Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL SKRIPSI

FAKTOR DAN PENYEBAB PERKAWINAN SIRI BERDASARKAN


STUDI DI DAERAH ACEH TAMIANG

OLEH

MAYA MAULITA

210101043

PROGRAM STUDI HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SAMUDRA

LANGSA

2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji Syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan
hidayah-Nya lah saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Faktor-
Faktor Penyebab Perkawinan Siri Berdasarkan Studi Kasus Di Daerah Aceh
Tamiang”.

Penelitian ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan dan sebagai salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana. Selain itu, skripsi ini juga
dibuat sebagai salah satu wujud implementasi dari ilmu yang didapatkan selama
masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis berharap dapat belajar lebih banyak dalam
mengimplementasikan ilmu yang didapatkan. Skripsi ini tentunya tidak terlepas
dari bimbingan dari para pihak, dan penulis inngin berterima kasih yang sebesar
besarnya kepada pihak tersebyt.

Demikian kata sambutan, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat
yang besar bagi seluruh pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Langsa, 18 Oktober 2023

Maya Maulita

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar..................................................................................................1

Daftar isi...........................................................................................................2

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang......................................................................................3
B. Rumusan masalah.................................................................................6
C. Tujuan dan manfaat penelitian..............................................................6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Faktor Dan Penyebab Perkawinan Siri........7

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian.................................................................................10
1. Jenis penelitian................................................................................10
2. Metode pengumpulan data..............................................................10

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Perkawinan Siri Di Daerah Aceh Tamiang......................11


B. Faktor Penyebab Perkawinan Siri Di Kabupaten Aceh Tamiang.........17

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan...........................................................................................23
B. Saran ....................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................27

2
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Nikah siri adalah nikah yang tidak dicatat oleh Kantor Urusan
Agama (KUA), namun dapat dikatakan sah secara agama. Adapun,
sebagaimana yang dipaparkan oleh Bapak Drs. H. Masyhuri, M.Pd.i,
selaku penyuluh catin di KUA Tulungagung, bahwa nikah merupakan
salah satu alternatif bagi mereka yang memiliki hasrat seksual tapi tidak
ingin melakukan zina, maka dari itu, mereka menjadikan nikah siri sebagai
solusinya.
Manusia diciptakan berpasang-pasangan antara Laki-laki dan
Perempuan. Untuk menjadikan hubungan keduanya menjadi halal, perlu
diadakan Perkawinan/Pernikahan. Kata Perkawinan dan Pernikahan itu
sendiri memiliki arti yang sama, yaitu bertemunya dua makhluk hidup
untuk berkumpul menjadi satu. Jadi kedua kata ini sebenarnya ada
sinonim, hanya saja penggunaannya berbeda. Dalam hukum Indonesia
digunakan kata Perkawinan. Sedangkan kata Pernikahan umumnya
digunakan pada bidang agama. Contoh sederhana penggunaan kata kawin
yaitu “mas kawin” bukan “mas nikah”. Begitu pula dengan penggunaan
kata nikah yaitu “buku nikah” bukan “buku kawin”. Sebenernya keduanya
memiliki arti yang sama, namun hal yang terjadi pada masyarakat adalah
kata perkawinan dianggap sebagai konotasi negatif sehingga sering disalah
artikan. 1
Perkawinan ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
YME. Setiap Perkawinan hendaknya dicatatkan di Kantor Urusan Agama
(selanjutnya disingkat KUA) bagi setiap warga negara Indonesia yang
beragama Islam, dan di kantor catatan sipil bagi warga negara yang
1
Mediya Refaldi, “kompilasi hukum islam dan undang-undang perkawinan, waqaf dan
penyelenggaraan haji”, Jakarta: Alika, Hal. 64

3
beragama lain. Pencatatan ini berfungsi untuk melindungi hak-hak suami
dan istri, termasuk hak waris untuk anak. Akan tetapi, di Indonesia banyak
perkawinan yang tidak dicatatkan di KUA.

Perkawinan yang tidak dicatatkan di KUA tidak diakui sebagai


perkawinan yang sah dan tidak menimbulkan akibat hukum bagi kedua
mempelai serta tidak memberikan perlindungan hukum bagi keduanya dan
anak-anak yang dilahirkannya. Perkawinan ini banyak dikenal oleh
masyarakat sebagai perkawinan siri. Di dalam ajaran agama Islam, tidak
dikenal adanya istilah perkawinan secara diam-diam, karena Nabi
Muhammad SAW mengajarkan bahwa setiap perkawinan hendaknya
diumumkan. Ajaran Nabi SAW ini menunjukkan bahwa setiap perkawinan
tidak boleh dilaksanakan secara diamdiam atau harus diberitahukan
kepada khalayak, agar tidak timbul fitnah dari Masyarakat.
Di Indonesia terdapat beberapa perkawinan yang disebut dengan
perkawinan siri, yaitu kawin siri tanpa adanya wali dari pihak perempuan,
kawin siri dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun perkawinan dan
segala persyaratan namun dirahasiakan dari pengetahuan orang banyak
(lingkungan sekitar atau masyarakat), dan kawin siri dengan memenuhi
rukun perkawinan dan segala persyaratannya serta diketahui oleh orang
banyak namun tidak dicatatkan pada KUA.

Menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan


(selanjutnya disebut UU Perkawinan) dalam pasal 2 ayat 2 menyatakan
bahwa “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.” Maka, setiap perkawinan yang dilakukan secara
siri dianggap tidak sah di dalam hukum Indonesia.2

Ada beberapa kemungkinan alasan orang-orang melakukan


perkawinan siri diantaranya, tidak mendapatkan ijin berpoligami oleh istri

2
Pasal 1 Undang-Undang No 1 tahun 1974

4
pertama, tidak mendapatkan ijin dari atasan karena Pegawai Negeri Sipil
(selanjutnya disingkat PNS) tidak diperbolehkan untuk berpoligami
(memiliki istri lebih dari satu), atau karna masih sekolah, dan mengawini
anak di bawah umur, dan alasan lainnya.

Proposal ini hanya akan membahas mengenai perkawinan siri


yang dilakukan karena mengawini anak di bawah umur. Mengingat
terdapat syarat usia minimum untuk melakukan perkawinan di Indonesia,
sebuah perkawinan dapat dilaksanakan oleh laki-laki yang minimal
berumur 19 (sembilan belas) tahun dan perempuan yang berumur 16
(enam belas) tahun. Jika belum mencapai umur tersebut, maka masih
digolongkan sebagai anak di bawah umur.
Pembatasan usia minimum untuk kawin dimaksudkan untuk
menjaga keutuhan kelangsungan perkawinan dan mencegah adanya hal
yang tidak diinginkan atau perceraian dikemudian hari, karena anak yang
masih di bawah umur masih dianggap belum bisa menempuh bahtera
rumah tangga. Membina sebuah rumah tangga bukanlah hal yang mudah,
dibutuhkan kematangan dalam berpikir dan bertindak agar dapat
mewujudkan rumah tangga bahagia sejahtera. Pembatasan usia minimum
ini juga diharapkan dapat menekan laju kelahiran, sehingga turut
mensukseskan program Keluarga Berencana Nasional. Terlebih, anak di
bawah umur merupakan usia produktif dan seharusnya masih menjalankan
pendidikan di sekolah.3
Pernikahan siri yang meski sah secara syar‟i, namun karena tidak
mempunyai bukti tertulis berupa akta nikah, maka tetap ilegal secara
hukum negara. Pelaksanaan nikah siri dapat memunculkan banyak
permasalahan dikemudian hari, namun dengan berbagai alasan masih ada
dijumpai pelaku nikah siri, seperti dikecamatan karang baru, kabupaten
aceh tamiang yang telah dilakukan penelitian dan terdapat informasi

3
Abdul Manan, “Aneka masalah hukum perdata islam di Indonesia, Jakarta: kencana media
grup, 2006. Hal 11

5
tentang kenyataan bahwa masyarakat Kecamatan karang baru masih ada
yang melakukan perkawinan siri.
Berdasarkan dari pemaparan di atas dan dengan ditemukan
kenyataan bahwa Di kecamatan karang baru, kabupaten aceh tamiang,
masih ada ditemukannya perkawinan siri membuat peneliti tertarik untuk
mengetahui pelaksanaan - pelaksanaan dan faktor-faktor pernikahan siri
pada masyarakat desa alue lhok, kecamatan karang baru, aceh tamiang
tersebut, sehingga peneliti merasa terdorong untuk mengambil judul
proposal penelitian, “Faktor-Faktor Penyebab Perkawinan Siri ( Di
Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang )”.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pelaksanaan perkawinan siri dikampung Di
Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang ?
2. Apa faktor faktor yang menyebab kan terjadinya perkawinan siri
Di kecamatan karang baru, kabupaten aceh tamiang ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan dalam rumusan masalah di
atas, maka penyusun dapat mengambil tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis data pelaksanaan perkawinan siri Di
Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang
2. Untuk mengetahui Faktor Penybab perkawinan siri Dikecamatan
karang baru, kabupaten Aceh Tamiang
Adapun manfaat penelitian sebagai berikut :
1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis
khususnya dan bagi masyarakat (pembaca) pada umumnya tentang
pernikahan siri.
2. Untuk mempertimbangkan masyarakat dalam mengambil tindakan
perkawinan siri .

BAB II

6
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Faktor-Faktor Dan Penyebab Perkawinan


Siri
Untuk dapat mengetahui adanya fakta dari penelitian, maka penulis
akan menguraikan penelitian dan tulisan tulisan ilmiyah yang mempunyai
kesamaan dalam tema tetapi dalam permasalahannya berbeda.
Berdasarkan hasil penelitian yang ada kaitannya dengan masalah
pelaksanaan perkawinan siri diantaranya adalah:
Faktor-faktor yang mendorong pernikahan siri di antara lain
keadaan ekonomi yang lemah, faktor usia yang belum cukup untuk
melangsungkan pernikahan, rendahnya tingkat pendidikan, dan dorongan
dari keluarga dan masyarakat setempat serta keinginan poligami. Dan
Dampak bagi pelaku perempuan diantaranya, dapat memelihara
kehormatannya terutama yang terkendala dengan usia dan ekonomi,
muncul persoalan penetapan status istri saat terjadi perceraian, dan ketidak
nyamanan. Dampak bagi pelaku laki-laki yaitu kemudahan dalam
pernikahan, lebih bebas untuk menikah lagi, dan tidak dipusingkan dengan
harta gono gini atau warisan jika terjadi sesuatu pada pernikahannya.4
Faktor Ekonomi, Faktor ekonomi diantaranya karna biaya
administrasi pencatatan nikah yaitu sebagai masyarakat khususnya yang
ekonomi menengah ke bawah merasa tidak mampu membayar
administrasi pencatatan yang kadang membengkak kedua kali lipat dari
biaya resmi, ada keluhan dari masyarakat bahwa biaya pencatatan
pernikahan di KUA tidak transparan, Berapa biaya sesungguhnya secara
normati, itulah Salah satu alasan masyarakat melakukan perkawinan Siri,
dikarenakan dikenai biaya yang beragam.
Faktor belum cukup umur. Nikah siri dilakukan karena adanya
salah satu calon mempelai belum cukup umur. Kasus ini terjadi
disebabkan alasan ekonomi juga, dimana orang tua merasa kalau anak

4
Achmad Nurseha “Tinjauan hukum islam terhadap praktik nikah di bawah tangan (studi kasus),
mahasiswa universitas islam negeri walisongo semarang.

7
perempuannya sudah menikah, maka beban keluarga secara ekonomi
menjadi berkurang, karena anak perempuannya sudah ada yang nanggung
jawab kan atau sudah berpindah tanggung jawab kepada suaminya.
Faktor ikatan dinas/kerja atau sekolah. Adanya ikatan dinas/kerja
atau per- aturan sekolah yang tidak membolehkan menikah karena dia
bekerja selama waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang sudah
disepakati, atau karena masih sekolah maka tidak boleh menikah dulu
sampai lulus. Kalau kemudian menikah, maka akan dikeluarkan dari
tempat kerja atau sekolah, karena dianggap sudah melanggar aturan.
Ada Faktor yang beranggapan bahwa nikah sirri sah menurut
agama, pencatatan itu hanya tertib administrasi. Menurut Ahmad Rofiq,
adanya anggapan yang menyatakan bahwa sahnya sebuah perkawinan
hanya didasarkan pada norma agama sebagaimana disebut dalam Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1) dan ayat
(2) yang menyebutkan bahwa pencatatan perkawinan tidak memiliki
hubungan dengan sah tidaknya sebuah perkawinan dipraktekkan sebagian
masyarakat dengan menghidupkan praktek nikah sirri tanpa melibatkan
petugas Pegawai Pen- catat Nikah (PPN). Fenomena ini banyak terjadi
pada sebagian masyarakat yang masih ber- pegang pada hukum
perkawinan yang fiqh.
Faktor hamil diluar nikah, sebagai efek pergaulan bebas. Akibat
dari pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, yang tidak lagi
mengindahkan norma dan kaidah-kaidah agama adalah terjadinya hamil
diluar nikah. Kehamil an yang terjadi diluar nikah tersebut, merupa- kan
aib bagi keluarga yang akan mengundang cemoohan dari masyarakat. Dari
sanalah orang tua menikahkan secara sirri anaknya dengan laki-laki yang
menghamilinya dengan alasan menyelamatkan nama baik keluarga dan
tanpa melibatkan petugas PPN, tetapi hanya dilaku- kan oleh mualim (ada
istilah nikah secara kiyai) tanpa melakukan pencatatan.
kurangnya pemahaman dan ke sadaran masyarakat tentang
pencatatan per- nikahan. Dengan pemahaman masyarakat yang sangat

8
minim tentang pentingnya pencatatan pernikahan, akibatnya
mempengaruhi masyarakat tetap melaksanakan pernikahan siri. Adanya
anggapan bahwa perkawinan yang dicatat dan tidak dicatat sama saja.
Padahal telah dijelaskan dalam Undang-undang Perkawinan yaitu: "Tiap-
tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku (Pasal 2 ayat (1)
Undang Undang nomor 1 tahun 1974). Bagi mereka yang melakukan
perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor Urusan
Agama (KUA). 5

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian
5
Widi astuti, “Bberapa faktor penyebab pasangan suami istri melakukan pernikahan di bawah
tangan”, dalam jurnal eksplorasi vol, xx (1) tahun 2008, LPPM slamet riyaadi hal. 78-79.

9
Adapun jenis metode penelitian yang digunakan dalam penelitian
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian penulis
menggunakan penelitian normatif empiris. pendekatan normatif
yaitu menganalisa data dengan menggunakan pendekatan melalui
Undang – Undang dan Buku.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif, karena penelitian ini menerapkan teknik-teknik khusus
untuk mengurangi terjadinya pemilahan dalam pengumpulan data
dan tingkat analisisnya Penelitian ini menggunakan jenis sumber
data yang diperoleh secara lisan dan tertulis.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Perkawinan Siri Di Daerah Aceh Tamiang

10
Di aceh tamiang masih banyak ditemukan pasangan nikah siri.
Praktik nikah siri di daerah aceh tamiang sendiri sudah berlangsung sejak
lama dan dianggap sebagai hal yang biasa oleh Masyarakat meskipun
dilakukan secara terselubung dan sulit dideteksi. Implikasi social terhadap
kehidupan anak dalam lingkungan keluarga seperti hilangnya hubungan
perdata dengan ayahnya. Implikasi social terhadap kehidupan anak dalam
lingkungan Masyarakat yaitu dianggap rendah sebagai anak haram dan
sering menjadi alat eksploitasi, serta implikasi social terhadap kehidupan
anak pasca meninggal orang tuanya anak tidak dapat menuntut hak waris
dari ayahnya.6
Nikah siri diartikan sebagai bentuk pernikahan yang dilakukan
hanya berdasarkan aturan agama atau adat istiadat. Nikah siri tidak
diumumkan kepada khalayak umum dan tidak tercatat resmi dikantor
urusan agama atau kantor catatan sipil untuk mendapatkan suatu kepastian
hukum.
Praktik nikah siri di kabupaten aceh tamiang sudah berlangsung
sejak lama dikarenakan masih ada dibeberapa tempat layanan jasa praktik
nikah siri ini masih dilakukan. Seperti praktik nikah siri ini masih saja
tersedia dan pasangan yang hendak nikah siri dapat mewujudkan disana.
Dari tahun ke tahun pasangan yang nikah siri semakin berkurang
jumlahnya. Akan tetapi, masih saja ada beberapa pasangan yang ingin
melaksanakan nikah siri tersebut. Hal itu sikarenakan berbagai sebab
seperti lamanya menunggu akta cerai dari mahkamah syar’iyah.
Pelaksanaan praktik nikah siri dilakukan oleh qadhi untuk
membantu pasangan yang kesulitan melakukan nikah biasa karena tidak
mendapatkan restu dari orang tua. Maka praktek nikah siri ini juga masih
dilakukan oleh qadhi dianggap masih membutuhkan jasa praktik nikah siri
masih menjadi kegiatan sebagai media untuk mencari sumber pemdapatan
bagi qadhi tersebut.

6
Moh bahar, “tinjauan hukum islam tentang penisbahan anak hasil perkawinan sirri, mahasiswa
universitas islam negeri walisongo semarang

11
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa. Kata ”nikah” secara bahasa berasal dari bahasa Arab
yang memiliki arti menghimpun atau mengumpulkan. Sedangkan secara
istilah, meskipun terdapat perbedaan redaksi di kalangan para ulama fiqh,
pada intinya menyatakan bahwa akad yang menjadikan halalnya hubungan
seksual antara seorang pria dan seorang wanita, saling tolong-menolong di
antara keduanya serta menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Pemerintah Republik Indonesia melalui Pasal 2 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah menegaskan
bahwa perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan demikian bagi
warga Indonesia yang beragama Islam berlaku hukum perkawinan Islam.
Lebih lanjut ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian setiap perkawinan
harus didaftar dan dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) di kantor
pencatat nikah kecamatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan pencatatan perkawinan tersebut kemudian diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan
Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pasal 2 PP
tersebut menegaskan bahwa pencatatan perkawinan bagi mereka yang
melangsungkan perkawinan menurut agama Islam dilakukan oleh pegawai
pencatat nikah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32
Tahun 1954 Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Sedangkan bagi
mereka yang tidak beragama Islam (non muslim), pencatatannya dilakukan
oleh pegawai pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil. Pencatatan
perkawinan di samping bertujuan untuk ketertiban administratif, juga
bertujuan untuk melindungi hak-hak orang yang melaksanakan
perkawinan, serta sebagai bukti bahwa benar-benar telah terjadi

12
perkawinan. perkawinan yang dilaksanakan di Indonesia harus dicatatkan
sesuai dengan aturan yang telah ditentukan. Perkawinan yang tidak
dicatatkan atau dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat nikah
dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum.

1. Menganalisis data perkawinan siri Di Kecamatan Karang Baru,


Kabupaten Aceh Tamiang

Perkawinan di bawah umur memiliki dua dampak yang cukup


berat. Dari segi fisik, wanita di bawah umur masih rawan untuk
melahirkan karena tulang pinggulnya belum kuat dan masih kecil sehingga
berpengaruh pada tingginya angka kematian ibu yang melahirkan,
kematian bayi serta berpengaruh pada rendahnya kesehatan ibu dan anak.
Dari segi mental, anak di bawah umur memiliki emosi yang belum stabil
dan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga perkawinan yang dilakukan
di bawah umur menyebabkan tingginya perceraian. Berangkat dari itu
kemudian pemerintah menentukan batas usia minimal bagi remaja yang
akan menikah. perkawinan nikah siri anak di bawah umur masih banyak
ditemukan di masyarakat Indonesia. Di antara faktor yang mempengaruhi
terjadinya perkawinan tersebut adalah faktor ada atau tidaknya unsur
kemaslahatan, ada atau tidaknya kekhawatiran terhadap kemungkinan
terjadinya hubungan seksual yang tidak dibenarkan oleh agama. Maka
perkawinan antara pria dan wanita dimaksudkan sebagai upaya
memelihara kehormatan diri agar mereka tidak terjerumus perbuatan
terlarang, memelihara kelangsungan hidup manusia mendirikan rumah
tangga yang dipenuhi kasih sayang antara suami istri dan saling membantu
antara keduanya untuk kemaslahatan bersama.

Dari observasi yang telah dilakukan, diperoleh informasi bahwa


perkembangan media sosial yang masuk dikecamatam karang baru,
Kabupaten aceh tamiang, sangat mempengaruhi gaya hidup dan pergaulan
remaja di Kecamatan tersebut. membawa kecenderungan pergaulan bebas.

13
Masyarakat beranggapan bahwa menyegerakan perkawinan adalah upaya
untuk mengatasi bahaya bagi para remaja dari pergaulan bebas.
Pencegahan bahaya lebih baik dilakukan sebelum terlambat. Remajan di
Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh tamiang, terkadang nekat
menikah walaupun belum cukup umur karena merasa sudah saling
mencintai satu sama lain, sudah berpacaran cukup lama, dan kalau tidak
segera menikah, mereka takut akan terjerumus ke dalam perzinaan
(kumpul kebo). Dari pihak orang tua juga mendukung dengan alasan yang
sama. Mereka memilih nikah sirri sebagai solusi karena mereka
beranggapan bahwa jalur yang telah digariskan oleh Undang-Undang yaitu
dengan cara meminta dispensasi dari Pengadilan Agama terlalu ribet untuk
ditempuh dan menghabiskan dana yang tidak sedikit. Selanjutnya ketika
usia mereka telah dianggap memenuhi usia minimal untuk menikah,
barulah pernikahan tersebut dicatatkan sesuai dengan ketentuan perundang
undangan yang berlaku.

perkawinan di bawah umur yang terjadi di masyarakat di Indonesia


pada umumnya tidak diketahui kapan awal mula terjadinya. Namun yang
pasti praktik tersebut masih berlangsung sampai sekarang. Kalau dilihat
pada umumnya sekarang ada 2 cara yang ditempuh oleh masyarakat dalam
mensiasati UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yaitu yang
pertama, dengan menempuh dispensasi ke Pengadilan Agama setempat.
Dan yang kedua dengan melakukan kolusi (kerja sama) dengan aparat desa
untuk memalsukan umur atau tanggal lahir. Akan tetapi yang meminta
dispensasi jauh lebih kecil ketimbang yang berkolusi dengan aparat desa
setempat.

Perkawinan anak di bawah umur yang terdapat Di Aceh Tamiang


tidak memakai kedua jalur atau cara tersebut di atas. Masyarakat Aceh
Tamiang menganggap bahwa meminta dispensasi ke Pengadilan Agama
adalah sesuatu yang terlalu ribet dan susah untuk dikabulkan, disamping
itu ada wacana yang berkembang di masyarakat bahwa berurusan dengan

14
pengadilan adalah sesuatu yang negatif dan juga terlalu menghabiskan
biaya yang banyak. Masyarakat dan aparat desa juga tidak mau berkolusi
untuk memalsukan umur, karena itu sama juga berbohong, disamping itu
mereka juga takut berdosa karena hal itu juga dilarang oleh agama.
Kebanyakan perkawinan di bawah umur yang terjadi Aceh Tamiang
dilakukan dengan pernikahan siri.

Dalam Beberapa tahun terakhir ini ( Tahun 2021 - 2022 )


pernikahan siri anak di bawah umur di Kecamatan Karang Baru,
Kabupaten Aceh Tamiang mulai muncul kembali. Dari hasil observasi
diperoleh 4 kasus pernikahan siri anak di bawah umur.

1. Kasus Pertama, Raju (20 tahun) dan Fifi (15 tahun).Kasus pernikahan
siri anak di bawah umur yang pertama terjadi di Karang Baru adalah
pernikahan antara seorang pria bernama Khoiron dan seorang wanita
bernama Fifi. Pernikahan tersebut dilaksanakan pada bulan Oktober
2021 Pada mulanya keluarga kedua belah pihak menginginkan untuk
menikahkan kedua anak tersebut secara resmi, yaitu dengan memohon
kepada aparat desa terkait untuk memalsukan umur si wanita sehingga
wanita tersebut bisa dianggap sudah cukup umur untuk menikah, akan
tetapi permohonan tersebut ditolak dengan alasan aparat desa takut
menanggung akibatnya dan tidak mau melanggar aturan-aturan yang
sudah berlaku. Aparat desa juga memberi saran agar yang terkait
mengajukan permohonan dispensasi ke Pengadilan Agama, akan tetapi
keluarga kedua belah pihak tidak mau melakukan itu karena menurut
mereka kalau sudah berurusan dengan Pengadilan urusan akan lebih
menjadi ribet dan juga terlalu menghabiskan biaya. Hal itu juga
dipengaruhi oleh pengetahuan masyarakat Petung terhadap fungsi dan
peran pengadilan itu sendiri, kebanyakan masyarakat masih tabuh akan
hal tersebut.
Dengan berbagai alasan di atas akhirnya kedua belah pihak,
baik orang tua maupun anak yang akan menikah sepakat untuk

15
melaksanakan pernikahan dengan model pernikahan sirri dengan
alasan bahwa pada dasarnya menurut mereka nikah sirri adalah sah
asalkan memenuhi syarat dan rukun nikah sesuai dengan yang diatur
oleh agama Islam. Selain itu pernikahan tersebut juga bertujuan untuk
mencegah terjadinya perzinaan (hamil di luar nikah). Adapun dalam
melangsungkan pernikahan tersebut mereka meminta bantuan kepada
seorang kiai yang ada di luar Kecamatan.
2. Kasus Kedua, surya (21 tahun) dan fitri (16 tahun) menurut pengakuan
Surya dan fitri, mereka telah menjalin hubungan (pacaran) sudah lebih
dari setahun sebelum akhirnya memutuskan untuk menikah. Layaknya
pasangan muda-mudi yang sedang dimabuk cinta dan asmara, mereka
pun sering keluar malam untuk berkencan. Hal itulah yang
menyababkan orang tua dari pihak wanita merasa takut kalau anaknya
akan mengalami kehamilan di luar nikah, apalagi orang tua tersebut
juga tidak dapat memantau anaknya setiap hari karena kebetulan ia
bekerja dan tinggal medan sedangkan sehari-hari anaknya tinggal di
rumah bersama neneknya dikarang baru, Itulah alasan dari orang tua
yang bersangkutan mengapa akhirnya ia memutuskan untuk
menikahkan anaknya walaupun belum cukup umur menurut hukum.
3. Kasus Ketiga, Danu ( 19 tahun) dan Ramah (17 tahun). Pernikahan
tersebut sudah dilaksanakan pada bulan Maret 2022. sebelum menikah
mereka pun telah berpacaran namun yang berlangsung diantara mereka
belum terlalu lama. Dilihat dari segi usia, mereka memang belum
sangat pantang untuk beruma tangga, karena ke dua nya masih sangat
terlalu muda dan belum cukup umur, akan tetapi ia akhirnya
memutuskan untuk menikah dengan pertimbangan ingin meringankan
beban ibunya yang sudah lama menjadi single parent karena ayahnya
sudah meninggal dunia. Akad nikah mereka berdua dilaksanakan di
rumah salah seorang kiai yang ada di luar Kecamatan Karang Baru.
Pada saatnya nanti mereka juga ingin mencatatkan perkawinan mereka
tersebut di Kantor Urusan Agama (KUA).

16
4. Kasus keempat, Farhan (18 tahun) dan saqila (18 tahun). Kasus ini
termasuk kasus terbaru dan masih sangat hangat karena baru
dilaksanakan pada bulan Juni 2022 yang lalu. Mereka berdua adalah
teman sekelas sejak Di SMA dan mereka juga sudah menjalin
hubungan (pacaran) sudah cukup lama. Orang tua kedua belah pihak
memutuskan untuk menikahkan mereka karena, pertama, laki – laki
nya menurut mereka adalah anak yang susah diatur dan suka
keluyuran, diharapkan dengan menikah anak tersebut lebih dapat
berpikir dewasa. Kedua, orang tua pihak wanita takut kalau terjadi
kehamilan di luar nikah karena melihat sifat anaknya dan laki – laki itu
yang sering nekad dalam melakukan sesuatu, di samping itu karena ibu
dari mereka takut terjadi hal yang tidak diinginkan dan tidak bisa
mengawasi anaknya setiap saat karena mereka berdua sering pergi
bareng, maka orang tua dari mereka memutuskan untuk menikahi anak
nya.7

B. Faktor penyebab perkawinan siri Di Kecamatan Karang Baru,


Kabupaten Aceh Tamiang.
a. Faktor internal
Faktor - faktor yang melatar belakangi terjadinya pernikahan sirri anak di
bawah umur di Kecamatan Karang Baru yang berasal dari dalam diri
pelaku sendiri dan orang tua, meliputi:
i. Faktor kemauan anak dan restu orang tua
ii. Faktor rendahnya tingkat kesadaran terhadap pentingnya fungsi lembaga
perkawinan, dan
iii. Faktor tujuan untuk mengantisipasi terjadinya kehamilan di luar nikah.
Berdasarkan hal ini,, salah satu faktor penyebab dadri terjadinya
pernikahan siri sudah dijelakan dalam pasal 33 Qanun Aceh Nomor 6

7
Moh. Fauzi Adhim, “saatnya untuk menikah” Jakarta : Gema Insani press. Hal.36.

17
Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Dalam pasal tersebut dijelaskan
bahwa “ setiap orang yang dengan suengaja melakukan jarimah zinah,
diancam dengan uqubat hudud cambuk 100 (serratus) kalli.” Selain itu,
dalam ayat dua menjelaskan bahwa, “setiap orang yang mengulangi
perbuatan sebagaimana dimaksud dengan ayat 1 (satu) diancam dengan
uqubat hudud cambuk 100 (serratus) kali dan daoat ditambah dengan
uqubat ta’zir denda paling banyak 120 (seratus dua puluh) gram emas
murni atau uqubat ta’zir penjara paling lama 12 (duabelas) tahun.
Berdasarkan hal tersebut, bagi Masyarakat terlebih di kabupaten
Aceh Tamiang, mereka dalam hal menghindari kemungkinan terjadinya
perzinahan, alhasil mereka memutuskan untuk melakukan pernikahan siri
dengan tujuan mengikat hubungan demi menghidari terjadinya perbuatan
zina yang bisa dikenakan sanksi yang diberlakukan dalam qanun aceh
tentang hukum jinayat.
Pernikahan siri anak di bawah umur di Kecamatan Karang Baru,
berdasarkan data yang ada karena mereka terpengaruh oleh lingkungan
sekitarnya, yaitu karena sudah banyak temannya yang menikah, maka
mereka terpancing untuk menikah juga. Faktor kemauan ini juga
dipengaruhi oleh adanya rasa saling mencintai antara anak tersebut dengan
pasangannya (pacarnya), dikarenakan masih labilnya pemikiran mereka,
tidak berpikir panjang dalam mengambil keputusan dan
mempertimbangkan dampak-dampak negatif yang akan mereka dapatkan.
Faktor kemauan anak ini terkadang bukanlah atas kehendak anak itu
sendiri atau karena panggilan hati nurani, akan tetapi dipengaruhi oleh
faktor dari luar seperti rayuan orang tua atau rayuan calon pasangannya.
Sebenarnya faktor kemauan ini masih terkait dengan hak ijbar wali, namun
yang menjadi pembeda antara keduanya adalah pada siapa yang
menentukan pilihannya. Jika atas kemauan anak maka mereka sendiri yang
menentukannya sedangkan orang tua bersikap pasif. Jika hak ijbar maka
orang tua yang menentukan pilihannya dan memaksakan pada anak untuk
mengikuti pilihan itu.

18
Faktor tujuan untuk mengantisipasi terjadinya kehamilan di luar
nikah. Para orang tua dari pelaku perkawinan siri berbendapat bahwa
menyegerahkan untuk menikahkan anak-anak mereka adalah merupakan
sebuah solusi untuk mengantisipasi terjadinya hamil di luar nikah
(perzinaan) yang bisa mencemarkan nama baik keluarga. Mereka juga
menyatakan bahwa di samping untuk menghindari perzinaan, pernikahan
juga bertujuan untuk ibadah karena pernikahan adalah sunnah Rasulullah.
Antisipasi dan tersebut dilakukan karena para orang tua melihat bahwa
pergaulan anakanak muda saat ini terlalu bebas dan tidak jarang yang
berujung pada perzinaan. Kalau perzinaan itu terjadi, maka yang dirugikan
bukan hanya pelaku itu sendiri, tetapi orang tua juga akan ikut
menganggung malu.
b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal di sini adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri
pelaku nikah siri anak di bawah umur.

Faktor-faktor tersebut meliputi:

a. Faktor lingkungan (sosial) Sebagai sebuah perkembangan dari


modernisasi, dalam hal ini di kecamatan karang baru tidak jauh berbeda
dengan daerah-daerah lain di perkotaan, sebagai contoh trend berpacaran
yang mengikuti gaya orang kota, yaitu berpacaran dengan gaya bebas
(lepas kontrol) dalam berkumpul antara laki – laki dan wanita, bahkan
terkadang sampai larut malam adalah suatu hal yang biasa. Padahal kalau
dilihat dari segi kematangan umur, mereka belum begitu dewasa dan lebih
mengedapankan nafsu daripada pertimbangan masa depan mereka. Di
samping itu, pergaulan tersebut juga didukung dengan masuknya media
secara berangsur-angsur, baik itu media cetak yang berebut memajang
foto-foto seksi, maupun media elektronik seperti televisi dan VCD (Video
Compact Disc) yang menawarkan cara bergaul yang baru, yang
sesungguhnya itu tidak pantas untuk dilakukan, utamanya oleh mereka
yang masih di bawah umur.

19
Hal inilah yang mendorong terjadinya kehamilan di luar nikah
sebagai konsekuensi pergaulan yang terlalu bebas dan sangat tidak islami
(bertentangan dengan ajaran Islam), di samping itu juga mendorong
terjadinya peningkatan pernikahan siri anak di bawah umur.
b. Faktor pergaulan (ikut-ikutan).
Perkawinan yang disebabkan oleh faktor ikut-ikutan ini merupakan
kecenderungan bagi anak-anak remaja yang kurang mendapatkan
pendidikan, sehingga mereka tidak mengetahui akan arti dari sebuah
perkawinan. Mereka juga melihat hal - hal yang belum pantas untuk
mereka lakukan, bahkan telah mereka lakukan. Dan yang lebih
disayangkan lagi adalah adanya hal negatif yang menurut mereka bukan
atau tidak mempunyai akibat negatif apa pun bagi lingkungan di luar
mereka. Kecenderungan untuk meniru hal-hal yang baru bagi anak-anak
muda saat ini adalah suatu keharusan, karena kalau mereka tidak
mengikuti hal baru tersebut, mereka akan dikatakan kuper (kurang
pergaulan) dan ketinggalan zaman.
c. Faktor kurangnya respon dan perhatian dari pemerintah Kecamatan
Karang Baru
Aparat desa selama ini seakan-akan menutup mata terhadap adanya
fenomena pernikahan siri anak di bawah umur. Itu terbukti dengan tidak
adanya laporan mengenai adanya pernikahan siri anak di bawah umur di
kecamatan karang baru yang masuk ke Kantor Urusan Agama kecamatan
karang baru. Padahal jika aparat desa pro aktif dalam melaporkan adanya
pernikahan siri anak di bawah umur ke KUA, mungkin fenomena tersebut
tidak akan berkembang atau bahkan tidak akan ada.
Terlepas dari faktor-faktor sosial di atas (terlepas dari pendekatan
sosiologis yang dipakai oleh penyusun) penyusun juga akan menjelaskan
beberapa faktor lain yang juga turut mempengaruhi terjadinya pernikahan
siri anak di bawah umur di kecamatan karang baru. Ini bertujuan untuk
lebih memberikan gambaran yang detail mengenai fenomena pernikahan

20
siri anak di bawah umur di kecamatan karang baru. Faktor-faktor lain
tersebut di antaranya:
Faktor Ekonomi, Faktor ekonomi diantaranya karna biaya
administrasi pencatatan nikah yaitu sebagai masyarakat khususnya yang
ekonomi menengah ke bawah merasa tidak mampu membayar
administrasi pencatatan yang kadang membengkak kedua kali lipat dari
biaya resmi, ada keluhan dari masyarakat bahwa biaya pencatatan
pernikahan di KUA tidak transparan, Berapa biaya sesungguhnya secara
normati, itulah Salah satu alasan masyarakat melakukan perkawinan Siri,
dikarenakan dikenai biaya yang beragam.
Faktor belum cukup umur. Nikah siri dilakukan karena adanya
salah satu calon mempelai belum cukup umur. Kasus ini terjadi
disebabkan alasan ekonomi juga, dimana orang tua merasa kalau anak
perempuannya sudah menikah, maka beban keluarga secara ekonomi
menjadi berkurang, karena anak perempuannya sudah ada yang nanggung
jawab kan atau sudah berpindah tanggung jawab kepada suaminya.
Faktor ikatan dinas/kerja atau sekolah. Adanya ikatan dinas/kerja
atau per- aturan sekolah yang tidak membolehkan menikah karena dia
bekerja selama waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang sudah
disepakati, atau karena masih sekolah maka tidak boleh menikah dulu
sampai lulus. Kalau kemudian menikah, maka akan dikeluarkan dari
tempat kerja atau sekolah, karena dianggap sudah melanggar aturan.
Ada Faktor yang beranggapan bahwa nikah siri sah menurut
agama, pencatatan itu hanya tertib administrasi. Menurut Ahmad Rofiq,
adanya anggapan yang menyatakan bahwa sahnya sebuah perkawinan
hanya didasarkan pada norma agama sebagaimana disebut dalam Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1) dan ayat
(2) yang menyebutkan bahwa pencatatan perkawinan tidak memiliki
hubungan dengan sah tidaknya sebuah perkawinan dipraktekkan sebagian
masyarakat dengan menghidupkan praktek nikah sirri tanpa melibatkan
petugas Pegawai Pen- catat Nikah (PPN). Fenomena ini banyak terjadi

21
pada sebagian masyarakat yang masih ber- pegang pada hukum
perkawinan yang fiqh.
Faktor hamil diluar nikah, sebagai efek pergaulan bebas. Akibat
dari pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, yang tidak lagi
mengindahkan norma dan kaidah-kaidah agama adalah terjadinya hamil
diluar nikah. Kehamil an yang terjadi diluar nikah tersebut, merupa- kan
aib bagi keluarga yang akan mengundang cemoohan dari masyarakat. Dari
sanalah orang tua menikahkan secara siri anaknya dengan laki-laki yang
menghamilinya dengan alasan menyelamatkan nama baik keluarga dan
tanpa melibatkan petugas PPN, tetapi hanya dilaku- kan oleh mualim (ada
istilah nikah secara kiyai tanpa melakukan pencatatan.
kurangnya pemahaman dan ke sadaran masyarakat tentang
pencatatan per- nikahan. Dengan pemahaman masyarakat yang sangat
minim tentang pentingnya pencatatan pernikahan, akibatnya
mempengaruhi masyarakat tetap melaksanakan pernikahan siri. Adanya
anggapan bahwa perkawinan yang dicatat dan tidak dicatat sama saja.
Padahal telah dijelaskan dalam Undang-undang Perkawinan yaitu: "Tiap-
tiap perkawinan dicatat menurut peraturan yang berlaku (Pasal 2 ayat (1)
Undang Undang nomor 1 tahun 1974). Bagi mereka yang melakukan
perkawinan menurut agama Islam, pencatatan dilakukan di Kantor Urusan
Agama (KUA).
Faktor rendahnya tingkat pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan
sebagai salah satu faktor yang mendorong terjadinya pernikahan siri anak
di bawah umur menurut penyusun adalah suatu kewajaran, karena pada
umumnya seseorang yang berpendidikan rendah akan berpikir sempit dan
kurang pertimbangan. Namun sebaliknya orang yang berpendidikan tinggi
akan lebih mempunyai keluasan berpikir dan akan lebih bijaksana dalam
mengambil suatu keputusan, serta dalam menentukan jalan hidupnya,
lebih-lebih dalam melakukan perkawinan yang merupakan pondasi dari
kehidupan bermasyarakat. Meskipun tidak selamanya begitu adanya,
namun secara logika bahwa perkawinan yang dilakukan oleh orang yang

22
mempunyai keluasan ilmu akan lebih bahagia karena mempunyai bekal
yang cukup untuk berumah tangga. 8
Dengan demikian pelaksanaan pernikahan siri anak di bawah umur
lebih merupakan suatu bukti bahwa mereka belum bisa berpikir secara
bijaksana dan luas karena mereka yang melakukan perkawinan tersebut
rata-rata berpendidikan rendah. Akibat dari sempitnya cara berpikir
mereka dan kurangnya pertimbangan-pertimbangan maka akan
mempengaruhi kehidupan rumah tangganya, sehingga ketika dalam rumah
tangganya menemukan permaslahan-permasalahan mereka tidak bisa
memecahkan secara mandiri, akan tetapi harus melibatkan orang tua atau
harus ada pihak ketiga yang ikut membantu.

BAB V
8
Admin, I”Hukum nikah sirri”, https://dewandakwahjakarta.or.id/index.php/buletin diakses
tanggal 17 oktober 2023.

23
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Pelaksana‟an perkawinan siri di masyarakat kabupaten Aceh Tamiang
dengan konteks hukum Islam (Fiqh) status perkawinan siri di masyarakat
kabupaten Aceh Tamiang tidak ditemukan pertentangan dalam hukum
tersebut sehingga tetap dianggap legal (baik untuk anak yang baru
dilahirkan dari perkawinan yang baru).
Faktor Internal, terdiri dari: Pertama, faktor kemauan anak dan restu orang
tua. Faktor kemauan anak dan restu orang inilah yang menyebabkan
pernikahan sirri anak di bawah umur terjadi, karena jika salah satu dari dua
hal tersebut (kemauan anak dan restu orang) tidak ada kemungkinan
pernikahan tidak terjadi. Kedua, faktor rendahnya tingkat kesadaran
terhadap pentingnya lembaga perkawinan. Menurut para pelaku dan orag
tuanya perkawinan adalah akad yang bertujuan untuk membentuk sebuah
keluarga dan menghalalkan hubungan seks. Perkawinan sudah dianggap
sah tanpa dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA), asalkan sudah
memenuhi ketentuan-ketentuan agama Islam. Ketiga, faktor tujuan untuk
mengantisipasi terjadinya kehamilan di luar nikah (perzinaan). Para orang
tua dari pelaku berbendapat bahwa menyegerahkan untuk menikahkan
anak-anak mereka adalah merupakan sebuah solusi untuk mengantisipasi
terjadinya hamil di luar nikah (perzinaan) yang bisa mencemarkan nama
baik keluarga. Mereka juga menyatakan bahwa di samping untuk
menghindari perzinaan, pernikahan juga bertujuan untuk ibadah karena
pernikahan adalah sunnah Rasulullah.
Faktor Eksternal, terdiri dari: pertama, faktor lingkungan (sosial). Sebagai
sebuah perkembangan dari modernisasi, dalam hal ini Desa Petung tidak
jauh berbeda dengan daerah-daerah lain di perkotaan, sebagai contoh trend
berpacaran yang mengikuti gaya orang kota, yaitu berpacaran dengan gaya
bebas (lepas kontrol).Hal tersebut juga didukung dengan masuknya media
secara berangsurangsur, baik itu media cetak yang berebut memajang foto-
foto seksi, maupun media elektronik yang menawarkan cara bergaul yang

24
baru, yang sesungguhnya itu tidak pantas untuk dilakukan, utamanya oleh
mereka yang masih di bawah umur. Kedua, faktor pergaulan (ikutikutan).
Kecenderungan untuk meniru hal-hal yang baru bagi anak- anak muda saat
ini adalah suatu keharusan, karena kalau mereka tidak mengikuti hal baru
tersebut, mereka akan dikatakan kurang pergaulan dan ketinggalan zaman.
Ketiga, faktor kurangnya respon dan perhatian dari pemerintah. Itu
terbukti dengan tidak adanya laporan mengenai adanya pernikahan sirri
anak di bawah umur.

B. Saran
Dari hasil penelitian dapat terlihat adanya kekurangan paham masyarakat
terhadap yurisprudensi hukum Indonesia pada masyarakat kabupaten Aceh
Tamiang sehingga terjadi perkawinan siri yang kurang sesuai dengan
ketentuan hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, perlu adanya sosialisasi di
bidang hukum khususnya pada Masyarakat kabupaten aceh tamiang dan
umumnya.
Dan dari uraian pembahasan diatas, terdapat beberapa saran mengenai
permasalahan mengenai perkawinan siri yang dilakukan Masyarakat Aceh
Tamiang dikalangan remaja ataupun dewassa yaitu, :
1. Untuk mengurangi pernikahan di usia dini sebaiknya lebih
ditingkatkan mutu dalam bidang Pendidikan.
2. Fungsi dan peran keluarga harus lebih ditingkatkan dan diperhatikan
karena dapat memberikan kontribusi positif dalam mengurangi angka
perkawinan usia muda itu sendiri melalui pola asuh proteksi anak.
3. Diharapkan kepada remaja kiranya dapat menghindari pola pergaulan
yang dapat merusak diri.
4. Agar perkawinan pada usia dini yang terjadi dimasyarakat tidak
semakin meningkat, sebagai orang tua perlu terus menerus melakukan
pendampingan pada anak agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai
dengan usianya.

25
5. Bagi apparat pemerintah, kiranya dapat membuat program-program
yang dapat membantu memperkecil angka pernikahan dini, serta
program lainnya yang bisa menjauhkan remaja untuk berbuat zina.
Untuk itu para apparat pemerintah dan Masyarakat lebih peduli dengan
lingkungan sekitar dan tegas menegakkan hukum.

26
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan, “Aneka masalah hukum perdata islam di Indonesia, Jakarta:


kencana media grup, 2006.

Achmad Nurseha “Tinjauan hukum islam terhadap praktik nikah di bawah


tangan (studi kasus), mahasiswa universitas islam negeri walisongo
semarang.
Admin, I”Hukum nikah sirri”, https://dewandakwahjakarta.or.id/index.php/buletin
diakses tanggal 17 oktober 2023.
Mediya Refaldi, “kompilasi hukum islam dan undang-undang perkawinan, waqaf
dan penyelenggaraan haji”, Jakarta: Alika.
Moh. Fauzi Adhim, “saatnya untuk menikah” Jakarta : Gema Insani press.
Widi astuti, “Bberapa faktor penyebab pasangan suami istri melakukan
pernikahan di bawah tangan”, dalam jurnal eksplorasi vol, xx (1) tahun
2008, LPPM slamet riyaadi

27

Anda mungkin juga menyukai