Anda di halaman 1dari 15

“PERNIKAHAN DALAM ISLAM”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem pembelajaran PAI DI SMA/SMK

Dosen pengampu. Dr. M. Zainul Hasani Syarif, QH.,S.PD.MA

Disusun oleh

Kelompok 12

1. muhammad fauzan ( 211105011243 )


2. Nabila azhary ( 211105010290 )

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS IBNU KHALDUN

2023

1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan segala limpahan rahmat, bimbingan dan petunjuk serta hidayah-Nya,
sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul
“Perkembangan Peradaban Islam”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah Sistem Pembelajaran PAI Di SMA/SMK .
Mohon maaf atas kesalahan serta kekhilafan yang kami perbuat baik sengaja
maupun tidak sengaja dan kami mengharapkan kritik dan saran demi
menyempurnakan makalah kami agar lebih baik dan dapat berguna semaksimal
mungkin. Kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini
tidak mungkin terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari Bapak Dr.
Zainul Hasani Syari, QH., S.Pd.I., MA. Selaku dosen pengampu mata kuliah ini serta
semua pihak yang membantu.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih dan berharap semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi semua yang membacanya. Semoga Allah SWT. memberikan
petunjuk serta rahmat-Nya kepada kita semua.

Wassalamu’ alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Bogor, 7-Desember 2023

( kelompok 12 )

2
DAFTAR ISI

BAB I ....................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................. 4
B. Rumusan masalah ........................................................................................................................ 5
C. Tujuan .......................................................................................................................................... 5
BAB II ...................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ...................................................................................................................................... 6
A. Pengertian nikah .......................................................................................................................... 6
B. Hak dan kewajiban suami istri ..................................................................................................... 8
C. Membangun rumah tangga yang samawa .................................................................................. 11
BAB III ................................................................................................................................................... 14
PENUTUP .............................................................................................................................................. 14
D. Kesimpulan ................................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................. 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pernikahan adalah salah satu fase dalam hidup yang bisa dijalani seorang muslim
setalah menemukan pasangan hidup dan siap secara mental maupun finansial. Jika
sudah mampu dan matang secara emosional, dengan menikah, seseorang dapat
menyempurnakan separuh agamanya. Dari mahligai rumah tangga, pelbagai hal yang
selama ini dikategorikan sebagai dosa, jika dilakukan dengan suami atau istrinya
dicatat sebagai ibadah di sisi Allah SWT.

"Kewajiban suami kepada istri adalah mempergaulinya secara ma’ruf,


memberinya nafkah, lahir dan batin, mendidik istri, dan menjaga kehormatan istri dan
keluarga." Jelas Hj. Khairiyah.Adapun kewajiban istri kepada suami, lanjut Hj.
Khairiyah adalah taat kepada suami, menjaga amanat sebagai istri/ibu dari anak-anak,
rabbatu al-bayt atau manajer rumahtangga, menjaga kehormatan dan harta suami dan
meminta izin kepada suami ketika hendak bepergian dan puasa sunnah.Selanjutnya
adalah kewajiban bersama suami istri yakni menjaga iman dan meningkatkan
ketaqwaan, menjaga agar senantiasa taat kepada Allah, yang diwujudkan dalam sikap
menjadikan syariat Islam sebagai tolok ukur perbuatan (miqyasu al-’amal) dalam
semua aspek kehidupan, seperti beribadah bersama, menjaga makanan dan minuman
agar halal, selalu menutup aurat, dan mendidik anak agar menjadi anak yang
shaleh."Suami istri harus pula selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah
SWT dengan cara selalu bersabar ketika menghadapi kesulitan, tawakal bila
mempunyai rencana, selalu bermusyawarah dalam menyelesaikan persoalan, saling
mengingatkan dalam kebaikan, mempererat tali silaturahim dengan keluarga suami
istri dan lain sebagainya." tambah Hj. Khairiyah."Bila semua hak dan
kewajiban suami dan istri serta kewajiban bersama ditunaikan dengan sebaik-baiknya,
Insya Allah keluarga sakinah akan terwujud. Karena keluarga sakinah adalah buah
dari ketundukan suami istri kepada ajaran dan nilai-nilai Islam." Tutup Hj. Khairiyah.

Kehidupan rumah tangga atau keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah dapat


dicapai dengan cara kita senantiasa selalu Bersyukur kepada Allah SWT, Bersyukur
atas segala nikmat dan karunia-Nya. Bersyukur atas segala pemberian rezeki-Nya
yang kita dapati dalam kehidupan sehari-hari. Dan yang terpenting kita tidak lupa
untuk selalu membelanjakan rezeki-rezeki tersebut ke jalan yang benar dan Diridhoi
Allah SWT. Dengan menyisihkan sebagian uang dalam berShadaqah, menyantuni
anak yatim dan fakir miskin. Sungguh Allah SWT akan selalu melimpahkan
rezekiNya kepada mereka yang senang berbagi. Dan Insyaallah, Allah akan
menjadikan mereka Keluarga Sakinah Mawaddah Wa-Rahmah.

4
Rumusan masalah

1. Apa pengertian pernikahan dalam islam ?


2. Apa hak dan kewajiban suami dan istri ?
3. Bagaimana cara membangun rumah tangga yanh samawa ?

A. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pernikahan
2. Untuk mengetahui hak kewajiban suami dan istri
3. Untuk mengetahui cara membangun rumah tangga yang samawa

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian nikah

Dalam Al-qur’an dan Hadis Nabi Muhammad juga dalam kehidupan sehari-hari
orang Arab, sering memakai kata nikah dan zawaj yang artinya adalah pernikahan
atau perkawinan menurut literatur fiqh berbahasa arab. Menurut Islam perkawinan
adalah perjanjian suci yang kuat dan kokoh untuk membentuk keluarga yang kekal,
saling menyantuni, saling mengasihi,aman tenteram, bahagia dan kekal antara seorang
laki-laki dan perempuan yang disaksikan oleh dua orang saksi laki-laki. Selain itu,
perkawinan juga diatur dalam hukum Islam harus dilakukan dengan akad atau
perikatan hukum antara kedua belah pihak.

Pernikahan atau perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan, apabila


sesuatu sudah diikatkan antara yang satu dengan yang lain maka akan saling ada
keterikatan dari kedua belah pihak. (QS. AdDhukhan: 54). Yang artinya:
“Demikianlah dan kami kawinkan mereka dengan bidadari.

Perkawinan sejatinya adalah sebuah perjanjian atau pengikatan suci antara


seorang lakilaki dan perempuan. Sebuah perkawinan antara laki-laki dan perempuan
dilandasi rasa saling mencintai satu sama lain, saling suka dan rela antara kedua belah
pihak. Sehingga tidak ada keterpaksaan satu dengan yang lainnya. Perjanjian suci
dalam sebuah perkawinan dinyatakan dalam sebuah ijab dan qobul yang harus
dilakukan antara calon laki-laki dan perempuan yang kedua-duanya berhak atas diri
mereka. Apabila dalam keadaan tidak waras atau masih berada di bawah umur, untuk
mereka dapat bertindak wali-wali mereka yang sah.

Menurut Abu Zahrah perkawinan dapat menghalalkan hubungan biologis antara


laki-laki dan perempuan, dengan adanya perkawinan ini maka laki-laki dan
perempuan mempunyai kewajiban dan haknya yang harus saling dipenuhi satu sama
lainnya sesuai syariat Islam.

Perkawinan berasal dari kata dasar “kawin” yang mempunyai makna bertemunya
alat kelamin laki-laki dan alat kelamin wanita yang keduanya sudah memiliki aturan
hukum yang sah dan halal sehingga dapat memperbanyak keturunan. Seperti yang
dituliskan dtuliskan dalam Firman Allah SWT : “

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-


istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya,dan
dijadikan-Nya diantara mu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Ar-Rum ayat 21)

6
Pernikahan adalah suatu akad yang sangat kuat atau mitsaqaan ghalidzan untuk
menaati perintah Allah untuk melaksanakannya sebagai ibadah dan untuk
menjalankan Sunnah Rosul sesuai dengan Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa perkawinan tersebut adalah perjanjian suci yang
sangat kuat antara laki-laki dan perempuan atas dasar kerelaan dan saling suka yang
dilakukan oleh pihak wali sesuai sifat dan syaratnya.
Dalam Al-Quran ada dua kata kunci yang menunjukkan konsep pernikahan, yaitu
zawwaja dan kata derivasinya berjumlah lebih kurang dalam 20 ayat dan nakaha dan
kata derivasinya sebanyak lebih kurang dalam 17 ayat (AlBaqi 1987: 332-333 dan
718).Yang dimaksud dengan nikah dalam konteks pembicaraan ini adalah ikatan
(aqad )perkawinan ( al – Asfihani, Tanpa Tahun : 220 dan 526).

Perlu pula dikemukakan bahwa Ibnu Jini pernah bertanya kepada Ali mengenai
arti ucapan mereka nakaha al-mar ah, Dia menjawab : “orang-orang Arab
menggunakan kata nakaha dalam konteks yang berbeda, sehingga maknanya dapat
dipisahkan secara halus, agar tidak menyebabkan kesimpangsiuran. Kalau mereka
mengatakan nakaha fulan fulanah, yang dimaksud adalah ia menjalin ikatan
perkawinan dengan seorang wanita. Akan tetapi apabila mereka mengatakan nakaha
imraatahu, yang mereka maksudkan tidak lain adalah persetubuhan (Razi, Juz VI : 59).
Lebih jauh lagi al – Karkhi berkata bahwa yang dimaksud dengan nikah adalah ikatan
perkawinan, bukan persetubuhan. Dengan demikian bahwa sama sekali tidak pernah
disebutkan dalam Al-Quran kata nikah dengan arti wati’, karena Al – Quran
menggunakan kinayah. Penggunaan kinayah tersebut termasuk gaya bahasa yang
halus ( al-Sabuni, Tanpa Tahun, I : 285).

Ada beberapa definisi nikah yang dikemukakan ulama fiqh, tetapi seluruh
definisi tersebut mengandung esensi yang sama meskipun redaksionalnya berbeda.
Ulama Mazhab Syafi’i mendefinisikannya dengan “akad yang mengandung
kebolehan melakukan hubungan suami istri dengan lafal nikah/kawin atau yang
semakna dengan itu”. Sedangkan ulama Mazhab Hanafi mendefinisikannya dengan
“akad yang mempaedahkan halalnya melakukan hubungan suami istri antara seorang
lelaki dan seorang wanita selama tidak ada halangan syara’.

Definisi jumhur ulama menekankan pentingnya menyebutkan lafal yang


dipergunakan dalam akad nikah tersebut, yaitu harus lafal nikah, kawin atau yang
semakna dengan itu. Dalam definisi ulama Mazhab Hanafi, hal ini tidak diungkapkan
secara jelas, sehingga segala lafal yang mengandung makna halalnya seorang laki-laki
dan seorang wanita melakukan hubungan seksual boleh dipergunakan, seperti lafal
hibah. Yang dapat perhatian khusus bagi ulama Mazhab Hanafi, disamping masalah
kehalalan hubungan seksual, adalah tidak adanya halangan syara’ untuk menikahi
wanita tersebut. Misalnya. Wanita itu bukan mahram (mahram atau muhrim) dan
bukan pula penyembah berhala. Menurut jumhur ulama, hal-hal seperti itu tidak
dikemukakan dalam definisi mereka karena hal tersebut cukup dibicarakan dalam
persyaratan nikah.Definisi jumhur ulama menekankan pentingnya menyebutkan lafal
yang dipergunakan dalam akad nikah tersebut, yaitu harus lafal nikah, kawin atau
yang semakna dengan itu. Dalam definisi ulama Mazhab Hanafi, hal ini tidak
diungkapkan secara jelas, sehingga segala lafal yang mengandung makna halalnya
seorang laki-laki dan seorang wanita melakukan hubungan seksual boleh
dipergunakan, seperti lafal hibah. Yang dapat perhatian khusus bagi ulama Mazhab
Hanafi, disamping masalah kehalalan hubungan seksual, adalah tidak adanya

7
halangan syara’ untuk menikahi wanita tersebut. Misalnya. Wanita itu bukan
mahram (mahram atau muhrim) dan bukan pula penyembah berhala. Menurut jumhur
ulama, hal-hal seperti itu tidak dikemukakan dalam definisi mereka karena hal
tersebut cukup dibicarakan dalam persyaratan nikah.

Imam Muhammad Abu Zahrah (w. 1394 H/1974 M), ahli hukum Islam dari
Universitas al-Azhar, berpendapat bahwa perbedaan kedua definisi di atas tidaklah
bersifat prinsip. Yang menjadi prinsip dalam definisi tersebut adalah nikah itu
membuat seorang lelaki dan seorang wanita halal melakukan hubungan seksual.
Untuk mengkompromikan kedua definisi, Abu Zahrah mengemukakan definisi nikah,
yaitu “akad yang menjadikan halalnya hubungan seksual antara seorang lelaki dan
seorang wanita, saling tolong menolong di antara keduanya serta menimbulkan hak
dan kewajiban di antara keduanya”. Hak dan kewajiban yang dimaksudkan Abu
Zahrah adalah hak dan kewajiban yang datangnya dari asy-Syar’I-Allah SWT dan
Rasul-Nya ( Tim,1996, 4: 1329).

B. Hak dan kewajiban suami istri

Perkawinan adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk menempuh


kehidupan rumah tangga. Sejak mengadakan perjanjian melalui akad, kedua belah
pihak telah terikat dan sejak itulah mereka mempunyai kewajiban dan hak, yang tidak
mereka miliki sebelumnya.11 Nikah adalah akad yang diterapkan syara’ untuk
membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dan perempuan serta menghalalkan
bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.12 Allah tidak menciptakan laki-
laki dan perempuan, melainkan karena peran dan fungsinya ada yang berbeda. Namun
fungsi masing-masing dari mereka itu sama sama penting dan semuanya dibutuhkan,
karena saling melengkapi dan saling menyempurnakan suatu kerjasama.13 Sesudah
pernikahan dilangsungkan, kedua belah pihak suami istri harus memahami hak dan
kewajiban masing-masing. Begitu pula, kewajiban suami menjadi hak bagi istri. Suatu
hak belum pantas diterima sebelum kewajiban dilaksanakan.

a. Hak suami atas istri


Hak adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain. Kata hak berasal
dari bahasa Arab haqqun yang memiliki berbagai makna, di antaranya hak yang
berarti ketetapan atau kewajiban. 15 hal ini sesuai dengan firman Allah swt dalam Q.S.
al-Anfal/8: 8

َ‫اط َل َولَ ْو ك َِرهَ ْال ُمجْ ِر ُم ْون‬


ِ َ‫ِلي ُِح َّق ْال َح َّق َويُب ِْط َل ْالب‬
Artinya:
“Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik)
walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya.”

Hak istri atas suami ada dua macam. Pertama hak finansial yaitu mahar dan nafkah.
Kedua hak nonfinansial, seperti hak diperlakukan secara adil (apabila suami menikahi
lebih dari satu orang) dan hak untuk tidak di sensarakan.

1. Hak yang bersifat materi

8
a. Mahar
Mahar secara etimologi (bahasa),mahar ( ‫ (صداق‬artinya maskawin.17 Diantara bentuk
pemeliharaan dan penghormatan Isalam kepada perempuan adalah dengan
memberikan hak kepadanya untuk memiliki.18 Sebagaimana dalam Islam hak
pertama perempuan adalah menerima mahar. Pemberian mahar dari suami kepada
istri adalah.termasuk keadilan dan keagungan hukum Islam sebagaimana firman Allah
SWT.
QS. an Nisa (4) : 4

‫سا فَ ُكلُ ْوهُ َهنِ ْۤ ْيـًٔا َّم ِر ْۤ ْيـًٔا‬ َ ‫س ْۤا َء‬


َ ‫صد ُٰقتِ ِه َّن نِحْ لَةً ۗ فَا ِْن ِطبْنَ لَ ُك ْم َع ْن‬
ً ‫ش ْيءٍ ِم ْنهُ نَ ْف‬ َ ِ‫َو ٰاتُوا الن‬

Artinya: Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (orang yang kamu nikahi)
sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan
kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah
(ambilah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.

Secara umum ayat ini mengandung kalimat yang mengarah pada perintah yang
mewajibkan bagi seorang suami untuk membayar mahar kepada istrinya. Di sini
sedikit dijelaskan tentang hak dari istri adalah menerima mahar. Dan hak suami
adalah memberikan mahar sesuai kemampuannya.

b. Nafkah
Nafkah hanya di wajibkan untuk sumi, karena tuntutan akad nikah dan karena
keberlangsungnya bersenang-senang sebagiamana istri wajib taat kepada suami,
selalu menyertainya, mengatur rumah tangga, dan mendidik anakanaknya. Ia
tertahan untuk melaksanakan haknya, setiap orang yang tertahan untuk hak orang
lain dan manfaatnya, maka nafkahnya untuk orang yang menahan karenanya.
Dengan adanya nafkah beberapa kebutuhan bisa terpenuhi, maka dengan begitu
dapat memperkecil peluang terjadinya perpecahan diantara keduanya. Sehingga
tujuan pernikahan tersebut dapat terealisasi dengan baik dan sempurna. Agama
Islam telah mengajarkan bahwa kewajiban suami terhadap istri dalam hak yang
bersifat bukan kebendaan salah satunya adalah memenuhi nafkah batin suami istri.

2. Hak yang bersifat non materi


a. Nafkah
Nafkah batin dengan mempergauli istri dengan baik Tujuan pokok pernikahan
adalah menciptakan kesenangan, keramah-tamahan dalam persekutuan serta
kepuasan bersama.21 Kemudian nafkah merupakan hal yang pokok dalam ikatan
perkawinan, yang mana harus dipenuhi oleh seorang suami untuk istrinya. Dengan
adanya nafkah beberapa kebutuhan bisa terpenuhi, maka dengan begitu dapat
memperkecil peluang terjadinya perpecahan diantara keduanya. Sehingga tujuan
pernikahan tersebut dapat terealisasi dengan baik dan sempurna. Agama Islam
telah mengajarkan bahwa kewajiban suami terhadap istri dalam hak yang bersifat
bukan kebendaan salah satunya adalah memenuhi nafkah batin suami istri. Nafkah
batin adalah perbuatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang.harus
dipenuhi oleh keluarga baik si suami maupun istri yang tidak berbentuk atau
immateri seperti kasih sayang, cinta, dan penyaluran hasrat seksual mengisi suatu
hal yang masih kurang. Untuk keperluan batin pula, si suami hendaklah memenuhi
keperluan istri tanpa mementingkan diri sendiri.

9
b. Menjaga diri
Disamping berkewajiban mempergauli istri dengan baik, suami juga wajib
menjaga martabat dan kehormatan istrinya. Mencegah istrinya jangan sampai hina,
jangan sampai istri berkata jelek. Inilah kecemburuan yang disukai oleh Allah

c. Mencampuri istri
Mencampuri istri sama halnya bicara tentang nafkah batin yang merupakan
kebutuhan biologis dan psikologis, seperti cinta kasih, perhatian dan perlindungan.
Sehingga dalam keseharian ketika disebut nafkah batin, maka yang dimaksud justru
hubungan sex.

b . Haks istri terhadap suami


1. Taat kepada suami
Kewajiban seorang istri untuk taat kepada Allah dan taat kepada suami.23
Antara lain tertuang dalam Firman Allah swt.Seorang wanita harus menaati suaminya
secara utuh tanpa banyak komentar. Tetapi ketaatan semacam ini hanya boleh
dilakukanjika suami telah mampu menjalankan kewajiban-kewajibannyasecara utuh.
Dan perintah itu tidak bertentangan denganketentuan–ketentuan Allah. Istri hanya
wajib taat kepadaperintah dan suruhan suami, apabila perintah itu tidakmenyalahi
syariat Islam.
2. Tidak durhaka pada suami
Rosululloh menjelaskan bahwa mayoritas sesuatu yang memasukkan wanita
kepadalam neraka adalah kedurhakaannya kepada suami. Dari Ibnu Abbas bahwa
Rosulullah SAW, bersabda: aku melihat dalam neraka sesungguhnya mayoritas
penghuninya adalah kaum wanita, mereka mengkufuri temannya. Jikalau masa
berbuat baik kepada salah satu diantara mereka kemudian mereka melihat satu dari
engkau ia berkata “aku tidak melihat dirimu suatu kebaikan sama sekali”
3. Memelihara kehormatan dan harta suami
Diantara hak suami dan istri tidak memasukkan seseorang kedalam rumahnya tanpa
sepengetahuan dan seixin suami. Jika suami membenci seseorang karena kebenaran
atau karena perintah syara’ maka sang istri wajib tidak menginjjakan diri ke tempat
tidurnya.
4. Berhias untuk suami dan kewajiban untuk menundukan pandangan dan
menutup auratnya.
ُ ‫س ْۤا ِء ْال ُمؤْ ِم ِنيْنَ يُدْ ِنيْنَ َعلَ ْي ِه َّن ِم ْن َج ََل ِب ْي ِب ِه ۗ َّن ٰذلِكَ اَد ْٰن ٓى اَ ْن ُّي ْع َر ْفنَ فَ ََل يُؤْ ذَي ْۗنَ َو َكانَ ه‬
‫ّٰللا‬ َ ‫اجكَ َو َب ٰنتِكَ َو ِن‬
ِ ‫ي قُ ْل ِّلَ ْز َو‬ ُّ ‫ا َ ُّي َها النَّ ِب‬
‫َغفُ ْو ًرا َّر ِح ْي ًما‬

Artinya:
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak
perempuanmu dan istri-istri orang Mukmin, “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”.
c.hak bersama suami dan istri
Menjaga untuk saling setia, dan melaksanakan hak dan kewajiban, menjaga
keharmonisan dalam berkeluarga dan hidup bersama adalah keinginan semua suami
istri. Mendorong masing-masing dari keduanya untuk menyucikan jiwa,
membersihkannya, membersihkan iklim keluarga, dan membersihkan dari suatu yang

10
berhubungan dengan keduanya dari berbagai pengahalang yang mengeruhkan
kesucian.

C. Membangun rumah tangga yang samawa

Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi


sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tentram, aman, damai dan
sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya. “Keluarga”:
terdiri dari ibu, bapak dan anak-anaknya, satuan kekerabatan yang sangat mendasar di
masyarakat. Pernikahan sebagai salah satu proses pembentukan suatu keluarga,
merupakan perjanjian sakral antara suami dan istri. Perjanjian sakral ini, merupakan
prinsip universal yang terdapat dalam semua tradisi keagamaan. Dengan ini pula
pernikahan dapat menuju terbentuknya rumah tangga yang sakīnah. Munculnya istilah
rumah tangga/keluarga sakīnah sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Rūm
Ayat 21 yang menerangkan bahwa tujuan perkawinan adalah meraih sakīnah dengan
pengembangan potensi mawaddah dan raḥmah, sedang tujuan akhirnya adalah
melaksanakan tugas kekhalifahan dalam pengabdian kepada Allah Swt. Di dalam
Alquran terdapat penjelasan tentang tujuan perkawinan yaitu untuk memenuhi
kebutuhan fitrah manusia yang cenderung terhadap pasangannnya, agar manusia
memperoleh ketenangan dan kebahagiaan.2 Firman Allah dalam Alquran yaitu:

ً ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِهٓ ا َ ْن َخلَقَ لَ ُك ْم ِم ْن ا َ ْنفُ ِس ُك ْم ا َ ْز َوا ًجا ِلت َ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْي َها َو َجعَ َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َودَّة‬
َ‫ت ِلقَ ْو ٍم يَّتَفَ َّك ُر ْون‬ٍ ‫َّو َرحْ َمةً ۗا َِّن فِ ْي ٰذ ِل َك َ ّٰل ٰي‬
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S.
Al- Rūm Ayat 21).

Sebagaimana yang telah di jelaskkan dalam ayat diatas bahwa rumah tangga
bahagia itu disebut dengan keluarga sakīnah, yaitu dambaan setiap orang dan Allah
menginginkan setiap hambanya yang menikah dapat mewujudkan sakīnah mawaddah
waraḥmah. Karena itulah Allah memberikan bimbingan kepada manusia untuk dapat
membangun sakīnah tersebut dengan berpedoman Alquran maupun hadits.

Gangguan-gangguan dalam hubungan suami istri atau dalam kehidupan keluarga


pasti ada, baik masalah yang besar maupun kecil. Masalah dalam keluarga umumnya
disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak dan kewajiban oleh suami istri, atau tidak
terpeliharanya nilai-nilai yang dikehendaki dan disenangi oleh kedua belah pihak.
Berbagai cara ditempuh oleh seseorang untuk mewujudkan keluarga yang bahagia,
damai dan sejahtera.

11
a. Niat yang ikhlas.
b. Membangun landasan agama yang kuat.
c. Shalat berjamaah.
d. Komunikasi yang baik.
e. Kasih sayang dan penghargaan.
f. Kompromi dan toleransi.
g. Berbagi tanggung jawab.
h. Menghindari konflik yang tidak perlu.

Sebagaimana pada keluarga penghafal Alquran di Desa Nglewan Ponorogo ini,


bahwa mereka juga melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan keluarganya agar
tercapai tujuan sakīnah. Disadari atau tidak, proses menghafal Alquran yang
mengharuskan mereka untuk melakukan interaksi intensif dengan Alquran. Salah satu
upaya untuk menjaga hafalan yaitu dengan selalu mengulangulang hafalan
(muraja’ah). Aktivitas tersebut tentunya bukan hanya sekedar dihafal dan diulang
begitu saja, namun harus disertai dengan penghayatan dan berusaha khusyu’. Mereka
bukan hanya sekedar mengulang hafalan sendiri, namun sebagian mereka juga ada
yang mempunyai kegiatan khusus yaitu sima’an Alquran, mereka juga sering
diundang ke acara tasyakuran untuk diadakan khatmil Qur’an. Bukan hanya itu,
mereka juga mempunyai aktivitas belajar mengajar Alquran setiap hari dirumah
masing-masing. Hal ini menjadi sebuah amanah serta tanggung jawab tersendiri bagi
mereka, karena mereka sudah berkeluarga sehingga memiliki dua tanggung jawab
yang sama-sama penting. Yaitu tanggung jawab mengurus keluarga (rumah tangga)
dan memelihara Alquran dengan menghafalkannya. Karena tanggung jawab mereka
yang bertambah sehingga membuat mereka terkadang tidak mampu menyelesaiakan
pekerjaan rumah dan menjadi terbengkalai atau tidak tertata. Karena mereka lebih
mengutamakan untuk pemeliharaan terhadap Alquran.
BAB III

PENUTUP

D. Kesimpulan

Sebagai penutup dari makalah sederhana ini perlu dikemukakan kesimpulan sebagai
berikut :

1. Dalam pandangan Al-Quran disyari’atkan pernikahan adalah bertujuan untuk


membangun keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah yang bersifat langgeng.

2. Untuk mempertahankan kelanggengan kehidupan rumah seperti tersebut di atas


juga tercermin baik dalam kitab fiqh maupun dalam perundangundangan negara-
negara muslim dewasa ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Agama, Departemen. Alquran dan Tafsirnya (Edisi Yang Disempurnakan),. Jakarta:


Departemen Agama RI, 2009.
Akhzani, Muaz. “Upaya Membentuk Keluarga Sakinah Pada Pernikahan Dini Di
Desa Karanggede Kecamatan
Arjosari Kabupaten Pacitan.” IAIN Ponorogo, 2020. Al-Jauziyah, Ibnu Qayim.
Madarijus Salikin, “Pendakian Menuju Allah” Terj. Kathur Suhardi. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, t.t.
Anshori, Abdul Ghofur. Hukum Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum
Positif,. Yogyakarta: UII Press, 2011.
Arina, Faula. “Konsep Keluarga Sakinah Menurut Kitab Qurrah Al-’Uyun
Karangan Syaikh Muhammad At-Tihami Bin Madani,” 2018.
Badriatin Aminah. “Konsep Keluarga Sakinah Menurut M. Quraish Shihab.” IAIN
Ponorogo, 2019.
Fatoni, Abdurrahmat. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi.
Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006.
Fitri, Mariatul, STAI Hubbulwathan Duri, Esli Zuraidah, dan IAIN
Padangsidimpuan. “Pembinaan Keluarga Sakinah Melalui Majelis Taklim Di Kota
Padangsidimpuan,” 2020, 19.
Husanilah, Desmutia Nur’Aini. “Upaya Pembentukan Keluarga Sakinah Pada
Keluarga Penghafal Alquran (Studi Kasus Pengajar Di SMAS IT As-Syifa
AlKhoeriyyah Subang),” 2019, 98.
Jawas, Yazid bin Abdul Qadir. Panduan Keluarga Sakinah. Jakarta: Pustaka Imam
Syafi’I, 2011.
Kompilasi Hukum Islam Pasal 1 dan 2. Bandung: Humaniora Utama Press, 1992.
Mahmud, Nabil. Problematika Rumah Tangga dan Kunci Penyelesaiannya. Jakarta:
Qisthi Press, 2005. Mufidah. Psikologi Keluarga Islam. Malang: UIN Maliki Press,
2013. Musaitir. “Problematika Kehidupan Rumah Tangga Pada Pasangan SSuami
Istri Perspektif Hukum Keluarga Islam.” Al-Ihkam 12, no. 2 (2020).
Muzammil, Iffah. Fikih Munakahat Hukum Pernikahan Dalam Islam. Tanggrang:
Tira Smart, 2019. Rusdiana, Lia. “Konsep Keluarga Sakinah Perspektif Jama’ah
Tabligh (Studi Kasus Desa Jaten Kecamatan Jogorogo Kabupaten Ngawi).” IAIN
Ponorogo, 2017. Shadili, John M. Echols dan Hassan. Kamus Inggris-Indonesia.
Jakarta: Gramedia, 2000.
Shihab, M. Quraish. Pengantin Alquran Kalung Permata Buat Anak-Anakku.
Malang: Lentera Hati, 2007.
Ulfatmi. Keluarga Sakinah Dalam Perspektif Islam. Padang: Kementerian Agama
RI, 2011.
Yusdani. Menuju Fiqh Keluarga Progtesif. Yogyakarta: Kaukaba, 2015.

15

Anda mungkin juga menyukai