Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AGAMA PERNIKAHAN DALAM ISLAM

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

NAMA KELOMPOK 1,2,3,4

DOSEN PENGAMU : IMAM FIKRI., S.H.,M.Ag


MATA KULIAH : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KELAS : PJKR-G 21

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI
NAMA KELOMPOK 1

ADELIA SIMANJUNTAK
ADITYA PERMANA
NABILA AULIA PUTRI
ALFAHREZI ADITYA

NAMA KELOMPOK 2

KELOMPOK 3
Atika Rahma Zulfi
Bagus Ardiansyah
Danela
DTM Arwinsyah
Rizki Pratama

KELOMPOK 4

ROMA DONI SIREGAR (6213311035)


REGA ALFI AHMAD (6213311033)
TEGUH ILHAM LUBIS (6213311032)
FAHMI FAUZAN SARAGIH (6213311006)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya saya
dapat menyelesaikan makalah . Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua
jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugerah terbesar
bagi seluruh alam semesta.

Saya sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
wajib matakuliah PENDIDIKAN AGAMA ISLAM di Universitas Negeri Medan .
Disamping itu, saya juga mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga dapat
terselesaikanlah laporan Makalah ini.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca khususnya bagi saya sendiri. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini agar kiranya nanti penulis dapat membuat yang lebih bagus dan lebih baik lagi.
Karena saya sadar, makalah yang saya buat ini masih banyak terdapat kekurangan yang
mungkin saya tidak sadari.

Medan, 11 Mei 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………….1

BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………….…………………..………..2

A. Latar Belakang Masalah ..............................................................................................2


B. Rumusan masalah ........................................................................................................2
C. Identifikasi & batasan masalah ....................................................................................3
D. Tujuan penelitian ........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................4

A. Pengertian agama ........................................................................................................4


B. Fungsi agama ..............................................................................................................5

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...................................................................................................................6
B. Saran .............................................................................................................................6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pernikahan adalah suatu hal yang membahagiakan. Karena dua insan yang saling mencintai
dapat berdampingan untuk membangun keluarga yang Sakinah, melalui Mawaddah dan Warahmah.
Bahkan tidak sedikit yang berjuang keras agar bisa menikah dengan orang yang dicintainya. Selain
itu, pernikahan juga dapat menyambung tali silaturrahim antara kedua pasangan tersebut. Suatu
perkawinan tentunya dibangun dengan tujuan untuk mewujudkan keluarga yang bahagia, kekal, dan
harmonis. Sebagaimana yang tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 3 yang berebunyi
bahwa “tujuan perkawinan adalah mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah”.
Tujuan menurut hukum adat berbeda dengan menurut perundangan. Tujuan perkawinan bagi
masyarakat hukum adat yang bersifat kekerabatan, adalah untuk mempertahankan dan meneruskan
keturunan menurut garis kebapakan atau keibuan atau keibu-bapakan, untuk kebahagiaan rumah
tangga keluarga/kerabat, Berbeda lagi tujuan menurut agama. Tujuan perkawinan adalah untuk
menegakkan agama Allah SWT, dalam arti mentaati perintah dan larangan Allah. 1
Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT yang

1 Ibid. hlm 24
BAB II
PEMBAHASAAN
 Pengertian Pernikahan

Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat
berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang
diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang
diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam
penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu
saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.

Pernikahan bukan saja merupakan satu jalan untuk membangun rumah tangga dan melanjutkan
keturunan. Pernikahan juga dipandang sebagai jalan untuk meningkatkan ukhuwah islamiyah dan
memperluas serta memperkuat tali silaturahmi diantara manusia. Secara etimologi bahasa Indonesia
pernikahan berasal dari kata nikah, yang kemudian diberi imbuhan awalan “per” dan akhiran “an”.

Pernikahan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti diartikan sebagai perjanjian antara laki-
laki dan perempuan untuk menjadi suami istri. Pernikahan dalam islam juga berkaitan dengan
pengertian mahram (baca muhrim dalam islam) dan wanita yang haram dinikah

 Peminangan (Khitbah)

Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan untuk
melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua pihak. Meminang
merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam. Peminangan juga
merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari
istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang. Pemberian seperti
cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda ikatan pertunangan. Apabila terjadi
ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika
disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat
semasa peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah sunat, karena tidak mau
penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat untuk seorang
wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.

 Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:

“Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak menikah
dengan seorang perempuan: “Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata lelaki itu kepada
Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin kekekalan.” (Hadis Riwayat
Tarmizi dan Nasai)
 Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan
“Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: “Kamu tidak boleh meminang
tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk memutuskannya”.
(Hadis Riwayat

 Tujuan Pernikahan
 Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi

Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini
adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan
menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur,
berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

 Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan


Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan
merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga
sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi
masyarakat dari kekacauan.

 Investasi di Akhirat
Anak yang diperoleh dari sebuah pernikahan tentunya sebagai investasi kedua orangtua di
akhirat. Hal itu karena anak yang sholeh dan sholehah akan memberikan peluang bagi kedua
orangtuanya untuk memperoleh surga di akhirat nanti. Berbekal segala ilmu dalam beragama yang
diperoleh selama di dunia, bekal doa dari anak merupakan hal yang dapat diharapkan kelak.

 Melaksanakan Sunah Rasul


Tentu saja tujuan pernikahan yang utama ialah menjauhkan dari perbuatan maksiat. Namun
sebagai seorang muslim tentu saja kita memiliki panutan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Dan ada baiknya kita mengikuti apa yang dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah. Dan pernikahan
merupakan salah satu sunnah dari Rasulullah.

 Manfaat Pernikahan
 Mendatangkan keberkahan
pernikahan akan mendorong seseorang terutama suami untuk sungguh-sungguh untuk mencari
nafkah yang banyak dan halal untuk anak dan istrinya, sehingga dengan kerja kerasnya akan
menimbulkan kemakmuran, kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup berumah tangga

 Memperluas persaudaraan
pernikahan dalam arti luasa tidak hanya menyatukan dan memperluas kekerabatan diantara dua
keluarga besar yaitu keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. terlebih lagi jika terjadi pernikahan
di luar suku, daerah maka kekerabatan akan semakin luas, karena menyatukan kedua suku yang
berbeda tradisi dan kebudayaan

 Meningkatkan kesungguhan mencari nafkah


Nikah dapat mendorong seseorang terutama laki-laki untuk bersungguh-sungguh dalam mencari
rezeki yang banyak dan halal, sebab laki-laki lah yang harus bertanggung jawab terhadap istri dan
anak-anaknya, baik yang berkaitan dengan jasmani maupun rohani mereka.

 Menciptakan keturunan yang baik


Nikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan keturunan yang baik dan mulia sekaligus
merupakan upaya menjaga kelangsungan hidup sesuai dengan ajaran agama.

 Penyempurna Agama
Melaksanakan pernikahan berarti sudah menyempurnakan separuh dari agama sehingga melengkapi
takwa kita yang juga diimbangi dengan melakukan separuh ibadah lainnya.

Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang menikah maka berarti dia telah menyempurnakan
separuh agamanya. Maka bertaqwalah pada paruh yang lain”. Hal senada telah diriwayatkan dari
Anas ra, beliau berkata: “Apabila seorang hamba menikah, maka telah sempurna separuh agamanya,
maka takutlah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya“.

 Syarat – Syarat Pernikahan


 Beragama Islam bagi mempelai Laki-laki dan Perempuan
Pernikahan yang didasarkan pada syariat Islam, maka haruslah mempelai laki-laki dan perempuan
beragama Islam. Nggak akan sah pernikahan tersebut jika seorang muslim menikahi non muslim
dengan menggunakan tata cara ijab dan qabul secara Islam.

 Bukan Laki-laki mahram bagi calon Istri


pernikahan merupakan bersatunya sepasang laki-laki dan perempuan yang nggak mempunyai ikatan
darah. Diharamkan bagi pernikahan jika mempelai perempuan merupakan mahrom mempelai laki-
laki dari pihak ayah. Oleh karena itu mengecek riwayat keluarga juga diperlukan sebelum terjadinya
pernikahan.

 Mengetahui Wali akad nikah


Penentuan wali juga penting untuk dilakukan sebelum menikah. Bagi seorang laki-laki, mengetahui
asal usul seorang perempuan juga diperlukan. Apabila ayah dari mempelai perempuan sudah
meninggal bisa diwakilkan oleh kakeknya. Pada syariat Islam, terdapat wali hakim yang bisa menjadi
wali dalam sebuah pernikahan.

 Tidak sedang melaksanakan Haji


Ibadah haji merupakan ibadah yang segala sesuatunya dilipat gandakan. Akan tetapi saat seseorang
melakukan ibadah haji nggak diperkenankan untuk melakukan pernikahan.

 Tidak Karena paksaan


Saat pernikahan terjadi, nggak ada paksaan dari pihak manapun. Oleh karena itu pernikahan harus
didasarkan pada inisiatif dan keikhlasan kedua mempelai untuk hidup bersama. Jika dahulu
pernikahan terjadi karena dorongan pihak perempuan, sekarang pernikahan merupakan pilihan dari
kedua mempelai untuk memulai hidup bersama.

 Hukum Pernikahan
Menurut sebagian besar Ulama, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh dikerjakan
dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan tidak
mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW melakukannya,
itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang pernah dilakukan
oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh bahkan
haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.

 Pernikahan Yang Dihukumi Sunnah


Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu
menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :
Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka
hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat
memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia berpuasa,
karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim

 Pernikahan Yang Dihukumi Wajib


Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, maupun mental dan ia
khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib baginya untuk
segera menikah

 Pernikahan Yang Dihukumi Makruh


Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam
menafkahi keluarganya kelak.

 Mahar
Mahar atau maskawin adalah suatu pemberian dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan
yang merupakan salah satu syarat sah dalam sebuah pernikahan atau perkawinan. hukum
memberikan mahar adalah wajib bagi laki-laki, walaupun mahar bukan termasuk syarat atau rukun
nikah. Mahar dalam sebuah pernikahan dianggap penting karena selain diwajibkan oleh agama
mahar juga merupakan tanda kesungguhan dan penghargaan dari pihak laki-laki sebagai calon suami
kepada calon istrinya. namun pemberian mahar ini tidak berarti bahwa calon suami telah membeli
calon istrinya dari orang tuanya. karena sebesar apapun mahar yang diberikan oleh calon suami
tidak dapat disetarakan dengan harkat dan martabat seseorang.

Allah Swt berfirman dalam surat An-Nisa ayat 24:

ً‫ضة‬ َ ‫فَ َما ا ْستَ ْمتَ ْعتُ ْم بِ ِه ِم ْنه َُّن فَآتُوه َُّن ُأج‬
َ ‫ُوره َُّن فَ ِري‬

Artinya: “Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya
kepada mereka sebagai suatu kewajiban.” (QS. An-Nisa :24)
Pemberian mahar yang utama harus didasarkan kepada nilai dan manfaat yang terkandung
didalamnya. Karena islam menyerahkan masalah ini masing-masing sesuai dengan kemampuan dan
adat yang berlaku di dalam masyarakat, dengan syarat tidak berbentuk sesuatu yang mendatangkan
mudharat, membahayakan atau berasal dari usaha yang haram.

 Thalak ( Perceraian )
Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi dibolehkan
dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan
menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkahwinan dengan lafaz talak
dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir sekiranya suami dan
isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari kebahagian
berumahtangga. Talak merupakan perkara yang dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkaN

 Pernikahan Yang Dihukumi Haram


Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti
jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.

 Hukum Thalak
 Thalak yang hukumnya Wajib
Talak bisa menjadi wajib apabila ditemui beberapa kondisi berikut :

1.Jika suami isteri memiliki kemungkinan damai yang amat kecil atau sulit untuk didamaikan melalui
proses mediasi.

2.Sebelum perceraian terjadi biasanya ada dua orang wakil dari pihak suami atau isteri yang akan
membantu proses mediasi. Namun apabila mediasi ini gagal maka cerai bisa menjadi wajib
hukumnya.

3.Jika pengadilan menjatuhkan pendapat sekiranya talak lebih baik dijatuhkan daripada meneruskan
pernikahan. Jika suami tidak dapat mengucapkan talak sementara talak wajib hukumnya maka suami
akan berdosa.

4.Talak juga wajib hukumnya bagi suami yang meng-ila’ istrinya yakni suami bersumpah untuk tidak
menggauli istrinya. Masa ila ini ditangguhakn hingga empat bulan dan apabila setelah empat bulan
berlalu suami enggan kembali kepada istrinya maka hakim berhak untuk memaksa suami
mengikrarkan talak.

 Thalak Sunnah
Talak hukumnya sunnah apabila dijatuhkan kepada suami dengan ikhlas demi kebaikan istrinya dan
untuk mencegah kemudharatan apabila istrinya tetap tinggal bersamanya. Biasanya hal ini terjadi
apabila sebenarnya suami masih mencintai istrinya sementara sang istri sudah tidak bisa mencintai
suaminya sehingga berakibat istri tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik. Talak yang
dijatuhkan suami demi kemaslahatan istrinya hukumnya sunnah. Ada beberapa kondisi dimana talak
hukumnya sunnah :
1.Suami tidak mampu menanggung nafkah istri baik secara lahir maupun secara batin dan tidak
mampu memenuhi kewajiban suami terhadap istri.

2.Isteri tidak dapat menjaga kehormatan serta harkat dan martabat dirinya atau terdapat ciri-ciri istri
yang durhakadalam dirinya. Istri yang seperti ini sebenarnya bisa dihindari dengan mengetahui ciri
wanita yang baik untuk dinikahi

 Thalak yang hukumnya Makruh


Talak hukumnya makruh jika suami menjatuhkan perkataan talak terhadap istrinya tanpa sebab yang
jelas dan keadaan rumah tangga yang baik-baik saja. Selain itu talak juga hukunmya makruh apabila
istri yang diceraikan memilki sifat yang baik dan taat kepada suaminya serta memiliki ciri-ciri istri
shalehah.

 Thalak yang hukumnya Mubah


Talak yang hukumnya mubah adalah talak dimana suami memiliki keinginan untuk menceraikan
istrinya dikarenakan sudah tidak mencintai istrinya atau jika sang istri tidak dapat mematuhi suami
serta berperangai buruk. Jika suami tidak dapat menahan dan bersikap sabar maka talaq hukumnya
mubah atau boleh dilakukan. Hal ini juga bisa terjadi pabila suami lemah nafsunya atau istri yang
tidak lagi subur ( belum datang masa haid atau telah selesai masa haid)

 Thalak yang hukumnya Haram


Talak bisa menjadi haram apabila talak yang dijatuhkan suami tidak sesuai dengan petunjuk syariat
islam. Hal ini berarti, talak yang dijatuhkan pada kondisi dimana talak tersebut dilarang untuk
diucapkan. Kondisi tersebut antara lain adalah sebagai berikut :

1.Suami menceraikan istri saat istri masih dalam masa haid.

2.Suami menjatuhkan talak pada istri setelah ia disetubuhi tanpa diketahui hamil atau tidak.

3.Suami yang sedang sakit dan cerainya bertujuan supaya istri tidak mendapatkan hak atas hartanya.

4.Suami mentalak istri dengan tiga talak sekaligus. Hal ini tidak sah meskipun jika talak satu
diucapkan tiga kali atau lebih.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Sehingga dapat di simpulkan bahwa Pernikahan merupakan sesuatu yang sangat penting
bagi manusia untuk berkembang biak, memiliki keturunan, mempertahankan keberadaannya
dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh Agama Islam sehingga kita bisa berkembang biak
dengan baik dan benar menurut Islam.

Tanpa Pernikahan dan aturan-aturan Islam, maka manusia kemungkinan akan berzina,
berganti-ganti pasangan, melakukan seks bebas sehingga mereka akan mirip seperti binatang yang
selalu berganti-ganti pasangan.

Anda mungkin juga menyukai