.
Selain Ali Akbar, beberapa tokoh berpendapat dan memperbolehkan proses sewa
rahim. Diantaranya:
1. Salim Dimyati berpendapat bahwa bayi tabung yang menggunakan sel telur dan
sperma dari suami istri yang sah, lalu embrionya dititipkan kepada ibu yang lain
atau ibu pengganti, maka apa yang dilahirkannya tidak lebih hanya anak angkat
belaka tidak ada hak mewarisi dan diwarisi sebab anak angkat bukanlah anak
sendiri tidak boleh disamakan dengan anak kandung. Sehingga hukumnya boleh.
2. Jurnalis udin berpendapat bahwa apabila rahim milik istri peserta program transfer
embrio itu memenuhi syarat untuk mengandung embrio itu hingga lahir maka
penyelenggaraan reproduksi bayi tabung yang proses kehamilan nya di dalam
rahim wanita lain hukumnya haram. Sebaliknya apabila:
15
1) rahim istrinya rusak dan tidak dapat mengandung embrio
2) belum ditemuka teknologi yang dapat mengandungkan embrio itu hingga lahir
Adanya berbagai pendapat mengenai halal atau tidaknya kontrak sewa rahim
tersebut, para ahli fiqih membuat suatu pertemuan di Kuwait guna membahas
status hal terkait. Pada hasil ijtihad tersebut didapatkan kesepakatan bahwa
pembuahan berdasarkan konsep sewa rahim tersebut dapat diterima asalkan para
pihak pelakunya ada dalam ikatan keluarga suami-istri
1. Pendapat pertama
Pendapat pertama menyatakan bahwa anak dinasabkan kepada suami ibu
surogat (pemilik rahim) yang melahirkan anak tersebut. Sekalipun beliau
tidak ada hubungan apa-apa secara genetic.
2. Pendapat kedua
16
Pendapat ini menyatakan bahwa anak dinasabkan kepada suami dari istri
pemilik benih, dan tidak dinasabkan kepada suami pemilik rahim. Ini
adalah karena penyewaan rahim dilakukan atas dasar penyewaan benih
istri kemudian benih yang telah di senyawa tadi dimasukkan ke dalam
rahim wanita lain. Hal ini dikarenakan dari segi saintifik, janin yang telah
disenyawakan lalu dipindahkan ke rahim lain, itu hanya sekedar tumpang
dalam memberikan makanan untuk tumbuh menjadi besar, sedangkan
sifat-sifat genetik berasal dari pemilik benih asal ovum dan sperma tadi.
3. Pendapat ketiga
Golongan ini berpendapat bahwa pemilik benih tidak memiliki hak
apapun,dan benihnya dianggap sia-sia.
17
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari pemaparan yang sudah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa:
Ali Akbar membolehkan praktek sewa rahim disebabkan sewa rahim menurut beliau
sama halnya dengan hukum penyusuan di dalam Islam. Sedangkan mayoritas para
ulama lainnya mengharamkan praktek sewa rahim dikarenakan:
a. Terjadinya pencampuran nasab karena praktek sewa rahim ini melibatkan dua
orang wanita yakni wanita yang memiliki ovum dan wanita yang mengandung
serta melahirkan.
b. Hilangnya identias keibuan, karena seorang ibu dikatakan sebagai ibu sejati
setidaknya memiliki tiga peran, yaitu ovum, mengandung dan menyusui.
c. Praktek pembuahan yang dilakukan dengan cara sewa rahim bisa dianalogikan
sebagai perbuatan zina, karena dalam praktek tersebut terjadi “penyiraman”
secara tidak langsung sperma suami kepada wanita lain selain isterinya.
d. Perbuatan ini menimbulkan lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaat
yang dapat diperoleh dan masih banyak lagi masalah-masalah lain yang akan
timbul dari praktek sewa rahim ini.
e. Praktek sewa rahim ini akan menjadikan seorang ibu dengan mudah
meninggalkan tanggung jawab dirinya sebagai seorang ibu dari kewajiban
mengandung dan melahirkan anak.
f. Praktek sewa rahim ini bisa menjadikan rahim perempuan sebagai “inkubator”
hidup. Tentunya hal ini sangat tidak relevan dengan nilai- nilai kemanusiaan
yang ada pada manusia.
g. Akan menimbulkan perselisihan yang berkepanjangan jika si wanita yang
melahirkan anak tersebut tidak bersedia menyerahkan bayi yang
dilahirkannya, misalnya karena merasakan hubungan batin selama ia
mengandung anak tersebut, meskipun sebelumnya sudah dibuat perjanjian
antara dirinya dengan pasangan yang memesannya.
h. Praktek sewa rahim ini akan menjadikan orang dengan mudah mendapatkan
anak dalam waktu singkat. Misalnya sepasang suami isteri bisa jadi akan
memiliki anak sebanyak dua belas orang dengan asumsi setiap bulan ia
18
melakukan praktek sewa rahim ini. Dan masih banyak lagi dampak-dampak
negatif yang barangkali akan terus terjadi dalam sewa rahim ini.
Ibu yang sebenarnya dari anak yang dilahirkan jika sewa rahim ini terjadi, adalah ibu
pemilik ovum. Hal ini didasari beberapa sebab, yaitu:
a. Secara hakekat saat yang paling menentukan dalam hidup manusia adalah saat
terjadinya pembuahan atau fertilisasi, yakni bertemunya sperma dan ovum.
b. Embrio (sesuatu yang dititipkan pada rahim ibu pengganti), pada tahap awal
(sampai berumur) 14 hari, bukanlah hanya sekedar kumpulan sel- sel atau
segumpal darah, melainkan benar-benar individu, dengan otonomi dan
integritas koordinasi yang kompak secara internal.
c. Hadis Nabi Muhammad saw yang menjelaskan bahwa seorang manusia
diciptakan dari (pertemuan) sperma laki-laki dan ovum wanita.
Status anak dari sewa rahim dengan menggunakan sperma dan ovum dari
pasangan suami-isteri kemudian ditranplantasikan ke dalam rahim ibu titipan adalah
sama dengan zina. Hal ini disebabkan terjadinya penumpahan sperma (walaupun
sudah dalam bentuk enmbrio) ke dalam rahim wanita lain yang tidak halal baginya
berdasarkan hadis “Tidak ada dosa yang lebih besar dari setelah syirik dalam
pandangan Allah swt dibandingkan perbuatan seorang laki-laki yang meletakkan
spermanya di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya”, dan hadis “barang
siapa beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka janganlah sekali-kali menyiramkan
spermanya di kebun (rahim) saudaranya.
Adapun status anak dari sewa rahim yang dilakukan dengan menggunakan
sperma dan ovum dari pasangan suami-isteri kemudian ditranplantasikan ke dalam
rahim isteri yang lain dari suami yang sama adalah sama dengan anak tiri. Hal ini
disebabkan secara lahiriah dan hayati, anak tersebut adalah anak milik ibu yang
melahirkan. Tetapi jika ditinjau secara hakiki, anak tersebut adalah anak yang
mempunyai bibit, karena wanita (isteri yang lain dari suami yang sama) yang
melahirkan tersebut hanya menerima titipan embrio. Kalau ditinjau dari sisi ikatan
pernikahan, di mana yang melahirkan itu juga ada hubungan nikah, maka anak yang
dilahirkan itu juga anaknya. Kalau dilihat dari asal bibit, anak yang dilahirkan itu
menjadi anak tiri dan suami yang mempunyai sperma. Kalau dilihat dari sisi ia
melahirkan, anak tersebut menjadi anak kandungnya.
19
B. Saran
a. Diharapkan kepada generasi muda Islam khususnya untuk memperdalam
pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan rekayasa genetik, karena tanpa
mengetahui fakta yang sebenarnya, generasi muda Islam akan kesulitan dalam
mengkontekskannya dengan ajaran Islam. Hal ini disebabkan perkara-perkara
yang sulit ditemukan dalam pemahaman fikih klasik.
b. Diharapkan kepada para civitas akademika muslim khususnya, untuk
memperkaya literatur-literatur yang bersifat kontemporer, dengan harapan hasil
dari karya-karya tersebut bisa dijadikan rujukan bagi umat Islam dalam
mengimbangi kemajuan teknologi agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai
agama.
20
DAFTAR PUSTAKA
Conny Smiawan Th.I. Setiawan Yufiarti. Panorama Filsafat Ilmu. Seri Buku Daras.
Deriza Ratman.2012. Surrogate Mother dalam Prespektif Etika dan Hukum. Bolehkah
Sewa Rahim di Indonesia?,.Jakarta: Elex Media Komputindo
Tono Djuantono, dkk.2018. Panduan Medis Tepat dan Terpercaya untuk Mengatasi
Kemandulan Hanya 7 Hari, Memahami Infertilitas.Bandung: Refika Aditama.
Salim H.S, Ayi Tayng.1993. Tinjauan Aspek Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Koes Irianto. 2014. Panduan Lengkap biologi Reproduksi Manusia. Bandung: Alfabeta.
Ditha Fauziah “Sewa Rahim dilihat Dari Etika Profesi Keidanan” dalam
http://idanrownyear.logspot.com/2012/02/sewa-rahim-dilihat-dari-etika-
profesi.html, diakses pada 28 Feruari 2020
21