NIKAH MISYAR
Disusun Oleh:
NASRULLAH
NIM: 170211050161
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, taufik, hidayah serta inayahnya kepada kita semua sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
yang telah menuntun kita dari jaman Jahiliyah menuju jaman Islamiyah yaitu
berupa ajaran agama Islam.
Makalah ini disusun agar kita mengetahui dan memahami mengenai
Kawin Kontrak Menurut Pandangan Islam. Makalah ini disusun tidak mudah
seperti membalikkan telapak tangan, banyak hambatan-hambatan terutama
disebabkan oleh ketidaktahuan ilmu pengetahuan. Namun dengan segala ikhtiar,
kemauan, kerja keras, motivasi dari pihak-pihak yang terkait, dan atas kehendak-
NYA saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Tidak ada gading yang tak retak. Kami menyadari bahwa laporan ini
masih jauh dari kata sempura bahkan masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin Yarobbal’alamin.
Penulis,
NASRULLAH
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1
2
3. Apa landasan hukum kawin kontrak menurut undang-undang dan syari’at
Islam?
4. Apa dampak negatif dan positif kawin kontrak?
5. Apa penyebab dilakukannya kawin kontrak?
C. Tujuan
1
Anton Muliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka,1994), hlm. 456.
2
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah (Jakarta: Kalam Mulia, 2003), hlm. 51.
3
Sayyid Syabiq, Fikih Sunnah 6 (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1980), hlm. 63.
4
M.A.Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada,2010), hlm. 89.
3
4
Dalam nikah mut’ah si wanita yang menjadi istri juga tidak mempunyai
hak waris jika si suami meninggal. Dengan begitu, tujuan nikah mut’ah ini tidak
sesuai dengan tujuan nikah menurut ajaran Islam sebagaimana disebutkan di atas,
dan dalam nikah mut’ah ini pihak wanita teramat sangat dirugikan.
Oleh karenanya nikah mut’ah ini dilarang oleh Islam. Dalam hal ini syaikh
al-Bakri dalam kitabnya I’anah at-Thalibin menyatakan:
“Kesimpulannya, nikah mut’ah ini haram hukumnya. Nikah ini disebut nikah
mut’ah karena tujuannya adalah untuk mencari kesenangan belaka, tidak untuk
membangun rumah tangga yang melahirkan anak dan juga saling mewarisi, yang
keduanya merupakan tujuan utama dari ikatan pernikahan dan menimbulkan
konsekwensi langgengnya pernikahan”.
5
Team Musyawarah Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Al Hikmah Fiqih ( Sragen: Akik
Pusaka, 2008), hlm. 10.
5
Jika kita tengok sejarah awal Islam, dimana ketika itu masyarakat jahiliyah
tidak memberikan kepada wanita hak-haknya sebagaimana mestinya karena
wanita ketika itu lebih dianggap sebagai barang yang bisa ditukar seenaknya,
dapat kita ketahui betapa ajaran Islam menginginkan agar para wanita dapat
diberikan hak-haknya sebagaimana mestinya.
Dalam riwayat lain dari Sabroh, ia berkata bahwa dia pernah ikut
berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat penaklukan kota
Mekkah. Ia berkata:
Saat kekhalifahan Ali mulai terdapat perdebatan soal kawin mut'ah antara
Sunni dan Syiah. Sunni mengatakan, kawin mutah telah dilarang oleh Nabi
Muhammad SAW pada berbagai kesempatan. Dan menurut Syiah, Nabi juga
pernah memperbolehkannya dalam berbagai kesempatan. Yang telah menjadi
kesepakatan sejarah, Umar bin Khatthab ra. saat menjabat Khalifah telah
melarangnya.
“inna lillahi wainna ilaihi raji’un, demi Allah saya tidak memfatwakan seperti itu
(hanya untuk kesenangan belaka), tidak seperti itu yang saya inginkan. Saya tidak
menghalalkan nikah mut’ah kecuali ketika dalam keadaan dharurat, sebagaimana
halalnya bangkai, darah dan daging babi ketika dalam keadaan dharurat, yang
asalnya tidak halal kecuali bagi orang yang kepepet dalam keadaan dharurat.
Nikah mut’ah itu sama seperti bangkai, darah, dan daging babi, yang awalnya
haram hukumnya, tapi ketika dalam keadaan dharurat maka hukumnya menjadi
boleh”
7
ام
َ عَ ع ْن ْال ُمتْعَ ِة
َ سله َم
َ علَ ْي ِه َو صلهى ه
َ َُّللا َ َِّللا ُ َن َهى َر:َّللاُ َع ْنه قَا َل
سو ُل ه ي ه َ ض
ِ ي َر َ ع ْن
ٍّ ع ِل َ
)َخ ْيبَ َر (متفق عليه
“Diriwayatkan bahwa sahabat Ali r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. melarang nikah
mut’ah ketika perang Khaibar” Hadis dianggap shahih oleh imam Bukhari dan
Muslim”
Oleh karena itu, kawin kontrak bukan merupakan perkawinan yang sah
karena pada dasarnya dilakukan bukan karena adanya tujuan yang mulia untuk
mematuhi perintah Tuhan dan untuk membentuk keluarga yang bahagia,
melainkan hanya untuk memenuhi tujuan-tujuan yang didasari kepentingan yang
bertentangan dengan hukum perkawinan itu sendiri, misalnya demi memenuhi
kebutuhan ekonomi / hawa nafsu.
6
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan
(Yogyakarta:Liberty, 2007), hlm. 138.
9
7
Kementrian Agama, Kompilasi Hukum Islam (Bandung: Humaniora Utama Press, 1992), hlm. 18.
8
Soemiyati, Op. Cit., hlm. 140.
10
Memang benar bahwa nikah mut’ah ini pernah dibolehkan ketika awal
Islam, tapi kemudian diharamkan, sebagaimana dinyatakan oleh al-Imam an-
Nawawi dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim:
“Yang benar dalam masalah nikah mut’ah ini adalah bahwa pernah dibolehkan
dan kemudian diharamkan sebanyak dua kali; yakni dibolehkan sebelum perang
Khaibar, tapi kemudian diharamkan ketika perang Khaibar. Kemudian
dibolehkan selama tiga hari ketika fathu Makkah, atau hari perang Authas,
kemudian setelah itu diharamkan untuk selamanya sampai hari kiamat”.
Kawin kontrak dalam Islam disebut dengan istilah nikah mut’ah. Hukumnya
adalah haram dan akad nikahnya tidak sah alias batal. Hal ini sama saja dengan
orang sholat tanpa berwudhu’, maka sholatnya tidak sah alias batal. Tidak
diterima oleh Allah SWT sebagai ibadah. Demikian pula orang yang melakukan
kawin kontrak akad nikahnya tidak sah alias batal, dan tidak diterima Allah SWT
sebagai amal ibadah.
1. Dampak Positif.
2. Dampak negatif.
Keringanan ini juga hanya terjadi dalam peperengan, maka tidak masuk
akal dalam keadaan seperti ini, meminta mereka menahan syahwat mereka dengan
berpuasa. Karena tidak benenar dalam peperengan melemahkan seorang Mujahid
dengan cara apapun dan dalam keadaan apapun. Keadaan inilah yang menjadi
dasar dibolehkannya Nikah Mut’ah.
Bila dilihat dari definisi Nikah Mut’ah, pernikahan seperti ini terjadi
kontradiksi terhadap arti nikah sesungguhnya. Sebab tujuan sebuah pernikahan
adalah suatu ikatan yang kuat dan perjanjian yang teguh yang ditegakkan diatas
landasan niat untuk bergaul antara suami istri dengan abadi supaya memetik buah
15
kejiwaan yang telah digariskan Allah swt dalam Al-Qur'an yaitu ketentraman,
kecintaan, dan kasih sayang. Sedangkan tujuan yang bersifat duniawi adalah demi
berkembangnya keturunan dan kelangsungan hidup manusia.9
Selain dibatasi oleh waktu, Nikah Mut'ah juga tidak membatasi jumlah
istri yang boleh dinikahi. Maka boleh bagi seorang pria menikah lebih dari empat
orang istri. Dan ini dapat dilakukan tanpa wali atau tanpa persetujuan walinya,
dan dalam pernikahan ini tidak diperlukan saksi, pengumuman, perceraian,
pewarisan dan pemberian nafkah setelah selesainya waktu yang telah disepakati.
Kecuali sebelumnya telah terjadi kesepakatan atau apabila si perempuan itu hamil.
9
Ramulyo, Mohd. Idris. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2002. hlm 25.
16
12
Abd. al-Muhaimin As’ad, Risalah Nikah Penuntun perkawinan, Surabaya: Bulan Terang, 1993,
cet. I, hlm. 33
17
b. Kerelaan dan persetujuan
Sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pihak yang hendak
melangsungkan pernikahan ialah “Ikhtiyar” (tidak dipaksa) pihak yang
melangsungkan perkawinan itu dirumuskan dengan kata-kata kerelaan calon istri
dan suami atau persetujuan mereka.13 Prinsip hakiki dari suatu perkawinan adalah
ada kerelaan kedua calon sumi dan istri. Karena kerelaan itu merupakan urusan
hati yang tidak diketahui oleh orang lain, maka perlu adanya ungkapan konkrit
yang menunjukkan ijab dan qabul. Ijab merupakan lambang kerelaan dari
perempuan untuk menyerahkan diri sebagai istri dari laki-laki calon suminya.
Sedangkan kabul sebagai lambang kerelaan laki-laki untuk mempersunting dan
menjadikan perempuan itu sebagai istrinya.14 Prinsip kerelaan ini dalam
perkawinan misyar merupakan unsur yang utama untuk melaksanakan perkawinan
ini. Dimana kerelaan sang istri yang disadari dari sikap mengalah istri untuk tidak
diberikan hak nafkah dari suami berupa materi.
13 Abd. Ghazaly, Fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media, 2003, hlm. 120
14 M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 303
15 Dirjen Bimbingan Islam Depag, hlm. 70-73
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
B. Saran
Kementrian Agama RI. Al-Quran dan Tafsirnya. Jakarta: Widya Cahaya, 2011.
Team Musyawarah Guru Bina PAI Madrasah Aliyah. Al Hikmah Fiqih. Sragen:
Akik Pusaka, 2008.
Sumber lain:
http://ekspresihati.info/renungan/poligami-nikah-siri-dan-kawin-kontrak.html
http://rumaysho.com/belajar-islam/keluarga/3651-bentuk-nikah-yang terlarang-2-
kawin-kontrak.html
http://www.antaranews.com/news/166046/kawin-kontrak-menyimpang-dari
ajaran-islam
http://www.kosmaext2010.com/mutah-atau-kawin-kontrak-makalah-teknik
penulisan-ilmiah.php
http://fitriap09.blogspot.com/2011/05/kawin-kontrak-menurut-pandangan
islam.html
http://yenigaluh.forumotion.com/t376-kawin-kontrak
http://www.maswins.com/2011/09/yang-sebenarnya-tentang-nikah-mutah.html
http://hukum.kompasiana.com/2010/05/20/kawin-kontrakkatakan-tidaksebelum
menyesal/
http://wawanhermawan90.blogspot.com/2012/01/makalah-kawin-kontrak.html
http://hidayah-cahayapetunjuk.blogspot.com/2013/05/nikah-mutah.html