Anda di halaman 1dari 16

ILMU AKHLAK

“Proses Pembentukan Akhlak”

Dosen Pengampu:

IBU MURTININGSIH M.Pd.I

KELOMPOK 12

Disusun Oleh:

MUHAMMAD IKSAN DARMANSYAH (2030304060)

ANGGA SAPUTRA (2030304066)

PRPODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN FATAH PALEMBANG

2021
KATA PRNGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas yang telah diamanhkan kepada saya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Ilumu Akhlak dengan materi Proses Pembentukan akhlak. Shalawat dan salam
tetap tercurahkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW. Yang telah membawa manusia dari
alam kegelapan menuju alam yang penuh cahaya Islam.

Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu kegiatan mahasiswa
khususnya mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang, guna untuk mendapatkan wawasan yang luas
dan pengetahuan yang bebas akan ilmu agama dan ilmu umum, oleh Karena itu pada kesempatan
ini disampaikan ucapan terima kasih kepada ibu MURTININGSIH M.Pd.I yang mana telah
memberikan amanah dan kepercayaan kepada kami untuk membuat makalah ini. Penulis berharap
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kami mengharapakan kritik dan saran yang bersifaat membangun dari semua pihak guna
perbaikan dan kelengkapan penyusunan makalah ini. Harapan saya semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Karang Endah, 26 Agustus 2021


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………..

KATA PENGANTAR……………………………………………………………

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang……………………………………………………………………..
B. Rumusan masalah……………………………………….

BAB ll

PEMBAHASAN……………………………………………………………………

KESIMPULAN…………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….
BAB l
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam Islam itu wanita diibaratkan seperti ladang. Pria seperti petani. Maka pria yg mau menikah
harus mencari ladang yang baik dan subur untuk menanam benihnya. Perempuan juga harus
mencari petani yang baik untuk menggarap ladangnya. Berarti harus dimulai sejak milih pasangan.

Membangun keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah merupakan harapan semua pasangan
suami istri. Realitanya, meningkatnya angka perceraian, khususnya di Pengadilan Agama, menjadi
catatan tersendiri. Dalam pernikahan, terdapat dua faktor utama yang menjadi penentu: ketepatan
dalam mensikapi pra (memilih pasangan) dan pasca pernikahan (menjaga dan melanggengkan
pernikahan).

B. Rumusan masalah

1. Latar belakang memilih pasangan hidup


2. Bagaimana Memilih keriteria calon istri yang baik menurut Islam?
3. Cara Memilih keriteria calon suami menurut Islam?
4. Mengapa alasan Seorang dinikahi?
BAB ll
PEMBAHASAN

Memilih Pasangan Hidup merupakan tahap pertama sebelum memasuki jenjang


pernikahan. Beberapa hal yang bisa mendorong seseorang saat menentukan kriteria dalam memilih
Pasangan Hidup. Seperti gaya hidup dizaman Generasi Mienial ini banyak sekali generasi yang
sangat selektif dalam memilih Pasangan Hidup, seperti Bibit Bobot dan harus sepadan dengan
keadaan mereka skarang. Impian terbaik setiap pasangan pastinya hampir sama, yaitu ingin
memiliki suami yang baik untuk dunia dan akhirat. Hal ini tentunya sangat wajar, jika mengingat
menikah adalah ibadah seumur hidup, jadi dalam memilih pendamping hidup tentu tidak bisa
sembarangan.
Pernikahan adalah sesuatu yang dianjurkan untuk dilaksanakan bagi setiap umat manusia
yang telah mampu. Dengan adanya suatu pernikahan diharapkan tercipta suatu Keluarga Sakinah,
Mawaddah, Warahmah. Serta keluarga yang tentram, damai, dan Keluarga Bahagia. Dan jalan
yang ditempuh bagi laki-laki dan perempuan untuk menikah adalah ta’aruf menurut islam yang
telah di ridhoi Allah.
Tujuan Pernikahan Dalam Islam telah dipandang sebagai cara yang halal dan suci untuk
menyalurkan nafsu syahwat yang dimiliki pria dan wanita. Sehingga dengan begitu kedua
pasangan telah mampu menjaga kehormatan dan kesucian diri serta mampu menjalankan syariat-
syariat islam. Namun, sebelum seseorang memutuskan untuk menikah, ada baiknya jika ia lebih
berhati-hati dalam Memilih Pendamping Hidup yang akan mendampinginya kelak, karena pada
dasarnya suatu pernikahan tidaklah diniatkan untuk satu atau dua tahun saja, tetapi untuk seumur
hidup atau selama-lamanya. Memang tidaklah mudah untuk Memilih Kriteria Calon Pendamping
Hidup Sesuai Syariat Islam, baik itu memili Kriteria Calon Suami Menurut Islam, apalagi di zaman
sekarang ini dimana gaya hidup semakin meningkat yang baik secara langsung maupun tidak
langsung hal tersebut telah berperan dalam peningkatan angka Perceraian. Oleh karena itulah perlu
kecermatan, ketelitian, dan kehati-hatian dalam Mendapatkan Jodoh, jangan sampai timbul
penyesalan dikemudian hari. Ajaran islam telah mensyaratkan beberapa kriteria cara memilih
calon pendamping hidup yang harus dimiliki oleh seseorang baik itu laki-laki maupun perempuan,
sehingga mereka cocok untuk dijadikan pasangan.
Suami adalah imam atau pemimpin dalam keluarga, Kewajiban Laki-Laki Setelah
Menikah harus bertanggung jawab untuk memberi nafkah baik lahir maupun batin kepada istri dan
keluarganya serta memberi perlakuan yang baik kepada mereka Islam sangat menganjurkan agar
seorang wanita memilih suami yang berakhlak baik, sholeh, serta taat dalam menjalankan agama.
Itulah yang menjadikan seorang laki-laki terlihat istimewa. Karena laki-laki yang bertakwa dan
sholeh mampu mengetahui hukum-hukum Allah seperti : Bagaimana memperlakukan istri, berbuat
baik kepada istri, serta dapat menjaga kehormatan dirinya dan agamanya.
Dengan demikian pada akhirnya ia akan dapat menjalankan segala kewajibannya dengan
sempurna dalam kehidupan berumah tangga, seperti Kewajiban Suami terhadap Istri Dalam Islam,
Cara Mendidik Anak, menegakkan kemuliaan, serta menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah
tangga dengan tenaga dan nafkah. Untuk dapat mengetahui akhlak dan agama dari calon suami,
salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pengamatan terhadap kehidupan
sehari-hari dari calon suami. Seseorang akan dinikahi karena 4 hal : hartanya, nasabnya, parasnya,
dan agamanya. HR. Al Bukhori bekata dalam hadisnya “pilihlah karena faktor agamanya niscaya
engkau beruntung”. Islam pun tidak melarang untuk mencari karena Hartanya, parasnya ataupun
nasabnya tetapi Islam menganjurkan untuk memilih kriteri yang
12
sesuai agamanya karna agamanya lah kita bisa menjalankan pernikahan sesuai dengan syariat-
syariat yang di ajarkan oleh agama.

Sabda-sabda Rasulullah saw. Mengenai perkawinan dapat kita jumpai sebagai berikut:
1.“kawinlah kamu, berketurunan kamu, sesungguhnya aku (Muhammad) bangga dengan kamu
terhadap umat lain pada hari Qiamat.”
2.“kawinlah kamu, berketurunanlah kamu niscaya kamu menjadi banyak.”
3.“perempuan berkulit hitam, banyak melahirkan lebih baik dari perempuan cantik yang mandul.”
4.“siapa yang meninggalkan nikah karena takut banyak keluarga, maka bukanlah ia dari golongan
kami.”
5.“Hai para pemuda, barangsiapa sudah mampu kawin, kawinlah. Maka sesungguhnya kawin itu
lebih dapat memelihara pandangan mata yang lebih dapat memelihara pandangan mata yang lebih
dapat memlihara dia dari perbuatan keji. Dan barangsiapa yang belum sanggup hendaknya
berpuasa karena dengan puasa itu nafsu syahwatnya akan berkurang.” Memperhatiakan ayat-ayat
AL Quran dan Hadis Rasulullah saw. Tersebut di atas jelas bahwa Islam menganjurkan
perkawinan, agar terwujud keluarga yang besar yang mampu mengatur kehidupan mereka di atas
bumi ini, dan dapat menikmati serta memanfaatkan segala yang telah disediakan Tuhan.
Rasulullah saw. Menganjurkan kawin bagi mereka yang telah memenuhi syarat-syarat fisik dan
materiil yang diperlukan, sebab manfaatnya kawin adalah untuk menjaga jangan terjerumus dan
melanggar larangan Allah, yaitu melakukan zina yang sangat dimurkai Allah,yang akibatnya
sangat merusak kepada dirinya, keluarganya dan masyarakatnya.
Tujuan perkawinan yang sejati dalam Islam adalah pembnaan akhlak manusia dan
memanusiakan manusia sehingga hubungan yang terjadi antara dua gender yang berbeda dapat
membangun kehidupan baru secara sosial dan kultural. Hubungan dalam bangunan tersebut adalah
kehidupan rumah tangga dan terbentuknya generasi keturunan manusia yang memberikan
kemaslahatan bagi masa depan masyarakat dan Negara Secara materiel, sebagaimana dikatakan
oleh Sulaiman Rasyid, tujuan pernikahan yang dipahami oleh kebanyakan pemuda dari dahulu
sampai sekarang, diantaranya:

1.Mengharapkan harta benda,

2.Mengharapkan kebangsanawannya,

3.Ingin melihat kecantikannya,

1Beni Ahmad Saebani,


Perkawinan Dalam Islam dan Undang-undang
(perspektif fiqh munakahat dan UU no.1/1974 tentang poligami dan problematika)
(Bandung : CV. Pustaka Setia, 2008)
hlm. 30

2 Ib id. h. 31
4.Agama dan budi pekertinya yang baik.

1. Memilih Kriteria Calon Istri Dan Suami Yang Baik Menurut Islam

1. Memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik

Memilih calon istri hendaknya yang memiliki dasar pendidikan agama dan berakhlak baik
karena wanita yang mengerti agama akan mengetahui tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu.

Dari Abu Hurairah bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena
hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang
beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi).

Rasulullah saw. memberikan tuntunan kepada lelaki yang ingin menikah agar memilih isteri yang
taat berpegang kepada agama, hingga ia tahu hak dan kewajibannya sebagai istri dan ibu,
sebagaimana sabda Rasulullah saw.:“Wanita dinikahi karena empat sebab; karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang berpegang kepada agama
agar kamu selamat”. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
Kecantikan, keturunan dan harta termasuk kriteria dalam pemilihan jodoh. Allah menjadikan
manusia secara fitrah menginginkan kecantikan. Oleh sebab itu dalam hal memilih jodoh,
kebanyakan kaum lelaki lebih mengutamakan kecantikan dari syarat-syarta lain. tidak
mengherankan kalau terdapat banyak lelaki yang tertipu karena kecantikan seorang wanita dan
akhirnya terjatuh ke lembah kehinaan. Begitu juga jika perkawinan itu didasarkan pada kekayaan
dan keturunan, kemungkinan besar kekayaan dan keturunan itu akan menjadikan manusia angkuh
dan sombong Wanita yang taat beragama pasti berakhlak mulia. Ia adalah wanita yang senantiasa
menjaga kehormatan dirinya dan menjaga prilakunya di hadapan teman-temannya. Namun
dikalangan orang Arab ada sifat-sifat wanita yang tidak terpuji, sehingga harus dijauhi dari
menikahinya.
Sifat-sifat itu adalah:
1) Annânah: Wanita yang senantiasa mengeluh
2) Mannânah: suka mengungkit perbuatannya terhadap suami
3) Hannânah: berselingkuh.
4) Haddâqah: pintar membujuk dan merayu ketika menginginkan sesuatu,
sehingga suami terpaksa selalu memenuhi keinginannya.
4 Barrâqah: selalu sibuk berhias diri dan bersolek tanpa memperhatikan
tugasnya sebagai ibu dan anak.
5 Syaddâqah: terlalu banyak bicara.
َّ ‫ط ِي ِبيْنَ َوال‬
َ‫ط ِيب ْون‬ َّ ‫ط ِي ٰبت ِلل‬ ِ ‫ا َ ْل َخ ِبي ْٰثت ِل ْل َخ ِب ْيثِيْنَ َو ْال َخ ِبيْث ْونَ ِل ْل َخ ِبي ْٰث‬
َّ ‫ت َوال‬
ٰٰۤ َّ ‫ِلل‬
َ‫ول ِٕى َك مبَ َّرء ْونَ ِم َّما يَق ْول ْون‬ ِ ‫ط ِي ٰب‬
‫تا‬
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik,
dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula) … .” (Qs. An nur : 26)

Seorang wanita yang memiliki ilmu agama tentulah akan berusaha dengan ilmu tersebut
agar menjadi wanita yang shalihah dan taat pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wanita yang
shalihah akan dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana firman-Nya :

َ‫ّللا ۗ َوالّٰ ِت ْي تَخَاف ْون‬


ّٰ ‫ظ‬ ِ ‫ص ِلحٰ ت ٰق ِن ٰتت حٰ ِف ٰظت ِل ْلغَ ْي‬
َ ‫ب ِب َما َح ِف‬ ّٰ ‫فَال‬
‫نش ْوزَ ه َّن فَ ِعظ ْوه َّن‬
“Maka wanita-wanita yang shalihah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara dirinya, oleh
karena itu Allah memelihara mereka.” (Qs. An nisa’ 34)

2. penyayang dan banyak anak.

Dari Anas bin Malik, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda : ” … kawinilah
perempuan penyayang dan banyak anak … .” (HR. Ahmad dan Di shahihkan oleh Ibnu Hibban)

Al Waduud berarti yang penyayang atau dapat juga berarti penuh kecintaan, dengan dia
mempunyai banyak sifat kebaikan, sehingga membuat laki-laki berkeinginan untuk menikahinya.

Sedang Al Mar’atul Waluud adalah perempuan yang banyak melahirkan anak. Dalam
memilih wanita yang banyak melahirkan anak ada dua hal yang perlu diketahui :

a) Kesehatan fisik dan penyakit-penyakit yang menghalangi dari kehamilan. Untuk


mengetahui hal itu dapat meminta bantuan kepada para spesialis. Oleh karena itu seorang wanita
yang mempunyai kesehatan yang baik dan fisik yang kuat biasanya mampu melahirkan banyak
anak, disamping dapat memikul beban rumah tangga juga dapat menunaikan kewajiban mendidik
anak serta menjalankan tugas sebagai istri secara sempurna.
b) Melihat keadaan ibunya dan saudara-saudara perempuan yang telah menikah sekiranya
mereka itu termasuk wanita-wanita yang banyak melahirkan anak maka biasanya wanita itu pun
akan seperti itu.

3. masih gadis (perawan) terutama bagi pemuda yang belum pernah nikah.
Hal ini dimaksudkan untuk mencapai hikmah secara sempurna dan manfaat yang agung,
di antara manfaat tersebut adalah memelihara keluarga dari hal-hal yang akan menyusahkan
kehidupannya, menjerumuskan ke dalam berbagai perselisihan, dan menyebarkan polusi kesulitan
dan permusuhan. Pada waktu yang sama akan mengeratkan tali cinta kasih suami istri. Sebab gadis
itu akan memberikan sepenuh kehalusan dan kelembutannya kepada lelaki yang pertama kali
melindungi, menemui, dan mengenalinya. Lain halnya dengan janda, kadangkala dari suami yang
kedua ia tidak mendapatkan kelembutan hati yang sesungguhnya karena adanya perbedaan yang
besar antara akhlak suami yang pertama dan suami yang kedua. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa
Sallam menjelaskan sebagian hikmah menikahi seorang gadis. “Maka mengapa kamu tidak
menikahi gadis perawan, kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu.”

4. Pemilihan atas dasar keturunannya

Wanita yang berasal dari keturunan yang baik akan melahirkan kerukunan dalam rumah tangga.
Rasulullah saw. melarang mengawini perempuan yang cantik, tetapi lahir dari asal keturunan yang
tidak baik. Rasulullah saw. mengingatkan dalam hadisnya: “waspadalah kamu terhadap sayur yang
tumbuh ditimbunan kotoran binatang. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud
dengan sayur yang tumbuh ditimbunan kotoran binatang? Rasulullah berkata: Wanita yang cantik
tapi berasal dari turunan yang tidak baik”. (Riwayat al Dâraquthni dari al- Wâqidy)

5. Mengutamakan orang jauh (dari kekerabatan) dalam perkawinan.

Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan fisik anak keturunan dari penyakit-penyakit yang menular
atau cacat secara hereditas, Sehingga anak tidak tumbuh besar dalam keadaan lemah atau mewarisi
cacat kedua orang tuanya dan penyakit-penyakit nenek moyangnya. Di samping itu juga untuk
memperluas pertalian kekeluargaan dan mempererat ikatan-ikatan sosial.

6. Mampu mengelolah Ekonomi


Wanita yang akan di Nikah usahakan dari keluarga yang sepadan (kufu) dalam segala sisi
sehingga tidak terjadi ketimpangan yang mendasar. Usahaka juga mempu mengelola ekonomi
dengan baik agar tidak boros.

2. Memilih Kriteria Calon Suami Menurut Islam

Dalam memilih calon Suami, Islam telah memberikan beberapa petunjuk di antaranya:
1) Islam
2) Berilmu dan baik akhlaknya

Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah 223

ۗ ‫ث لَّ ُك ْم ۖ فَأْت ُ ْوا َح ْرث َ ُك ْم اَنّٰى ِشئْت ُ ْم ۖ َوقَ ِد ُم ْوا ِِلَ ْنفُ ِس ُك ْم‬
ٌ ‫س ۤاؤُ ُك ْم َح ْر‬
َ ِ‫ن‬
َ‫ّٰللا َوا ْعلَ ُم ْْٓوا اَنَّ ُك ْم ُّم ٰلقُ ْوهُ ۗ َوبَ ِش ِر ْال ُمؤْ ِمنِيْن‬
َ ّٰ ‫َواتَّقُوا‬
Terjemahan
Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan
dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah
kabar gembira kepada orang yang beriman. (Al-Baqarah 223)

1. Islam.

Ini adalah kriteria yang sangat penting bagi seorang Muslimah dalam memilih calon suami
sebab dengan Islamlah satu-satunya jalan yang menjadikan kita selamat dunia dan akhirat kelak.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“ ‫ت َحتّٰى يؤْ ِم َّن ۗ َو َلَ َمة ُّمؤْ ِمنَة َخيْر ِم ْن‬ ِ ‫َو َل ت َ ْن ِكحوا ْالم ْش ِر ٰك‬
‫ۗ ُّم ْش ِر َكة َّولَ ْو ا َ ْع َجبَتْك ْم ۗ َو َل ت ْن ِكحوا ْالم ْش ِر ِكيْنَ َحتّٰى يؤْ ِمن ْوا‬
ٰٰۤ
َ‫َولَ َعبْد ُّمؤْ ِمن َخيْر ِم ْن ُّم ْش ِرك َّولَ ْو ا َ ْع َجبَك ْم ۗ اول ِٕى َك يَدع ْون‬
ْ
‫ّللا َيدْع ْْٓوا اِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغ ِف َر ِة ِب ِاذْ ِنه َوي َب ِين ٰا ٰي ِته‬
ّٰ ‫ار ۗ َو‬ ِ َّ‫اِلَى الن‬
َ‫اس لَ َعلَّه ْم َيتَذَ َّكر ْون‬ ِ َّ‫ࣖ ِللن‬
“ … dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita Mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang Mukmin lebih baik dari orang musyrik
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke Surga dan
ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)
kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Albaqarah : 221)

2. Berilmu dan Baik Akhlaknya.

Masa depan kehidupan suami-istri erat kaitannya dengan memilih suami, maka Islam
memberi anjuran agar memilih akhlak yang baik, shalih, dan taat beragama.

Islam memiliki pertimbangan dan ukuran tersendiri dengan meletakkannya pada dasar
takwa dan akhlak serta tidak menjadikan kemiskinan sebagai celaan dan tidak menjadikan
kekayaan sebagai pujian. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
‫ص ِل ِحينَ ِمن ِع َبادِكم َواِ َما ْٓ ِٕىكم ۗ اِن‬
ّٰ ‫ال َيامٰ ى ِمنكم َوال‬َ ‫َواَن ِكحوا‬
‫ّللا َوا ِسع َع ِليم‬ ّٰ ‫ّللا ِمن فَض ِله ۗ َو‬ّٰ ‫يَّكونوا فقَ َرآْ َء يغ ِن ِهم‬
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-orang yang
layak (nikah) dan hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya dan Allah
Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An nur : 32)

Laki-laki yang memilki keistimewaan adalah laki-laki yang mempunyai ketakwaan dan
keshalihan akhlak. Dia mengetahui hukum-hukum Allah tentang bagaimana memperlakukan istri,
berbuat baik kepadanya, dan menjaga kehormatan dirinya serta agamanya, sehingga dengan
demikian ia akan dapat menjalankan kewajibannya secara sempurna di dalam membina keluarga
dan menjalankan kewajiban-kewajibannya sebagai suami, mendidik anak-anak, menegakkan
kemuliaan, dan menjamin kebutuhan-kebutuhan rumah tangga dengan tenaga dan nafkah.

Sehubungan dengan memilih calon suami untuk anak perempuan berdasarkan ketakwaannya, Al
Hasan bin Ali rahimahullah pernah berkata pada seorang laki-laki :

“Kawinkanlah puterimu dengan laki-laki yang bertakwa sebab jika laki-laki itu mencintainya
maka dia akan memuliakannya, dan jika tidak menyukainya maka dia akan mendzaliminya.”
Umumnya setiap orang yang dewasa pasti ingin menikah untuk membentuk keluarga sakinah
mawaddah war rahmah atau keluarga yang bahagia di dunia dan akhirat. Apalagi nikah adalah
satu perintah agama:

Barangsiapa kawin (beristeri) maka dia telah melindungi (menguasai) separo agamanya, karena
itu hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam memelihara yang separonya lagi. (HR. Al Hakim
dan Ath-Thahawi) Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah
mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan
memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat
mengendalikanmu.” Muttafaq AlAlaihi.

3. Sehat rokhani dan jasmani

Calon suami yang dipilih adalah laki-laki yang sehat jasmani dan rohani, tidak mempunyai
penyakit yang bersifat rokhani seperti stress, depresi atau bahkan gila. Tidak punya penyakit terkait
dengan jasmani dan potensinya seperti impotent. Lelaki yang menderita penyakit-penyakit
tersebut diatas, tidak dapat melakukan fungsinya sebagai suami yang berkewajiban memelihara
dan melindungi istri dan anak-anaknya kelak.. Hanya manusia yang sehat rohani dan jasmani saja
yang mampu menjalankan kewajibannya dengan baik untuk melindungi dan membimbing
keluarganya.
4. Bertanggung jawab

Sifat bertanggung jawab harus menjadi perhatian ketika mencari pasangan, karena ia yang
akan menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarganya. Faktor
ekonomi ikut memiliki peran besar bagi kelangsungan dan kelanggengan rumah tangga yang
harmonis. Hak nafaqah adalah kewajiban mutlak suami yang harus diberikan kepada isteri baik
sandang, pangan ataupun papan. Dalam arti lain, suami memiliki kewajiban untuk memberikan
biaya rumah tangga, dan semua keperluan isteri dan anak dan berbagai keperluan lainnya seperti
biaya pendidikan.
Suami dalam fungsinya sebagai pemimpin keluarga bertanggung jawab kepada Allah atas
kesejahtraan dan kebahagiaan pasangannya lahir batin dan dunia akhirat. Allah SWT berfirman
:Artinya:” kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.‟ (Qs an-Nisa 4/34). Imbalan dari
kepemimpinan laki-laki adalah ketaatan istri kepada sumi. Istri yang shalihah tentu mentaati
suaminya yang berperan menjadi kepala rumah tangga. Layak di ingat ketaatan disini tentu terkait
dengan hal-hal yang dibolehkan agama. Diluar ajaran agama tentu tidak ada lagi ketaatan,
meskipun perintah itu datang dari suami. Sebab Rasul bersabda: “Tidak ada ketaataan pada
seorang mahluk pun pada hal-hal yang menyalahi perintah Allah.” Ketaatan istri yang tulus adalah
bentuk penghormatan yang haqiqi dari seorang istri terhadap suaminya sebagai imbalan dari sikap
qowwam suami kepada istri. Sifat qowwam dalam ayat ini terkait dengan pemenuhan tanggung
jawab seorang suami kepada istrinya. Suami dianggap tidak qowwam jika sikap dan tanggung
jawabnya tidak sempurna atau tidak berkesinambungan. Dengan kata lain tidak ada ketaatan tanpa
adanya sikap suami untuk melindungi istri dari berbagai bahaya, baik yang mengancam dirinya
atau yang mengancam keutuhan keluarga mereka.
Tidak ada ketaatan tanpa tanggung jawab memberi nafkah, kecuali jika suami memang
karena suatu hal seperti sakit atau menjadi korban pemutusan hubungan kerja, menjadikan dirinya
tidak mampu memberi nafkah istrinya secara wajar. Hal ini tentu berbeda dengan sikap dan situasi
suami yang dengan sengaja tidak mau menafkahi istrinya, baik karena kekikirannya atau ada niat-
niat tertentu yang disembunyikannya dari pasangannya untuk memperkaya diri sendiri atau untuk
hidup dengan perempuan lain yang lebih muda, setelah pasangannya lanjut usia, atau karena
kemalasannya mencari nafkah, padahal fisiknya kuat dan sehat.
Dari uraian di atas jelas bahwa dalam hal memilih jodoh, Islam telah meletakkan panduan-
panduan yang jelas bagi lelaki dan perempuan untuk mendapatkan pasangan hidup yang dianggap
sesuai menurut tuntutan agama. Agama menjadi dasar pertama diantara syarat-syarat lain sangat
dan penting diperhatikan dalam pemilihan jodoh. Dengan berpegang kepada agama, suami akan
bisa berinteraksi dengan baik dengan istrinya meskipun dalam keadaan yang tidak harmonis.
(mu‟sharah bi al ma‟ruf”) Firman Allah yang artinya: “dan bergaullah dengan mereka secara
patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) Karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” QS. an-Nisa‟
4/19:. At-Thabari menyatakan bahwa mu‟asyarah bil ma‟ruf pada prinsipnya adalah berahlak
yang baik kepada istrinya dan memperlakukannya sesuai dengan tuntunan agama dan apa yang
berlaku di masyarakatnya, dengan cara memberikan hak-haknya. Pendapat ini didukung oleh as
Suyuti, dimana ia menyatakaan bahwa “Pergaulan yang baik antara suami istri harus dimaknai
dengan perkataan yang baik pemenuhan nafakah dan menyediakan tempat tinggal (Tafsir Jalalain).
Imam Ghazali menulis “Ketahuilah bahwa yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap istri,
bukanlah tidak mengganggunya, tapi bersabar dalam menghadapi kesalahannya, serta
memperlakukannya dengan kelembutan dan sikap ikhlas memaafkan, saat istri menumpahkan
emosi dan kemarahannya.

7 Al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, (Beirut: Dar al Ma‟rifah, t.th.), Juz II, h. 38
8 Al-sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid II, h. 20

3. Alasan Seorang Dinikahi

1. Kekayaan

Kekayaan berupa harta benda memang sangat menarik untuk dijadikan alasan seseorang
dalam memilih pasangan hidupnya. Meskipun harta bukan segalanya, namun jika memiliki harta
setidaknya semua kebutuhan dapat terpenuhi. Selain itu, memiliki kekayaan akan memberikan
kebahagian bagi seseorang di dunia. Memang, uang bukan segalannya, tetapi segalanya
membutuhkan uang. Meski demikian, harta bukanlah segalanya. Harta adalah titipan dari Allah
SWT yang kapan saja bisa diambil dengan mudah. Maka dari itu, selagi kita memiliki harta yang
cukup, berbagilah dengan mereka yang membutuhkan, bersedekahlah, dan banyak bersyukur.

2. Keturunan

Umat Islam dianjurkan memiliki keturunan yang baik dan memilih wanita yang subur agar
mendapatkan keturunan. Maka dari itu, penting untuk memperhatikan keturunan atau nasabnya.
"Nikahilah wanita yang penyayang dan subur. Karena aku berbangga dengan banyaknya umatku."
(HR Abu Dawud)

3. Paras

Memilih pasangan berdasarkan paras, tidak ada salahnya. Sebab, seseorang yang memiliki
paras yang bagus, tentu akan memberikan ketenangan dan senang untuk dipandang. Memang,
memiliki paras yang cantik atau ganteng tidak akan berlangsung lama, karena semua pasti akan
mengalami perubahan seiring berjalannya usia. Tapi, dengan memiliki paras yang enak dipandang
akan meningkatkan kepercayaan diri.

4. Agama
Ketika ketiga hal di atas tidak bisa kamu dapatkan, carilah pasangan yang selalu
memperhatikan agamanya. Sebab, harta, keturunan, paras, bukanlah jaminan suatu kebahagiaan,
tapi agama bisa menjadi pegangan yang kokoh untuk menggapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 221 yang artinya:
"Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan
dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran."

KESIMPULAN

Dari pembahasan penulis menyimpulkan bahwa keluarga memang merupakan


bagian terkecil dari masyarakat, namun realitas lebih banyak berbicara bahwa dari
bagian terkecil ilah kontruksi ideology yang lebih luas dibangun. Oleh karenanya,
dari permasalahan yang dibahas harus dimulai untuk melakukan berbagai
perubahan. Upaya membangun perubahan dengan “lebih memanusiakan”
perempuan harus dimulai dari bagian yang paling kecil, yakni membangun keluarga
yang kokoh dengan diawali memilih pasangan yang tepat, yang keberagamaannya
atau perilakunya benar-benar baik. Agar tercipta akhlak yang baik dalam keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

Adil Fathi Abdullah, 25 wasiat Rasulullah menuju rumah tangga sakinah


(Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2004)

Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga (pedoman berkeluarga dalam islam),


(Jakarta : Amzah , 2010)

Arum Faizal, Sabila J. Firda , dkk, Arus Metamorfosa Milenial (Kendal : Penerbit
Ernes, 2018)

Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesi: Antra Fiqih Munakahat


dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta : Kencana, 2006)
A. Zubdi Muhdlor, Memahami Hukum Perkawinan, (Bandung : Al-Bayan, 1994)

Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam ( suatu analisis dari undang-
undang no. 1 tahun 1974 dan kompilasi hukum islam ) ( Jakarta : Bumi
Aksara , 2004)

Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, SHALAT TARIK JODOH (Cara Ampuh


Mendapatkan Jodoh Idaman) (Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2010)
Muhammad Utsman al-Khasyat , muslimah ideal dimata pria ( Jakarta : Pustaka
Hidayah , 2010)

Anda mungkin juga menyukai