Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PERBANDINGAN STATUS ANAK LUAR KAWIN

BESERTA HAK WARIS PADA KUHPERDATA, HUKUM ISLAM DAN HUKUM


ADAT.

Disusun Oleh :
Nurhazizah Melani
(B10019300)

Dosen Pengampu : Dr. Dwi Suryahartati, S.H., M.Kn.

Mata Kuliah : Perbandingan Hukum Perdata

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JAMBI

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dari dosen pada Mata Kuliah Perbandingan Hukum Perdata. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan baru bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 21 Maret 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
2.1 Status Anak Luar Kawin pada Hukum Perdata, Hukum Adat dan Hukum Islam
2.2 Hak Waris bagi Anak Luar Kawin pada Hukum Perdata, Hukum Adat dan Hukum
Islam
BAB II PENUTUP................................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 9
3.2 Saran................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 10

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun
kelompok. Dengan perkawinan yang sah, pergaulan antara laki-laki dan perempuan
terjadi secara terhormat. Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada
yang mampu untuk segera melaksanakannya. Perkawinan dapat mengurangi
kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam bentuk perzinahan.
Perkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.Tujuan perkawinan dalam Islam adalah menghubungkan kasih
sayang antara laki-laki dengan perempuan melalui akad nikah. Karena itu ia sangat
bersifat individual, tidak mengharapkan keikutsertaan pihak lain dalam keluarga.1
Kehadiran seorang anak dalam suatu pernikahan merupakan kebahagian dan
kesejahteraan bagi suatu keluarga karena anak merupakan keturunan dari sepasang
suami istri yang membina rumah tangga, untuk membentuk keluarga yang bahagia
maka orang tua akan membesarkan anaknya dengan penuh cinta kasih dan perhatian
hingga akan menyiapkan kebutuhan anak hingga dewasa seperti pendidikan,
kesehatan, dan harta benda yang ditinggalkan.
Anak luar kawin merupakan anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan yang
tidak memiliki ikatan perkawinan yang sah dengan laki-laki yang telah membenihkan
anak di rahimnya, anak tersebut tidak mempunyai kedudukan yang sempurna di mata
hukum seperti anak sah pada umumnya, dengan kata lain anak tidak sah adalah anak
yang tidak dilahirkan dalam suatu ikatan perkawinan yang sah, sedangkan pengertian
luar kawin adalah hubungan seorang pria dengan seorang wanita yang dapat
melahirkan keturunan sedangkan hubungan mereka tidak dalam ikatan Perkawinan
yang sah menurut hukum positif dan peraturan didalam agama yang diyakininya.2
Hukum waris di Indonesia merupakan pluralistis mengingat beraneka ragamnya
corak budaya, agama, sosial, dan adat istiadat serta golongan sistem kekeluargaan

1
Yaswirman, Hukum Keluarga, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2011, hlm.185
2
Witanto, D.Y, Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin: Pasca keluarnya Putusan MK
tentang uji materi UU perkawinan. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012.

1
yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat Indonesia. Anak sebagai fitrah
Tuhan Yang Maha Esa perlu mendapatkan perawatan sebaik-baiknya dan merupakan
tunas tunas bangsa yang akan meneruskan cita-cita bangsa yaitu mewujudkan suatu
masyarakat yang adil dan makmur. Keberadaan anak dalam keluarga merupakan
sesuatu yang sangat berarti, anak memiliki arti yang berbeda-beda bagi setiap orang.
Anak merupakan penyambung keturunan, sebagai investasi masa depan, dan anak
merupakan harapan. Setiap anak dapat atau mampu memikul tanggung jawabnya di
masa depan, maka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara normal baik jasmani, rohani maupun sosial. Anak luar kawin
selain anak zinah dan anak sumbang akan memiliki hubungan perdata (hak waris)
dengan ayah dan ibunya melalui pengakuan sebagaimana disebutkan dalam KUH
Perdata. Padahal jika mengacu pada Konstitusi ketentuan Pasal 28D Ayat (1) UUD
NKRI 1945 persamaan di depan hukum setiap warga negara telah dijamin, untuk itu
sudah sepantasnya kedudukan anak luar kawin dalam hal Waris disetarakan dengan
anak yang sah.3
Hukum waris adalah suatu rangkaian ketentuanketentuan dimana,
berhubungan dengan meninggalnya seorang, akibat-akibatnya di dalam bidang
kebendaan, diatur, yaitu: akibat dari berahlinya harta peninggalan dari seorang yang
meninggal, kepada ahli waris, baik dalam hubungannya antara mereka sendiri,
maupun dengan pihak ketiga. Mengingat antara anak sah dan anak tidak sah (anak
luar kawin) yang menjadi perbedaan adalah mengenai konsekuensinya terhadap
hukum yang berhubungan antara orang tua dengan anaknya. Oleh karena itu, sudah
menjadi hak bagi anak luar kawin untuk menuntut hak dalam mendapatkan warisan
dari ayah biologisnya. Menurut hukum waris islam, hukum waris perdata dan hukum
waris adat telah mengatur mengenai hak waris bagi anak luar kawin secara berbeda-
beda sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah diatur oleh hukum waris Islam, hukum
waris perdata, dan hukum waris adat yang tentunya menerapkan keadilan.4

3
Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (civil law, common law, hukum
islam), Raja Grafindo Persada,Jakarta:2004, hlm:192.
4
Sri Wahyu. 2006. Kedudukan anak luar kawin menurut hukum waris adat di Kecamatan Boyolali
Kabupaten Boyolali. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Bagaimana Status Anak Luar Kawin pada Hukum Perdata, Hukum Adat dan
Hukum Islam?
2. Bagaimana Hak Waris bagi Anak Luar Kawin pada Hukum Perdata, Hukum
Adat dan Hukum Islam?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk Mengetahui Status Anak Luar Kawin pada Hukum Perdata, Hukum
Adat Dan Hukum Islam
2. Untuk Mengetahui Hak Waris bagi Anak Luar Kawin pada Hukum Perdata,
Hukum Adat Dan Hukum Islam

BAB II

1
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Status Anak Luar Kawin pada Hukum Perdata, Hukum Adat
dan Hukum Islam

KUHPerdata, Hukum Islam dan Hukum adat masing masing memiliki interpretasi
yang berbeda tentang anak luar kawin. Hukum adat pada dasarnya merupakan
sebagian dari adat istiadat masyarakat, adat-istiadat mencakup konsep yang luas.
Perbedaan konsep mengenai anak luar kawin yang terdapat pada ketiga sumber
hukum ini. Namun demikian secara garis besar dari masing-masing definisi tentang
anak luar kawin yang terdapat pada KUHPerdata, Hukum Islam dan hukum waris
adat dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud anak luar kawin adalah seorang
anak yang terlahir dari seorang wanita yang pada saat melahirkan tidak dalam ikatan
pernikahan dengan pria manapun.

A. Hukum Perdata
Dalam KUHPerdata dijelaskan bahwa seorang anak luar kawin hanya memiliki
hubungan privat dengan wanita atau ibu yang melahirkannya juga kerabat dari ibunya.
Sangat berbeda dengan status hukum yang diperoleh anak sah yang lahir dari wanita
yang terikat dari pernikahan yang sah menurut agama dan aturan yang sah. Bayi yang
lahir dari pernikahan yang sah secara langsung memiliki hubungan privat juga waris
antara bapak ibu serta sanak saudara dari bapak dan ibunya, hal tersebut memberikan
posisi yang menguntungkan bagi anak sah dalam hal haknya mendapatkan warisan.
Anak luar kawin yang tidak memiliki hubungan hukum dengan siapapun selain ibu
yang melahirkannya, menciptakan keadaan hukum yang menempatkan anak luar
kawin tidak memiliki hak untuk mendapatkan waris atau warisan dari ayahnya.
Namun dewasa ini anak luar kawin tidak serta merta dibiarkan untuk tetap hidup
dalam kelemahan status hukumnya, yang sebenarnya bukanlah kesalahan dari anak
tersebut. Indonesia telah memberikan upaya-upaya untuk anak luar kawin agar dapat
memperjuangkan hak-haknya agar memiliki hak yang sama di depan hukum dengan
anak sah, baik dari segi hukum privat juga dalam haknya mendapatkan warisan dari
orang tua biologisnya.
Menurut R. Subekti di dalam KUHPerdata dikenal adanya tiga jenis anak:

1
a. Anak sah, yakni tiap‐tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan sepanjang
pernikahan orang tuanya (Pasal 250 KUHPerdata)
b. Anak luar Nikah yang diakui oleh salah satu atau kedua orang tuanya.
c. Anak luar nikah yang tidak diakui oleh orang tuanya. 5
Jadi, anak yang dilahirkan atau dibuahkan di dalam pernikahan orang tuanya
adalah anak sah, dengan demikian, anak yang dibuahkan sepanjang pernikahan lalu
dilahirkan setelah pernikahan orang tuanya putus adalah anak sah. Demikian
pula, anak yang dibenihkan sebelum pernikahan tetapi dilahirkan di dalam
pernikahan adalah anak sah juga. Dengan demikian, anak yang lahir
dengan tidak memenuhi ketentuan tersebut adalah anak tidak sah.
Oleh karena itu anak luar nikah yang orang tuanya tidak menikah
secara sah, memiliki kedudukan sebagai anak tidak sah. Dengan pengakuan
salah satu atau kedua orangtuanya secara bersama‐sama, ia menjadi anak
luar nikah yang diakui. Kedudukannya sedikit lebih rendah dari anak sah
namun lebih tinggi dari anak luar nikah yang tidak diakui oleh orangtuanya.
Di dalam Pasal 272 KUH Perdata dinyatakan bahwa: tiap‐
tiap anak yang dibenihkan di luar pernikahan, kemudian dengan nikahnya
bapak dan ibu biologisnya, maka anak tersebut menjadi anak sah
apabila keduanya sebelum menikah telah mengakuinya menurut ketentuan
undang‐undang yakni tercatat dalam akta kelahiran si anakatau didalam akta
pernikahan orangtuanya. Artinya apabila pengakuan dilakukannya pada
saat pernihakan orangtua, maka pengakuan tersebut dicatat dalam akta nikah.
Di mana dalam akta pernikahan terdapatklausatentang pengakuan anak
mereka yang telah dibenihkan atau dilahirkan sebelum mereka melakukan
pernikahan.

B. Hukum Adat
Mengenai anak luar kawin dalam hukum adat, Hilman Hadikusuma
menyebutkan bahwa: “Pada dasarnya baik menurut hukum perundang- undangan
maupun adat, untuk menentukan sah tidaknya si anak adalah dilihat pada kenyataan
yuridis bukan kenyataan biologis.”. Kenyataan yuridis yang dimaksudkan di sini
adalah yuridis menurut hukum yang berlaku serta adat kebiasaan setempat. Dengan
demikian, meskipun si ayah yuridis tidak sama dengan ayah biologisnya tidak
5
R. Subekti, Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita 1992), hlm. 53.

1
menjadi persoalan secara hukum. Anak tersebut tetap anak sah, meskipun perkawinan
kedua orangtuanya hanya bersifat “penutup malu”. Di Jawa dikenal “nikah tambelan”,
atau di Bugis disebut “pattongkoq sirik” yang merupakan kawin darurat untuk
melepaskan si perempuan dan keluarga dari rasa malu karena si perempuan hamil
sebelum pernikahan dilangsungkan.6
Bagaimana para petua hukum adat tetap memberikan seorang anak yang tidak
sah atau tidak memenuhi kategori sebagai anak yang seharusnya tidak menerima harta
warisan tetap mendapatkan warisannya, sudah dapat dijadikan sebuah
kejadian/preseden untuk dijadikan dasar menuntut hal yang sama bagi anak luar
kawin di desa atau di tempat lain yang memiliki sistem adat yang berbeda, karena
bentuk sistem adat sendiri yang berlaku secara daerah mennyebabkan setiap adat
memiliki aturan nya masing-masing sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.

C. Hukum Islam
Perspektif Anak di Luar Nikah Dalam Kompilasi Hukum Islam Anak luar
kawin adalah anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan, sedangkan perempuan
itu tidak berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menyetubuhinya.
Status Anak Di Luar Nikah Dalam Kompilasi Hukum Islam Persoalan anak luar
kawin memang selalu menimbulkan problema dalam masyarakat, baik mengenai
hubungan kemasyarakatan maupun mengenai hak-hak dan kewajibannya. Anak luar
kawin secara prinsip hukum adat dicela, tetapi merupakan kajian yang menarik bila
ternyata cela hukum adat terhadap anak luar kawin. Sedangkan pengertian diluar
kawin adalah hubungan seorang pria dengan seorang wanita yang dapat melahirkan
keturunan, sedangkan hubungan mereka tidak dalam ikatan perkawinan yang sah
menurut hukum positif dan agama yang dipeluknya.7
Bunyi buku I Kompilasi Hukum Islam (KHI), ketentuan dalam Pasal 100
disebutkan bahwa; anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. Berarti mereka sudah lupa terhadap hukum
Islam, karena jelas sudah dikatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan adalah suci
dari dosa, baik yang dilahirkan dari perkawinan yang sah dan diluar perkawinan yang
sah, karena anak yang dilahirkan itu tidak tergantung bertanggung jawab atas dosa ibu

6
Hadikusuma, 2003
7
Peter De Cruz, Perbandingan Sistem Hukum, Common Law, Civil Law dan Socialist Law, Nusa Media,
Bandung, 2010, hlm: 4

1
bapaknya. Pengertian anak luar nikah dalam Kompilasi Hukum Islam adalah anak
yang dilahirkan oleh seorang perempuan, sedangkan perempuan itu tidak berada
dalam ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menyetubuhinya, berdasarkan
hasil penelitian, dapat di simpulkan pengertian anak luar nikah dalam Kompilasi
Hukum Islam dan Hukum Perdata adalah sama yaitu dilahirkan dari dua orang yang
masing-masing tidak terikat pernikahan.

2.2 Hak Waris bagi Anak Luar Kawin pada Hukum Perdata, Hukum Adat dan
Hukum Islam
A. Hak Waris menurut Hukum Perdata

1
Mengenai ketentuan hukum waris terhadap anak luar nikah menurut KUH
Perdata, dimana bagi orang‐orang yang tunduk kepada KUH Perdata, umumnya
warga negara Indonesia yang berbangsa Eropah dan Tinghoa di dalam pasal
272 KUH Perdata menjelaskan bahwa: Kecuali anak‐anak yang dibenihkan
dalam zinah atau sumbang, tiap‐tiap anak yang diperbuahkan di
luar perkawinan, dengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya, akan menjadi sah,
apabila kedua orangtua itu sebelum kawin telah mengakuinya menurut
ketentuan undang‐undang atau apabila pengakuan itu
dilakukan dalam akta perkawinan sendiri. Selanjutnya di dalam Pasal 280
KUH Perdata menjelaskan bahwa: dengan pengakuan yang dilakukan
terhadap seorang anak luar nikah, tiumbullah hubungan perdata antara si
anak dan bapak atau ibunya. Kemudian Pasal 862 KUH
Perdata menjelaskan pula: Jika si mininggal meninggalkan anak‐anak luar nikah
yang telah diakui dengan sah, maka warisan harus dibagi dengan cara
yang ditentukan di dalam Kitab Undang‐Undang Hukum Perdata
Mengenai pewarisan terhadap anak luar nikah ini diatur dalam Pasal 862 s.d.
Pasal 866 KUH Perdata: 18
1. Jika yang meninggal meninggalkan keturunan yang sah atau seorang suami atau
istri, maka anak-anak luar nikah mewarisi 1/3 bagian dari bagian yang seharusnya
mereka terima jika mereka sebagai anak-anak yang sah (Pasal 863 KUH Perdata);
2. Jika yang meninggal tidak meninggalkan keturunan maupun suami atau istri, tetapi
meninggalkan keluarga sedarah, dalam garis ke atas (ibu, bapak, nenek, dst.) atau
saudara laki-laki dan perempuan atau keturunannya, maka anak-anak yang diakui
tersebut mewaris 1/2 dari warisan. Namun, jika hanya terdapat saudara dalam derajat
yang lebih jauh, maka anak-anak yang diakui tersebut mendapat 3/4 (Pasal 863 KUH
Perdata);
3. Bagian anak luar nikah harus diberikan lebih dahulu. Kemudian sisanya baru
dibagi-bagi antara para waris yang sah (lPasal 864 KUH Perdata);
4. Jika yang meninggal tidak meninggalkan ahli waris yang sah, maka mereka
memperoleh seluruh warisan (Pasal 865 KUH Perdata)
5. Jika anak luar nikah itu meninggal dahulu, maka ia dapat digantikan anak-anaknya
(yang sah) (Pasal 866 KUH Perdata).
B. Hak Waris menurut Hukum Adat

1
Pembagian harta warisan anak luar kawin juga dipengaruhi faktor yang paling
penting, yaitu :
1. Masalah Perkawinan, karena berkaitan dengan hubungan kekerabatan yang
merupakan larangan perkawinan untuk menjadi pasangan suami-istri.
2. Masalah waris, hubungan kekeluargaan merupakan dasar pembagian harta
kekayaan yang ditinggalkan.8
Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan
tentang sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli
waris serta cara bagaimana harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya
dan pewaris kepada ahli waris, dengan kata lain, hukum penerusan harta kekayaan
dari suatu generasi kepada keturunannya.
Dalam keluarga orang tua yang tidak mempunyai anak sah, tetapi juga mem
punyai anak luar kawin, dan anak luar kawin tersebut mempunyai perilaku yang baik
terhadap keluarga bapak biologisnya, maka anak luar kawin dapat diberikan sedikit
harta dari bapak biologisnya. Jika bapak biologisnya mempunyai anak sah dan anak
luar kawin, maka dalam pewarisan anak sah akan mendapat harta yang lebih banyak
dari anak luar kawin.9
C. Hak Waris menurut Hukum Islam
Mengenai anak luarnikah, sebagaimana yang telah
dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa mereka hanya berhak mempunyai
hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya. Jadi hal ini
telah dinyatakan di dalam Pasal 100 dari Kompilasi Hukum Islam (KHI)
yang berbunyi: “Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai
hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya”. Oleh karena itu, apabila
yang meninggal adalah ayah zinahnya, maka anak zina laki‐laki dan
perempuan tidak memiliki hak untuk mewarisi. Oleh karena itu,
apabila yang meninggal adalah ayah zinanya, maka anak zina laki‐laki dan
perempuan tidak memiliki hak untuk mewarisi. Akan tetapi,
bila yang meninggal adalah ibunya, maka ia berhak menjadi ahli waris.
Kedudukan anak luar nikah dalam hukum Islam pada awalnya memiliki
persamaan dengan undang-undang perkawinan yakni hanya dinisbahkan kepada ibu

8
Ellyne D Poespasari, Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat Di Indonesia,( PrenadaMedia Group
Jakarta),2018. hal 84
9
Ellyne D Poespasari, ibid, hal 85.

1
dan kerabat ibunya namun setelah pembatalan pasal 43 undang-undang perkawinan
oleh Mahkamah Konstitusi maka terjadi perbedaan antara Hukum Islam dengan
Undang-undang Perkawinan yakni Hukum Islam sesuai dengan Al Qur’an dan Hadist
tetap menisbahkan anak luar nikah kepada ibu dan kerabatnya sedangkan dalam
undang-undang perkawinan dapat dinisbahkan kepada ayahnya sepanjang terdapat
pembuktian berdasarkan teknologi bahwa anak tersebut memiliki hubungan genetic
dengan seorang laki laki.

TABEL PERBANDINGAN HUKUM WARIS


Sumber Hukum KUH Perdata Hukum Adat Kompilasi
atau Perbedaan Hukum Islam
Dasar dan sumber Pasal 841, 842, Kepercayaan dan Pasal 100, 174,
hukum 844, 845, 862 falsafah nilai 175
masing masing
setiap daerah
Sebutan anak luar Anak tidak sah Anak kowar, anak Anak haram, anak
kawin astral jaddah
Cara menyelesaikan Ke Pengadilan Musyawarah Adat Musyawarah
masalah Keluarga
Sistem pewarisan Sistem pewarisan Sistem pewarisan: Sistem pewarisan
barat: individual individual dan Islam: individual
murni kolektip bilateral
Keberlakuannya Golongan Timur Berlaku di Bagi warga negara
Asing, Tionghoa lingkungan Indonesia yang
dan golongan masyarakat adat beragama Islam
Eropa tertentu
Bentuk aturan Tertulis Tidak Tertulis Tertulis
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Perbandingan status anak luar kawin, menghasilkan:
(a) berdasarkan KUHPerdata, bahwa status anak luar kawin adalah anak yang lahir
dari perempuan yang tidak terikat dalam suatu pernikahan, kemudian anak tersebut

1
hanya memiliki hubungan keperdataan dengan ibunya, anak luar kawin juga bisa
memiliki hubungan keperdataan dengan ayahnya melalui pengakuan dan gugatan di
pengadilan;
(b) berdasarkan kompilasi Hukum Islam, anak luar kawin disebut sebagai anak haram,
anak jaddah. Anak luar kawin dapat memiliki ikatan atau hubungan orang tua asal
ayahnya mengakui bayi yang dilahirkan tersebut merupakan anaknya;
(c) berdasarkan hukum adat, anak luar kawin dalam hukum adat disebut anak kowar,
anak astral. Proses anak luar kawin dalam hukum adat untuk dapat memiliki
hubungan keluarga dengan pihak ayahnya melalui pengakuan.
Perbandingan hak waris anak luar kawin, menghasilkan:
(a) dalam KUHPerdata, mengatur bahwa untuk mendapatkan hak waris dengan
keluarga ayahnya harus melalui pengakuan terlebih dahulu, lalu kemudian dengan
putusan pengadilan;
(b) pada kompilasi Hukum Islam, dalam aturan ini anak luar kawin tidak memiliki
hak untuk menerima harta warisan dari keluarga ayahnya. Tetapi ada cara lain melalui
cara hibah;
(c) sedangkan dalam hukum adat, anak luar kawin dapat memiliki hak untuk
menerima harta warisan dari keluarga ayahnya, asalkan ada pengakuan.
1.2 Saran
Untuk lebih memahami semua Perbandingan Status Anak Luar Kawin beserta
Hak Waris Pada Kuhperdata, Hukum Islam Dan Hukum Adat. Untuk para pembaca
disarankan untuk tetap mencari referensi atau peranan luar yang lain. Selain itu,
diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu memahami nya dalam
kehidupan sehari – hari.
Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan dan
jauh dari sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah tersebut penulis
meminta kritik yang membangun dari para pembaca.

1
DAFTAR PUSTAKA

Yaswirman, Hukum Keluarga ,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011


Witanto, D.Y. 2012. “Hukum Keluarga Hak dan Kedudukan Anak Luar Kawin: Pasca
keluarnya Putusan MK tentang uji materi UU perkawinan”. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Ade Maman Suherman,(2004) Pengantar Perbandingan Sistem Hukum (Civil Law, Common
Law, Hukum Islam).
Raja Grafindo Persada,Jakarta
Sri Wahyu. 2006. Kedudukan anak luar kawin menurut hukum waris adat di Kecamatan
Boyolali Kabupaten Boyolali. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Waris Indonesia (Jakarta: Intermasa,1989)
Hilman Hadikusuma, 1978, Sejarah Hukum Adat Indonesia, Bandung: Penerbit Alumni.
Peter De Cruz,(2010) Perbandingan Sistem Hukum, Common Law, Civil Law dan Socialist
Law, Nusa Media, Bandung,
Poespasari Dwi Ellyne, Pemahaman Seputar Hukum Waris Adat Di Indonesia,Prenada Media
Group Jakarta,2018.

Anda mungkin juga menyukai