Anda di halaman 1dari 82

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |i

Judul : SURAT DARI SERAMBI MEKAH


MEMBUAT KHALIFAH MARAH
(10 Kisah Sejarah yang Tidak Ada di
Buku Sekolah/Madrasah)
Penulis : Joko Prasetyo
Desain & layout : Tim Follback Dakwah 2020
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr Wb.
Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah
menciptakan manusia beserta aturannya yang lengkap untuk
kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Salam dan selawat
semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarganya dan para shahabat yang telah mencontohkan
bagaimana aturan yang lengkap tersebut ditegakkan di muka
bumi.
Melalui negara Islam/khilafah, Rasulullah SAW dan para
shahabat yang dijamin masuk surga, serta para khalifah
setelahnya menerapkan syariat Islam secara kaffah serta
melakukan dakwah dan jihad ke berbagai penjuru dunia
sehingga Islam sampai juga ke Nusantara dan menjadi
rahmatan lil ‘alamin. Amma ba’du.
Selain karunia dari Allah SWT, tentu saja terbitnya buku
digital SURAT DARI SERAMBI MEKAH MEMBUAT
KHALIFAH MARAH (10 Kisah Sejarah yang Tidak Ada di
Buku Sekolah/Madrasah) ini tak terlepas dari bantuan berbagai
pihak terutama penerbit Follback Dakwah. Sehingga sepuluh
feature, artikel, berita dan wawancara yang pernah dimuat
tabloid Media Umat secara terserak selama sepuluh tahun ---
sejak Januari 2010 (edisi 28) hingga Desember 2019 (edisi
256)--- menjadi satu ‘kliping bunga rampai’ bertata letak
menarik.

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |iii


Dengan amanah dan bimbingan dari Ustaz Farid Wadjdi
(Pimred Media Umat) dan Mas Mujiyanto (Redpel Media
Umat), semua bab ditulis oleh penulis kecuali bab lima (ditulis
oleh Mas Pristian Surono Putro), bab enam (ditulis oleh
Ustaz Irkham Fahmi al-Anjatani) dan bab tujuh (ditulis oleh
Mas Yusuf Mustakim dan penulis).
Bagi pembaca yang merasa tercerahkan, dimohon
kerelaannya untuk membagikan kepada orang baik lainnya
sehingga mereka pun merasakan apa yang Anda rasakan.
Meski mungkin hanya setetes, semoga buku ini menjadi
bahan bakar perjuangan melawan kezaliman mulkan jabrian
untuk menyongsong tegaknya khilafah ala minhajin nubuwwah.
Saran dan kritik yang membangun juga penulis nantikan
untuk perbaikan pada penerbitan berikutnya. Insya Allah.
Jazakumullah khairan katsiraa kepada semua pihak yang
telah membantu penulis sehingga bisa terbit dan tersebarnya
buku digital ini. Semoga menjadi amal jariah kita bersama.
Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr Wb.

Depok, 1 Rajab 1441 H/25 Februari 2020 M

Penulis,

Joko Prasetyo

iv| Joko Prasetyo


Daftar Isi
Kata Pengantar ............................................................................ iii
Daftar Isi........................................................................................ v
Pendahuluan.................................................................................. 1
1. Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah
Marah ................................................................................ 5
2. Respon Muslim Hindia Belanda Atas
Runtuhnya Khilafah ...................................................... 13
3. Membelot dari Inggris Demi Ukhuwah Islam .......... 20
4. Janji Itu Dikhianati ........................................................ 27
5. Pancasila, Alat Sekuler dan Komunis Menjegal
Islam ................................................................................ 36
6. Ketika Kiai-kiai NU Ditangkapi .................................. 43
7. KUII Ke-6: Khilafah Memiliki Fakta dan Akar
Historis yang Kuat di Indonesia.................................. 50
8. Surat Raja Sriwijaya Awali Hubungan Khilafah
dengan Nusantara (Wawancara dengan
Sejarawan Septian AW ) ............................................... 55
9. Deislamisasi Sejarah (Wawancara dengan
Sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara) .................. 60
10. Umat Islam Seperti Belum Merdeka
(Wawancara dengan sejarawan Moeflich
Hasbullah) ..................................................................... 66
Riwayat Penulis ........................................................................... 72

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |v


vi| Joko Prasetyo
Pendahuluan

S iapa saja yang membaca buku ini secara jernih dari awal
hingga akhir, insya Allah akan menemukan gambaran
sejarah bahwa dulu Nusantara merupakan bagian dari
khilafah Islam. Salah satu pragmennya ada di masa Khalifah
Sultan Abdul Majid II (1842-1918) yang dapat dibaca pada
bab pertama Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah.
Begitu Khilafah Utsmani runtuh pada 1924, kaum
Muslimin di Nusantara pun melalui berbagai ormas Islamnya
seperti Syarikat Islam, Muhammadiyah dan cikal bakal
Nahdlatul Ulama bersepakat untuk membaiat seorang
khalifah baru untuk kaum Muslimin sedunia, sebagai langkah
untuk mewujudkannya mereka membentuk Komite Khilafah
(1924-1926). Penggalannya dapat dibaca pada bab kedua
Respon Muslim Hindia Belanda Atas Runtuhnya Khilafah.
Meskipun kafir penjajah berhasil membuat puluhan
negara bangsa di atas puing-puing khilafah, tetapi mereka
tidak bisa menyekat perasaan keislaman kaum Muslimin.
Setidaknya hal itu ditunjukkan pasukan British Indian Army
yang beragama Islam dalam pertempuran di Surabaya pada 10
November 1945. Detailnya ada pada bab ketiga Membelot dari
Inggris Demi Ukhuwah Islam.
Salah satu faktor berdirinya negara bangsa lantaran
tekanan penjajah yang begitu kuat serta pemikiran kaum
Muslimin yang semakin merosot, sehingga alih-alih membaiat

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |1


seorang khalifah, umat Islam malah terjebak kepada
perdebatan masalah cabang agama di bidang ibadah. Walhasil
panggung utama politik diambil alih oleh kaum sekuler (baca:
orang Islam yang teracuni pemikiran Barat sehingga menolak
penerapan syariat Islam secara kaffah).
Karena posisinya telah beralih ke pinggir panggung alias
bargaining politiknya sudah tak sekuat dulu, begitu
merumuskan kemerdekaan kaum Muslimin terpaksa
menerima republik/demokrasi sebagai sistem
pemerintahannya yang dipaksakan kaum sekuler serta
terjebak ke dalam negara bangsa.
Tetapi kaum Muslimin yang diwakili para ulama tetap
menginginkan negara yang merdeka nanti berdasarkan Islam,
bukan Pancasila seperti yang disodorkan kaum sekuler. Hal
itu bisa terlihat pada perdebatan di sidang BPUPKI 1945
maupun Sidang Konstituante 1955-1959. Penggalan kisahnya
ada pada bab keempat Janji Itu Dikhianati.
Menariknya, bukan hanya kaum sekuler, dalam Sidang
Konstituante kaum komunis pun berada pada kubu Pancasila.
Kok bisa? Jawabannya ada pada bab kelima Pancasila, Alat
Sekuler dan Komunis Menjegal Islam.
Kaum sekuler semakin jemawa. Tak puas hanya dasar
negara, mereka pun melarang parpol dan ormas berasaskan
Islam. Semua harus berasas tunggal Pancasila. Yang melawan
dipersekusi, dikriminalisasi bahkan dibunuh. Kejadian di era
Orde Baru itu tergambar dalam bab keenam Ketika Kiai-kiai
NU Ditangkapi.

2| Joko Prasetyo
Walhasil, mayoritas kaum Muslimin di Indonesia mengira
demokrasi itu bukan jebakan penjajah, lebih parah lagi
menyangka demokrasi sesuai Islam bahkan lahir dari Islam.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pun tampil menjelaskan
hakikat demokrasi. Dan mengajak kaum Muslimin
meninggalkan sistem kufur jebakan penjajah tersebut seraya
menggantinya dengan khilafah.
Banyak kaum Muslimin yang tersadarkan, namun
penguasa sekuler radikal intoleran tak tinggal diam. Melalui
kekuasaan dan kaki tangannya, rezim melarang HTI bersuara
tentang khilafah salah satunya dalam Kongres Umat Islam
Indonesia (KUII) ke-6.
Tapi, takdir Allah berkata lain. Sri Sultan
Hamengkubuwono X dalam pidato sambutannya malah
menjelaskan Raden Patah dikukuhkan menjadi Sultan Demak
oleh Sultan Turki Utsmani. Reportasenya ada pada bab
ketujuh KUII Ke-6: Khilafah Memiliki Fakta dan Akar Historis
yang Kuat di Indonesia.
Sejarah masuknya Islam ke Nusantara dan bagaimana
hubungannya dengan khilafah dapat pembaca temukan pada
bab kedelapan Surat Raja Sriwijaya Awali Hubungan Khilafah
dengan Nusantara (Wawancara dengan sejarawan Septian AW).
Salah satu cara pemerintah menjauhkan kaum Muslimin
dari Islam adalah dengan pembelokan sejarah sehingga
membuat pengertian terhadap aktivitas politik yang terjadi di
masa lalu menjadi tersimpangkan. Pemaparannya ada pada
bab sembilan Deislamisasi Sejarah (Wawancara dengan sejarawan
Ahmad Mansur Suryanegara).

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |3


Di penghujung 2019, rezim zaman now juga
mewacanakan pada 2020 akan menghapus terminologi
khilafah dan istilah jihad dalam fikih dan buku sejarah
madrasah. Bagi yang mengerti sejarah, ada yang menyebut
rezim mendapat saran dari pembisik busuk macam Snouck
Hurgronje, bahkan ada juga yang menyebut rezim tak
ubahnya seperti Mustafa Kemal Pasha. Sehingga
kesimpulannya tercermin dalam bab kesepuluh Umat Islam
Seperti Belum Merdeka (Wawancara dengan sejarawan Moeflich
Hasbullah).
Dengan diterbitkannya buku ini, diharapkan para
pembaca dapat memetik pelajaran berharga dari sepuluh
pragmen sejarah perjalanan umat Islam di Nusantara ini.
Bagi pembaca yang merasa tercerahkan, dimohon
kerelaannya untuk membagikan kepada orang baik lainnya
sehingga mereka pun merasakan apa yang Anda rasakan.
Meski mungkin hanya setetes, semoga buku SURAT DARI
SERAMBI MEKAH MEMBUAT KHALIFAH MARAH
(10 Kisah Sejarah yang Tidak Ada di Buku Sekolah/Madrasah)
menjadi bahan bakar perjuangan melawan kedzaliman mulkan
jabrian untuk menyongsong tegaknya khilafah ala minhajin
nubuwwah.
Allahu Akbar!

4| Joko Prasetyo
Surat dari Serambi Mekah
Membuat Khalifah Marah
“Tetapi warga Aceh sudah bersumpah akan tetap berkomitmen
bersama Khilafah Utsmani, mereka bilang tidak pernah mendengarkan
larangan-larangan Belanda tersebut.”

S ultan Abdul Hamid II naik pitam. Ia langsung berdiri


dari kursinya lalu menggebrak meja begitu mendengar
bahwa kaum Muslimin Aceh dilarang berangkat naik
haji oleh Kerajaan Kristen Belanda. Sultan pun berpikir keras
bagaimana mengatasinya karena di masanya inilah, Khilafah
Utsmani menghadapi tantangan terberat.
Konspirasi dari kerajaan-kerajaan Kristen Eropa seperti
Inggris, Perancis, Italia, Prusia, Rusia, yang menghendaki
hancurnya eksistensi Khilafah semakin menguat. Bibit-bibit
separatisme yang dihembuskan negara-negara Barat melalui
ide nasionalisme juga mulai tumbuh subur dan tentu sangat
menyita energi yang cukup besar. Meski sangat jauh dari ibu
kota, Aceh pun tetap wajib diperhatikan.
Sultan berjalan mendekati lelaki yang berdiri menunduk
di depannya usai membacakan surat dari Aceh, lalu berkata,
“Bagaimana kita bisa menjadi layak untuk makam (gelar
khalifah) ini wahai Pasha (Jenderal)…”

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |5


Sultan Abdul Hamid II

“Anda layak mendapatkan makam ini wahai Sultanku…”


jawab pembaca surat yang dipanggil Pasha tersebut.
Tapi Sultan menyanggah dengan menyatakan: “Satu
peristiwa, mereka yang berlindung kepada kekuatan Anda
tanahnya dijajah. Walaupun kita bekerja siang malam untuk
bisa layak mendapatkan makam ini, tetap saja kita tidak bisa
memenuhi haknya. Ketika Muslim di Aceh berada di kondisi
seperti ini, ketika mereka menyerang agama kita...”
Mereka pun juga tahu, lanjut Sultan, bahwa pada haji,
orang-orang Islam menjadi satu, saling memperkuat
hubungannya satu sama lain, satu sama lain saling memberi

6| Joko Prasetyo
kabar, menjadi sebuah persatuan. Dan oleh sebab itu pula
Belanda tidak mengizinkan orang Aceh untuk pergi haji.
Sembari menuruni tangga menuju ruangan yang lebih
besar lagi, Pasha menceritakan bahwa Belanda tidak hanya
menghalangi warga Aceh untuk pergi haji tetapi melarang
pula para khatib membaca khutbah dengan menyebut
Khilafah Utsmaniyyah serta mencopot panji-panjinya.
“Tetapi warga Aceh sudah bersumpah akan tetap
berkomitmen bersama Khilafah Utsmani, mereka bilang tidak
pernah mendengarkan larangan-larangan Belanda tersebut,”
ujar Pasha.
Sultan lalu menyibak tirai merah yang menutupi peta
dunia yang menempel di dinding ruangan tersebut. Kemudian
tongkatnya ditunjuk-tunjukkan ke peta ujung utara Pulau
Sumatera seraya berkata:
“Di tengah-tengah samudera yang sangat besar, beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya, bangsa yang membaiat kita
sebagai khalifah. Selagi kekuatan kita cukup, kita harus selalu
berada di samping mereka. Tetapi yang dipahami kekuatan
kita tidaklah cukup...”
“Sultanku, untuk sekarang masalah terbesarnya adalah
tidak bisa naik haji,” sanggah Pasha.
“Itu dia masalahnya…” jawab Sultan.
Lalu Sultan pun mengingatkan pentingnya membuat
proyek Demiryolu (jalur kereta api haji). “Demiryolu dari
Istambul (ibu kota Khilafah Utsmani) ke Hijaz, dari sana ke
Baghdad, dan akan menyambung ke India dan dari sana juga
dengan kapal ke Aceh,” ujarnya.

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |7


Tapi masalahnya proyek tersebut membutuhkan biaya
yang sangat besar dan memakan waktu lama sedangkan
ibadah haji harus dilakukan segera. Untung saja, Sultan
teringat dengan dokumen yang menunjukkan bahwa Willem
ke-6 (raja pertama Belanda) sebenarnya tidak sah menjadi
Raja Belanda lantaran dia hanyalah anak pungut yang diambil
Napoleon Bonaparte dari panti asuhan. Padalah adat yang
berlaku seluruh raja-raja di kerajaan di Eropa merupakan satu
keturunan.
Dubes Belanda pun dipanggil menghadap Sultan. “Tidak
mungkin terjadi!.. Tidak mungkin!..” ujar Duta Besar Belanda
membaca dokumen tersebut dengan tangan gemetar seolah
tak percaya.
Sultan lalu menekan Belanda akan membocorkan
dokumen tersebut sehingga raja-raja Eropa lainnya murka bila
tetap menghalangi Muslim Aceh pergi haji. Bukan hanya itu,
Sultan pun berhasil menekan Belanda agar menjamin Muslim
Aceh selamat dalam ibadah haji dengan membuat perusahaan
travel kapal laut dengan harga yang murah.
“Mengerti?!” Bentak Sultan kepada duta besar Belanda.
“Saya mengerti setiap perkataan Anda Sultanku…” ujar
duta besar Belanda.
Itulah salah satu pragmen kepemimpinan Sultan Abdul
Hamid dalam mengurusi urusan umat yang diangkat dalam
episode ke-15 sinetron sejarah berbahasa Turki Payitaht
Abdülhamid. Sedangkan sinetron tersebut dibuat berdasarkan
buku harian Sultan Abdul Hamid II.

8| Joko Prasetyo
Salah satu pragmen saat kaum Muslimin masih memiliki
junnah (pelindung dan pengayom). Meski khilafah Islam
dalam kondisi kritis, khalifah tetap saja berupaya keras
melindungi umat meski lokasinya di Aceh, lokasi yang sangat
jauh dari ibu kota.

Proyek Kereta Api


Pembangunan jalur kereta api dibagi beberapa termin.
Termin pertama dimulai dari Damaskus sampai Mekah.
Keuangan negara memang tengah kritis, namun Sultan tidak
mau meminjam uang sebagaimana khalifah sebelumnya
kepada Jerman. Maka Sultan pun memerintahkan segenap
kaum Muslimin saja untuk berpartisipasi dalam pembangunan
suci ini.
Sultan memulai pendaftaran para penyumbang kaum
Muslimin dengan dimulai oleh dirinya sendiri yang
memberikan 50.000 keping uang emas Utsmani. Kemudian
dibayar juga uang sebanyak 100.000 keping emas Utsmani
dari kas negara. Kaum Muslimin dari berbagai penjuru dunia
juga turut berlomba-lomba dalam membantu pembangunan
rel kereta api Hijaz baik dengan harta maupun jiwa.
Pada 1907 M, proyek pembangunan rel kereta api Hijaz
ini dikerjakan oleh sekitar 7.500 pekerja yang hampir kesemua
pekerja itu adalah kaum Muslimin. Sultan sangat
meminimalisasi peran pekerja asing seperti arsitek dan pekerja
lainnya dalam proyek ini. Sultan memaksimalkan tenaga para
kaum Muslimin. Dengan menghabiskan total biaya yang
sangat besar, sekitar 4.283.000 lira Utsmani, pada Agustus

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |9


1908 M rel kereta api Hijaz ini telah sampai ke Madinah al
Munawwarah.
Rencana pembangunan ini juga melanjutkan ke Mekah
dan pelabuhan Jeddah namun ditentang keras oleh Gubernur
Mekah Syarif Hussein karena kuatir akan semakin
memperkuat kontrol khalifah terhadap Hijaz. Rupanya bibit-
bibit sparatisme berhasil disemai Kerajaan Kristen Inggris di
benak Syarif Hussein ---yang kelak pada 1916 berhasil bughat
dan mendirikan Kerajaan Hijaz.
Pada 1 September 1908 jalur ini selesai dibangun dan
mulai dioperasikan. Pada 1912 telah mencapai 30.000
penumpang per tahun. Perjalanan haji semakin mudah serta
menumbuhkan bisnis dan perdagangan di kawasan itu.
Tercatat pada 1914 telah mencapai 300.000 penumpang.
Selain para jamaah haji, angkatan bersenjata Utsmaniyah
memanfaatkannya untuk mengirimkan suplai pasukan dan
barang.
Sebelum dibangun jalur kereta api sepanjang 814
kilometer dari Damaskus ke Madinah, biaya perjalanan haji
cukup mahal. Dengan menyewa unta dan perlengkapannya
menghabiskan biaya 3.50 pound per empat hari sedangkan
perjalanan lima hingga delapan pekan. Sementara perjalanan
dengan kereta api jauh lebih murah dan hanya menghabiskan
waktu tiga hari saja.

Dikudeta
Sultan lahir pada hari Rabu, 21 September 1842. Dengan
nama lengkap Abdul Hamid Khan II bin Abdul Majid Khan.

10| Joko Prasetyo


Ia adalah putra Abdul Majid dari istri keduanya. Ibunya
meninggal saat ia berusia 7 tahun.
Sultan menguasai bahasa Turki, Arab, dan Persia. Senang
membaca dan bersyair. Pada 41 Agustus 1876 (1293 H),
Sultan Abdul Hamid dibaiat sebagai khalifah di tengah-tengah
merosotnya pemahaman kaum Muslim akan pemahaman
Islam yang benar.
Sehingga tidak sedikit yang terkecoh dan bersekutu
dengan kerajaan-kerajaan Kristen Eropa. Sehingga alih-alih
membela Sultan, mereka malah bekerja sama dengan Inggris
dan sekutunya untuk menggulingkan Sultan.
Malam itu, 27 April 1909 Sultan Abdul Hamid dan
keluarganya kedatangan beberapa orang tamu tak diundang.
Kedatangan mereka ke Istana Yildiz menjadi catatan sejarah
yang tidak akan pernah terlupakan.
Mereka mengatasnamakan perwakilan 240 anggota
Parlemen Utsmaniyyah, di bawah tekanan Turki Muda, yang
setuju penggulingan Abdul Hamid II dari kekuasaannya.
Senator Syeikh Hamdi Afandi Mali mengeluarkan fatwa
tentang penggulingan tersebut, dan akhirnya disetujui oleh
anggota senat yang lain.
Fatwa tersebut terlihat sangat aneh dan setiap orang pasti
mengetahui rekam jejak perjuangan Abdul Hamid II bahwa
fatwa tersebut bertentangan dengan realitas di lapangan.
Keempat utusan itu adalah Emmanuel Carasso, seorang
Yahudi warga Italia dan wakil rakyat Salonika (Thessaloniki)
di Parlemen Utsmaniyyah (Meclis-i Mebusan) melangkah
masuk ke Istana Yildiz.

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |11


Turut bersamanya adalah Aram Efendi, wakil rakyat
Armenia, Laz Arif Hikmet Pasha, anggota Dewan Senat yang
juga panglima militer Utsmaniyyah, serta Arnavut Esat
Toptani, wakil rakyat daerah Daraj di Meclis-i Mebusan.
Mereka mengkudeta Sultan. “Negara telah memecat
Anda!” Esat Pasha memberitahu kedatangannya dengan nada
angkuh. Kemudian satu per satu wajah anggota rombongan
itu diperhatikan dengan seksama oleh Sultan.
“Negara telah memecatku, itu tidak masalah, tapi kenapa
kalian membawa serta Yahudi ini masuk ke tempatku?”
Spontan Sultan marah besar sambil menundingkan jarinya
kepada Emmanuel Carasso.
Sultan memang kenal benar siapa Emmanuel Carasso itu.
Dialah yang bersekongkol bersama Herzl ketika ingin
mendapatkan izin menempatkan Yahudi di Palestina.
Singkat kata, Sultan pun diasingkan ke Salonika, Yunani.
Hingga ia menghembuskan nafas terakhir dalam penjara
Beylerbeyi pada 10 Februari 1918.
Sejak dikudeta, tidak ada lagi yang meneruskan proyek
kereta api tersebut. Bahkan parahnya pada 1924 khilafah
Islam pun dibubarkan sang pengkhianat Mustafa Kemal
Pasha laknatullah. Sepeninggal pemimpin umat yang
dikhianati itu, lahirlah lebih dari 50 puluh negara bangsa dan
Aceh beserta puluhan kesultanan Islam lainnya di Nusantara
menjadi bagian dari negara bangsa Republik Indonesia.[]
Dimuat pada rubrik KISAH Tabloid Media Umat edisi 202:
LAGI, POLITISI HINA ISLAM!
3 -16 Dzulhijjah 1438 H/ 25 Agustus - 7 September 2017

12| Joko Prasetyo


Respon
Muslim Hindia Belanda
Atas Runtuhnya Khilafah
“Secara garis besar ada dua hal yang ditekankan. Salah satunya
adalah persoalan khilafah merupakan bagian dari syariat dan wajib
untuk ditegakkan kembali.”

P ada 3 Maret 1924 Khilafah Utsmani diruntuhkan oleh


antek penjajah Inggris Mustafa Kamal Pasha Attaturk
laknatullah! Sehari kemudian koran berbahasa Belanda
memberitakannya. Gemparlah Hindia Belanda (sekarang
Indonesia).
Selang beberapa waktu, berita serupa dalam bahasa
Melayu pun bermunculan. Sikap pemberitaan maupun respon
dari Indonesia bisa datang secara segera, meskipun teknologi
transportasi dan komunkasi-informasi saat itu belum
secanggih saat ini.
Tak menyia-nyiakan kesempatan, Syarif Husein mantan
Amir Mekah (mantan Gubernur Mekah) langsung
mendeklarasikan diri sebagai khalifah. Tentu saja
mendapatkan penolakan keras dari dunia Islam karena semasa
Khilafah Utsmani masih berdiri saja, dia bughat, melepaskan

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |13


Hijaz (Mekah, Madinah dan sekitarnya) dari pangkuan
Khilafah Utsmani.
Umat Islam di Indonesia pun menggelar Kongres Al-
Islam II yang diadakan pasa 19-21 Mei 1924. Dalam pidato
pembukaan kongres, KH Agus Salim menegaskan, Kongres
Al-Islam ini perlu mencari solusi atas permasalahan khilafah.
Bagi Agus Salim keberadaan sebuah pemerintahan Islam yang
merdeka adalah suatu hal yang penting.

Komite Khilafah
Pucuk dicinta, ulam tiba. Pada pertengahan 1924,
beberapa tokoh umat Islam di Surabaya menerima surat
undangan dari ulama Al-Azhar Mesir untuk kongres khilafah
pada Maret 1925. Surat juga berisi tujuh belas poin penjelasan
soal kekisruhan pasca runtuhnya Khilafah Utsmani.
“Secara garis besar ada dua hal yang ditekankan. Salah
satunya adalah persoalan khilafah merupakan bagian dari
syariat dan wajib untuk ditegakkan kembali,” ungkap
sejarawan Septian AW kepada Media Umat, Senin
(18/9/2017).
Maka pada 4 dan 5 Oktober para tokoh Islam
mengadakan pertemuan di Madrasah Tarbiatoel Aitam,
Genteng, Surabaya untuk membahasnya. Dihadiri oleh
Sarekai Islam, Muhammadiyah, Al-Irsyad, At-Tadibiyah,
Tasfirul Afkar, Ta’mirul Masajid dan lainnya.
Tokoh Syarikat Islam (SI) Oemar Said Tjokroaminoto
dalam pidatonya menyampaikan tentang perlunya umat Islam

14| Joko Prasetyo


memiliki seorang khalifah dan perlunya peran aktif umat
Islam di Indonesia untuk kepentingan khilafah.
Namun forum nampak kurang PD karena kuatir Mesir
menganggap Nusantara hanya seperti lalat saja. Kemudian
Haji Fakhruddin, seorang tokoh Muhammadiyah, memberi
kepercayaan diri bagi umat Islam Indonesia. Jika memang
benar orang Mesir memandang rendah orang Indonesia
sebagai lalat, biarkan mereka tahu seperti apa lalat ini. Dia
menegaskan, Islam tidak membuat perbedaan ras, orang
Indonesia tidak kalah dari orang Mesir.
Lalu Tjokroaminoto pun mengingatkan forum akan
pentingnya kongres di Mesir. “Belum pernah dalam
sejarahnya diadakan sebuah kongres agama Islam sedunia,
kongres ini akan menjadi yang pertama. Oleh karena hal ini
menjadi suatu kewajiban umat Islam maka utusan sangat
perlu dikirim ke Kairo. Ada banyak orang Indonesia yang
cakap menjadi utusan dan tidak akan dihina,” tegasnya.
Forum setuju. Maka Fakhruddin mengusulkan agar
mendirikan Komite Khilafah (Comite Chilafat). Terpilihlah
Wondo Soedirdjo sebagai ketua komite dan KH Abdul
Wahab Hasbullah [yang kelak pada 1926 mendirikan
Nahdlatul Ulama/NU] sebagai wakilnya.
Komite ini bertugas untuk menetapkan delegasi dan
mandat yang dibawa, serta biaya delegasi. Dan juga
menyiarkan pergerakan ini ke suluruh Hindia Belanda.
Lalu muncul cabang Komite Khilafah di berbagai daerah
seperti: Yogyakarta, Babat, Cirebon, Pasuruan, Menes,
Buitenzorg, Jampangkulon, Cianjur, Banjarmasin dan lainnya.

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |15


Kemudian pada 25-27 Desember 1924 digelarlah
Kongres Al-Islam Luar Biasa di Surabaya. Dihadiri oleh
utusan dan wakil dari 68 organisasi pada masa itu:
Muhamadiyah dan cabangnya; Sarekat Islam dan SI lokal; Al-
Irsjad dan cabangnya. Serta berbagai sub-Comite Chilafaat.
Organisasi lokal Surabaya juga hadir seperti: Watonniyah,
Attahdibiyah, Khoerriyah, Tarbiatul Aitam, Taswirul Afkar,
Ta'mirul Masajid.
Dalam kongres yang berlangsung selama tiga hari
tersebut didapat tiga kesepakatan. Pertama, wajib hukumnya
terlibat dalam perjuangan khilafah. Kedua, akan terus
didirikan Komite Khilafah di seluruh Indonesia. Ketiga, akan
mengirimkan tiga orang utusan sebagai wakil umat Islam di
Indonesia ke Kongres Kairo dengan enam butir mandat yang
telah disepakati. Tiga orang utusan tersebut adalah
Surjopranoto dari Sarekat Islam, Haji Fachruddin dari
Muhammadiyah dan KH Abdul Wahab Hasbullah.
Namun dengan berbagai tekanan dan intrik dari penjajah,
pada hari H ternyata Kongres Khilafah di Mesir diundur ---
Dan hingga hari ini tak pernah terlaksana. Kaum Muslimin
Hindia Belanda pun sedih.

Terpalingkan dari Perjuangan


Awal tahun 1925 Ibnu Saud (kelak pada 1932 mendirikan
Kerajaan Arab Saudi ketiga) berhasil mengalahkan Syarif
Husein dan menguasi Mekah. Ibnu Saud mengundang
segenap perwakilan Muslim sedunia untuk hadiri Kongres
Mekah.

16| Joko Prasetyo


“Tentu saja ini membuat senang kaum Muslimin di
Nusantara, karena harapan punya khalifah baru akan segera
terlaksana,” beber Septian.
Maka digelarlah Kongres Al Islam IV. Namun sangat
disayangkan dalam kongres terjadi friksi ketika membahas
mazhab yang dianut Ibnu Saud. Tarbiatul Aitam, Taswirul
Afkar dan Ta'mirul Masajid merasa mazhab di Mekah
tersebut sangat tidak toleran dengan perbedaan masalah
cabang (furu’iyah).
Friksi memanas berujung pada keluarnya ketiga organisasi
itu dari kongres kemudian membentuk Komite Hijaz untuk
membahas persoalan keberlangsungan mazhab di Mekah.
Januari 1926 Komite Hijaz berubah menjadi Nahdhatul
Ulama.

Pemberangkatan HOS Tjokroaminoto ke Kongres di Makkah 1926, salah satu agendanya


adalah hendak membicarakan perjuangan khilafah dengan umat Islam sedunia.

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |17


Jelang keberangkatan ke Mekah, digelarlah Kongres Al
Islam V. Kongres tidak dihadiri utusan NU. Antusiasme
terhadap Ibnu Saud semakin tinggi. Kongres memutuskan
mengirim Tjokroaminoto (SI) dan KH Mas Mansur
(Muhammadiyah) menjadi delegasi Hindia Belanda ke
Kongres Mekah.
Namun sangat ironis, dalam Kongres Mekah, Ibnu Saud
menolak dengan tegas ketika para utusan siap membaiatnya
menjadi khalifah. “Ibnu Saud lebih menekankan pada
pembahasan bid’ah, khurafat dan tahayul dan sangat
menyudutkan kaum Muslimin yang memiliki perbedaan tata
cara ibadah yang sifatnya cabang,” ungkap Septian.
Alih-alih pulang membawa kabar akan persatuan dan
kesatuan kaum Muslimin dengan terpilihnya seorang khalifah,
para delegasi pulang dengan membawa semangat
‘perpecahan’ dengan memperuncing perbedaan dalam
masalah cabang.
Sejak saat itu, tidak ada lagi opini besar di ruang publik
akan kewajiban menegakkan kembali khilafah. Hingga pada
tahun 2000 Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berhasil
menggalang 5000 kaum Muslimin dari berbagai ormas untuk
mengikuti Konferensi Khilafah Internasional di Tennis
Indoor Senayan Jakarta.
Kesadaran akan kewajiban bersatunya kaum Muslimin
dalam naungan khilafah terus menggelinding bak bola salju.
Pada 2013, HTI menggelar Mukatamar Khilafah. Acara yang
berlangsung di Gelora Bung Karno tersebut berhasil
mengumpulkan lebih dari 100 ribu kaum Muslimin dari
berbagai penjuru dunia.

18| Joko Prasetyo


Untuk menahan laju kesadaran umat akan kewajiban
menegakkan khilafah, pada 2017 rezim Jokowi pun
mengkriminalisasi perjuangan mulia ini dengan mencabut SK
Badan Perkumpulan HTI dengan semena-mena pakai Perppu
Ormas. Serta mengancam menghukum 5-20 tahun penjara
bagi anggota dan simpatisan yang masih mencoba
mendakwahkan wajibnya khilafah.[]

Dimuat pada rubrik KISAH Tabloid Media Umat edisi 204:


OH... GANJILNYA NEGERI INI
2 - 15 Muharram 1439 H/ 22 September -5 Oktober 2017

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |19


Membelot dari Inggris
Demi Ukhuwah Islam
Keputusan untuk meninggalkan satuan lama dan bergabung dengan
“musuh” hanya mungkin terjadi bila ada pendorong yang sangat
dahsyat di luar rationale. Yakni: Semangat jihad fi sabilillah.

A
nda pernah mendengar ada sekira 600 tentara Inggris
British Indian Army (BIA) membelot untuk
membela Indonesia? Meski dalam buku sejarah yang
dipelajari di sekolah tidak diungkap, tetapi kisahnya ada dan
benar-benar nyata. Itu terjadi pada saat Kerajaan Kristen
Inggris mengerahkan tentaranya untuk membantu
melanggengkan penjajahan Kerajaan Kristen Belanda di
Indonesia pada 1942-1949. Salah satu dari 600 tentara
tersebut bernama Hikmat Khan.
“Bapak saya menekankan pada ukhuwah Islam, karena
Indonesia adalah negeri Islam, tidak mungkin mereka
memerangi sesama Muslim. Kalau tidak, kita akan menjadi
kufur. Jadi dorongan utamanya adalah ukhuwah Islam,” kata
Zahir Khan (73 tahun), mengungkap alasan mengapa Hikmat
Khan dan ratusan tentara Muslim yang seluruhnya berasal
dari wilayah Pakistan membelot ke Indonesia.
Anak kelima dari dua belas bersaudara tersebut
mengatakan sedangkan ribuan anggota BIA lainnya yang non

20| Joko Prasetyo


Muslim tetap menuruti perintah Inggris. “Sedangkan tentara
Inggris dari India yang beragama Hindu dan Gurkha yang
beragama Sikh itu tetap bergabung dengan Inggris untuk
melanggengkan penjajahan Belanda di Indonesia,” ungkap
Ketua Forum Solidaritas Dunia Islam Dewan Da’wah
Islamiyah Indonesia (DDII) tersebut kepada Media Umat,
(11/9/2014) di Sekretariat DDII, Jalan Kramat Raya 45,
Jakarta.

Dibohongi Inggris
Sebelum menjadi tentara Inggris, Hikmat Khan menjadi
polisi yang ditugaskan Inggris di Hongkong sejak 1916.
Kembali ke Pakistan, Inggris menempatkan lelaki kelahiran
Peshawar itu untuk menjadi tentara. Meski sempat menolak --
-karena kuatir bakal dihadapkan dengan musuh Inggris yang
sesama Muslim--- Hikmat akhirnya pada 1930 menjadi
tentara BIA.
“Penerimaannya itu didasarkan niat untuk
menyelamatkan Pakistan dan negeri Muslim lainnya,
sebagaimana kemudian terbukti di Indonesia,” ungkap Zahir.
Tidak nyaman dengan kondisi Pakistan yang dalam
cengkeraman Inggris, ia pun mengikuti jejak Aslam Khan,
saudaranya, memboyong keluarga ke Asembagus, Situbondo,
Jawa Timur. “Keluarga tinggal di sana, sedangkan bapak di
Pakistan, bila ada kesempatan datang ke Asembagus untuk
menengok keluarga,” ujar mantan diplomat RI.
Pada 1942, Inggris mengirim ribuan tentara BIA yang
disebar ke berbagai kota untuk mengokohkan kembali

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |21


penjajahan Belanda di Indonesia. “Agar mereka mau,
kemudian Inggris mengatakan akan membawa ke Singapura.
Eh ternyata, dikirimnya ke Indonesia,” keluhnya.
Sesampainya di Indonesia baik di Jakarta, Medan,
Surabaya dan kota lainnya tentara Pakistan terkejut melihat
penduduk setempat. “Mereka terkejut, kok rumah-rumah itu
ada kaligrafi Basmalah. Satu sama lain kalau bertemu
Assalamu’alaikum-Waalaikumussalam. Itu membuat hati ayah
dan tentara Pakistan lainnya tergetar,” ungkap dosen bahasa
Inggris di beberapa universitas di Jakarta.
Setelah menyadari dirinya ternyata berlabuh di Tanjung
Priok, Hikmat diam-diam kontak dengan orang-orang
Pakistan yang sudah lama di Jakarta, salah satunya kepada
Zaristan Khan ---teman lama yang kemudian menjadi
besannya---, untuk meminta kepastian apa yang sesungguhnya
terjadi di negeri Muslim terbesar ini. Hal itu dilakukan,
lantaran seluruh tentara BIA buta informasi kekinian lantaran
mereka dilarang untuk mendengarkan radio atau pun
membaca koran.
Pasukan Pakistan yang dipimpin Ghulam Rasul, yang
umumnya belum bisa berbahasa Indonesia, itu secara diam-
diam sering bertemu Zaristan untuk mendengarkan pidato
Soekarno di radio atau pun berita dari radio India dan
Singapura. Khusus yang berbahasa Indonesia Zaristan pun
menerjemahkannya ke bahasa Urdu.
Kenalan Hikmat lainnya adalah tabib spesialis ambeyen
dan wasir asal Pakistan NM Sher. Di rumah Tabib Sher
tersebut, mereka sering menyerahkan stegun, granat, peluru

22| Joko Prasetyo


untuk diteruskan kepada pejuang-pejuang kemerdekaan
Indonesia ke pedalaman.
Bahkan beberapa bulan setalah Proklamasi Kemerdekaan
RI, tentara BIA asal Pakistan lebih memilih membela
Presiden Soekarno ketimbang Belanda. Saat itu Bung Karno
hendak berkunjung ke rumah dokter pribadinya yakni Dr. dr.
R Soeharto di Jalan Kramat Raya 128.

Hikmat Khan berfoto saat masih menjadi polisi di Hongkong.

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |23


Di depan rumah dokter pribadinya tersebut, Bung Karno
terjebak di dalam mobil yang dikepung para serdadu Nica.
Begitu tahu, tentara Muslim asal Pakistan yang sedang
kumpul di rumah Tabib Sher di Senen langsung mengajak
teman-temannya yang lain untuk menolong Bung Karno.
Maka terjadilah perdebatan seru antara serdadu Nica yang
mengacungkan senjata kepada Bung Karno dengan pasukan
Muslim dari Pakistan yang jumlahnya jauh lebih banyak
sambil mengarahkan laras panjangnya ke tentara-tentara
Belanda.
Meskipun tentara Nica itu mengatakan bahwa Bung
Karno adalah musuh, tentara Muslim tetap memerintahkan
agar tentara Nica meletakkan senjata dan mengangkat tangan,
dan kalau tidak menurut akan ditembak habis. Akhirnya
serdadu-serdadu Nica mundur sambil memaki-maki.
Selain di Jakarta, Hikmat pun ditugaskan ke Surabaya.
Tetapi kali ini bukan oleh Inggris. Melainkan oleh laskar-
laskar pejuang kemerdekaan. Tujuannya tentu saja untuk
melawan pasukan Inggris yang belabuh di Tanjung Perak
untuk membalaskan dendam Inggris atas kematian Brigjen
Mallaby di Surabaya. Sekira 300 tentara BIA asal Pakistan
yang berlabuh di sana pun membelot memihak arek-arek
Suroboyo ketika pekikan Allahu Akbar yang dipimpin Bung
Tomo terdengar berulang-ulang.
Hanya saja mereka kesulitan untuk menyatakan
bergabung dengan ulama dan santri yang memenuhi resolusi
jihad Hadratus Syeikh KH Hasyim Ashari tersebut, melalui

24| Joko Prasetyo


kontak-kontak dengan Hikmat Khan-lah mereka pun dengan
mudah dapat diterima warga Surabaya. Namun salah satu
pimpinan mereka “Mayor” Ziaul Haq (kelak menjadi presiden
Pakistan ke-6), lebih memilih kembali ke Pakistan dan
selamanya dicap sebagai pengkhianat Inggris daripada harus
memerangi sesama Muslim.

Komentar Mantan KaBakin


Membelot (disersi) di medan pertempuran menurut
hukum militer di mana pun ancamannya adalah hukuman
mati oleh mahkamah militer. Belum lagi, bisa-bisa mati
konyol di daerah sasaran oleh “pasukan kawan” yang hendak
dituju karena salah paham atau cacat dalam koordinasi
“penggabungan”.
Karena itu, Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara
(Bakin, sekarang BIN) ZA Maulani mengatakan keputusan
untuk meninggalkan satuan lama dan bergabung dengan
“musuh” hanya mungkin terjadi bila ada pendorong yang
sangat dahsyat di luar rationale.
Yakni: “Semangat jihad fi sabilillah, membela agama dan
saudara seiman, setelah terpana mendengar battle cry ‘Allahu
Akbar!... Allahu Akbar!’ ketika berkonfrontasi dengan para
pejuang kemerdekaan Indonesia digaris front pertempuran,”
ungkapnya saat memberikan prolog pada buku yang ditulis
Zahir Khan di 2004, Peranan Pakistan di Masa Revolusi
Kemerdekaan Indonesia.
Menurut Maulani, ke-600 Muslim yang membelot dari
Inggris tersebut adalah generasi mujahidin Islam pertama

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |25


dalam catatan sejarah militer modern, yang bertempur di
suatu negeri asing tidak dalam kapasitas sebagai mercenary
(serdadu bayaran, atau legium asing), tetapi sebagai
sukarelawan.
Berdasarkan data intelijennya, jumlah yang pasti tentang
mujahid asal Pakistan tidak diketahui persis tetapi jelas tidak
kurang dari 600 personil. Pasca berakhirnya perang
kemerdekaan jumlah mereka tinggal 75 orang. Tiga puluh di
antaranya kembali ke Pakistan pada 1950. Sisanya menetap di
Indonesia hingga akhir hayat, termasuk Hikmat Khan yang
tutup usia pada Sabtu 29 April 1989 di Asembagus dalam
usianya yang ke-103 tahun.[]

Dimuat pada rubrik SOSOK Tabloid Media Umat edisi 136:


REPRESIF SAMPAI DUNIA MAYA
2 - 15 Jumadil Awal 1439 H/ 19 Januari - 1 Februari 2018

26| Joko Prasetyo


Janji Itu Dikhianati

S ekira 550 orang berkumpul di dalam Gedung Merdeka,


Bandung pada 10 November 1956. Dalam bangunan
klasik dua tingkat berlantaikan marmer mengkilap khas
kolonial art deco, Presiden Soekarno melantik wakil rakyat
hasil pemilu 1955 sebagai anggota Konstituante (lembaga
yang membahas perubahan dasar negara dan undang-undang
dasar). Pelantikan tersebut menandakan pula dimulainya
sidang.

Dalam sidang tersebut, mereka terbelah menjadi dua blok


besar yakni Islam (230 kursi, 44,8 persen) dan Pancasila (274

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |27


kursi, 53,3 persen) serta satu blok kecil yakni Sosio-Ekonomi
(10 kursi, 2 persen).
Dengan rincian, Blok Islam: Masyumi (112 kursi), NU
(91), Partai Syarikat Islam Indonesia [PSII] (16), Persatuan
Tarbiyah Islamiyah [Perti] (7) dan lainnya (4).
Blok Pancasila: Partai Nasional Indonesia [PNI] (119),
Partai Komunis Indonesia [PKI] (60), Republik Proklamasi
(20), Partai Kristen Indonesia [Parkindo] (16), Partai Katolik
(10), Partai Sosialis Indonesia [PSI] (10), Ikatan Pendukung
Kemerdekaan Indonesia [IPKI] (8) dan lainnya (31).
Blok Sosio-Ekonomi: Partai Buruh (5), Partai Murba (1),
Partai Acoma (1) dan lainnya (3).

Dikhianati
Sidang Konstituante adalah sidang yang sangat dinanti
para tokoh dan umat Islam, tak terkecuali Ketua PP
Muhammadiyah (1942-1953) Ki Bagoes Hadikoesoemo.
Sebelumnya, pada 22 Juni 1945, panitia sembilan yang
dibentuk Badan Persiapan Usaha Penyelidik Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) menandatangani rancangan Pembukaan
Undang-Undang Dasar negara RI yang belakangan disebut
sebagai Piagam Jakarta. Meski telah disahkan namun
menyisakan perdebatan antara kelompok Islam di satu sisi
dan kelompok sekuler (mengaku beragama Islam tetapi
menolak penerapan syariat Islam secara kaffah) dan Kristen
di sisi lain terkait tujuh kata dalam Pembukaan UUD 1945.

28| Joko Prasetyo


Sedangkan anggota BPUPKI lainnya, Soekarno, berusaha
menengahi dengan gaya kompromistis (baca: mencampurkan
yang haq dan bathil). Dalam rapat BPUPKI 11 Juli 1945,
Soekarno menyatakan, ''Saya ulangi lagi bahwa ini satu
kompromis untuk menyudahi kesulitan antara kita bersama.
Kompromis itu pun terdapat sesudah keringat kita menetes.
Tuan-tuan, saya kira sudah ternyata bahwa kalimat dengan
didasarkan kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya sudah
diterima panitia ini."
Pada rapat 14 Juli, Ki Bagoes mengusulkan agar kata bagi
pemeluk-pemeluknya dicoret. Jadi bunyinya hanya
Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariah Islam.
Pendapatnya pun ditolak kelompok sekuler. Soekarno
lagi-lagi meminta kepada seluruh anggota BPUPKI untuk
tetap menyepakati hasil 11 Juli. Akhirnya BPUPK
memutuskan tetap mencantumkan kalimat: dengan
didasarkan kepada ke-Tuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dalam
Pembukaan UUD 1945.
Namun bukan orang sekuler kalau tidak licik. Sehari
setelah Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya pada 18 Agustus
1945, tanpa sidang, Soekarno dan Muhammad Hatta
menghapus kalimat dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya (tujuh kata).
Tujuh kata tersebut dihapus dengan dalih golongan
Protestan dan Katolik lebih suka berdiri di luar Republik bila
tujuh kata tersebut masih tercantum dalam UUD 1945. Maka
Kasman Singodimejo, anggota panitia sembilan, yang

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |29


terbujuk rayuan Soekarno pun melobi Ki Bagoes agar setuju
tujuh kata tersebut diganti dengan Yang Maha Esa.
Almarhum Hussein Umar (terakhir sebagai Ketua Umum
Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia) menyatakan masih
terngiang ucapan Kasman dalam sebuah perbincangan.
Kasman merasa turut bersalah karena dengan bahasa Jawa
yang halus Kasman menyampaikan kepada Ki Bagoes untuk
sementara menerima usulan dihapusnya tujuh kata itu.
Kasman terpengaruh oleh janji Soekarno dalam
ucapannya. “Ini adalah UUD sementara, UUD darurat,
undang-undang kilat. Nanti enam bulan lagi MPR terbentuk.
Apa yang tuan-tuan dari golongan Islam inginkan silakan
perjuangkan di situ,” ujar Kasman menirukan bujukan
Soekarno.
Kasman berpikir, yang penting merdeka dulu. Lalu
meminta Ki Bagoes bersabar menanti enam bulan lagi.
Namun enam bulan kemudian Soekarno tidak menepati
janji. Majelis Permusyawaratan Rakyat belum juga terbentuk.
Sementara Ki Bagoes yang diminta oleh Kasman meninggal
dalam penantian pada 1953.

Menagih Janji
Dalam sidang Konstituante, Kasman mengingatkan
kembali peristiwa penghapusan dan janji kepada Ki Bagoes
itu. “Saudara Ketua, kini juru bicara Islam Ki Bagoes
Hadikoesoemo itu telah meninggalkan kita untuk selama-
lamanya, karena telah pulang ke rahmatullah. Beliau telah
menanti dengan sabarnya, bukan menanti 6 bulan seperti

30| Joko Prasetyo


yang telah dijanjikan kepadanya. Beliau menanti, ya menanti
sampai wafatnya. Beliau kini tidak dapat lagi ikut serta dalam
Dewan Konstituante ini untuk memasukkan materi Islam, ke
dalam Undang-Undang Dasar yang kita hadapi sekarang ini,”
ungkap Kasman.
Ia kemudian bertanya, “Saudara Ketua, secara kategoris
saya ingin tanya, Saudara Ketua, di mana lagi jika tidak di
Dewan Konstituante yang terhormat ini, Saudara Ketua, di
manakah kami golongan Islam dapat menuntut penunaian
‘janji’ tadi itu? Di mana lagi tempatnya?”
Pada 10 Nopember 1957, giliran Pimpinan Persatuan
Islam (Persis) KH Isa Anshari menyampaikan pandangannya.
Ia juga mempertanyakan tujuh kata dalam Piagam Jakarta
yang dihapus. “Kalimat yang bunyinya dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
memberikan peluang dan ruang kemungkinan bagi umat
Islam untuk menegakkan hukum dan syariat Islamiah dalam
negara yang akan dibentuk…”
“…Kalimat-kalimat di atas itu berisi janji dan harapan,
jaminan dan kepastian bagi segenap umat Islam, bahwa
agamanya akan mendapat tempat yang wajar dalam susunan
dan bidang hidup kemasyarakatan daan kenegaraan, walaupun
rumusan itu belum lengkap menggambarkan ideologi Islam
yang sesungguhnaya.”
“Akan tetapi, Saudara Ketua, rupannya jalan sejarah
tidak bergerak di atas acuan piagam yang menarik-mengikat
itu. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada
tanggal 17 Agustus 1945, Undangn-Undangan Dasar Negara
Indonesia diumumkan tanggal 18 Agustus 1945. Dalam

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |31


Preambule Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 kalimat Dengan kewajiban menjakankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya ditiadakan sama
sekali.”
“Apa gerangan sebabnya, bagaimana sesungguhnya
proses yang berlaku sampai terjadi yang demikian itu, hingga
kini belum ada keterangan mengenai itu?”
“Saudara Ketua, kejadian yang menyolok mata sejarah
itu dirasakan oleh umat Islam sebagai suatu permainan sulap
yang masih diliputi oleh kabut rahasia. Kejadian yang
menyolok mata sejarah itu, dirasakan oleh umat Islam
Indonesia sebagai permainan politik pat-gulipat terhadap
golongannya, akan tetapi mereka diam, tidak mengadakan
tantangan dan perlawanan, karena jiwa toleransi mereka…”
“Pada saat negara kita berada dalam krisis, berada pada
taraf dan tingkatan yang membahayakan, selalu pemimpin-
pemimpin Islam mem-borg-kan (menggadaikan, red) umat
Islam yang dipimpinnya untuk menyelamatkan Negara
Republik Indonesia, walaupun dalam Republik Indonesia itu
belum lagi berlaku ajaran dan hukum Islam,” tegas pimpinan
ormas yang berafiliasi ke Partai Masyumi itu.
Pada 14 November 1957 giliran Partai Nahdlatul Ulama
yang angkat bicara. Tokoh NU KH Achmad Zaini menyoroti
tentang sumber dan pedoman dari ajaran Pancasila. “Kalau
Pancasila itu adalah sebagai suatu ajaran, dari manakah
sumbernya dan bagaimana pula saluran serta pedoman-
pedomannya?” tanya KH Zaini kepada seluruh hadirin.

32| Joko Prasetyo


Dia membandingkan jika dasar negara adalah Islam.
Menurutnya, seluruh sila dalam Pancasila telah terkandung
dalam ajaran Islam. Islam telah memiliki aturan-aturan
terperinci tentang cara hidup bermasyarakat dan cara hidup
bernegara.
“Sehingga masing-masing dari kelima sila itu benar akan
merupakan suatu pokok rumusan yang mempunyai perincian-
perincian dengan dasar yang kokoh serta kuat yang
bersumberkan Al- Qur’an dan Al-Hadits, Al-Qias, dan Al-
Ijmak,” paparnya.
Berdasarkan pertimbangan filosofis dan teologis tersebut,
KH Achmad Zaini tidak ragu lagi bahwa dasar negara yang
tepat untuk Indonesia adalah dasar negara Islam.
"Saudara Ketua yang terhormat, jelaslah kiranya saudara
Ketua bilamana Nahdlatul Ulama (NU) beserta partai Islam
lainnya menuntut hanya dasar Islamlah yang harus dijadikan
Dasar Negara kita," pungkasnya.
Dalam kesempatan sidang berikutnya, tokoh
Muhammadiyah, Buya Hamka, mengingatkan bahwa
semangat melawan penjajahan, keberanian yang timbul
hingga mengobarkan semangat berani mati, syahid adalah
akibat kecintaan pada Allah yang bersemayam di dalam dada,
bukan Pancasila.
“Itulah yang kami kenal, jiwa atau yang menjiwai
Proklamasi 17 Agustus, bukan Pancasila! Sungguh Saudara
Ketua. Pancasila itu belum pernah dan tidak pernah, karena
keistimewaan hidupnya di zaman Belanda itu menggentarkan

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |33


hati dan tidak pernah dikenal, tidak popular dan belum
pernah dalam dada ini sekarang.”
“Saudara Ketua, bukanlah Pancasila, tetapi Allahu Akbar!
Bahkan sebagian besar dari pembela Pancasila sekarang ini,
kecuali orang-orang PKI, yang nyata dalam hati sanubarinya
sampai saat sekarang ini pun, pada hakekatnya adalah Allahu
Akbar!”
Buya Hamka menegaskan, perjuangan menjadikan Islam
sebagai dasar negara bukan mengkhianati Indonesia, malah
sebaliknya, hanya meneruskan wasiat dari para pejuang dan
pendahulu bangsa seperti Sultan Hasanuddin, Tuanku Imam
Bonjol, Teuku Cik Di Tiro, Maulana Hasanuddin Banten,
Pangeran Antasari dan lainnya. Menjadikan Islam sebagai
dasar negara bukanlah demi kepentingan partai atau fraksi
Islam di Konstituante, tetapi untuk anak cucu yang
menyambung perjuangan nenek moyang.
Dan pada sampai puncaknya dengan lantang dan blak-
blakan Buya Hamka pun mengingatkan. “Bila negara kita ini
mengambil dasar negara berdasarkan Pancasila, sama saja kita
menuju jalan ke neraka… " tegas ulama yang berafiliasi ke
Partai Masyumi itu.
Tentu saja para hadirin dalam sidang Konstituante itu
terkejut mendengar pernyataan lelaki yang aktif di ormas
Islam Muhammadiyah tersebut. “Tidak saja pihak pendukung
Pancasila, juga para pendukung negara Islam sama-sama
terkejut,” ujar KH Irfan Hamka menceritakan ketegasan sang
ayah seperti tertulis dalam bukunya yang berjudul Kisah-
Kisah Abadi Bersama Ayahku Hamka.

34| Joko Prasetyo


Dikhianati Lagi
Pada akhir sidang tahun 1958, penyusunan konstitusi
telah mencapai 90 persen dari seluruh materi UUD. Namun
masih saja terjadi perdebatan sengit soal tujuh kata tersebut.
Lalu Soekarno meminta Konstituante menentukan tenggat
untuk segera menyelesaikan pekerjaannya nanti pada 26
Maret 1960.
Anehnya, meski deadline masih sembilan bulan lagi, tiada
angin tiada hujan, pada 5 Juni 1959, Soekarno mengeluarkan
dekrit presiden pembubaran Konstituante dan
memberlakukan kembali UUD 1945. Sejak itu, dimulailah
masa baru yang sangat represif dan kemudian lebih dikenal
dengan istilah masa Demokrasi Terpimpin.[]

Dimuat pada rubrik KISAH Tabloid Media Umat edisi 208:


BERANGUS DAKWAH, DENDAM POLITIK 212
28 Safar - 11 Rabiul Awal 1439 H/ 17 - 30 November 2017

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |35


Pancasila,
Alat Sekuler dan Komunis
Menjegal Islam
Soekarno menyatakan bahwa Pancasila hasil galiannya
dari masa jauh sebelum Islam.

A
da dua kubu besar dalam Sidang Konstituante (1955-
1959) yakni Blok Pancasila dan Blok Islam. Blok
Pancasila anggotanya adalah koalisi antara partai
sekuler dan komunis-sosialis. Sedangkan Blok Islam seluruh
anggotanya hanya dari partai-partai Islam. (Lihat tabel
Komposisi Anggota Sidang Konstituante).

Apa sebab komunis bisa menjadi sekutu bergandengan


tangan dengan sekuleris dalam kubu Pancasila? Yang dengan

36| Joko Prasetyo


persekutuan itu komunis dan sekuleris menjegal dan
menghalangi perjuangan menjadikan Islam sebagai dasar
negara? Jawabannya karena sekuleris dan komunis
mempunyai kesatuan pemikiran bahwa dalam hal dasar
negara harus netral agama. Jadi kata kuncinya adalah netral
agama, alias sekularisme. Apa yang dimaksud netral agama?
Itulah sekularisme.
Kesamaan pemikiran antara kaum sekuler dan komunis
dijelaskan oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dengan
ungkapan, “...Mereka ---baik yang mengakui eksistensi-Nya
(sekuler) maupun yang tidak mengakui eksistensi-Nya
(komunis)--- hanya memfokuskan bahwa tidak ada hak bagi
Pencipta untuk campur tangan dalam kehidupan. Jadi sama
saja kedudukannya bagi mereka yang mengakui keberadaan
atau mengingkari-Nya, yaitu memisahkan agama dari
kehidupan.”
Wongsonegoro seorang tokoh mistik Jawa dari Partai
Indonesia Raya (PIR) menafsirkan Pancasila sila pertama
dengan panteisme (ajaran yang menyamakan Tuhan dengan
kekuatan-kekuatan dan hukum-hukum alam semesta).
Aidit, Njoto, Sakirman, dari Partai Komunis Indonesian
(PKI) menafsirkan ketuhanan di dalam Pancasila sebagai
“kebebasan beragama” termasuk di dalamnya kebebasan
untuk tidak memeluk suatu agama tertentu, termasuk pula
untuk berkeyakinan adanya Tuhan namun kepercayaan ini
tidak dengan agama tertentu. Bagi mereka keberadaan agama-
agama di Indonesia adalah sesuatu realitas semata, dan soal
agama adalah urusan privat.

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |37


Nur Sutan Iskandar dari Partai Nasional Indonesia (PNI)
menafsirkan Pancasila dari sudut pandang sekuler. Adapun
penafsiran Pancasila dari sudut pandang mistik Jawa juga
diajukan oleh Karkono Partokusumo, sedangkan penafsiran
Pancasila dari sudut pandang Kristiani diwaakili oleh tokoh
Kristen PNI Arnold Mononutu.
Tokoh-tokoh partai ini menafsirkan Pancasila dengan
sudut pandang sekularisme, yakni memisahkan agama dengan
negara, atau agama hanya untuk urusan privat masing-masing
individu. Hal ini sebagaimana yang disampakan oleh JCT
Simorangkir dalam pidato Konstituante.
Sudjatmoko dari Partai Sosialis menafsirkan Pancasila
dari sudut pandang teosofi. Yang unik PKI juga menurunkan
‘ulama’-nya yang menjadi anggota partai tersebut yakni Kiai
Dasuki Siradj. PKI, kata Kyai Dasuki "tidak pernah anti
Islam", PKI hanya "anti Masyumi".
Ruslan Abdulgani dari PNI dalam menafsirkan Pancasila
dengan mengutip pendapat Kahin yang menyatakan bahwa
Pancasila adalah sebuah sintesis dari gaagasan Islam modern,
ide demokrasi, dan marxisme.
Maka ketika Konstituante dibubarkan oleh Soekarno
dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang kemudian adalah
diberlakukannya tafsir Pancasila ala Orde Lama. Tafsir
Pancasila ala Soekarno lagi-lagi mendapat pembenaran dari
partai-partai sekuler dan komunis.
Pembubaran Konstituante mendapat dukungan dari PNI
dan PKI. Bagaimana Soekarno menafsirkan Pancasila?

38| Joko Prasetyo


Mengapa tafsiran Pancasila ala Soekarno bisa diterima oleh
partai sekuler dan komunis?
Bagi Seokarno Pancasila bisa diperas menjadi Trisila,
yakni sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan sosio-
ekonomi. Kemudian Trisila ini dapat diperas menjadi Ekasila,
yakni gotong-royong. Kata Pancasila merujuk pada tulisan
Empu Prapanca dalam bukunya, Negarakertagama, suatu
catatan sejarah tentang kerajaan Hindu Majapahit (1296-1478
M). Soekarno mengambil terma Pancasila ini dari buku
Negarakertagama tersebut dengan memberinya pemaknan
baru.
Menurut M Yamin (tokoh sekuler/PNI), Pancasila adalah
hasil galian Soekarno. Soekarno menyatakan bahwa Pancasila
hasil galiannya dari masa jauh sebelum Islam. Salah satu
prinsip ketuhanan Pancasila galian Soekarno ini tidak ada
kaitan organik dengan doktrin sentral agama mana pun.
Dengan kata lain konsep ketuhanan menurut Soekarno
bersifat sosiologis sehingga konsep ketuhanan Pancasila ini
bersifat relatif, oleh karenanya bisa diperas menjadi konsep
gotong-royong.

Nasakom
Melihat gagasan ketuhanan ala Soekarno di atas maka
wajar dan bisa dimengerti golongan sekuler dan komunis bisa
menerima Pancasila, karena memang sejalan dengan
penafsiran mereka tentang Pancasila yang bercorak netral
agama (sekuler). Pemahaman ini secara politik dijalankan
Soekarno dengan kekuasaannya (1959-1965) menafsirkan

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |39


Pancasila dengan doktrin Nasakom (nasionalis, agama dan
komunis).
Bahkan dengan tegas Soekarno berkata: “Siapa yang
setuju dengan Pancasila, harus setuju kepada Nasakom. Siapa
yang tidak setuju kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju
kepada Pancasila! Sekarang saya tambah, siapa setuju kepada
UUD '45 harus setuju kepada Nasakom, siapa tidak setuju
kepada Nasakom, sebenarnya tidak setuju kepada UUD '45.”
Pada perkembangannya, Pancasila menjadi alat legitimasi
bagi kekuasaan Orde Lama. Pancasila tafsiran Soekarno
menjadi “Aku Indonesia, Aku Pancasila” ala Soekarno. Sudut
pandang tafsiran sekuler Pancasila semakin kokoh ketika pada
16-20 Februari 1959 diadakan seminar Pancasila ke-1.
Seminar ini diselenggarakan oleh Liga Pancasila
bertempat di Sasono Hinggil Dwi Abad, Yogyakarta. Seminar
ini dihadiri sekira 1.250 peserta anggota Liga Pancasila dari
seluruh Indonesia, para sarjana, para undangan dan wakil
organisasi. Dengan menghadirkan pemateri: Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan saat itu Prof. Priyono,
Muhamad Yamin, Prof. Drijarkoro, Prof. Notonagoro dan
Ruslan Abdulgani.
Hasil seminarnya menyimpulkan demokrasi terpimpin
adalah hasil dari ajaran Pancasila, bahkan konsekuensi dari
ajaran Pancasila. Tokoh Katolik Drijarkoro menafsirkan
Pancasila dengan tafsiran sekularisme, sebagaimana tokoh-
tokoh sekuler pada masa Konstituante, yakni menolak agama
(Islam) menjadi dasar negara.
Tafsir sekuler Pancasila rezim Orde Lama semakin
hegemonik dengan Manipol/USDEK. USDEK adalah (U)
UUD 1945, (S) Sosialisme, (D) Demokrasi Terpimpin, (E)

40| Joko Prasetyo


Ekonomi Terpimpin, (K) Kepribadian Indonesia. Bagi rezim
Orde Lama, Manipol USDEK yang berisikan Nasakom
adalah tafsir resmi Pancasila.

Tafsir Orde Baru


Pasca tumbangnya Orde Lama, muncul Orde Baru. Orde
Baru ini mengoreksi total tafsir Pancasila ala Orde Lama.
Walaupun keduanya masih sama-sama orde yang sekuler,
namun bedanya Orde Baru mengeluarkan komunisme dari
bagian Pancasila.
Dan pada Orde Baru dimunculkan istilah Demokrasi
Pancasila sebagai tafsir Pancasila resmi ala Orba, sekaligus
sebagai koreksi Demokrasi Terpimpin ala Orde Lama. Apa
itu tafsir Pancasila ala Orde Baru?
Orde Baru, sebagaiman Orde Lama, menggunakan
Pancasila sebagai alat untuk melegitimasi kekuasannya. Pada
masa Orde Baru ini, Pancasila dijadikan sebagai pandangan
hidup, sumber dari segala sumber hukum, bahkan ideologi
negara. Dan memaksakan asas tunggal Pancasila kepada
masyarakat.
Dengan mesin politiknya Golkar dan kekuatan militer
membawa Pancasila semakin menuju sekularisme. Hal ini bisa
dilihat dari pernyataan tokoh Orde Baru, yang juga tokoh
lembaga pemikir sekuler Centre for Strategic and
International Studies (CSIS), sekaligus sebagai Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan pada masa kurun waktu Orde
Baru, yakni Daoed Joesoef.
Daoed Joesoef sebagai intelektual Orba mengarahkan
pendidikan negeri ini ke sekularisme, termasuk menafsirkan

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |41


Pancasila dengan visi sekularisme. Daoed termasuk
pengagum Mustafa Kamal Ataturk (agen Inggris yang
menghapuskan sistem khilafah), sebagaimana Soekarno juga
mengagumi Mustafa Kamal.
Dengan visi sekulernya ini, kebijakan rezim Orba menjadi
sekuler. Bahkan sampai pelarangan kerudung dan jilbab
dipakai pelajar, mahasiswa, dan pegawai. Pancasila dinativisasi
dengan membawa negeri ini ke masa Hindu-Budha, yakni
masa sebelum kedatangan Islam.
Dan tampaknya rezim hari ini dengan pendekatan lebih
mutakhir mencoba mengulangi kembali dua orde
sebelumnya. Mereka mencoba menyematkan kembali kepada
lawan politiknya dengan tuduhan mematikan berupa “Anda
anti Pancasila”, walaupun tidak jelas Pancasila macam apa
yang mereka maksud.
Dan dengan di balik tudingan anti Pancasila, semakin
membawa negeri ini ke arah sekuler. Dan akhirnya semuanya
akan tumbang, sebagaimana dua orde yang sebelumnya.
sementara umat Islam senantiasa beregenerasi untuk
melahirkan pengemban dakwah di masa yang selanjutnya.[]

Penulis:
Pristian Surono Putro, Founder Komunitas Suka Baca Indonesia,
Tutor Baca Efektif
Editor: Joko Prasetyo

Dimuat pada rubrik KISAH Tabloid Media Umat edisi 238:


BOHONG LAGI, BOHONG LAGI
24 Jumadil Akhir - 7 Rajab 1440 H/ 1 - 14 Maret 2019

42| Joko Prasetyo


Ketika Kiai-kiai NU
Ditangkapi
Dalam keadaan genting, banyak ulama NU
dizalimi karena menolak asas tunggal Pancasila.

E ra Orde Baru merupakan masa-masa kelabu bagi


umat Islam Indonesia, khususnya kalangan
Nahdlatul Ulama. Mereka ditekan, dipaksa agar
tunduk dengan kebijakan-kebijakan politik penguasa. Siapa
pun yang menentang berarti sama saja melawan, dan mereka
pasti dibumihanguskan.
Yang paling fenomenal saat itu adalah pemaksaan asas
tunggal oleh penguasa. Semua kelompok Islam dipaksa untuk
menerima satu asas dalam ideologinya, yakni asas Pancasila.
Mereka dilarang mengemban ideologi lain yang dianggapnya
bertentangan dengan ideologi negara. Mengemban ideologi
Islam berarti sama saja melawan asas tunggal negara.
Hebatnya, para ulama, termasuk juga kiai-kiai NU saat itu
tidak tunduk begitu saja dengan pemaksaan yang dilakukan
rezim Orde Baru. Mereka bersikeras menolak asas tunggal
Pancasila yang dipaksakan oleh negara. Bagi mereka, sebagai
orang Islam, maka yang boleh dijadikan sebagai asas hidup
adalah Islam.

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |43


Atas dasar sikapnya itulah kemudian kiai-kiai NU banyak
yang ditangkapi. Tak jarang mereka harus bolak-balik datang
ke Koramil, guna dimintai keterangan, karena dianggap
sebagai penentang ideologi bangsa.

Gus Dur bersalaman dengan Presiden Soeharto

Terlebih lagi ketika di musim Pemilu, mereka disisir habis


oleh aparat-aparat suruhan penguasa. Rezim saat itu khawatir,
jangan sampai kekuasaannya jatuh ke tangan para ulama yang
dinilainya anti Pancasila.
NU termasuk kelompok yang paling keras mengkritik
semuanya itu, termasuk juga mengkritik berbagai bentuk
ketidakadilan yang sedang dipertontonkan. Akibatnya, setiap
kali mereka melaksanakan muktamar tidak luput dari yang
namanya pantauan penguasa. Kendaraan tempur lapis baja
dan panser selalu menyertai setiap kali acara, untuk menakuti-

44| Joko Prasetyo


nakuti para ulama, agar tidak mengeluarkan fatwa yang
"menyerang" pemerintah.

Orang Kuat NU
Dalam kurun 1971-1977 di Losarang, Indramayu, Jawa
Barat, ada sebuah wilayah yang menjadi basis Partai NU, yang
mengalami kekerasan sadis, diteror dan diintimidasi.
Penduduknya mengungsi untuk menyelamatkan diri, sebagian
mereka tinggal di kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
(PBNU), Jalan Kramat Raya 164, Jakarta.
Peristiwa tersebut terungkap dan diangkat di Harian Sinar
Harapan. Media ini mengirim seorang wartawannya, Panda
Nababan, untuk meliput Losarang. Nababan datang ke sana
dengan ditemani KH Yusuf Hasyim dan Zamroni.
Mereka menyaksikan masjid dibakar dan rumah-rumah
dihancurkan. Nababan mengatakan, bahwa kemungkinan
besar warga NU Losarang meninggalkan rumahnya secara
tiba-tiba dan tergesa-gesa, karena dirinya menyaksikan di atas
meja makan masih ada piring-piring dan cangkir beserta
makanan yang sudah membusuk. Dan setelah kembali ke
Jakarta, Nababan melaporkan hasil liputannya itu dengan
judul “Empatpuluh Lima Djam Bersama Orang Kuat NU”.
Di Brebes, Jawa Tengah, ada pembunuhan aktivis NU
dan anggota Komisaris PPP KH Hasan Basri, tahun 1977. Ia
merupakan salah satu korban kekerasan rezim Orde Baru. Ia
tewas oleh sekelompok orang yang tidak dikenal dan
mayatnya diceburkan ke dalam sumur.

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |45


Di Desa Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, terdapat
sebuah pesantren besar pimpinan Kiai As’ad Syamsul Arifin
yang turut menjadi korban kediktatoran rezim Orba.
Kekerasan berupa pembakaran lebih dari 140 rumah milik
para kiai dan penduduk menjelang Pemilu 1977.
Kekerasan serupa meluas hampir di seluruh kota-kota
basis santri khususnya Nahdlatul Ulama, baik di Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Madura, Sulawesi, hingga Lombok,
(Harian Pelita, edisi 8 Mei 1977).

Terbagi Dua
Dalam keadaan genting, banyak ulama NU dizalimi
karena menolak asas tunggal Pancasila. Di awal-awal tahun
1980, guna meredam kezaliman itu, Gus Dur coba memberi
pengertian kepada para kiai, agar mereka mau menerima
Pancasila. Dari situlah kemudian Kiai-kiai NU terbagi ke
dalam dua kelompok, ada yang menerima dan ada yang
menolak.
Berdasarkan fakta sejarah tersebut, maka dapat
disimpulkan, bahwa semua ulama, termasuk kiai-kiai NU
dahulu pun menolak Pancasila. Logikanya, jika mereka
menerima Pancasila seharusnya mereka tidak menolak ketika
Soeharto memaksakan asas tunggal kepada semua ormas
Islam. Nyatanya, mereka menolak, dan kemudian mereka
dibredel oleh penguasa.
Jika dikatakan bahwa dari awal NU menerima Pancasila,
lalu atas dasar apa para ulama dahulu diintimidasi oleh
penguasa?

46| Joko Prasetyo


NU pernah menjadi oposisi, ketika penguasa memaksa
pada satu pilihan politik, memaksa pada asas tunggal
Pancasila. Lalu, adakah saat ini kelompok Islam yang
nasibnya serupa dengan NU di masa lalu gara-gara
Pancasila?[]

Penulis:
Irkham Fahmi al-Anjatani, Pengasuh Ma’had Nurul Falah Cirebon
Editor:
Joko Prasetyo

Perlawanan NU Terhadap Asas Tunggal Pancasila

Perlawanan NU terhadap asas tunggal Pancasila terjadi sangat


serius pada Sidang Umum MPR 1978 ketika Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) dibicarakan. Hal itu diungkapkan
sejarawan dan dosen di IAIN Palangka Raya Mohammad Iqbal
dalam kolomnya yang berjudul NU, PPP dan Represi Orde
Soeharto pada Islam di situs tirto.id pada 11 Maret 2017.
Menurut Iqbal, perlawan terjadi lantaran dalam GBHN
mengandung dua poin yang sulit diterima kebanyakan umat
Muslim Indonesia. Pertama, menyebutkan aliran kepercayaan
berdampingan dengan agama-agama resmi dan karena itu secara
implisit memberikan pengakuan formal kepada aliran kepercayaan
sebagai agama tersendiri.

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |47


Kedua, usulan program pemerintah untuk melakukan
indoktrinasi ideologi negara, Pancasila (menurut penafsiran Orde
Baru), secara massal, yang kelak memuncak menjadi keharusan
asas tunggal Pancasila.
Kiai Bisri Syansuri, tokoh penting NU, memandangnya sebagai
ancaman terhadap status Islam sebagai agama dan memprotesnya
dengan keras. Ketika dilangsungkan voting atas pasal itu, para
anggota NU yang diikuti kelompok PPP lain secara demonstratif
meninggalkan tempat sidang (walk out).
Iqbal juga menyebutkan mediasi antara Islam dan Pancasila di
kalangan NU dimulai oleh, salah satunya, KH As'ad Syamsul Arifin -
- itu pun setelah memasuki dekade 1980an. Puncaknya terjadi
pada Muktamar NU ke-27 di Situbondo pada 1984. Di sanalah NU
secara resmi mendukung Pancasila sebagai prinsip dasar
kebangsaan.
Selain NU, lanjut Iqbal, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
sendiri menerima asas tunggal Pancasila dengan sikap setengah
terpaksa -- sebagaimana kebanyakan organisasi Islam. Di internal
HMI sendiri terjadi perdebatan yang bahkan harus dibayar dengan
pecahnya organisasi ini. Kelompok HMI yang menolak asas tunggal
itu lalu membentuk HMI tandingan yang dikenal sebagai HMI
Majelis Penyelamat Organisasi (MPO).
Menurut Fikrul Hanif Sufyan, di jajaran para penolak ada pula
Pelajar Islam Indonesia (PII) dan tokoh-tokoh Islam macam Deliar
Noer, AM Fatwa, dan Sjafrudin Prawiranegara sang ketua PDRI. PII
harus mengalami hal pahit. “Mereka harus membubarkan diri
sebab pada kongres tahun 1985 yang tidak mendapat izin

48| Joko Prasetyo


pemerintah [….] pada 17 April 1987 PII akhirnya membubarkan
diri.”
Jika harus dirunut, represi melalui asas tunggal inilah yang
justru memicu perlawanan dari umat Islam, baik perlawanan aktif
seperti dalam Tragedi Priok (1984) maupun perlawanan pasif
(dengan menyingkir dan membangun kampung sendiri) seperti
yang dilakukan Warsidi di Talangsari hingga terjadi Tragedi
Talangsari (1989).[]

Dimuat pada rubrik KISAH Tabloid Media Umat edisi 247:


HADANG FPI, REZIM MAKIN REPRESIF
Edisi 247, 8 - 21 Dzulhijjah 1440 H/ 9 - 22 Agustus 2019

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |49


KUII Ke-6:
Khilafah Memiliki Fakta
dan Akar Historis yang
Kuat di Indonesia
“Sultan Turki Utsmani meresmikan
Kesultanan Demak pada tahun 1479 sebagai perwakilan
resmi Khalifah Utsmani di tanah Jawa.”

S iapa sangka, kejadian mengejutkan terjadi di awal


sambutan ta’aruf Kongres Umat Islam Indonesia
(KUII) Ke-6 di Yogyakarta. Pasalnya, tidak ada yang
menduga sebelumnya pernyataan Menteri Agama Lukmanul
Hakim bakal dibantah mentah-mentah oleh Ketua Umum
Yayasan Raja Sultan Nusantara (Yarasutra) Sultan Iskandar
Mahmud Badaruddin.
Di hadapan sekira 800 peserta kongres, Menteri Agama
menyatakan bahwa Islam Indonesia yang moderat adalah
versi Islam yang diharapkan dunia. “Islam Indonesia oleh
beberapa ilmuwan dari dalam dan luar negeri dianggap dapat
menjadi model yang bisa diharapkan," ujarnya, Ahad
(8/2/2015) di di pagelaran Kraton Ngayogyakarto
Hadiningrat, DIY.

50| Joko Prasetyo


Namun pernyataan terkait "Islam yang Indonesia" ini
ditolak oleh Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin yang juga
sebagai Sultan Palembang pada sambutan di kesempatan yang
sama.
Menurutnya sebelum Indonesia berdiri, Kesultanan di
Nusantara sudah memeluk Islam yang tidak dapat dibedakan
antara satu sama lainnya. "Kalau Bapak Menteri tadi bilang
ada Islam ini dan itu, saya tidak sepakat, sebab Islam adalah
rohmatan lil alamin dan hanya satu," tegas Sultan.
Sultan Iskandar juga menanggapi pernyataan Wakil Ketua
MUI KH Ma’ruf Amin, yang sebelumnya mengatakan
Indonesia saat ini tengah terjadi darurat pornografi,
mengalami darurat narkoba, korupsi dan lainnya.
Menurut Sultan, situasi tersebut terjadi karena produk
hukum di Indonesia merupakan produk kafir buatan kolonial
Belanda. “Produk hukum yang saat ini ada, kenapa Indonesia
ini darurat, adalah produk kafir, produk daripada kolonial
Belanda yang di-translate ke dalam Bahasa Indonesia.”
Di akhir sesi acara, pernyataan tegas Sultan Iskandar
terlihat menuai sambutan dukungan yang luar biasa dari
beberapa hadirin yang menyambanginya.

Bagian dari Khilafah


Keesokannya, tepatnya pada Senin pagi, Sri Sultan
Hamengku Buwono X mengungkapkan hubungan Khilafah
Utsmaniyah dengan tanah Jawa. “Sultan Turki Utsmani
meresmikan Kesultanan Demak pada tahun 1479 sebagai

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |51


perwakilan resmi Khalifah Utsmani di tanah Jawa,”
ungkapnya saat memberikan sambutan.

Peresmian tersebut, lanjut Sri Sultan, ditandai dengan


penyerahan bendera hijau bertuliskan kalimat tauhid.
“Bendera hadiah Sultan Utsmani masih tersimpan baik di
Keraton Yogya,” ujarnya.
Menurutnya, Sultan Turki pula yang mengukuhkan Raden
Fatah sebagai khalifatullah di Jawa. “Perwakilan Khilafah
Turki di Tanah Jawa, ditandai dengan penyerahan bendera
hitam dari kiswah Kakbah bertuliskan kalimat Laa illaha
ilallah, dan bendera hijau bertuliskan Muhammad Rasulullah,”
bebernya.
Sri Sultan juga menyebutkan di tahun 1903, saat
diselenggarakan Kongres Khilafah di Jakarta oleh Jamiatul
Khair, yang berdiri 1903, Sultan Turki mengirim utusan
Muhammad Amin Bey yang menyatakan haram hukumnya
penguasa Muslim tunduk pada Belanda.

52| Joko Prasetyo


Kongres menetapkan fatwa, haram hukumnya bagi
Muslim tunduk pada penguasa Belanda. “Dari kongres inilah
benih-benih dan semangat kemerdekaan membara,” tegas Sri
Sultan.
Ia juga menyebut atas dorongan Sultan, salah satu abdi
ngarso dalem Sultan Yogya kemudian mendirikan organisasi
Muhammadiyah. “Dialah KH Ahmad Dahlan!” tegasnya.
Terkait KUII, Sri Sultan pun berpesan. “Ulama punya
dua peran yaitu tanggung jawab kepemimpinan dan penunjuk
arah. Oleh sebab itu, badan pekerja kongres harus berani
melakukan amar maruf nahi munkar pada pemerintah dan
umat Islam, khususnya saat terjadi ketidakpastian seperti
sekarang,” bebernya.
Mendengar pidato tersebut, sebagian peserta ada yang
terperanjat dan langsung menoleh ke delegasi dari Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI) Ustaz Muhammad Rahmat Kurnia
dan Ustaz Muhammad Ismail Yusanto. “Meskipun saya juga
kaget, saya hanya senyum-senyum saja,” ujar Ustaz Rahmat
kepada Media Umat sehari setelah pidato Sri Sultan.
Pasalnya, panitia sudah mewanti-wanti agar delegasi dari
HTI tidak menyinggung kata “khilafah” dalam kongres yang
dibuka oleh Wapres Jusuf Kalla dan ditutup oleh Presiden
Jokowi itu. Tapi Allah tetap saja memberikan kesempatan
kepada kaum Muslimin generasi sekarang untuk mengetahui
fakta yang sebenarnya.
“Memang sudah menjadi qadarullah bahwa Sri Sultan
sendiri yang menceritakan hubungan kekhilafahan dengan
kesultanan. Tentu akan lain halnya jika saya sendiri yang

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |53


menyampaikan hubungan kekhilafahan dengan negeri ini,”
ujarnya kepada www.hizbut-tahrir.or.id, Senin (9/2/2015) di
sela-sela kongres.
Menurut Ismail, Sri Sultan tadi memberikan pemahaman
faktual bahwa perjuangan khilafah memiliki basis sejarah di
negeri ini. Sehingga salah besar jika ada yang masih
mengatakan perjuangan Hizbut Tahrir dalam menegakkan
kembali khilafah sebagai perjuangan yang ahistoris.
“Karena Sri Sultan saja mengakui peran Khilafah dan
menjadikan bendera dari Kekhilafahan Turki sebagai tanda
keabsahan kesultanannya,” kata Ismail.
Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas juga merasa
bertambah wawasannya. “Bahwa ternyata Khilafah
Utsmaniyah itu jangkauannya mencapai Indonesia, dulu kita
kira tidak ada. Yang pernah kita dengar itu Aceh, tapi bukan
bagian melainkan kerja sama, bantuan militer. Tapi sekarang
jadi tahu dengan informasi dari Sultan itu bahwa ternyata
kesultanan di Indonesia menjadi bagian dari kekhilafahan,”
ujarnya kepada Media Umat di sela-sela acara.[]

Reporter:
Yusuf Mustakim dan Joy
Editor:
Joko Prasetyo

Dimuat pada rubrik NASIONAL Tabloid Media Umat edisi 145:


ASTAGHFIRULLAH, REMAJA KOK DISURUH ZINA
1 - 14 Jumadil Awal 1436 H/ 20 Februari - 5 Maret 2015

54| Joko Prasetyo


Septian AW, Sejarawan

Surat Raja Sriwijaya


Awali Hubungan Khilafah
dengan Nusantara
Sejak abad pertama berdirinya khilafah Islam, Nusantara sudah
berinteraksi dengan para pedagang Islam bahkan penguasanya
mengirim surat kepada khalifah. Raja Sriwijaya meminta Khalifah
Umar bin Abdul Aziz untuk mengirimkan para ulama guna
menjelaskan Islam dan hukum-hukumnya. Seiring dengan diterimanya
Islam secara luas di Nusantara, era kerajaan-kerajaan Hindu-Budha
pun berganti menjadi era kesultanan-kesultanan Islam. Itulah benang
merah yang didapat dalam wawancara wartawan Tabloid Media Umat
Joko Prasetyo dengan sejarawan Septian AW. Berikut petikannya.

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |55


Sejak kapan Nusantara memiliki hubungan dengan
Khilafah Islam?
Catatan sejarah hubungan khilafah dengan Nusantara
setidaknya diawali sejak Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Budha
yang beribu kota di Palembang tersebut pernah dua kali
mengirimkan surat kepada Khilafah Islam. Pertama pada
masa Khalifah Muawiyah I (berkuasa 661-680 Masehi).
Bagian pembukaan dari surat pertama dikutip oleh al
Jahiz dalam bukunya Kitab al Hayawan (Buku Fauna)
berdasarkan 3 rantai sanad. Kutipan surat itu berbunyi: “(Dari
Maha Raja) --- yang istalnya berisi ribuan gajah, istananya
berkilau emas dan perak, dilayani oleh ribuan puteri raja, yang
menguasai dua sungai yang mengairi gaharu --- untuk
Muawiyah.”
Dan untuk surat yang kedua dikirimkan kepada Khalifah
Umar bin Abdul-Aziz (berkuasa 717– 720 M). Surat kedua
didokumentasikan oleh Abdul Rabbih (860-940 M) dalam
karyanya Al-Iqdul Farid.
Potongan surat tersebut berbunyi: “Dari Rajadiraja…;
yang adalah keturunan seribu raja … kepada Raja Arab yang
tidak menyekutukan tuhan-tuhan yang lain dengan Tuhan.
Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang
sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi
sekedar tanda persahabatan; dan saya ingin Anda
mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan
Islam kepada saya, dan menjelaskan kepada saya hukum-
hukumnya.”
SQ Fatimi memperkirakan surat-surat itu diterima
Khalifah sekitar tahun 100H/717. Dua surat itu bisa
dikatakan sebagai titik awal Islam masuk ke Nusantara
meskipun juga Raja Sriwijaya beserta jajaran pemerintahannya

56| Joko Prasetyo


sudah berinteraksi dengan para pedagang Islam yang datang
ke Nusantara.
Perlahan tapi pasti, seiring semakin masifnya dakwah
diterima, maka kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan
Budha berganti menjadi berbagai kesultanan Islam.

Bagaimana hubungan kesultanan-kesultanan tersebut


dengan khilafah?
Para penguasa Muslim di Nusantara mendapatkan gelar
sultan dari Syarif Mekah, dalam bahasa sekarang Gubernur
Mekah. Syarif Mekah mendapatkan mandat dari Khalifah
yang berkedudukan di Istambul untuk melakukan itu.
Catatan sejarah, seperti yang dikutip Azyumardi Azra,
mengungkap Penguasa Banten Abdul Qadir (berkuasa 1625-
1651), pada 1638 menerima anugerah gelar sultan dari Syarif
Mekah. Pangeran Rangsang, penguasa Mataram, pada 1641
juga mendapatkan gelar sultan dari Syarif Mekah selanjutnya
lebih terkenal sebagai Sultan Agung. Begitu pula Kesultanan
Aceh, lalu Kesultanan Palembang dan Makassar, yang juga
menjalin hubungan khusus dengan penguasa Mekah.

Bagaimana peran khilafah dalam melawan penjajahan


di Nusantara?
Catatan sejarah yang relatif lebih lengkap adalah
perlawanan di Aceh. Pada Abad 16, dokumen resmi Divan-i
Humayun merekam kedatangan utusan Aceh ke Istanbul dan
permintaan bantuan militer dari Turki, juga persiapan
kunjungan angkatan laut Turki ke Sumatera untuk
mendukung Aceh pada 1567.
Pada Abad 19, delegasi Aceh datang ke Istanbul pada
1851 dan 1873. Ada pembaruan janji loyalitas Aceh pada

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |57


periode sebelumnya dan permintaan bantuan perlindungan
Aceh kepada Turki Utsmani.
Pada tahun 1849 Sultan Mansur Syah mengirimkan
utusan ke Sultan Abdülmecid dengan membawa surat yang
menegaskan kembali status Aceh sebagai negeri di bawah
kedaulatan Utsmani, dan meminta bantuan menghadapi
Belanda.
Satu tahun kemudia mengirim surat kembali. Yang
dihasilkan hanya peninjauan wilayah Aceh. Sultan Utsmani
tidak bisa mengambil keputusan kecuali melalu Dewan Istana.
Pada 1873, Aceh kembali mengirim delegasinya ke
Istanbul untuk mendapatkan dukungan dan menyatakan
kesetiaan. Namun sayang, di waktu bersamaan banyak daerah
Khilafah Utsmani yang juga dijajah oleh negara-negara
Kristen Barat. Sehingga pada 13 Juni 1873, khalifah hanya
dapat memberikan bantuan secara keagamaan bukan politik.

Seperti apa hubungan khilafah dan ulama-ulama di


Nusantara?
Catatan sejarah yang ditemukan, pada abad 19-20, Aceh
terlibat perang dengan Belanda dalam Perang Sabil. Banyak
khatib yang menyerukan jihad dalam khutbahnya. Juga
mengagungkan Turki Utsmani dan mengharapkan bantuan
datang.
Namun seperti yang disinggung sebelumnya, di
penghujung eksistensinya, Khilafah Utsmani tidak dapat
memberikan bantuan politik dan militer karena seluruh
wilayahnya juga dijajah hingga akhirnya Khilafah Utsmani
runtuh pada 1924.[]

58| Joko Prasetyo


Sekilas Biografi Septian

Sejarawan Septian Anto Waginugroho merupakan alumni


Program Studi S1 Ilmu Sejarah Universitas Indonesia (UI).
Penelitian skripsinya yang berjudul Peran Surat Kabar Bandera
Islam dalam Perjuangan Khilafah 1924-1927 disusun di bawah
bimbingan Dr. Mohammad Iskandar dosen Ilmu Sejarah UI yang
pakar di bidang Sejarah Pergerakan Islam Indonesia, dan telah
lulus uji dengan penguji Prof. Dr. Susanto Zuhdi (Guru Besar Ilmu
Sejarah UI) dan Dr. Ita Syamtasiyah Ahyat (Pakar Sejarah Kesultan
Indonesia) pada Januari 2013 dengan hasil memuaskan.
Setamat kuliah, ia bersama sejumlah rekannya membangun
komunitas peminat dan peneliti Sejarah Indonesia dengan
perspektif baru. Komunitas yang diberi nama Jejak Islam untuk
Bangsa (JIB) ini telah banyak menerbitkan tulisan tentang sejarah
dan mengadakan seminar-seminar sejarah. Info tentang JIB bisa
dilihat di website resmi JIB: jejakislam.net.
Lelaki kelahiran Bogor 13 September 1989 kini menempuh
pendidikan magister Sejarah Kebudayaan Islam di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.[]

Dimuat pada rubrik WAWANCARA Tabloid Media Umat edisi 198:


KHILAFAH AJARAN ISLAM
7 - 20 Ramadhan 1438 H/ 2 - 15 Juni 2017

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |59


Ahmad Mansyur Suryanegara, Sejarawan

Deislamisasi Sejarah
Telah terjadi pembelokan sejarah sehingga membuat pengertian
terhadap aktivitas politik yang terjadi di masa lalu menjadi
terbelokkan. mengecilkan peranan ulama dan santri dalam mengusir
penjajah. Parahnya lagi pihak yang bersekutu dengan penjajah malah
dianggap pahlawan. Bahkan hari lahir organisasinya dijadikan Hari
Kebangkitan Nasional. Benarkah? Untuk menjawabnya simaklah
perbincangan wartawan Tabloid Media Umat Joko Prasetyo dengan
sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara berikut ini.

60| Joko Prasetyo


Dari dulu Anda selalu menyatakan sebenarnya yang
lebih tepat dijadikan sebagai Hari Kebangkitan
Nasional itu 16 Oktober bukan 29 Mei, mengapa?
Ya lahirnya Boedi Oetomo, 20 Mei 1908, dijadikan
sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Padahal Boedi Oetomo
itu penentang persatuan Indonesia dan penentang Islam. Para
anggotanya ya penganut Kedjawen, suatu keyakinan agama
yang menyatakan tidak perlu shalat, tidak perlu naik haji.
Bahkan pendirinya, yakni dr. Soetomo meyakini manusia itu
merupakan penjelmaan terakhir Tuhan. “Jadi buat apa
shalat?”, katanya.
Pada Kongres di Solo 1928, Boedi Oetomo pun tetap
menolak persatuan Indonesia yang diperjuangkan oleh Jong
Islamic Bond. Boedi Oetomo itu punya organisasi
kepemudaan yang diberi nama Jong Java atau Tri Koro
Dharmo. Organisasi kepemudaannya itu pun sama-sama
menolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia.

Mengapa Boedi Oetomo menolak?


Karena para boepati pimpinan Boedi Oetomo
merupakan para pejabat pangreh pradja dari sistem
pemerintahan kolonial Belanda. Jelas tidak mungkin mereka
bergabung bersama rakyat melawan penjajah.
Menurut realitas sejarahnya, di Nusantara Indonesia,
Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas bangsa
Indonesia. Tetapi para bangsawan Djawa dan boepati para
pendukung Boedi Oetomo tidak berpihak kepada pemeluk

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |61


agama mayoritas pribumi, melainkan lebih berpihak kepada
penganut Djawanisme atau Kedjawen.
Tidak hanya dari awal kelahirannya saja, sampai
pembubarannya, Boedi Oetomo itu selalu berseberangan
dengan gerakan kebangkitan kesadaran nasional yang
dipelopori oleh organisasi Islam yang berpihak kepada
kepentingan rakyat yang tertindas oleh kepentingan penjajah
Keradjaan Kristen Belanda.

Seharusnya yang layak disebut Pahlawan Kebangkitan


Nasional itu siapa?
Tjokroaminoto, Agoes Salim, atau Abdoel Moeis. Mereka
adalah pelopor pergerakan nasional. Ketiga tokoh itulah yang
melahirkan istilah “nasional” pada 1916 sebelum ada yang
disebut dengan Persjarikatan Nasional Indonesia. Karena
persjarikatan nasional Indonesia itu dicetuskan di Bandung
pada 1927 pada Kongres Nasional Sjarikat Islam.
Kalau mau dicari mulai munculnya Sjarikat Islam itu ya
Sjarikat Dagang Islam yakni 16 Oktober 1905 didirikan oleh
Hadji Samanhoedi, tiga tahun sebelum adanya Boedi
Oetomo.

Mengapa pakai kata “dagang” dagang itukan pasar?


Ya Nabi Muhammad dulu juga pemegang pasar, sebagai
wiraniagawan. Dan Islam ke Indonesia pun masuk dengan
pasar. Kemudian ditentang oleh Belanda dengan pasar juga
yakni Perserikatan Perusahaan Hindia Timur, Vereenigde

62| Joko Prasetyo


Oostindische Compagnie (VOC). Coba mengapa Barat harus
menggunakan nama compagnie atau company (perdagangan)?
Karena Islam kuatnya dipenguasaan pasar. Maka pasar itu
harus diambil alih oleh penjajah untuk dijadikan alat
penghancuran Islam. Jadi Islam, pasar, dan nasionalisme itu
menjadi satu.

Nasionalisme?
Nasionalisme yang dimaksud itu gerakan anti penjajah,
cinta tanah air, cinta agama. Jadi arti mula-mula nasionalisme
itu bukan berarti non Islam. Orang Islam sendiri tidak
mengerti bahwa nasionalisme itu adalah Islam.
Tapi karena ada partai yang bernama Partai Nasional
Indonesia yang didirikan Soekarno itu, seolah-olah
nasionalisme itu bukan Islam. Padahal Soekarno itu
menantunya Tjokroaminoto. Jadi sebenarnya hari yang pantas
disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional adalah 16
Oktober yakni hari lahirnya Sjarikat Dagang Islam.

Apa akibat dari salah menetapkan hari kebangkitan


tersebut?
Akibatnya orang Islam seperti tidak punya negara ini.
Dianggap tidak mempunyai semangat untuk melawan
penjajah. Padahal nasionalisme itu gerakan anti penjajahan,
cinta kepada tanah air dan cinta agama.
Jadi orang yang nasionalis itu orang yang anti penjajah.
Kok bisa dianggap tidak anti penjajah. Kok bisa dianggap

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |63


bahwa ulama dan santri itu tidak pernah bicara tentang
pembelaan tanah air dan bangsa.

Padahal di lapangan yang paling depan melawan


penjajah adalah ulama dan santri…
Iya. Jadi di dalam realitas sejarah yang melawan penjajah
itu adalah Islam. Penjajah itu kan tahun 1511, yakni
Keradjaan Katholik Portoegis yang menyerang ke Malaka. Di
lawan oleh Pati Unus alias Pangeran Sabrang Slor dari
Keradjaan Islam Demak. Sri Widjaja atau Madjapahit itu
sudah tidak ada. Jadi yang melawan penjajah itu adalah Islam.

Tapi mengapa yang dibanggakan adalah Sri Widjaja


dan Madjapahit?
Deislamisasi. Sri Widjaja itu Budha, Madjapahit itu
Hindu. Mengapa demikian? Karena Moehammad Jamin.
Meskipun namanya Moehammad, tapi dia itu penganut
Marxis. komunis dia itu! Di dalam kepartaian dia ikut Datoek
Ibrahim Tan Malaka. Meskipun namanya Ibrahim tapi dia
komunis. Mereka orang Padang.
Moehammad Jamin menjadi Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan. Dialah yang mengatur tulisan-tulisan untuk
membanyakan Hindunya, mengurangkan Islamnya. Jadi kalau
Anda ditanya tapak kaki tertua, maka yang terbayang adalah
tapak kaki Purnawarman Batu Tulis di Bogor dari Kerajaan
Tarumanegara.
Anda tidak bisa membayangkan ada tapak kaki juga
sebelum Purnawarman yaitu tapak kaki Nabi Ibrahim as. di

64| Joko Prasetyo


Masjidil Haram Mekah. Orang Indonesia yang sudah naik haji
pun banyak yang tidak membayangkan bahwa tapak kaki yang
paling tua adalah tapak kaki Nabi Ibrahim as, yang disebut
dengan maqam Ibrahim itu.
Itulah salah satu bentuk pembelokan sejarah. Jadi
kekeliruan penulisan sejarah membuat pengertian orang
terhadap sejarah terbelokan. Membekas dipikiran orang-
orang itu ketika mendengar tapak kaki tertua itu pasti di
Bogor, bukan di Mekah.

Pembelokan lainnya?
Disebutkan Kerajaan Hindu lebih dulu daripada Kerajaan
Islam. Padahal Keradjaan Hindoe Madjapahit muncul tahun
1294. sedangkan Keradjaan Islam Samoedra Pasai lahir 1275.
Duluan mana? Tapi mengapa disebutkan Hindu lebih dulu.
Dari situ saja sudah terlihat bahwa Islam lebih dulu. Apalagi
dulu sebelum adanya kerajaan atau kesultanan, Islam itu
sudah masuk lewat perdagangan ke Nusantara ini pada abad
ke-7 Masehi.
Jadi Islam sudah masuk ke nusantara 200 tahun sebelum
adanya Candi Borobudur. Atau 500 tahun sebelum adanya
Madjapahit, Islam itu sudah masuk ke Nusantara.[]

Dimuat pada rubrik WAWANCARA Tabloid Media Umat edisi 28:


GUS DUR PAHLAWAN?
6 - 19 Shafar 1431 H/ 22 Januari - 4 Februari 2010

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |65


Moeflich Hasbullah, Sejarawan

Umat Islam
Seperti Belum Merdeka
Rencana Kemenag menghapus materi khilafah dan jihad dalam
kurikulum sekolah mendapatkan reaksi penolakan keras dari
berbagai kalangan Islam. Bagi yang mengerti sejarah, ada pula yang
menyebut rezim mendapat saran dari pembisik busuk macam Snouck
Hurgronje, bahkan rezim tak ubahnya seperti Kemal Pasha.
Siapa mereka berdua? Dan bagaimana kiprah keduanya dalam
merusak pemahaman umat Islam dan menghancurkan peradaban
Islam? Temukan jawabannya dalam wawancara wartawan Tabloid
Media Umat Joko Prasetyo dengan sejarawan UIN Sunan Gunung
Djati Bandung Moeflich Hasbullah. Berikut petikannya.

66| Joko Prasetyo


Siapakah Mustafa Kemal Pasha itu dan bagaimana
perannya dalam meruntuhkan Khilafah Utsmani?
Ya, dia kan pemimpin Turki terakhir yang menghapus
kekhilafahan di dunia Islam tahun 1924 dan mengubah Turki
menjadi negara Republik Turki modern yang sekuler. Mustafa
Kemal adalah memimpin gerakan nasional Turki dan menjadi
presiden yang pertama Turki pasca khilafah.
Ia memperkenalkan serangkaian pembaruan luas dalam
usahanya menciptakan sebuah negara modern yang sekuler
dan demokratis yang berkiblat ke Barat (Eropa) sebagai
model idealnya.
Mustafa Kemal memulai program revolusionernya di
bidang sosial dan reformasi politik untuk memodernisasi
Turki menjadi negara sekuler sehingga ia mendukung
emansipasi perempuan, menghapus seluruh institusi Islam
dan menerapkan hukum Barat, pakaian, kalender, alfabet dan
mengganti azan dengan bahasa Turki dan seluruh huruf Arab
dengan huruf Latin.

Siapa pula Cristiaan Snouck Hurgronje itu dan


bagaimana perannya dalam menjauhkan kaum
Muslimin di Nusantara dari ajaran Islam yang kaffah?
Sosok Snouck Hurgronje masih kontroversial apakah
masuk Islamnya dan berganti nama menjadi Abdul Ghofur
itu menyamar atau pura-pura atau benar-benar masuk Islam
dengan kesadarannya.
Beberapa penelitian menyimpulkan dia benar-benar
masuk Islam hingga disunat, tetapi itu belum meyakinkan dan

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |67


anggapan umum masih melihat dia hanya pura-pura saja. Itu
dibuktikan dengan Perang Aceh.
Dalam perang tersebut dia sebagai penasehat pemerintah
kolonial yang memberikan masukan agar menaklukan
perlawanan masyarakat Aceh dengan menerapkan politik adu
domba atau devide et impera sehingga Aceh dapat
dikalahkan.
Setelah “menjadi Muslim,” Snouck tidak berpihak kepada
pribumi yang Islam atau kepada perjuangan ulama tetapi tetap
kesetiaannya pada pemerintah kolonial. Itu yang membuat
orang meragukannya bahwa dia masuk Islam dengan
sebenarnya.

Apa kesaamaan peran Kemal dan Snouck dalam


menghancurkan Islam?
Nah, ada kesamaan antara Snouck Hurgronje dengan
Kemal Attaturk. Keduanya memisahan agama dan politik.
Bagi keduanya, agama dan politik tak berkaitan dan harus
dipisahkan. Agama itu urusan privat, pribadi.
Pemerintah kolonial menganut itu melalui kebijakan
Snouck Hurgronje ketika dia memimpin kantor kolonial
untuk urusan pribumi. Sekularisasi Turki juga begitu,
memisahkan agama dan politik.
Dalam tulisan Orhan Tarhan, Should Government Teach
Religion? dijelaskan bahwa Attaturk menyatakan agama
adalah masalah hati nurani. Turki sebagai bangsa
menghormati agama dan tidak membatasi kebebasan
beribadah, tetapi Attaturk ingin memastikan bahwa urusan
agama dengan negara itu terpisah sehingga ia meyakini

68| Joko Prasetyo


program sekularisasi adalah jalan Turki menuju kemajuan
seperti peradaban Barat.

Apa yang dilakukan Kemal untuk mencegah khilafah


bangkit lagi? Apakah menghapus kurikulum khilafah
dan jihad di buku sekolah atau bagaimana?
Ya, itu dengan program sekularisasinya itu. Dengan
mengubah Turki menjadi negara republik modern yang
menerapkan demokrasi kan menamatkan sistem khilafah yang
tadinya dianut oleh dunia Islam. Ketika sekolah-sekolah
menerapkan sistem Barat artinya itu sekularisasi.
Tapi saya tidak tahu, apakah saat itu Attaturk sampai
menghapuskan kata khilafah dari kurikulum sekolah seperti
isu di kita sekarang. Lebay menurut saya. Wajar kalau banyak
reaksi dan penolakan dari kalangan Islam karena itu sudah
berlebihan. Khilafah itu fakta sejarah dan jihad itu ruh
kekuatan Islam.

Saran apa yang dilakukan Snouck kepada rezim Hindia


Belanda? Apakah mengawasi majelis taklim atau
bagaimana?
Ya, seperti saya jelaskan tadi. Peranan Snouck di
Nusantara adalah sekularisasi dengan memisahkan agama
dengan politik. Pengajian, baca Al-Qur’an, shalat, haji
dibolehkan tetapi umat Islam mengurusi politik diawasi ketat.
Ini sama dengan Indonesia setelah merdeka sejak zaman
Soekarno dan Soeharto.

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |69


Intervensi kolonial pada majlis taklim? Kalau
membubarkan pengajian tidak terbaca ya dalam sejarah tetapi
yang dilakukan pemerintan Belanda adalah mengawasi guru-
guru agama dengan Ordonasi Guru tahun 1905 dan 1925, lalu
membatasi perjalanan haji dengan Ordonansi Haji tahun
1825, juga mengawasi kiprah para kiai dan ulama.
Samalah seperti yang akan dilakukan oleh pemerintah
sekarang yang akan mengawasi pengajian, mensertifikasi
penceramah dan mendaftar majlis taklim. Alasannya sama,
mengancam kekuasaan.
Jadi, kita, umat Islam khususnya sebenarnya belum
merdeka. Zaman kolonial kita dijajah oleh Belanda secara
langsung, zaman sekarang dijajah juga oleh kepentingan asing
secara tidak langsung. Orang-orang melihatnya itu skenario
Barat dan Cina melalui deradikalisasi.

Apa pengaruh atau dampak dari Kemalisme terhadap


dunia Islam hingga saat ini?
Sekularisasi yang kuat. Sekularisasi sebenarnya program
negara-negara Barat, Mustafa Kemal dan Turki adalah korban
ekstremnya. Tapi Indonesia juga terkena dampak yang kuat
dari sekularisasi. Jelas itu terasa.
Misalnya dengan berkembangnya faham “memisahkan”
atau “jangan mencampuradukkan agama dan politik”. Atau,
tak tertariknya umat Islam, bahkan anti, pada simbol-simbol
Islam. Salah satu efek dari sekularisasi juga adalah umat Islam
anti khilafah.
Kalau negara mewaspadai khilafah, itu wajar, karena
kewajiban konsitusional mempertahankan bentuk negara.

70| Joko Prasetyo


Atau non Muslim anti khilafah juga wajar karena
ketidaktahuan yang menimbulkan kekhawatiran. Tetapi, kalau
umat Islam anti khilafah, itu pengaruh sekularisasi. Teorinya,
seharusnya umat Islam tidak anti khazanah politik Islam tapi
faktanya ada yang begitu.

Bagaimana generasi sekarang mengambil pelajaran


terkait Kemalisme dan Snouckisme?
Pelajari Islam yang benar, banyak baca dan belajar dari
sejarah agar tak mengulangi kesalahan-kesalahan umat Islam
di masa silam. Begitu saya kira.
Tetapi menurut saya, Islam politik memang akan selalu
mendapat perlawanan selamanya karena akan selalu
mengancam eksistensi kekuasaan-kekuasaan sekuler. Sejarah
sudah menunjukkan begitu, demikian juga di masa depan.[]

Sekilas Sejarawan Moeflich Hasbullah

Sejarawan Moeflich Hasbullah merupakan dosen Fakultas


Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung (1994-
sekarang), kandidat doktor sejarah UIN Syarif Hidyatullah Jakarta
dan alumnus S1 dan S2 di bidang sejarah di IAIN Bandung (1986-
1991) dan ANU Canberra (1997-1999).[]

Dimuat pada rubrik KISAH Tabloid Media Umat edisi 256:


MENGHAPUS KHILAFAH DAN JIHAD,
BANGKITNYA REZIM KEMALIS
23 Rabiul Akhir - 2 Jumadil Awal 1441 H/ 20 Desember 2019 - 2 Januari 2020

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |71


Riwayat Penulis

Penulis bernama lengkap Joko Prasetyo dan kerap


dipanggil Joy adalah wartawan Tabloid Media Umat (Nop
2008-skr), wartawan mediaumat.com/mediaumat.news (Des
2008-skr), redaksi pelaksana Newsletter Badan Wakaf Al-
Qur’an (Jun 2010-skr) dan redaksi pelaksana
Newsletter/Tabloid Kabar Insantama (Sep 2014-skr).
Bungsu dari lima bersaudara putra-putri pasangan suami
istri Peltu (Purn TNI-AD) Rd Soendoro (alm) dan Hj
Warsiani (alm) tersebut lahir di Bandung, 15 November 1979.
Saat ini tinggal di Depok dengan satu istri dan dua anak.
Meraih gelar sarjana sosial (S.Sos.) dari Universitas Islam
Negeri Sunan Gunung Djati Bandung Jurusan Ilmu
Komunikasi Bidang Jurnalistik (2006). Mengikuti Pelatihan
Integrated Editing di IKAPI DKI Jakarta (2010), Pelatihan

72| Joko Prasetyo


Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Menengah (PJMTM) di IAIN
Bandung (1999) dan Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat
Dasar (PJMTD) di Universitas Parahyangan Bandung (1998).
Penulis juga menjadi editor yang mengedit 231 buku
terbitan Penerbit Pustaka MediaGuru (Jun 2016-Feb 2019),
dosen Jurnalistik di STAI PTDI Jakarta (2010-2015),
wartawan majalah Pamong Rider’s (Agu 2010-2015),
wartawan majalah Moslempreneur (Agu-Sep 2012), wartawan
majalah Percik (Sep-Des 2012), staf sirkulasi Indomedia
Group (Jul 2007-Nov 2008), wartawan tabloid Intelijen (Okt
2006-Jun 2007).
Pernah pula mengelola Dilla’s Digital Photo (2004-2006)
di Sumedang, menjadi koresponden media daerah Surat
Kabar Priangan Biro Sumedang (Mei-Jun 2006), job training
pada media daerah Harian Umum Galamedia di Bandung
(Nov-Des 2002), pengasuh desk artikel di Surat Kabar
Kampus (Suaka) IAIN Bandung (1998).[]

Surat dari Serambi Mekah Membuat Khalifah Marah |73


74| Joko Prasetyo

Anda mungkin juga menyukai