Anda di halaman 1dari 18

PELAKSANAAN PEKAWINAN ADAT SUKU ANAK DALAM

MENURUT HUKUM ADAT DAN PERKAWINAN DALAM


HUKUM ISLAM DI INDONESIA
( MAKALAH )

Disusun Oleh:
REZA AMELIA PUTRI
106200038

Dosen Pengampuh:
RANTI PERMATASARI S.Pd,. M.Pd.

MAHASISWA SEMESTER 1
PRODI HUKUM TATANEGARA
FAKULTAS SYARIAH
UIN STS JAMBI
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga saya bisa menyelesaikan karya ilmiah ini
dengan baik dan tepat waktu.
Tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini adalah untuk memenuhi Ujian Akhir
Semester Mata Kuliah Bahasa Indonesia yag diempu oleh Ibu Ranti permatasari S.Pd,.
M.Pd. saya mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan saran beliau, saya dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini.
Karya tulis ilmiah ini saya kerjakan dengan semaksimal mungkin menggunakan
dari berbagai sumber seperti buku-buku dan, artikel di internet dan lain-lainnya. Tapi
terlepas dari itu semua, saya sadar diri dengan kemampuan saya yang belum seberapa,
sehingga karya ilmiah ini bisa dikatakan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu saya
siap menerima segala kritikan dan sarannya agar saya bisa memperbaiki dimasa yang
akan datang.

Terusan, 01 Januari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN .............................................................................


A. Latar Belakang Masalah .......................................................................
...............................................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan ..................................................................................................
BAB II: KAJIAN TEORI ...............................................................................
A. Perkawinan Adat Suku Anak Dalam ....................................................
B. Perkawinan Menurut Hukum Islam Di Indonesia.................................
C. Keabsahan Perkawinan Adat Suku Anak Dalam Dengan Hukum
Islam......................................................................................................
BAB III: HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................
A. Potret Kehidupan Suku Anak Dalam....................................................
B. Pemahaman Perkawinan menurut Hukum Islam .................................
BAB IV: PENUTUP.......................................................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................
B. Saran......................................................................................................
...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah hubungan permanen antara laki-laki dan
perempuanyang diakui sah oleh masyarakat yang bersangkutan yang
berdasarkan atas peraturan perkawinan yang berlaku. Perkawinan adalah kata
benda turunan dari kata kerja dasar kawin. Kata itu berasal dari kata jawa kuno
ka-win atau ka-ahwin yang berarti dibawa, dipukul, dan diboyong kata ini adalah
bentuk pasif dari kata jawa kuno awin atau ahwin selanjutnya kata itu berasal
dari kata vini dalam bahasa sanskerta.1
Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyrakat.
Perkawinan adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang laki-laki dan
seorang wanita.2 Memberikan definisi, bahwa perkawinan ialah suatu
persekutuan antara seorang pria dengan seorang wanita yang diakui oleh Negara
untuk bersama yang kekal. Esensi dari yang dikemukakan para pakar adaah
bahwa perkawinan sebagai lembaga hukum, baik karena apa yang ada
didalamnya, maupun karena apa yang terdapat didalamnya.
Pasal 1 UU No 1Tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan:
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.3
Perkawinan menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan “nikah” dan
perkataan “ziwaaj”. Nikah menurut arti sebenarnya ialah “dham” yang berarti
menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasnya ialah “wathaa”

1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perkawinan diakses 2 Januari 2021
2
Salim H,S., Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm 61.
3
Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 1 ayat 1.
yang berarti setubuh atau “akad”yang berarti mengadakan perjanjian
pernikahan4
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah
dalam krya ilmiah ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan perkawinan adat suku anak dalam?
2. Bagaimanakah pelaksanaan perkawinan menurut hukum islam di
Indonesia?
3. Bagaimana keabsahan perkawinan adat suku anak dalam dengan hukum
islam?
C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam karya ilmiah ini meliputi:
1. Untuk menjelaskan tata cara pelaksanaan perkawinan adat suku anak
dalam.
2. Untuk menjelaskan bagaimana pelaksanaan perkawinan menurut hukum
islam di Indonesia.
3. Untuk menemukan titik temu keabsahan perkawinan adat suku anak
dalam dengan hukum islam.

4
Kamal Muchtar, “Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan”, (Bulan Bintang, Jakarta 1974), hal 11.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Perkawinan Adat Suku Anak Dalam


Indonesia memiliki beragam suku dan kebudayaan, jadi tidak heran
apabila kita sering melihat upacara-upacara adat yang sangat unik. Di Provinsi
jambi Kabupaten Batanghari tepatnya di Sp di Desa Bulian Jaya, tempat yang
menjadi inspirasi saya untuk menjadikan sebuah karya ilmiah. Dimana di daerah
tersebut terdapat sebuah sekelompok orang yang bisa di sebut dengan Suku
Anak Dalam. Berinteraksi di dalam hutan dengan memanfaatkan sumber daya
alam yang terkandung di dalamnya baik hayati maupun nabati yang bisa disebut
suku Anak Dalam (SAD) atau bisa disebut dengan Orang Rimba/Orang Kubu.
Suku Anak Dalam atau sering disebut juga dengan Orang kubu memiliki
sejarah yang penuh misteri, bahkan hingga kini tak ada yang bisa memastikan
asal usul mereka. Hanya beberapa teori, dan cerita dari mulut ke mulut para
keturunan yang bisa menguak sedikit sejarah mereka.
Suku Anak Dalam/Orang Kubu ini memiliki hukum adat sendiri ataupun
tradisi yang telah melekat dalam diri mereka yang merupakan acuan ataupun
pedoman hidup mereka. Apabila kita melihat Suku anak dalam/Orang Kubu itu
sendiri dimana mereka hanya mempunyai kepercayaan tetapi tidak mempunyai
agama, mereka hanya mempercayai roh-roh, dewa-dewa dan benda-benda lain
atau sering disebut animism dan dinamisme, selain dari pada itu perbedaan umur
antara laki-laki dan perempuan yang menikah, dimana seorang pria menjadi
pengantin pada umur 11-14 tahun, sedangkan perempuan pada umumnya
berumur 17-21 tahun. Jadi, pada umumnya calon suami lebih muda ketimbang
calon istrinya, berbeda jauh dengan perkawinan yang ditetapkan UU No.1 Tahun
1974 didalam pasal 7 ayat 1, perkawinannya hanya diizinkan jika pihak pria
telah mencapai umur 19 tahun dan bagi pihak wanita 16 tahun, dimana setiap
orang yang belum mencaoai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang
tua.
Dari uraian diatas bisa dapat ditari kesimpulan bahwa leluhur Suku Anak
Dalam/Orang Kubu pada awalnya tidak tinggal di hutan. Mereka dipaksa tinggal
di hutan oleh satu keadaan tertentu. Leluhur Suku Anak Dalam memutuskan
untuk tinggal di hutan sebagai bagian dari mekanisme pertahanan diri. Pada
akhirnya hutan menjadi identitas diri bagi komunitas ini.5
Selain dari hal-hal diatas kita juga mengetahui pentingnya perjanjian
perkawinan yang dicatat oleh pegawai pencatat nikah, inilah yang saya temukan
bahwa pernikahan mereka tidak dicatatkan walaupun secara adat pernikahan
mereka sah, tetapi mengingat mereka juga bgain dari warga Negara Indonesia
maka hendaknya mereka juga harus mengetahui bagaimana hukum perkawinan
yang ada di Indonesia sebenarnya.

B. Perkawinan Menurut Hukum Islam di Indonesia


Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku pada semua
makhluk-Nya, baik manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.
Allah SWT berfirman Q.S. Adz-Dzariyat:49, yaitu:

‫َو ِم ۡن ُكلِّ َش ۡى ٍء َخلَ ۡقنَا َز ۡو َج ۡي ِن لَ َعلَّ ُكمۡ تَ َذ َّكر ُۡو َن‬


Artinya:
“Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah”.

Dan firman Allah Q.S. Yasin: 36

5
Burlian senjaya, “Resistensi Orang Rimba”, hlm. 40.
ُ ِ‫اج ُكلَّهَا ِم َّما تُ ۡۢنب‬
‫ت ااۡل َ ۡرضُ َو ِم ۡن اَ ۡنفُ ِس ِهمۡ َو ِم َّما اَل‬ َ ‫ق ااۡل َ ۡز َو‬
َ َ‫س ُۡب ٰح َن الَّ ِذ ۡى َخل‬
‫يَ ۡعلَ ُم ۡو َن‬
Artinya:
“Maha suci Tuhan yang telah menciptkan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka
maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”.

Tuhan tidak menjadikan manusia seperti makhluk lain, yang hidup bebas
mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara anarki
tanpa adanya satu aturan. Oleh karena itu, untuk menjaga kehormatan dan
kemuliaan manusia, Allah SWT mewujudkan hukum yng sesuai dengan
martabatnya, sehingga hubungan antara laki-laki dengan perempuan diatur
secara terhormat dan berdasarkan dan saling meridhai. Dengan upacara ijab
qabul sebagai lambing dari adanya rasa saling meridhai serta dihadiri saksi yang
menyaksikan bahwa kedua pasangan tersebut telah saling terikat.6
Banyak pendapat yang diberikan mengenai pengertian perkawinan, akan
tetapi pendapat-pendapat tersebut tidak memperlihatkan adanya pertentangan
antara satu dengan pendapat lain. Diantara pendapat-pendapat tersebut antara
lain adalah:
a. Menurut Wahbah al-Zuhaily
Perkawinan adalah akad yang membolehkan terjadinya al-istimta’
(persetubuhan) dengan seorang wanita atau melakukan wathi’, dan
berkumpul selama wanita tersebut bukan wanita yang diharamkan baik
dengan sebab keturunan, atu sepersusuan.7
b. Menurut Hanabila

6
Sayyid sabiq, “Fiqih Sunnah” , (PT. Pena Pundi Aksara, Jakarta 2007), hlm. 477-488
7
Wahba al-Zuhaily, al-fiqih al-Islami wa Adillatuhu, Juz VII, (Damsyiq; Dar al-Fikr, 1989). Hal. 29.
Nikah adalah akadd yang menggunakan lafaz nikah yang bermakna
tajwiz dengan maksud mengambil manfaat untuk bersenang-senang.8
c. Menurut Hanifiah
Nikah adalah akad yang memberi faedah untuk melakukan mut’ah secara
sengaja.
d. Menurut Sajuti Thalib
Perkawinan adalah suatu perjanjian yang kuat dan kokoh untuk hidup
bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
membentuk keluarga yang kekal, santun-menyantuni, kasih-mengasihi,
tentram dan bahagia.9
Dengan kata lain perkawinan ialah perjanjian perikatan antara pihak
seorang laki-laki dengan pihak perempuan untuk melaksanakan kehidupan
suami-istri, hidup berumah tangga, melanjutkan keturunan sesuai dengan
ketentuan agama. Jadi tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang
diliputi rasa saling cinta mencintai dan rasa kasih saying antara anggota
keluarga.10
Sedangkan menurut kompilasi Hukum Islam pengertian perkawinan
seperti yang terdapat pada Pasal 2 dinyatakan bahwa perkawinan dalam
Hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaqan
ghalidhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupkan
ibadah.
Kata miitsqan ghalidhan ini ditarik dari firman Allah SWT. Yang
terdapat dari surah an-Nisa’ ayat 21 yaitu;

‫ض َّواَ َخ ۡذ َن ِم ۡن ُكمۡ ِّم ۡيثَاقًا َغلِ ۡيظًا‬ ٰ ‫ف تَ ۡا ُخ ُذ ۡونَهٗ َوقَ ۡد اَ ۡف‬


ٰ ُ ‫ضى بَ ۡع‬
ٍ ‫ض ُكمۡ اِلى بَ ۡع‬ َ ‫َو َك ۡي‬

8
Abdurrahman Al-jaziri,Kitab ‘ala Mazahib al-Arba’ah, (t.tp. Dar Ihya al-turas al-Arabi, 1986) Juz IV
hal. 3.
9
Mohd. Idris Ramulyo, hukum perkawinan Islam : Suatu Analisis dari Undang-Undang No.1 Tahun 1974
dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 2.
10
Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (PT. Rajagrafindo PERSADA
Jakarta2004). Hal. 46.
Artinya:
“Bagaimana kamu akan mengambilmahar yang telah kamu
berikan kepada istrimu, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur)
dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (miistaqan ghalidha).11

Nabi Muhammad SAW memperkuat Firman Allah dengan bersabda


“Nikah adalah sunnahku, barang siapa yang mengikuti sunnahku berarti
termasuk golonganku dan barang siapa yang benci sunnahku berarti bukan
termasuk golonganku” (HR. Bukhori-Musli).
C. Keabsahan Perkawinan Adat Suku Anak Dalam dengan Hukum Islam
Seperti yang telah dijelaskan bahwa sahnya suatu perkawinan adalah jika
dilakukan atau menurut hukum Negara. Menurut Pasa 2 (1) UU No.1 Tahun
1974, perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya berarti hukum dari salah satu agama masing-masing, yaitu agama
yang dianut oleh kedua mepelai atau keluarganya.12
Hukum agama dan kepercayaan yang dimaksud bukanlah hanya hukum
yang dijumpai dalam kitab-kitab suci, tetapi juga semua ketentuan-ketentuan
perundang-undangan (yang masih berlaku bagi setiap golongan agama dan
kepercayaan masing-masing itu) baik yang telah mendahului Undang-Undang
Perkawinan Nasional. Lihat Pasal 66 maupun yang akan ditetapkan lagi kelak
misalnya Pasal 11 (2),12, passal 16 (2), Pasal 39 (3), pasal 40 (2) dan Pasal 67.
Begitupun yang terjadi pada Hukum Adat bagi masyarakat Indonesia
dimana sahnya sesuatu perkawinan apabila telah dilaksanakan menurut tata
tertib hukum agamanya, maka perkawinan tersebut telah dianggap sah menurut
hukum adat, dan di dalam perkawinan itu didapat ritual-ritual adat yang harus
dilaksanakan oleh kedua pasangan tersebut menurut daerahnya masing-masing.
Ada sebagai ritual yang melenceng ataupun bertentangan dengan ajaran

11
H. Amir narudin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Kencana, Jakarta 2004) hal. 43.
12
Hadikusuma, Hukum Perkawinan, hlm 28.
agamanya dan ada sebagian lagi yang tidak melenceng ataupun bertentangan
dengan ajaran agamanya.13

BAB III
13
https://core.ac.uk/download/pdf/229717777.pdf Diakses 3 Januari 2021
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Potret Kehidupan Suku Anak Dalam


1. Genealogi Suku Anak Dalam
Banyak istilah yang digunakan dalam memberikan lebel tentang Suku
Anak Dalam. Penulis dari Belanda, Aeperti Hagen dan Winter menamai mereka
“Orang Kubu”, kemudian Muntolib di dalam disertasinya menyebut mereka
“Orang Rimba”, pemerintah menyebut mereka Suku Anak Dalam, masyarakat
Jambi menyebut mereka “Orang Kubu”, “Orang Rimbo”,”Sanak” atau “Dulur”.
Suku Anak Dalam sendiri tidak senang dengan sebutan “Orang Kubu” karena
artinya terlalu negative. Mereka lebih senang dengan sebutan “Orang Rimba”,
“Sanak” atau “Dulur”.
Secara umum bentuk kehidupan Suku Anak Dalam tidak jauh berbeda
dengan beberapa komunitas masyarakat adat terpencil lainnya yang ada di
Indonesia. Mereka tinggal secara semi nomaden (mengembara) atau semi
nomaden (setenggah menetap) dengan bentuk mata pencaharian berburu dan
meramu yang bersumber dari alam.14
Ada banyak versi sejarah mengenai keberadaan dan terbentuknya
komunitas Suku Anak Dalam/Orang Rimba. Saya mengamati masyarakat Desa
Bulian Jaya merupakan masyarakat yang sangat berpegang teguh terhadap apa
yang mereka ketahui dari ilmu agama dan adat-istiadat yang berlaku diantara
mereka. Adama dan adat-istiadat menjadi control dalam hidup mereka, entah hal
itu hanya sebatas peraturan atau hal yang menjadi keharusan untuk dilakukan
dan harus dipatuhi yang apabila melanggarnya akan mendapat sanksi-sanksi
adata atau sanksi sosial lainnya.15
2. Kehidupan Masyarakat Suku Anak Dalam/Orang Rimba
Saat ini masyarakat Suku Anak Dalam menggunakan bers sebagai
makanan pokok sehari-hari. Beras ini mereka dapatkan dari membeli di dusun-
14
Burlian Senjaya, “Resistensi Orang Rimba” Tesis Universitas Gadjah Mada, (2011) hlm. 37.
15
https://core.ac.uk/download/pdf/229717777.pdf Diakses 3 Januari 2021
dusun. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka memakai pakaian cawat untuk laki-
laki yang terbuat dari kain sarung. Tetapi kalau mereka keluar lingkungan rimba
ada yang sudah memakai baju biasa tetapi bawahannya tetap memakai cawat
seedangkan yang perempuan memakai kain sarung yang dikaitkan sampai dada.
Mereka hidup berkelompok dalam satu wilayah. Tempat tinggal mereka
agak masuk ke dalam belukar yang lebat hutannya, tidak di tepi jalan setapak.
Setiap pondok (sudung) satu keluarga terpisah agak jauh dengan sesudung
keluarga lainnya. Sesudung dalam bahasa mereka berarti rumah, yang didirikan
diatas batang-batang kayu bulat kecil panjang yang disusun berjajar. Untuk
menjaga keberlangsungan kehidupan di dalam hutan. Suku Anak Dalam
melakukan aktifitas-aktifitas ekonomi sebagai sumber kehidupan. 16
Aktifitas ekonomi mereka diantaranya adalah:
1. Berhuma (Berladang);
2. Berkebun;
3. Berburu;
4. Mengumpulkan bahan makanan;
5. Memanfaatkan sungai;
6. Berdagang.
B. Pemahaman Perkawinan Menurut Hukum Islam
Pernikahan atau perkawinan adalah landasan bangunan keluarga, dan
kedudukan keluarga sangatlah penting dalam pandangan Al-Qur’an, berdasarkan
banyaknya ayat yang berbicara tentang hubungan pernikahan hubungan orang
tua, anak, dan hubungan antara keluarga. Mempunyai anak dan mengasuhnya
dengan baik sangatlah diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan spesies
manusia. Ini adalah kemestian biologis yang bersifat fitri dalam diri manusia.
Semua wanita yang sudah mempunyai anak bisa menegaskan bahwa inilah
pengalaman belajar yang sangat berharga.17

16
“Kehidupan suku Anak Dalam”, dalam https://WWW.google.com,htm disakses 3 Januari 2021
17
Lyn Wilcok, “Wanita Dan Al-Qur’an Dalam Perspektif Sufi”, (PT. Pustaka Hidayah, Bandung, 1998),
hal. 125.
Menurut M. Yahya Harahap asas-asas yang yang dipandang cukup
prinsip dalam Undang-Undang Perkawinan adalah:
1) Menampung segala kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat
bangsa Indonesia. Undang-Undang Perkawinan menampung didalamnya
segala unsur-unsur ketentuan hukum agama dan kepercayaan masing-
masing.
2) Sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman adalah terpenuhinya aspirasi
wanita yang menuntut adanya emansipasi, di samping perkembangan sosial
ekonomi, ilmu pengetahuan teknologi yang telah membawa implikasi
mobilitas sosial di segala lapangan hidup dan pemikiran.
3) Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga bahagia yang kekal. Tujuan
perkawinan ini dapat dielaborasi menjadi tiga hal. Pertama, suami istri saling
bantu-membantu serta saling lengkap-melengkapi. Kedua, masing-masing
dapat mengembangkan kepribadiannya dan untuk pengembangan
kepribadian itu suami istri harus saling membantu. Ketiga, tujuan terakhir
yang ingin dikejar oleh keluarga bangsa Indonesia ialah keluarga bahagia
yang sejahtera spiritual dan material.
4) Kesadaran akan hukum agama dan keyakinan masing-masing warga Negara
bangsa Indonesia yaitu perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum
agama dan kepercayaannya masing-masing. Disamping itu perkawinan
harus memenuhi administrative pemerintahan dalam bentuk pencatatan (akta
nikah).
5) Undang-Undang Perkawinan mengnut asas monogami akan tetapi tetap
terbuka peluang untuk melakukan poligami selama hukum agamanya
mengizinkan.
6) Perkawinan dan pembentukkan keluarga dilakukan oleh pribadi-pribadi yang
telah matang jiwa dan raga.
7) Kedudukan suami istri dalam kehidupan keluarga adalah seimbang, baik
dalam kehidupan rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat.18
18
Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: Zahir Trading,1975), hal 10.
Tujuan perkawinan dalam Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam yaitu untuk
mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah
(keluarga yang tentram penuh kasih sayang).tujuan ini juga dirumuskan dalam
firman Allah SWT, yang terdapat di dalam surah ar-Ruum ayat 21, yaitu:

ً‫ق لَ ُكم ِّم ْن َأنفُ ِس • ُك ْم َأ ْز ٰ َو ًج••ا لِّتَ ْس • ُكنُ ٓو ۟ا ِإلَ ْيهَ••ا َو َج َع• َل بَ ْينَ ُكم َّم َو َّدة‬
َ • َ‫َو ِم ْن َءا ٰيَتِ ِٓۦه َأ ْن َخل‬

َ ‫ت لِّقَ ْو ٍم يَتَفَ َّكر‬


‫ُون‬ َ ِ‫َو َرحْ َمةً ۚ ِإ َّن فِى ٰ َذل‬
ٍ َ‫ك َل َءا ٰي‬

Artinya:
“Di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dang merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikannya di antaramu rasa sayang”.19

Rumusan tujuan perkawinan dapat diperinci sebagai berikut:


1) Menghalalkan hubungan kelamin untuk memenuhi hajat tabiat
kemanusiaan.
2) Mewujudkan suatu keluarga dengan dasar cinta kasih.
3) Memperoleh keturunan yang sah.

Dari definisi perkkawinan menurut Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun


1974 tentang perkawinan maka dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan
adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.20
19
Amir Nuprakteruddin, Op, Ci, hal 44.
20
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2004), hal 27-28
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Saya melihat bahwa setiap orang berhak untuk melangsungkan
perkawinan dengan orang yang mereka cintai. Tetapi kita juga memiliki
peraturan yang mengatur tentang syarat-syarat dan tata cara sahnya suatu
perkawinan, hal tersebut diatur didalam Hukum Positif di Indonesia di dalam
Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang perkawinan, perkawinan di anggap sah apabila dilaksanakan
menurut hukum agama dan kepercayaannya masing-masing. Maksud dari
ketentuan agama dan kepercayaan masing-masing itu termasuk ketentuan
perundang-Undangan yang berlaku dalam agamanya dan kepercayaanya
sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang-Undang
ini.
Adapun akibat Hukum yang ditimbulkan dari perkawinan yang tidak sah,
yaitu tidak dapat dicatatkan di kantor Catatan Sipil sesuai Bab 2 Pasal 2
Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No. 9 Tahun 1975 tentang
pelaksanan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Adapun
akibat hukum yang lain akan berdampak kepada kepastian hukum yang dimiliki
oleh orang tersebut dan pada akhirnya akan berdampak kepada kepastian hukum
yang dimiliki oleh keturunannya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan maka saya member saran sebagai tindak lanjut
dari kesimpulan yang ada, sebegai berikut:
1. Kebebesan seseorang dalam membangun sebuah keluarga dan memeluk
agamanya masing-masing, karena merupakan hak asasi manusia.
2. Pengaturan tentang perkawinan yang di rasa belum jelas dan tegas mengenai
perkawinan, sehingga perlu dilakukan revisi.
DAFTAR PUSTAKA
“Kehidupan suku Anak Dalam”, dalam https://WWW.google.com,htm disakses 3
Januari 2021
https://core.ac.uk/download/pdf/229717777.pdf Diakses 3 Januari 2021
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Perkawinan diakses 2 Januari 2021
Abdurrahman Al-jaziri,Kitab ‘ala Mazahib al-Arba’ah, (t.tp. Dar Ihya al-turas al-Arabi,
1986) Juz IV hal. 3.
Amir Nuprakteruddin, Op, Ci, hal 44.
Burlian senjaya, “Resistensi Orang Rimba”, hlm. 40.
Burlian Senjaya, “Resistensi Orang Rimba” Tesis Universitas Gadjah Mada, (2011)
hlm. 37.
Hadikusuma, Hukum Perkawinan, hlm 28.
H. Amir narudin, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Kencana, Jakarta 2004) hal. 43.
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2004), hal 27-28
Kamal Muchtar, “Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan”, (Bulan Bintang,
Jakarta 1974), hal 11
Lyn Wilcok, “Wanita Dan Al-Qur’an Dalam Perspektif Sufi”, (PT. Pustaka Hidayah,
Bandung, 1998), hal. 125.
Salim H,S., Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),
hlm 61.
Sayyid sabiq, “Fiqih Sunnah” , (PT. Pena Pundi Aksara, Jakarta 2007), hlm. 477-488
Mohd. Idris Ramulyo, hukum perkawinan Islam : Suatu Analisis dari Undang-Undang
No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 2.
Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (PT. Rajagrafindo
PERSADA Jakarta2004). Hal. 46.
Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 1 ayat 1.
Wahba al-Zuhaily, al-fiqih al-Islami wa Adillatuhu, Juz VII, (Damsyiq; Dar al-Fikr,
1989). Hal. 29.
Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: Zahir Trading,1975), hal 10.

Anda mungkin juga menyukai