Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH KELOMPOK V MENYEMPURNAKAN HIDUP MELALUI

PENIKAHAHAN (MUNAHAKAT)

Guru Pembimbing: Taufiqoh Rahma S.Pd.I, M.Pd

DISUSUN OLEH :
1. AHMAD BAHTIAR (02)
2. MUTIARA KAMILA (18)

YAYASAN BHAKTI NEGARA JEMBER


SMK ANALIS KESEHATAN JEMBER
JL. AROWANA Gg 08 NO. 14 KABUPATEN JEMBER 2022

i
ii
MAKALAH KELOMPOK V MENYEMPURNAKAN HIDUP MELALUI
PENIKAHAHAN (MUNAHAKAT)

Guru Pembimbing: Taufiqoh Rahma S.Pd.I, M.Pd

DISUSUN OLEH :
1. AHMAD BAHTIAR (02)
2. MUTIARA KAMILA (18)

YAYASAN BHAKTI NEGARA JEMBER


SMK ANALIS KESEHATAN JEMBER
JL. AROWANA Gg 08 NO. 14 KABUPATEN JEMBER 2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun tema dari makalah ini adalah “Menyempurnakan hidup melalui pernikahan
(munahakat).
Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada Ibu guru mata pelajaran agama islam yang telah memberikan tugas
kepada kami dan membantu kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga
kami ucapkan kepada teman seperjuangan kami yang telah mendukung kami sehingga
kami bisa menyelesaikan tugas ini
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca.
Semoga makalah yang kami buat ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

ii
DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG........................................................................................1
1.2. TUJUAN.............................................................................................................2
1.3. MANFAAT.........................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
2.1. PENGERTIAN PERNIKAHAN........................................................................3
2.2. HUKUM PERNIKAHAN..................................................................................3
2.3. FAKTOR – FAKTOR PENTING DALAM MEMILIH PASANGAN.............4
2.4. TUJUAN PERNIKAHAN..................................................................................5
2.5. RUKUN NIKAH................................................................................................7
2.7. ORANG YANG TIDAK BOLEH DINIKAHI................................................11
2.8. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI – ISTRI....................................................13
2.9. KEWAJIBAN ISTERI TERHADAP SUAMI MENURUT AL-QURAN.......17
2.10. HIKMAH PERNIKAHAN...........................................................................19
2.11. HAL – HAL YANG BERKAITAN DENGAN PERNIKAHAN.................19
2.12. PERKAWINAN MENURUT UU NO 1 TAHUN 1974...............................24
BAB III............................................................................................................................26
3.1. PENUTUP.....................................................................................................26
3.2. KESIMPULAN.............................................................................................26
3.3. SARAN.........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..……28

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Manusia adalah salah satu makhluk yang sangat sempurna di bandingkan dengan
makhluk dengan makhluk lainnya. Manusia di takdirkan untuk hidup berpasang-
pasangan satu dengan yang lainnya yakni berlainan jenis. Dengan jalan menikah inilah
yang paling baik untuk dapat melangsungkan keturunan.
Pernikahan merupakan suatu akad untuk menghalalkan hubungan antara laki-laki
dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang
diridhoi oleh Allah SWT sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada
pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau
aturan-aturan Allah SWT sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan
memilih tata cara yang lain.
Allah SWT menganjurkan Manusia untuk menikah agar dapat mempertahankan
keberadaannya dan mengendalikan perkembangbiakan dengan cara yang sesuai dan
menurut kaiadah norma agama, laki-laki dan perempuan memiliki fitrah yang saling
membutuhkan satu sama lain.
Dari pengertian itu dapat kita ketahui bahwa untuk menciptakan kehidupan
keluarga yang bahagia, kemudian menghalalkan hubungan antara laki-laki dan
perempuan, membangun rumah tangga yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.
Dalam agama islam sudah jelas mana pernikahan yang dilarang dan mana yang
diperbolehkan. Adapun yang dimaksud pernikahan yang dilarang yakni bentuk-bentuk
perkawinan yang tidak boleh dilakukan seperti kawin Mut’ah, kawin Syighar dan lain-
lain. Bentuk perkawinan tersebut merupakan bawaan yang berasal dari zaman jahiliyah
yang mana pada zaman ini orang-orang bagaikan binatang yang memiliki prinsip siapa
kuat dialah yang berkuasa.
Adapun pernikahan yang diperbolehkan yaitu pernikahan yang sesuai dengan
syari’at seperti ada kedua mempelai, saksi dan wali serta mahar dan apabila salah satu
diantara syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi maka pernikahannya tidak sah atau batal.
Jadi untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pernikahan dalam agama islam ,
maka disusunlah makalah dengan judul “ Menyempurnakan hidup melalui pernikahan
(Munahakat) ”

1
1.2. TUJUAN
 Mengetahui pentingnya pengetahuan terhadap pernikahan (Munahakat)
dimana setiap orang pasti akan mengalami pernikahan.
 Mengetahui hukum nikah dalam islam.
 Mengetahui apa tujuan nikah.
 Mengetahui rukun dan syarat syarat nikah.

1.3. MANFAAT
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah pembaca dapat
memahami pengertian dari pernikahan dalam islam pembaca dapat
mengetahui proses dalam sebuah pernikahan secara islam Pembaca dapat
mengetahui tujuan serta hikmah dari pernikahan yang benar secara islam.

2
BAB II
2. PEMBAHASAN MATERI
1.1. PENGERTIAN PERNIKAHAN
Pernikahan yaitu akad yang menghalalkan pergaulan antara laki
laki dan perempuan yang bukan mahramnya yang menimbulkan hak dan
kewajiban masing masing.
Penikahan juga biasa disebut dengan perkawinan, dalam bahasa
Indonesia “perkawinan” dari kata “kawin”, yang menurut bahasa,
berartinya melakukan hubungan suami istri, istilah “kawin” secara umum
digunakan, untuk tumbuhan, hewan dan manusia, dan proses generatif
secara alami. Jika perkawinan ditunjukkan untuk semua makhluk hidup,
pernikahan hanya digunakan pada manuasia, makna dari pernikahan
adalah akad atau ikatan. Penikahan juga merupakan tali untuk menuju
rumah tangga yang saling mengasihi dan menebar kebaikan, memelihara
diri dari hawa nafsu dan mencegah kejahatan. Pernikahan juga
merupakan proses awal untuk membangun rumah tangga yang harus
didasari dengan kesiapan, psikologi jiwa, dan kematangan baik dari
pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. Sebagaimana firman
Allah pada al-Quran “Surah Ar-Rum ayat 21”.

1.2. HUKUM PERNIKAHAN


Hukum pernikahan dibagi menjadi 5 yaitu :
1. Mubah
Hukum asli pernikahan adalah mubah atau boleh, artinya setiap
orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu boleh menikah dengan calon
pasangannya. Mubah artinya boleh dikerjakan boleh ditinggalkan.
Dikerjakan tidak ada pahalanya dan ditinggalkan tidak berdosa.
Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang akan
melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi sunnah,
wajib, makruh atau haram.
2. Sunnah

3
Nikah hukumnya sunnah bagi mereka yang telah memenuhi
syarat-syarat pernikahan dan berkeinginan untuk menikah, mempunyai
kemampuan lahir (memberi nafkah) dan batin (sehat mental dan
rohaninya), serta memiliki tanggung jawab terhadap rumah tangga dan
mampu mengendalikan diri dari perzinaan walaupun tidak segera atau
bagi orang yang berkeinginan menikah serta cukup sandang pangan.
3. Wajib
Nikah bagi mereka yang telah mempunyai kemampuan lahir dan
batin, cukup umur, mampu mencukupi kebutuhan rumah tangga, serta
khawatir terjerumus ke dalam perbuatan zina maka hukumnya wajib.
Sebab ditakutkan terjerumus ke lembah perzinaan dan seks bebas yang
mendatangkan dosa besar.
4. Makruh
Nikah hukumnya makruh bagi mereka yang berkeinginan untuk
menikah, namun belum mempunyai kemampuan memberi nafkah.
Dikhawatirkan setelah menikah tidak bertanggung jawab atas rumah
tangganya.
5. Haram
Nikah juga menjadi haram hukumnya manakala pernikahan
tersebut dimaksudkan untuk menyakiti atau balas dendam terhadap
pasangannya, atau menikahi orang atau pasangan yang masih mahram.

1.3. FAKTOR – FAKTOR PENTING DALAM MEMILIH PASANGAN


Berikut faktor – faktor yang penting dalam memiih pasangan :
a. Satu agama berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah
radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassallam bersabda:

‫ فاْظَفْر‬،‫ ِلماِلها وِلَح َس ِبها وَج ماِلها وِلِد يِنها‬:‫ُتْنَك ُح الَم ْر َأُة ألْر َبٍع‬
‫ َتِرَبْت َيداَك‬، ‫بذاِت الِّديِن‬
Artinya: "Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena
hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya, dan karena
agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus
4
agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu
akan merugi (HR Bukhari Nomor 5090, Muslim 1466).
b. Hindari pasangan yang buruk kepribadiannya (Q.S.
An-Nur/24:26 & 3).

‫َاْلَخ ِبْيٰث ُت ِلْلَخ ِبْيِثْيَن َو اْلَخ ِبْيُثْو َن ِلْلَخ ِبْيٰث ِۚت َو الَّطِّيٰب ُت ِللَّطِّيِبْيَن‬
‫ٰۤل‬
‫َو الَّطِّيُبْو َن ِللَّطِّيٰب ِۚت ُاو ِٕىَك ُم َبَّر ُءْو َن ِم َّم ا َيُقْو ُلْو َۗن َلُهْم َّم ْغ ِفَر ٌة َّو ِر ْز ٌق‬
ࣖ ‫َك ِر ْي ٌم‬
Artinya : Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang
keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang
keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk
laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk perempuan-
perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang
dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki
yang mulia (surga) (An-Nur ayat 26).

‫َالَّز اِنْي اَل َيْنِكُح ِااَّل َز اِنَيًة َاْو ُم ْش ِر َك ًةۖ َّو الَّز اِنَيُة اَل َيْنِكُح َهٓا ِااَّل َز اٍن َاْو‬
c. Jabir bin Abdullah berkata, Rasulullah SAW. Bersabda
“Barang siapa yang mengaku beriman kepada Allah dan hari
akhir ,maka jangan sekali-kali berkhalwat antara laki laki dan
perempuan tanpa disertai mahramnya, karena yang ketiga (di
waktu itu) adalah setan” (H.R. Ahmad).
d. Memohon pertimbangan kepada Allah SWT. Melalui sholat
istikharah.

1.4. TUJUAN PERNIKAHAN


Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk
memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam
rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan
dalam Islam dapat diuraikan sebagai berikut :

5
a. Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah).
Ketentraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Nikah
merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia dan
tentram. Allah Swt. berfirman: ”Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya. “.(Q.S. ar-Rum/ 30: 21).
b. Untuk membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan
salah satu cara untuk membina kasih sayang antara suami, istri,
dan anak. ”Dan Ia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang.
“.(Q.S. ar- Rum/30 : 21).
c. Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang sah dan diridhai Allah
SWT.
d. Untuk melaksanakan Perintah Allah Swt. menikah merupakan
pelaksanan perintah Allah Swt. Oleh karena itu menikah akan
dicatat sebagai ibadah. Allah Swt., berfirman : ” Maka nikahilah
perempuan-perempuan yang kamu sukai”. (Q.S. an-Nisa’/4:3).
e. Mengikuti Sunah Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. mencela orang
yang hidup membujang dan beliau menganjurkan umatnya untuk
menikah. Sebagaimana sabda beliau dalam haditsnya: «Nikah itu
adalah sunahku, barang siapa tidak senang dengan sunahku, maka
bukan golonganku». (HR. Bukhori dan Muslim).
f. Untuk Memperoleh Keturunan yang Sah. Allah Swt. berfirman :”
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia “. (Q.S.
al-Kahfi/ 18: 46).

‫ُم ْش ِر ٌۚك َو ُح ِّر َم ٰذ ِلَك َع َلى اْلُم ْؤ ِمِنْيَن‬


Artinya : Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan
pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina
perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki
atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu
diharamkan bagi orang-orang mukmin (An-Nur ayat 3).

6
e. Tetap memelihara kesucian diri dalam pergaulan, karena
pernikahan adalah ikatan suci dalam proses memilih pasangan
pun tetap menempuh jalan kesucian.

1.5. RUKUN NIKAH


Dalam perkawinan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Hal
itu adalah syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Adapun syarat dan
rukun merupakan perbuatan hukumyang sangat dominan menyangkut
sah atau tidaknya perbuatan tertentu dari segi hukum.Kedua kata tersebut
mengandung yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakansesuatu
yang harus diadakan. Diantaranya adalah persetujuan para pihak.
Menurut hukum Islam akad (perjanjian) yang didasarkan pada
kesukarelaan kedua belah pihak calon suami istri. Karena pihak wanita
tidak langsung melaksanakan hak ijab (penawaran tanggung jawab),
disyaratkan izin atau meminta persetujuan sebelum perkawinan di
langsungkan, adanya syarat ini berarti bahwa tidak boleh ada pihak
ketiga (yang melaksanakan ijab) memaksa kemauannya tanpa
persetujuan yang punya diri (calon wanita pengantin bersangkutan).
Rukun nikah itu ada lima yaitu sebagai berikut:
1. Calon Suami
Calon suami, dengan syarat:
a. Beragama islam.
b. Bukan muhrimnya wanita, baik muhrim nasab, rodlo’,
mushoharoh.
c. Muhrim nasabah ialah orang yang tidak boleh dinikahi karena
keturunan.
d. Tidak dipaksa atau terpaksa.
e. Tidak punya istri yang haram dimadu dengan bakal istrinya.
f. Tidak sedang ihram haji/umrah.
2. Calon Istri
Calon istri dengan syarat:

7
a. Beragama islam.
b. Tidak bersuami atau tidak dalam masa iddah.
c. Bukan perempuan mahram dengan calon suami. Seperti yang
telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An- Nisa’ 23
“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-
anakmu yang perempuan,saudara-saudara bapakmu yang
perempuan, saudara saudaraibumu yang perempuan, anak-
anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-
anak perempuan dari saudara saudaramu yang perempuan, ibu-
ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara sesusuan,ibu-ibu
isterimu (mertua) ank-anak isterimu yang ada
dalam pemeliharaanmu, dari isteri yang telah kamu campuri, te
tapi bila kamubelum menyampuri isterimu itu (dan sudah
kamu ceraikan) maka tidakberdosa kamu mengawininya, (dan
diharamkan bagimu) isteri-isteri anakkandungmu (menantu),
dan menghimpunkan (dalam perkawina) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Dari ayat tersebut kita dapat memilih bahwa pada ayat tersebut
terbagi menjadi tigahal: karena ada hubungan nasab (larangan
ini untuk selama lamanya),larangan perkawinan karena ada
hubungan.
d. Musaharah (perkawinan),larangan perkawinan karena susuan
e. Jelas orangnya.
f. Bukan dalam keadaan berihram haji/umrah.
g. Bukan wanita musyrik.
3. Wali
Wali ialah ayah dari mempelai wanita. Mengenai wali bagi calon
mempelaiwanita ini terbagi menjadi dua, yaitu wali aqrab (dekat)
dan wali ab’ad (jauh) karena perkawinan itu tidak sah tanpa ada
izin dari walinya. Hal inidikarenakan ada hadis yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud. Telah menceritakan Muhammad bin Katsir,

8
telah mengkabarkan kepada kita sufyan, telah menceritakan
kepada kita ibn Juraij dari Sulaiman bin Musa dari Azzuhri dari
Urwah dari Aisyah, Aisyah berkata: Rasulullah telah bersabda
“Siapapun wanita yang menikah tanpa izin dari walinya, maka
nikahnya itu batal (diucapkan tiga kali)”. Menurut Imam Nawawi
seperti yang telah dinukil oleh imam Mawardiapabila seorang
wanita tersebut tidak mempunyai wali dan orang yang dapat
menjadi hakim maka ada tiga cara:
1. Dia tetap tidak dapat menikahkan dirinya tanpa adanya wali.
2. Ia boleh menikahkan dirinya sendiri karena darurat.
3. Dia menyuruh kepada seorang untuk menjadi wali bagi dirinya,
dan diceritakan dari Imam Asyayis bagi mereka yang tidak ada
wali baginyaharus mengangkat seorang wali (hakim) yang ahli
dan mujtahid.
Imam Syafi’i pernah menyatakan, “Apabila dalam suatu
rombongan (dalam perjalanan jauh) ada seorang perempuan yang
tidak ada walinya, lalu ia memperwalikan seseorang laki-laki
untuk menikahkannya, maka yang demikian itu diperbolehkan.
Hal ini dapat disamakan dengan memperwalikan seseorang hakim
(penguasa Negara atau pejabat yang mewakilinya) dikala tidak
terdapat seorang wali nikah yang sah.” Dan apabila terjadi
perpisahan antara wali nasab dengan wanita yang
akandinikahinya, izin wali nasab itu dapat diganti dengan izin wali
hakim. Wali menurut hukum Islam terbagi menjadi dua. Wali
nasab yaitu anggota keluarga laki-laki calon pengantin perempuan
yang mempunyai hubungan darah dengan calon pengantin wanita.
Wali nasab ini digolongkan menjadi dua yaitu wali mujbir (wali
yang berhak menikahkan orang yang diwalikan tanpa meminta
izin pendapat wanita) dan wali nasab biasa (wali yang tidak
memiliki kewenangan untuk memaksa menikahkan tanpa
persetujuan wanita). Wali hakim adalah penguasa atau wakil
penguasa dalam bidang perkawinan.

9
4. Dua Orang Saksi.
Syarat untuk menjadi saksi yaitu sebagai berikut:
a. Minimal dua orang saksi.
b. Islam.
c. Baligh.
d. Berakal.
e. Merdeka.
f. Laki-laki.
g. Adil.
5. Ijab & Qabul
Ijab ialah ucapan wali yang berisi pernyataan menikahkan anaknya
atau yang menjadi anak karena pertalian darah. Misalnya, saya
nikahkan engkau dengan anak saya bernama zahra binti Abdul Razaq
dengan maskawin sebuah kitab suci Alqur’an dan seperangkat alat
salat tunai.
Kabul ialah ucapan salon suami yang berisi penerimaan nikah
dirinya dengan calon istrinya. Misalnya, saya terima nikahnya Zahra
binti Abdul Razaq dengan maskawin satu buah kitab suci Alqur’an
dan seperangkat alat salat dibayar tunai.
Mahar atau maskawin yaitu suatu pemberian oleh calon suami
kepada calon istri yang diserahkan pada saat akad nikah berlangsung.
Mahar bisa berupa benda apa saja, sepanjang benda itu memiliki
manfaat bagi penerimanya. Misalnya uang, emas, berlian, pakaian,
kitab suci Alqur’an, atau mungkin melaksanakan ibadah haji bersama.
Memberikan mahar hukumnya wajib, namun harus disesuaikan
dengan kemampuan calon suami dan kesukaan calon istri. Perhatikan
firman Allah Swt berikut :
“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, maka terimalah (dan nikmatilah) pemberian itu
dengan senang hati” (Q.S. An-Nisa, 4:4).

10
‫ حاال‬--- ‫ك بنتي ________ علىالمهر‬€‫ك مخطوبت‬€‫ك وزوجت‬€‫أنكحت‬
Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka binti ________ alal mahri
_______ hallan
Artinya: "Aku nikahkan engkau, dan aku kawinkan engkau dengan
pinanganmu, puteriku ______ dengan mahar _______ dibayar
tunai."

Bacaan Kabul:

‫يت بهى وهللا‬€€‫ذكور ورض‬€€‫ر الم‬€€‫ا على المه‬€€‫ا وتزويجه‬€€‫قبلت نكاحه‬


‫ولي التوف يق‬
Qabiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkur wa radhiitu
bihi, wallahu waliyu taufiq
Artinya: "Saya terima nikah dan kawinnya dengan mahar yang telah
disebutkan, dan aku rela dengan hal itu. Dan semoga Allah selalu
memberikan anugerah”.

1.6. ORANG YANG TIDAK BOLEH DINIKAHI


1. Mahram karena keturunan
a. Orang-orang yang termasuk dalam mahram sebab keturunan
ada tujuh, sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. An-Nisa
ayat 23.
b. ibu-ibumu.
c. anak-anakmu yang perempuan.
d. saudara-saudaramu yang perempuan.
e. saudara-saudara ayahmu yang perempuan.
f. saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki.
g. anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan.

11
h. anak akibat dari perzinahan termasuk mahram, dengan
berdalil pada keumuman firman Allah: ”anak-anakmu yang
perempuan” (QS. An-Nisa: 23).
2. Mahram karena Pernikahan
Terdapat enam golongan yang dimaksud dengan mahram
karena perkawinan yang juga terdapat pada QS. an-Nisa ayat
23 - 24 yaitu:
1. “Dan ibu-ibu istrimu (mertua)” (QS. an-Nisa: 23).
2.“Dan istri-istri anak kandungmu (menantu)” (QS. an-
Nisa:23).
3.“Dan anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari
istri yang telah kamu campuri” (QS. an-Nisa: 23).
4. “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah
dikawini oleh ayahmu (ibu tiri)” (QS. an-Nisa: 22).
5.“Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua
perempuan yang bersaudara” (QS. an-Nisa: 23).
6.“Dan diharamkan juga kamu mengawini wanita yang
bersuami” (QS. an-Nisa (4): 24).
Syamsul juga menjelaskan hukum menikahi seorang yang disebut tiri
karena sebuah perkawinan. “Anak tiri menjadi mahram jika ibunya
telah dicampuri, tetapi jika belum dicampuri maka dibolehkan untuk
menikahi anaknya setelah bercerai dengan ibunya. Sedangkan ibu dari
seorang perempuan yang dinikahi menjadi mahram hanya sebab akad
nikah, walaupun si putri belum dicampuri, kalau sudah akad nikah
maka si ibu haram dinikahi oleh yang menikahi putrinya,” jelas
Syamsul. Apabila pernikahan dengan perempuan yang menjadi mahram
tetap dilakukan maka pernikahannya menjadi batal.
3. Mahram karena sepersusuan
Terdapat tujuh golongan mahram yang disebabkan karena susuan, sama
seperti mahram sebab keturunan, tanpa pengecualian. Syamsul
menjelaskan, Al-Qur'an menyebutkan secara khusus dua bagian
mahram sebab susuan, yang terdapat pada QS. an-Nisa ayat 23: ibu-

12
ibumu yang menyusui kamu, dan saudara-saudara perempuan
sepersusuan.
1.7. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI – ISTRI
 Kewajiban Suami terhadap Isteri Menurut Al-Qur’an
Akad pernikahan dalam syariat Islam tidak sama dengan akad
kepemilikan. akad pernikahan diikat dengan memperhatikan adanya
kewajiban-kewajiban di antara keduanya. Dalam hal ini suami
mempunyai kewajiban yang lebih berat dibandingkan istrinya
berdasarkan firman-Nya “akan tetapi para suami mempunyai satu
tingkatan kelebihan daripada istrinya”. Kata satu tingkatan kelebihan
dapat ditafsirkan dengan firmannya : “Kaum laki-laki itu adalah
pemimpin bagi kaum wanita…” (QS. An-Nisa ayat 34).
Pada dasarnya kewajiban suami juga merupakan hak isteri, sehingga jika
berbicara tentang kewajiban suami terhadap isteri, maka bisa juga berarti
hak isteri atas suami.
Kewajiban adalah segala hal yang harus dilakukan oleh setiap individu,
sementara hak adalah segala sesuatu yang harus diterima oleh setiap
individu.. Menurut Abdul Wahab Khallaf bahwa hak terdiri dari dua
macam yaitu hak Allah dan hak Adam. Dan hak isteri atas suami
tentunya merupakan dimensi horizontal yang menyangkut hubungan
dengan sesama manusia sehingga dapat dimasukkan dalam kategori hak
Adam. Adapun yang menjadi hak istri atau bisa juga dikatakan kewajiban
suami terhadap isteri adalah sebagai berikut:
1. Mahar
Menurut Mutafa Diibul Bigha, Mahar adalah harta benda yang harus
diberikan oleh seorang laki-laki (calon suami) kepada perempuan (calon
isteri) karena pernikahan.
Pemberian mahar kepada calon istri merupakan ketentuan Allah SWT.
bagi calon suami sebagaimana tertulis dalam Al-Qur’an surat An-Nisa
ayat 4 yang berbunyi:

‫َف ِاْن ِط ْبَن َلُك ْم َعْن َش ْی ٍء ِّم ْن ُه َنْفًس ا‬-‫َو ٰا ُت وا الِّنَس آَء َص ُد ٰق ِتِهَّن ِنْح َل ًؕة‬
‫َفُك ُلْو ُه َهِنْٓیــًٴـا َّمِرْٓیــًٴـا‬
13
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan
senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan)
yang sedap lagi baik akibatnya.”
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa kata ‫ الِنْح َل ًؕة‬menurut lbnu
‘Abbas artinya mahar/maskawin. Menurut ‘A’isyah, ‫ الِنْح َلًؕة‬adalah sebuah
keharusan. Sedangkan menurut Ibnu Zaid ‫ الِنْح َلًؕة‬dalam perkataan orang
Arab, artinya sebuah kewajiban. Maksudnya, seorang laki-laki
diperbolehkan menikahi perempuan dengan sesuatu yang wajib diberikan
kepadanya, yakni mahar yang telah ditentukan dan disebutkan
jumlahnya, dan pada saat penyerahan mahar harus pula disertai dengan
kerelaan hati sang calon suami.
Senada dengan tafsir ath Thabari juga menjelaskan bahwa Perintah
memberikan mahar (dalam surat An-Nisa ayat 4) merupakan perintah
Allah SWT. yang ditujukan langsung kepada para suami dengan jumlah
mahar yang telah ditentukan untuk diberikan kepada isteri.
Praktik pemberian mahar tidak semua dibayarkan tunai ketika akad nikah
dilangsungkan, ada juga sebagian suami yang menunda pembayaran
mahar istrinya ataupun membayarnya dengan sistem cicil, dan ini
dibolehkan dalam Islam dengan syarat adanya kesepakatan dari kedua
belah pihak, hal ini selaras dengan hadits Nabi saw. yang berbunyi,
“sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan).” (HR. al-
Hakim : 2692, beliau mengatakan “Hadits ini shahih berdasarkan syarat
Bukhari Muslim)”.
2. Nafkah, Pakaian dan Tempat Tinggal.
Nafkah berasal dari bahasa arab (an-nafaqah) yang artinya pengeluaran.
Yakni Pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk
sesuatu yang baik atau dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi
tanggung jawabnya. Fuqaha telah sependapat bahwa nafkah terhadap istri
itu wajib atas suami yang merdeka dan berada di tempat. Mengenai
suami yang bepergian jauh, maka jumhur fuqaha tetap mewajibkan suami

14
atas nafkah untuk istrinya, sedangkan Imam Abu Hanifah tidak
mewajibkan kecuali dengan putusan penguasa. Tentang kewajiban
nafkah ini telah dijelaskan Allah SWT. dalam (Al-Qur’an surat Al
Baqarah ayat 233).

‫َو‬-‫َو اْلَو اِلٰد ُت ُیْر ِض ْعَن َاْو اَل َدُهَّن َح ْو َلْیِن َك اِم َلْیِن ِلَم ْن َاَر اَد َاْن ُّیِتَّم الَّرَض اَعَؕة‬
‫اَل ُتَك َّلُف َنْفٌس ِااَّل ُو ْسَعَها‬-‫َع َلى اْلَم ْو ُلْو ِد َلٗه ِر ْز ُقُهَّن َو ِكْس َو ُتُهَّن ِباْلَم ْع ُرْو ِؕف‬
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya.”

Maksud dari kata ‫ اْلَم ْو ُلْو ِد َلٗه‬pada ayat di atas adalah ayah kandung si
anak. Artinya, ayah si anak diwajibkan memberi nafkah dan pakaian
untuk ibu dari anaknya dengan cara yang ma’ruf. Yang dimaksud
dengan ‫ ِب اْلَم ْع ُرْو ِف‬adalah menurut kebiasaan yang telah berlaku di
masyarakat tanpa berlebih-lebihan, juga tidak terlalu di bawah kepatutan,
dan disesuaikan juga dengan kemampuan finansial ayahnya.
Adapun menyediakan tempat tinggal yang layak adalah juga kewajiban
seorang suami terhadap istrinya sebagaimana Firman Allah SWT berikut:

‫…َاْس ِكُنْو ُهَّن ِم ْن َح ْیُث َس َك ْنُتْم ِّم ْن ُّو ْج ِد ُك ْم‬


Artinya “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami)
bertempat tinggal menurut kemampuan kamu,…” (QS. Ath Thalaaq: 6).
3. Menggauli istri secara baik.
Menggauli istri dengan baik dan adil merupakan salah satu kewajiban
suami terhadap istrinya. Sebagaimana Firman Allah dalam Alquran surat
an-Nisa ayat 19 yang berbunyi:

‫ٰۤی َاُّیَها اَّل ِذ ْیَن ٰا َم ُن ْو ا اَل َیِح ُّل َلُك ْم َاْن َتِر ُث وا الِّنَس آَء َك ْر ًه ؕا َو اَل َتْعُض ُلْو ُهَّن‬
‫ِلَتْذ َهُبْو ا ِبَبْع ِض َم ۤا ٰا َتْیُتُم ْو ُهَّن ِاۤاَّل َاْن َّی ْاِتْیَن ِبَفاِح َش ٍة ُّم َبِّیَن ٍۚة َو َعاِش ُرْو ُهَّن‬
‫َفِاْن َك ِر ْه ُتُم ْو ُهَّن َفَعٰۤس ى َاْن َتْك َر ُهْو ا َشْیــًٴـا َّو َیْج َعَل ُهّٰللا ِفْیِه َخ ْیًر ا‬- ‫ِباْلَم ْع ُرْو ِۚف‬
‫َك ِثْیًر ا‬
15
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari
apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka
melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka
secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.”

Maksud dari kata ‫ َو َعاِش ُرْو ُهَّن ِب اْلَم ْع ُرْو ِف‬adalah ditujukan kepada
suami-suami agar berbicara dengan baik terhadap para istri dan bersikap
dengan baik dalam perbuatan dan penampilan. Sebagaimana suami juga
menyukai hal tersebut dari istrinya, maka hendaklah suami melakukan
hal yang sama. Sebagaimana hadist dari riwayat ‘A’isyah ra.,
bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang
paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik
terhadap keluargaku”. Dan di antara akhlak Rasulullah saw. adalah
memperlakukan keluarganya dengan baik, selalu bergembira bermain
dengan keluarga, bermuka manis, bersikap lemah lembut, memberi
kelapangan dalam hal nafkah, dan bersenda gurau bersama istri-istrinya.
4. Menjaga istri dari dosa.
Sudah menjadi kewajiban seorang kepala rumah tangga untuk
memberikan pendidikan agama kepada istri dan anak-anaknya agar taat
kepada Allah dan RasulNya. Dengan ilmu agama seseorang mampu
membedakan baik dan buruknya prilaku dan dapat menjaga diri dari
berbuat dosa. Selain ilmu agama, seorang suami juga wajib memberikan
nasehat atau teguran ketika istrinya khilaf atau lupa atau meninggalkan
kewajiban dengan kata-kata bijak yang tidak melukai hati sang istri,
sebagaimana Firman Allah SWT. surah At-Tahrim ayat 6 berikut :
‫ٰۤی َاُّیَها اَّلِذ ْیَن ٰا َم ُنْو ا ُقْۤو ا َاْنُفَس ُك ْم َو َاْه ِلْیُك ْم َن اًر ا َّو ُقْو ُدَه ا الَّن اُس َو اْلِحَج اَر ُة‬
‫َع َلْیَها َم ٰٓلٕىَك ٌة ِغ اَل ٌظ ِش َداٌد اَّل َیْع ُصْو َن َهّٰللا َم ۤا َاَم َر ُهْم َو َیْفَعُلْو َن َم ا ُیْؤ َم ُرْو َن‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
16
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
5. Memberikan cinta dan kasih sayang kepada istri.
Sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat Ar Rum ayat 21 di

atas pada kalimat ‫ َو َج َع َل َبْیَنُك ْم َّم َو َّد ًة َّو َر ْح َم ًؕة‬dapat juga dimaknai
bahwa seorang suami wajib memberikan cinta dan kasih sayang kepada
istrinya yang terwujud dalam perlakuan dan perkataan yang mampu
membuat rasa tenang dan nyaman bagi istri dalam menjalankan
fungsinya sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga. Adapun bentuk
perlakuan tersebut bisa berupa perhatian, ketulusan, keromantisan,
kemesraan, rayuan, senda gurau, dan seterusnya.
Dalam memberikan cinta dan kasih sayang bukanlah atas dasar besar
kecilnya rasa cinta kita kepada istri, akan tetapi hal tersebut merupakan
perintah Allah SWT. agar suami istri saling mencinta dan berkasih
sayang sebagai wujud kepatuhan kepada Allah SWT. Jika memberikan
cinta dan kasih sayang antara suami istri sudah disandarkan pada perintah
Allah SWT. maka as-sakiinah (ketentraman) dalam rumah tangga akan
mudah kita raih.

1.8. Kewajiban Isteri Terhadap Suami Menurut Al-Qur’an


1. Taat kepada suami
Mentaati suami merupakan perintah Allah SWT. sebagaimana yang tersirat
dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 34 sebagai berikut:
-‫َالِّرَج اُل َقّٰو ُم ْو َن َع َلى الِّنَس آِء ِبَم ا َفَّض َل ُهّٰللا َبْعَض ُهْم َع ٰل ى َبْع ٍض َّو ِبَم ۤا َاْنَفُق ْو ا ِم ْن َاْم َو اِلِهْؕم‬
‫ّٰل‬
‫َو ا ِتْی َتَخ اُفْو َن ُنُش ْو َز ُهَّن َفِع ُظ ْو ُهَّن َو‬-‫َفالّٰص ِلٰح ُت ٰق ِنٰت ٌت ٰح ِفٰظ ٌت ِّلْلَغْیِب ِبَم ا َح ِف َظ ُؕهّٰللا‬
‫ِاَّن َهّٰللا َك اَن‬-‫َف ِاْن َاَطْع َنُك ْم َفاَل َتْبُغ ْو ا َع َلْیِهَّن َس ِبْیؕاًل‬- ‫اْه ُج ُرْو ُهَّن ِفی اْلَم َض اِج ِع َو اْض ِرُبْو ُهَّۚن‬
‫َع ِلًّیا َك ِبْیًر ا‬
Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari
harta mereka. Sebab itu maka wanita yang salehah ialah yang taat kepada Allah
17
lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.
2. Mengikuti tempat tinggal suami
Setelah menikah biasanya yang jadi permasalahan suami istri adalah
tempat tinggal, karena kebiasaan orang Indonesia pada masa-masa awal
menikah suami istri masih ikut di rumah orang tua salah satu pasangan lalu
kemudian mencari tempat tinggal sendiri. Dalam hal ini seorang istri harus
mengikuti dimana suami bertempat tinggal, entah itu di rumah orang tuanya
atau di tempat kerjanya. Karena hal tersebut merupakan kewajiban seorang istri
untuk mengikuti dimana suami bertempat tinggal, sebagaimana firman Allah
SWT sebagai berikut:

‫َاْس ِكُنْو ُهَّن ِم ْن َح ْیُث َس َك ْنُتْم ِّم ْن ُّو ْج ِد ُك ْم‬


Artinya “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami) bertempat
tinggal menurut kemampuan kamu,…” (QS. Ath Thalaaq: 6).
3. Menjaga diri saat suami tak ada
Seorang wanita yang sudah menikah dan memulai rumah tangga maka harus
membatasi tamu-tamu yang datang ke rumah. Ketika ada tamu lawan jenis
maka yang harus dilakukan adalah tidak menerimanya masuk ke dalam rumah
kecuali jika ada suami yang menemani dan seizin suami. Karena perkara yang
dapat berpotensi mendatangkan fitnah haruslah dihindari. Allah SWT
berfirman, “Wanita shalihah adalah yang taat kepada Allah dan menjaga diri
ketika suaminya tidak ada oleh karena Allah telah memelihara mereka.” (QS.
Annisa:34).

1.9. HIKMAH PERNIKAHAN


1. Pernikahan merupakan jalan keluar yang paling baik untuk memenuhi
kebutuhan seksual.

18
2. Pernikahan merupakan jalan terbaik untuk memuliakan anak,
memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta
memelihara nasab.
3. Pernikahan menumbuhkan naluri kebapakan dan keibuan yang
menumbuhkan pula perasaan cinta dan kasih sayang.
4. Pernikahan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam
bekerja karena adanya rasa tanggung jawab terhadap keluarganya.
5. Pernikahan akan mempererat tali kekeluargaan yang dilandasi rasa
saling menyayangi sebagai modal kehidupan masyarakat yang aman
dan sejahtera.
6. Menghindari diri dari penyakit penyakit kelamin yang merusak fisik,
mental, serta terhindar dari krisis moral dalam masyarakat.
1.10. HAL – HAL YANG BERKAITAN DENGAN
PERNIKAHAN
 Talak
a. Pengertian dan Hukum Talak. Menurut bahasa talak berarti
melepaskan ikatan. Menurut istilah talak ialah lepasnya ikatan
pernikahan dengan lafal talak. Asal hukum talak adalah makruh
karena talak merupakan perbuatan halal tetapi sangat dibenci oleh
Allah Swt. Nabi Muhammad Saw, bersabda :”Perbuatan halal, tetapi
paling dibenci oleh Allah adalah talak” (HR. Abu Daud).
b. Hal-hal yang harus dipenuhi dalam talak ( rukun talak) ada tiga
macam, yaitu sebagai berikut.
1) Yang menjatuhkan talak adalah suami. Syaratnya baligh, berakal,
dan kehendak sendiri.
2) Yang dijatuhi talak adalah istrinya.
3) Ada dua macam cara menjatuhkan talak, yaitu dengan cara sharih
(tegas) maupun dengan cara kinayah (sindiran). Cara sharih,
misalnya “Saya talak engkau!” atau “Saya cerai engkau!”. Ucapan
talak dengan cara sharih tidak memerlukan niat. Jadi kalau suami
mentalak istrinya dengan cara sharih, jatuhlah talaknya walupun
tidak berniat mentalaknya. Cara kinayah, misalnya “Pulanglah

19
engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah engkau dengan orang
lain, saya sudah tidak butuh lagi kepadamu!”, Ucapan talak
memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara
kinayah, padahal sebenarnya tidak berniat mentalaknya, talaknya
tidak jatuh. Lafal dan Bilangan Talak. Lafal talak dapat
diucapkan/dituliskan dengan kata-kata yang jelas atau dengan kata-
kata sindiran. Adapun bilangan talak maksimal tiga kali talak satu
dan talak dua masih boleh rujuk (kembali) sebelum habis masa
Iddahnya dan apabila masa Iddahnya telah habis harus dilakukan
akad nikah lagi. (baca Al-Baqarah/2 : 229). Pada talak tiga suami
tidak boleh rujuk dan tidak boleh nikah lagi sebelum istrinya itu
menikah dengan laki-laki lain dan sudah digauli serta telah ditalak
oleh suami keduanya itu”.

Macam-Macam Talak. Talak dibagi menjadi dua macam yaitu :


1.) Talak Raj’i, yaitu talak ketika suami boleh rujuk tanpa harus
dengan akad nikah lagi. Talak raj’i ini dijatuhkan suami kepada
istrinya untuk pertama kalinya atau kedua kalinya dan suami boleh
rujuk kepada istri yang telah ditalaknya selama masih dalam masa
Iddah.
2.) Talak Bain. Talak bain dibagi menjadi dua macam yaitu talak
bain sughra dan talak bain kubra.
a. Talak bain sughra yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang
belum dicampuri dan talak khuluk (karena permintaan istri). Suami
istri boleh rujuk dengan cara akad nikah lagi, baik masih dalam masa
Iddah maupun sudah habis masa Iddahnya.
b. Talak bain kubro, yaitu talak yang dijatuhkan suami sebanyak tiga
kali (talak tiga) dalam waktu yang berbeda. Dalam talak ini suami
tidak boleh rujuk atau menikah dengan bekas istri kecuali dengan
syarat :
- Bekas istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain.
- Bekas istri telah dicampuri oleh suami yang baru.

20
- Bekas istri telah dicerai oleh suami yang baru.
- Bekas istri telah selesai masa Iddahnya setelah dicerai suami yang
baru.
a. Alasan jatuh talak.
1.) Ila’ yaitu sumpah seorang suami bahwa ia tidak akan mencampuri
istrinya. Ila’ merupakan adat Arab jahiliyah. Masa tunggunya adalah
empat bulan. Jika sebelum empat bulan sudah kembali maka suami
harus menbayar denda sumpah. Bila sampai empat bulan/lebih hakim
berhak memutuskan untuk memilih membayar sumpah atau
mentalaknya.
2.) Lian, yaitu sumpah seorang suami yang menuduh istrinya berbuat
zina. Sumpah itu diucapkan empat kali dan yang kelima dinyatakan
dengan kata-kata : ”Laknat Allah Swt. atas diriku jika tuduhanku itu
dusta”. Istri juga dapat menolak dengan sumpah empat kali dan yang
kelima dengan kata-kata: ”Murka Allah Swt. atas diriku bila tuduhan
itu benar”.
3.) Dzihar, yaitu ucapan suami kepada istrinya yang berisi
penyerupaan istrinya dengan ibunya seperti:”Engkau seperti
punggung ibuku”. Ucapan ini mengandung pengertian
ketidaktertarikan lagi dari suami kepada istri. Adapun jika suami
memanggil istrinya dengan sebutan ”Mama atau Ibu” dengan niat
suami mengutarakan rasa sayang kepada istri bukanlah disebut
Dzihar. Dzihar merupakan adat jahiliyah yang dilarang Islam sebab
dianggap salah satu cara menceraikan istri.
4.) Khulu’ (talak tebus) yaitu talak yang diucapkan oleh suami
dengan cara istri membayar kepada suami. Talak tebus biasanya atas
kemauan istri. Penyebab talak antara lain : - istri sangat benci kepada
suami; - suami tidak dapat memberi nafkah; - suami tidak dapat
membahagiakan istri.
5.) Fasakh, ialah rusaknya ikatan perkawinan karena sebab-sebab
tertentu yaitu : Karena rusaknya akad nikah seperti : - diketahui
bahwa istri adalah mahram suami; - salah seorang suami / istri keluar

21
dari agama Islam; semula suami/istri musyrik kemudian salah
satunya masuk Islam. Karena rusaknya tujuan pernikahan, seperti:
- terdapat unsur penipuan, misalnya mengaku laki-laki baik ternyata
penjahat.
- suami/istri mengidap penyakit yang dapat mengganggu hubungan
rumah tangga.
- suami dinyatakan hilang.
- suami dihukum penjara 5 tahun/lebih.
6.) Hadhanah
Hadhanah berarti mengasuh dan mendidik anak yang masih kecil.
Jika suami/istri bercerai yang berhak mengasuh anaknya adalah :
a. ketika masih kecil adalah ibunya dan biaya tanggungan ayahnya.
b. jika si ibu telah menikah lagi hak mengasuh anak adalah
ayahnya.

 Iddah
Secara bahasa Iddah berarti ketentuan bilangan. Menurut istilah,
Iddah ialah masa menunggu bagi seorang wanita yang sudah
dicerai suaminya sebelum ia menikah dengan laki-laki lain. Masa
Iddah dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada bekas
suaminya apakah dia akan rujuk atau tidak.
a. Lamanya Masa Iddah.
1.) Wanita yang sedang hamil masa iddahnya sampai melahirkan
anaknya. (Lihat QS. at-Talaq/65 :4) 2.) Wanita yang tidak hamil,
sedang ia ditinggal mati suaminya maka masa iddahnya 4 bulan
10 hari. (lihat Q.S. al-Baqarah/2 ; 234) 3.) Wanita yang dicerai
suaminya sedang ia dalam keadaan haid maka masa iddahnya 3
kali quru’ (tiga kali suci). (lihat Q.S. alBaqarah/2 : 228) 4.)
Wanita yang tidak haid atau belum haid masa iddahnya selama
tiga bulan. (Lihat at-Talaq/65:4 ) 5.) Wanita yang dicerai
sebelum dicampuri suaminya maka baginya tidak ada masa

22
Iddah. (Lihat QS. al-Ahzab/33 : 49) b. Hak perempuan dalam
masa Iddah.
2.) Perempuan yang taat dalam Iddah raj’iyyah (dapat rujuk)
berhak mendapat pemberian dari suami yang mentalaknya
berupa tempat tinggal, pakaian, uang belanja. Sementara itu
wanita yang durhaka tidak berhak menerima apa-apa.
3.) Wanita dalam Iddah bain (Iddah talak 3 atau khuluk) hanya
berhak atas tempat tinggal saja. (Lihat Q.S. at-Talaq/65: 6)
4.) Wanita dalam Iddah wafat tidak mempunyai hak apapun,
tetapi ia dan anaknya berhak mendapat harta waris suaminya.

 Rujuk
Rujuk artinya kembali. Yang dimaksud dengan rujuk adalah
kembalinya suami istri pada ikatan perkawinan setelah terjadi
talak raj’i dan masih dalam masa Iddah.
Dasar hukum rujuk adalah Q.S. AlBaqarah/2: 229, yang artinya
sebagai berikut: ”Dan suami-suaminya berhak merujukinya
dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki
rujuk”.
a. Hukum Rujuk.
1.) Asal hukum rujuk adalah mubah
2.) Haram apabila si istri dirugikan serta lebih menderita
dibandingkan dengan sebelum rujuk.
3.) Makruh bila diketahui meneruskan perceraian lebih
bermanfaat.
4.) Sunat bila diketahui rujuk lebih bermanfaat dibandingkan
meneruskan perceraian.
5.) Wajib khusus bagi laki-laki, jika ditakutkan tidak dapat
menahan hawa nafsunya, sedangkan dia masih memiliki hak
rujuk dalam masa Iddah istri.
b. Rukun Rujuk.

23
1.) Istri, dengan syarat pernah digauli, talaknya talak raj’i dan
masih dalam masa Iddah.
2.) Suami, dengan syarat Islam, berakal sehat, dan tidak terpaksa.
3.) Sighat (lafal rujuk).
4.) Saksi, yaitu 2 orang laki-laki yang adil.

2.2. PERKAWINAN MENURUT UU NO 1 TAHUN 1974.


Garis besar Isi UU No 1 tahun 1974 junto UU No 16 tahun 2019 tentang
Perkawinan terdiri dari 14 Bab dan 67 Pasal
a. Pencatatan Perkawinan Dalam pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa : ”Tiap-
tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku”. Ketentuan tentang pelaksanaan pencatatan perkawinan ini
tercantun dalam PP. No. 9 Tahun 1975 Bab II pasal 2 sampai 9.
b. Sahnya Perkawinan Dalam pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa :
“Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agamanya dan kepercayaanya itu”.
c. Tujuan Pekawinan Dalam Bab 1 Pasal 1 dijelaskan bahwa tujuan
perkawina adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
d. Talak. Dalam Bab VIII Pasal 29 ayat (1) dijelaskan bahwa : “Perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan
yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak.
e. Batas usia minimal perkawinan perempuan disamakan dengan usia
minimal laki-laki yaitu 19 tahun.
f. Batasan dalam berpoligami.
1.) Dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa :”Pada dasarnya dalam suatu
perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang
wanita hanya boleh mempunyai seorang suami”.
2.) Dalam Pasal 4 dan 5 ditegaskan bahwa dalam hal seorang suami akan beristri
lebih dari seorang ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di
daerah tempat tinggalnya.

24
3.) Pengadilan hanya memberi izin berpoligami apabila;
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
d. Adanya persetujuan dari istri.
e. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri-
istri dan anak-anak mereka.
f. Adanya jaminan bahwa suami akan belaku adil terhadap istri-istri dan
anak-anak mereka.

25
BAB III

3.1. PENUTUP
Sebagai seorang muslim sebaiknya melakukan jalan nikah untuk
menghindari dan menjauhkan perbuatan kearah perzinahan. Dengan
pernikahan dapat menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan
dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diridhoi
oleh Allah SWT. membuat kedua mempelai menjadi tentram dan damai.

3.2. KESIMPULAN

Pernikahan merupakan suatu akad untuk menghalalkan hubungan antara laki-laki


dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang
diridhoi oleh Allah SWT. Menurut sebagian besar ulama hukum nikah pada dasarnya
adalah mubah, artinya boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Kemudian hukumnya
bergantung pada kondisi atau keadaan orang yang bersangkutan, hukum pernikahan
terbagi ke dalam lima kategori hukum yaitu mubah, sunnah, wajib, makruh dan haram.
Allah dan Rasul-Nya menjelaskan berbagai pernikahan yang dilarang dilakukan
seperti nikah syighar, nikah tahlil, nikah mut’ah, nikah dalam masa ‘iddah, nikah
dengan wanita kafir selain yahudi dan nasrani, nikah dengan wanita-wanita yang
diharamkan karena senasib atau hubungan kekeluargaan karena pernikahan, nikah
dengan wanita yang haram dinikahi disebabkan sepersusuan, nikah yang menghimpun
wanita dengan bibinya, baik dari pihak ayahnya maupun dari pihak ibunya, nikah
dengan isteri yang telah ditalak tiga, nikah dengan wanita yang masih bersuami, nikah
dengan wanita pezina/pelacur dan lain-lain. Rukun nikah itu ada lima yaitu sebagai
berikut: calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, ijab dan qabul.
tata cara melangsungkan perkawinan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9
Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan (PP 9/1975). Tata cara melangsungkan perkawinan terbagi menjadi empat
tahap. yaitu: laporan, pengumuman, pencegahan dan pelangsungan.

26
3.3. SARAN
Sebagai seorang muslim sebaiknya melakukan jalan nikah untuk menghindari
dan menjauhkan perbuatan kearah perzinahan. Dengan pernikahan
dapat menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam rangka
mewujudkan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diridhoi oleh Allah SWT
membuat kedua mempelai menjadi tentram dan damai.

27
DAFTAR PUSTAKA

Suryana Toto, Alba Cecep, dan Syamsudin. 1996. Pendidikan Agama Islam. Bandung:
Tiga Mutiara.
Saminu. 2013. Pendidikan Agama Islam SMA/MA dan SMK/MAK Kelas XII. Semarang:
Viva Pakarindo.
Supriadi. 2015. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Bandung: CV.
Maulana Media Grafika.
Nurhadiyanti, Khofifah. "HUBUNGAN YANG DIRIDHOI ALLAH MELALUI

PERNIKAHAN."
Arifandi, Firman. Serial Hadist 6 : Hak Kewajiban Suami Istri. Jakarta : Rumah Fiqih
Publishing. 2020.
Asy-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli. Suami Istri Berkarakter Surgawi, terj. Ibnu
Barnawa, cet. kelima. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010.
Bigha, Musthafa Diibul. Ihtisar Hukum-Hukum Islam Praktis, alih bahasa oleh Uthman
Mahrus. Semarang: Asy Syifa’, 1994.
Dahlan, Abdul Azis et al. Ensiklopedi Hukum Islam, vol. 4. Jakarta: PT Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2000.
Arifandi, Firman. Serial Hadist 6 : Hak Kewajiban Suami Istri. Jakarta : Rumah Fiqih
Publishing. 2020.
Asy-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli. Suami Istri Berkarakter Surgawi, terj. Ibnu
Barnawa, cet. kelima. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010.
Bigha, Musthafa Diibul. Ihtisar Hukum-Hukum Islam Praktis, alih bahasa oleh Uthman
Mahrus. Semarang: Asy Syifa’, 1994.
Dahlan, Abdul Azis et al. Ensiklopedi Hukum Islam, vol. 4. Jakarta: PT Ichtiar Baru
Van Hoeve, 2000.

28

Anda mungkin juga menyukai