Anda di halaman 1dari 14

CRITICAL BOOK REPORT

“ PERANAN HUKUM DALAM PERLINDUNGAN


ANAK ”

OLEH :

Nama : Claudia Simanungkalit

Nim : 3192411016

Kelas : Reguler A 2019

Prodi : Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Hukum

Dosen Pengampu : Arif Wahyudi S.H,M.H

1
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur diucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kekuasaan nya saya
dapat menyelesaikan tugas critical book report ini.

Critical book report ini merupakan tugas individu dari dosen pengapu yaitu Bapak Arif
Wahyudi S.H,M.H dengan mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum.

Critical book report ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan critical book report ini.Untuk itu
saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan critical book report ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya dapat memperbaiki critical book
report ini.

Akhir kata saya berharap semoga critical book report ini dapat memberi manfaat maupun
inspirasi terhadap pembacanya.

Medan, Oktober 2019

Penulis,

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG.............................................................................................4
2. TUJUAN ................................................................................................................5
3. MANFAAT............................................................................................................5

BAB 2 ISI BUKU

1. KEDUDUKAN ANAK DALAM PERUNDANGAN............................................6


2. KEDUDUKAN ANAK DALAM HUKUM ADAT...............................................7
3. KEDUDUKAN ANAK DALAM HUKUM AGAMA...........................................8

BAB 3 PEMBAHASAN

1. ARGUMENTASI PENULIS TERHADAP BUKU HILMAN HADIKUSUMA


YANG BERJUDUL HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA........................11
2. KELEBIHAN BUKU HILMAN HADIKUSUMA.................................................13
3. KEKURANGAN BUKU HILMAN HADIUKUSUMA........................................13

BAB 4 KESIMPULAN

1. KESIMPULAN.......................................................................................................14
2. SARAN....................................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Perlindungan anak merupakan suatu bidang pembangunan nasional, karena


melindungi anak berarti melindungi manusia dan membangun manusia seutuh mungkin.
Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya, oleh karena itu
mengabaikan perlindungan terhadap anak berarti tidak akan memantapkan pembangunan
nasional . Upaya-upaya perlindungan anak harus telah dimulai sedini mungkin, agar kelak
dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara. Dalam Pasal 2 ayat
(3) dan ayat (4) Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, ditentukan
bahwa: "Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan
maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan-perlindungan dari lingkungan
hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan
wajar".

Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief (1992: 111), tujuan dan dasar pemikiran
dari Peradilan Anak jelas tidak dapat dilepaskan dari tujuan utama untuk mewujudkan
kesejahteraan anak yang pada dasarnya merupakan bagian integral dari kesejahteraan sosial.
Dengan kalimat terakhir ini tidak harus diartikan bahwa kesejahteraan atau kepentingan anak
itu pada hakikatnya merupakan bagian dari usaha mewujudkan kesejahteraan sosial. Hal ini
sesuai pula dengan pendapat Sudarto yang dikemukakan saat membahas tentang RUU
Pengadilan Anak: “…walaupun di dalam RUU disebutkan Pengadilan Anak mengutamakan
kesejahteraan anak di samping kepentingan masyarakat, namun beliau berpendapat bahwa
kepentingan anak tidak boleh dikorbankan demi kepentingan masyarakat”. Dengan telah
diberlakukannya Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (selanjutnya
disebut UU Pengadilan Anak), maka keinginan untuk mewujudkan perundangundangan yang
khusus bagi anak, yang mengatur secara integratif mengenai hukum pidana materiil, hukum
pidana formil, dan hukum pelaksanaan pidana bagi anak yang melakukan tindak
pidana/kenakalan telah terpenuhi.

4
2. TUJUAN

1. Memenuhi Tugas Dosen Pengampu

2. Mahasiswa dapat lebih menjabarkan bagaimana perlindungan anak dalam hukum

3. Menambah nilai mahasiswa pada mata kuliah ini

3. MANFAAT

1. Membantu mahasiswa bagaiamna mreview suatu buku.

2. Menambah pemahaman mahasiswa pada hakekat perlindungan anak.

3. Menambah kajian buku yang di pegang lebih bertambah.

5
BAB II

RINGKASAN BUKU
1. KEDUDUKAN ANAK DALAM PERUNDANGAN

Kedudukan anak menurut KUH Perdata anak yang di lahirkan atau dibesarkan selama
perkawinan, memperoleh suami sebagai ayahnya (pasal 250), sahnya anak yang dilahirkan
sebelum hari keseratus delapan puluh (6 bulan) dari perkawinan, dapat diingkari oleh suami
(pasal 251). Anak diluar kawin kecuali dilahirkan dari perzinaan atau penodaan darah di
sahkan oleh perkawinan yang menyususl dari ayahnya dan ibu mereka bila sebelum
melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu atau
apabila ada pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya sendiri dalam (pasal 272).
Dengan demikian pengakuan terhadap anak di luar kawin , terlahirlah hubungan perdata
antara anak itu atau ayahnya atau ibunya (pasal 280).

Menurut uu no 1-1974 dikatakan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam
atau sebagai akibat perkawinan yang sah (pasal 42). Anak yang dilahirkan diluar
perkawinann hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya (pasal
42 ayat 1). Seorang suami dapat menyangkal sah anaknya yang dilahirkan oleh istrinya
bilamana ia dapat dibuktikan bahwa istrinya berzinah dan anak itu akibat dari perzinahan
tersebut (pasal 44 ayat 1). Pengadilan memberikan keputusan tentang sah/tidaknya anak atas
permintaan pihak yang berkepentingan.

Jadi menurit KUH Perdata anak yang lahiratau dibesarkan selama perkawinan
walaupun anak itu benih orang lain adalah sah dari suaminya yang terikat dalam perkawinan.
Sedangkan dalam uu no 1- 1974 anak yang sah adalah anak yang lahir dalam atau akibat
perkawinan yang sah . dalam hukum adat perkawinan serupa itu “kawin tekap malu” agar si
anak mempunyai bapak.anak yang lahir diluar perkawinan misalnya seoarang wanita yang
mengadung melahirkan anak tanpa diketahui siapa bapak si anak maka anak itu adalah anak
kampung yang hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu yang dilahirakan atau hanya
memliki ibu saja dan tidak ada hubugan perdata dengan bapaknya . menurut KUH Perdata
dilarang menyelidiki siapa ibu ssi anak di perbolehkan (pasal 288).

6
Menurut uu no 1-1974 anak yang dilahirkan di luar perkawinan juga hanya
mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Tetapi tidak menyebut
tentang menyelidiki siapa anak nya. Dan dampaknya uu no 1-1974 tidak dibenarkan
pengakuan terhadap ank diluar perkawinan seperti KUH Perdata yang tegas menyatakannya.
Suami dapat menyangkal sahnya nak yang dilahirkan oleh istrinya karena berzinah dan
pengadilan akan memberikan keputusan tentang sah nya atau tidak nya. Dalam uu no 1-1974
itu sama dengan pengerti berzinah dalam pasal 284 KUH Pidana yang dikaitkan dengan pasal
27 KUH Perdata (asas monogami). Apabila pasal 44 uu no 1- 1974 itu dikaitkan dengan pasal
63 tentang pengadilan , maka yang diartikan berdasrkan KUH Perdata di selesaikan di
pengadilan negara. Kemudian tentang nak tersebut berdasarkan KUH Perdata maupun UU no
1- 1974 yang hanya ditentukan adalah tentang kedudukan anak sah dan tidak sah dan tidak
membicarakan tentang kedudukan anak linnya di dalam kehidupan dalam masyarakat .

2.KEDUDUKAN ANAK DALAM HUKUM ADAT

Dalam masyarakat hukum adat berbeda dari masyarakat yang modern, di mana
keluarga/rumah tangga dari suatu ikatan perkawinan tidak saja terdapat nak kandung tetapi
juga terdapat anak tiri, anak angkat dan sebagainya.kesemua anak itu ada sangkut pautnya
dengan hak dan kewajiban orang tua yang mengatur dan mengurus dan memeliharanya
begitu pula sebaliknya. Kedudukan anak tersebut pengaturannya juga berlatabelakang pada
susunan masyarakat adat bersangutan dab bentuk perkawinan oarngtua yang berlaku, bukan
tidak menjadi masalah tentang sah tidaknya anak, hal mana pengaruh oleh agama yang di
anut oleh masyarakatbersangkutan tetapi juga penting adalah menyangkut masa keturunan
dan pewarisan.

Dalam masyarakat dan susunannya kekerabatan yang patrilineal yang cenderung


melakukakn perkawinan bentuk jujur di mana is pada umumnya masuk dalam kelompok
kekerabatan suami, maka kedudukannya anak dikaitkan dengan tujuan penerusan keturunan
menurut garis laki laki.sehinngga ada kemungkinan keluarga yang tidak mempunyai anak
sama sekali mengangkat anak lelaki orang lain menjadi penerus keturunan yang
kedudukannya sejajr dengan anak sendiri.

Jadi dalam keluarga/rumah tangga yang bersifat patrilineal terdapat bermacam macam
anak. Dalam masyarakat yang kekeluargaannya bersifat parental (keorangtuaan) yang
terbanyak di indonesia. Kedudukan anak di daerah yang satu dengan berbeda dengan lainnya.

7
Di samping itu pedesaan orag jawa sudah terbiasa anak-cucu di urus oleh kakeknya entah
anak itu sah atau tidak sah , sedangkan di daerah lainnya bukan suatu kebiasaan.

3. KEDUDUKAN ANAK DALAM HUKUM AGAMA

Dalam islam, anak memiliki posisi yang amat penting dalam mewujudkan keluarga
sakinah mawadah warohmah . Mengapa? Sebab anak sholehah dapat mengantarkan orang
tuanya masuk surga. Sebaliknya anak yang durhaka maka akan mendapatkam laknatullah dari
Allah SWT. Maka dari itu, hubungan anak dan orang tua bukan hanya sebatas hubungan
darah saja, namun juga berkaitan dengan keimanan dan ketaqwaan.  Hadist nabi SAW
“Apabila manusia mati, maka putuslah semua amalnya kecuali 3 perkara : sedekah jariyah,
ilmu yg bermanfaat, dan anak yg sholeh yg mendoakan orang tuanya” (HR. Bukhori
Muslim).

Didikan orang tua memiliki peran penting dalam memberikan pengaruh terhadap
anak. Islam memandang bahwa saat dilahirkan anak merupakan jiwa yang suci. Tergantung
dari bagaimana orang tua mengarahkan mereka serta cara mendidik anak dalam islam .
Sebagaimana Rasulullah SAW juga bersabda :“Setiap anak yg lahir dlm keadaan suci, maka
orang tuanyalah menyebabkan ia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.”

Melihat betapa pentingnya kedudukan anak menurut islam, Maka Berikut akan digolongkan
mengenai kedudukan anak dalam hukum islam :

1. Anak Kandung

Anak kandung dapat juga dikatakan anak yang sah, pengertianya adalah anak yang
dilahirkan dari perkawinan yang sah antara ibu dan bapaknya. Dalam hukum positif
dinyatakan anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan
yang sah. Dalam hukum islam terdapat 4 syarat agar anak memiliki arti nasab yang sah :

 Kehamilan bagi seorang isteri bukan hal yang mustahil, artinya normal dan wajar
untuk hami. Imam Hanafi tidak mensyaratkan seperti ini, menurut beliau
meskipun suami isteri tidak melakukan hubungan seksual, apabila anak lahir dari
seorang isteri yang dikawini secara sah maka anak tersebut adalah anak sah.

 Tenggang waktu kelahiran dengan pelaksanaan perkawinan sedikit-dikitnya enam


bulan sejak perkawinan dilaksanakan.

8
 Anak yang lahir itu terjadi dalam waktu kurang dari masa sepanjang panjangnya
kehamilan.

 Suami tidak mengingkari anak tersebut melalui lembaga li’an.

Anak yang sah mempunyai kedudukan tertentu terhadap keluarganya, orang tua berkewajiban
untuk memberikan nafkah hidup, pendidikan yang cukup, memelihara  kehidupan anak
tersebut sampai ia dewasa atau sampai ia dapat berdiri sendiri mencari nafkah. Anak yang sah
merupakan tumpuan harapan orang tuanya dan sekaligus menjadi penerus keturunanya

2. Anak Angkat

Anak angkat dalam hukum Islam, dapat dipahami dari maksud firman Allah SWT  dalam
surat al-Ahzab ayat 4 dan 5 yang menyatakan :

“Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang
demikian itu hanya perkataanmu dimulutmu saja. Panggilah mereka (anak-anak angkat itu)
dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka”.

Dalam hukum Islam adalah yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari biaya
pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua
angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan. Sehingga status anak angkat terhadap harta
peninggalan orang tua angkatnya ia tidak mewarisi tetapi memperolehnya melalui wasiat dari
orang tua angkatnya, apabila anak angkat tidak menerima wasiat dari orang tua angkatnya,
maka ia diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua
angkatnya

3. Anak Tiri

Mengenai anak tiri ini dapat terjadi apabila dalam suatu perkawinan terdapat salah satu pihak
baik isteri atau suami, maupun kedua belah pihak masing-masing membawa anak kedalam
perkawinannya. Anak itu tetap berada pada tanggung jawab orang tuanya, apabila didalam
suatu perkawinan tersebut pihak isteri membawa anak yang di bawah umur (belum
dewasa) dan menurut keputusan Pengadilan anak itu Islam masih mendapat nafkah dari pihak
bapaknya sampai ia dewasa, maka keputusan itu tetap berlaku walaupun ibunya telah kawin
lagi dengan pria lain.

9
Kedudukan anak tiri ini baik dalam Hukum Islam maupun dalam Hukum Adat, Hukum
Perdata Barat tidak mengatur secara rinci. Hal itu karena seorang anak tiri itu mempunyai ibu
dan bapak kandung, maka dalam hal kewarisan ia tetap mendapat hak waris anak tiri dari
harta kekayaan peninggalan (warisan) dari ibu dan bapak  kandungnya apabila ibu dan bapak
kandungnya meninggal dunia.

4. Anak Piara / Asuh

Anak piara/asuh lain juga dari anak-anak tersebut diatas, karena mengenai piara/asuh ini ia
hanya dibantu dalam hal kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan hidupnya baik untuk
keperluan sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan. Dalam hal anak piara ini ada  yang
hidupnya mengikuti orang tua asuh, namun hubungan hukumnya tetap dan tidak ada
hubungan hukum dengan orang tua asuh. Selain dari pada itu ada juga anak piara/asuh yang
tetap mengikuti orang tua kandungnya, namun untuk biaya hidup dan biaya pendidikannya
mendapatkan dari orang tua asuh. Sehingga dengan demikian dalam hal pewarisan, maka
anak piara/asuh sama sekali tidak mendapat bagian, kecuali apabila orang tua asuh
memberikan hartanya melalui hibah atau kemungkinan melalui surat wasiat.

5. Anak Luar Nikah

Anak di luar nikah merupakan anak yang lahir dari hubungan yang dilakukan di luar
nikah. Mengenai status anak luar nikah, baik didalam hukum nasional maupun hukum Islam
bahwa anak itu hanya dibangsakan pada ibunya, bahwa anak yang lahir di luar perkawinan
hanya mempunyai hubungan dengan ibunya dan keluarga ibunya. Maka hal ini berakibat pula
pada hilangnya kewajiban tanggung jawab ayah kepada anak dan hilangnya hak anak kepada
ayah. Didalam hukum Islam dewasa dilihat sejak ada tanda-tanda perubahan badaniah baik
bagi laki-laki maupun perempuan.

Dalam hukum Islam, melakukan hubungan seksual antara pria dan wanita tanpa ikatan
perkawinan yang sah disebut zina. Hubungan seksual tersebut tidak dibedakan apakah
pelakunya gadis, bersuami atau janda, jejaka, beristeri atau duda sebagaimana yang berlaku
pada hukum perdata sebagaimana juga hukum menikahi wanita hamil  . Anak di luar nikah
biasanya akan dipandang sebelah mata dan dinilai negatif di masyarakat. Tentunya hal ini
dapat berdampak negatif bagi tumbuh kembang sang anak. Itulah tadi garis besar memgenai 5
kedudukan anak dalam hukum islam. Tentunya semoga semakin menambah pengetahuan
anda dan sebagai referensi bagi anda. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.

10
BAB III

PEMBAHASAN

A. Argumentasi Penulis Terhadap Buku Hilman Hadikusuma yang


Berjudul Hukum Perkawinan di Indonesia

Kedudukan anak menurut KUH Perdata anak yang di lahirkan atau dibesarkan selama
perkawinan, memperoleh suami sebagai ayahnya (pasal 250), sahnya anak yang dilahirkan
sebelum hari keseratus delapan puluh (6 bulan) dari perkawinan, dapat diingkari oleh suami
(pasal 251). Anak diluar kawin kecuali dilahirkan dari perzinaan atau penodaan darah di
sahkan oleh perkawinan yang menyususl dari ayahnya dan ibu mereka bila sebelum
melakukan perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu atau
apabila ada pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya sendiri dalam (pasal 272).
Dengan demikian pengakuan terhadap anak di luar kawin , terlahirlah hubungan perdata
antara anak itu atau ayahnya atau ibunya (pasal 280).

Anak memiliki sistem penilaian kanak- kanak yang menampilkan martabat anak
sendiri dan kriteria norma sendiri, sebab sejak lahir anak sudah menampakan ciri-ciri dan
tingkah laku karakteristik yang mandiri, memiliki keperibadian yang khas dan unik. Hal ini
disebabkan oleh karena taraf perkembangan anak itu memang selalu berlainan dengan
sifat-sifatnya dan ciri- cirinya, dimulai pada bayi, remaja, dewasa dan usia lanjut, akan
berlainan psikis maupun jasmaninya. Anak mempunyai hak yang sama dengan warga negara
lainnya, yang harus dilindungi dan dihormati oleh setiap warga Negara dan Negara. ( Jurnal
Darmini, 2018 : 14 ). Setiap Negara dimanapun di dunia ini wajib memberikan perhatian
serta perlindungan yang cukup terhadap hak-hak anak. Sampai saat ini problematika anak
belum menarik masyarakat dan pemerintah.

Hal tersebutlah yang penulis dapatkan dalam membaca dan menganalisis buku
Hilman tersebut yang berjudul Hukum Perwakinan Indonesia. Topik pembahasan pada buku
tersebut pun sangat menarik untuk dibaca karna Hilman memaparkan bagaimana hukum
Perkawinan di dalam masyarkat dan penjelasannya pun secara faktual yang terjadi disetiap
lingkup masyarakat.

11
Adapun pada buku Hilman juga memaparkan bahwa dalam masyarakat hukum adat
berbeda dari masyarakat yang modern, di mana keluarga/rumah tangga dari suatu ikatan
perkawinan tidak saja terdapat nak kandung tetapi juga terdapat anak tiri, anak angkat dan
sebagainya.kesemua anak itu ada sangkut pautnya dengan hak dan kewajiban orang tua yang
mengatur dan mengurus dan memeliharanya begitu pula sebaliknya. Kedudukan anak
tersebut pengaturannya juga berlatabelakang pada susunan masyarakat adat bersangutan dab
bentuk perkawinan oarngtua yang berlaku, bukan tidak menjadi masalah tentang sah tidaknya
anak, hal mana pengaruh oleh agama yang di anut oleh masyarakatbersangkutan tetapi juga
penting adalah menyangkut masa keturunan dan pewarisan.

Jika kita dikaitkan buku Hilman Hadikusuma yang berjudul Hukum Perkawinan
Indonesia dengan jurnal yang telah saya review yaitu jurnal Tedy dan Jurnal Darimini yang
menyimpulkan bahwa Pemerintah Daerah memiliki peran yang sangat vital didalam
perlindungan anak. Hal ini tertuang didalam pasal-pasal Undang-Undang Perlindungan
Anak. Didalam mewujudkan tata kelola pemenuhan hak anak oleh Pemerintah Daerah
haruslah benar-benar direalisasikan dan dijalankan dengan semestinya. Kota Layak Anak
merupakan impian dari setiap anak, karena anak akan dibesarkan secara layak dan
semestinya. Pemerintah Daerah sebagai pemerintah yang bersentuhan lansung dengan
kehidupan anak, harusnya lebih aktif dan lebih kritis, untuk menyuarakan hak-hak anak.
Menata kelola pemenuhan hak anak oleh Pemerintah Daerah harus diawasi sebuah lembaga
sendiri yang fokus untuk melindungi, menjaga, memantau dan mengawasi hak anak.
Penanaman pemahaman perlindungan anak berkelanjutan sangatlah perlu diajarkan sejak dini
kepada masyarakat, karena apabila sejak dini masyarakat diajarkan memahami perlindungan
anak secara berkelanjutan, maka perlindungan anak di Indonesia tidak akan berhenti

Dari kesimpulan jurnal tersebut memiliki kaitan dengan buku yang saya kritik ini,
yaitu memiliki persamaan membahas hukum suatu perkawinan dan bagaimana hukum
mengatur perlindungan anak. Hal itu sangat berkaitan dikarenakan terdapat sama-sama aturan
yang melindungi. Hal itulah yang menjadi kaitan buku utama saya dengan jurnal yang telah
saya riview ini. Namun terdapat juga perbedaannya yaitu bahwa pada jurnal itu lebih
berfokus bagaimana hukum dalam perlindungan anak sedangkan pada buku utama saya
berfokus membahas hukum perkawinan di Indonesia.

12
B. Kelebihan Buku Hilman Hadikusuma
Menurut Penulis kelebihan dari Buku Satjipto Rahardjo yaitu :
1. Bahasa yang digunakan pada buku Hilman Hadikusuma sangat mudah dipahami
sehingga pembaca tidak terlalu kesulitan untuk membaca dan memahami isi buku
tersebut.
2. Setiap Topik pembahasan atau pun materi pada buku Hilman Hadikusuma selalu
dikaitkan dengan kejadian secara faktual dilingkungan masyarakat dan dipaparkan
dengan jelas hukum-hukum dalam mengaturnya seperti hukum adat, agama dan
Perundangan.
3. Setiap Topik pembahasan pada buku Hilman Hadikusuma pun selalu membuat
pembaca menjadi kritis dan analitis karena setiap pembahasan Hilman Hadikusuma
selalu memaparkan permasalahan-permasalahan dalam setiap hukum perkawinan
tersebut.
4. Pada Buku Hilman Hadikusuma memiliki penutup yang sangat kompleks dan sangat
bagus karena pada bagian Penutup tersebut Hilman Hadikusuma menerangkan segala
isi materi dengan singkat, padat dan jelas. Bahkan Hilman Hadikusuma pun
memaparkan alasan atau pun tujuan Satjipto dalam menciptakan buku tersebut

C. Kekurangan Buku Hilman Hadikusuma


Menurut penulis kekurangan dari buku Satjipto Rahardjo yaitu :
1. Setiap pembahasan buku Hilman Hadikusuma tidak memberikan penjelasan mengenai
konsep dasar Ilmu Hukum tersebut sehingga bagi pembaca pemula yang baru
mengenal ilmu Hukum tersebut tidak dapat mengembangkan pemhamannya mengenai
ilmu hukum tersebut.
2. Pada buku Hilman Hadikusuma tidak disertai dengan penjelasan isi KUH Perdata
dengan jelas tersebut Sehingga bagi pemula yang baru mengenal ilmu hukum dapat
bingung dan tidak tau apa arti dari penjelasan yang dipaparkan oleh Satjipto tersebut.
3. Pada buku Hilman Hadikusuma desain buku kurang menarik sehingga mengurangi
nilai estetika pada buku itu sehingga buku tersebut tidak memilki daya tarik untuk
membaca .

13
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pemaparan Cbr yang telah di jabaran dalam peranan hukum
dalam perlindungan anak dapat penulis menyimpulkan bahwa kedudukan
anak adalah hal yang penting dalam kehidupan masyarakat terutama
dalam kaidah hukum. Dalam keterkaitan hukum pada hukum lainnya
memilki keterkaitan karena dalam kajian yang telah di bahas mengjarkan
bagaimana hukum berkerja pada perlindungan anak dan kedudukan nya
di dalam hukum.

B. SARAN

Saran penulis dalam kajian mengenai peranan hukum dalam perlindungan


anak mengharapkan pembaca dapat lebih memahami bagaimana hukum
memilki keterkaiatan dalam perlindungan dan kedudukannya. . sehingga
dalam kehidupan di dalam masyarakat , anak memilki kepercayaan diri
dalam melakukan sesuatu di dalam kehidupan nya di dalam hukum.

14

Anda mungkin juga menyukai