Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MANAHIJ AL-MUFASSIRIN

TELAAH MANHAJ TAFSIR ZAMAKHSYARI DALAM TAFSIR AL-KASY-SYAF

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manahij Al-Mufassirin

Disusun oleh :
Kelompok 7
1. Abdul Aziz (2020304047)
2. Mawaliya (2020304042)

Dosen Pengampu:
Bapak Deddy Ilyas M. Us

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Telaah Manhaj Tafsir
Zamakhsyari Dalam Tafsir Al-Kasy-Syaf” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak
Deddy Ilyas M. Us pada Mata Kuliah Manahij Al-Mufassirin. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Telaah Manhaj Tafsir Zamakhsyari Dalam
Tafsir Al-Kasy-Syaf” bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Deddy Ilyas M. Us, selaku Dosen
Pengampu Mata Kuliah Manahij Al-Mufassirin yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Palembang, 02 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER ...................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 5
C. Tujuan ................................................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6
A. Biografi Imam Zamakhsyari ............................................................................................. 6
B. Tafsir al-Kasy-Syaf............................................................................................................ 7
C.Metodologi Tafsir (Thariqoh at-Tafsir) al-Kasy-Syaf ........................................................ 8
D. Madzhab dan Aliran Tafsir Imam Zamakhsyari ............................................................... 9
E. Contoh Ayat Penafsiran Imam Zamakhsyari ................................................................... 11
F. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir al-Kasy-Syaf karya Imam Zamakhsyari.................. 12
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 15
A. Kesimpulan ...................................................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 16

3
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an memperkenalkan dirinya sebagai kitab petunjuk hidup bagi umat manusia

(‫)هدى للناس‬.1 Menurut Quraish Shihab petunjuk tersebut adalah petunjuk akidah, akhlak,

syari’at, dan hukum. 2 Kesemuanya berisikan ajaran-ajaran mengenai apa yang seharusnya,
apa yang sebaiknya, dan apa yang boleh dilakukan atau ditinggalkan. Al-Qur’an juga

mengaku dirinya sebagai penjelas bagi segala sesuatu (‫)تبياان لكل شىء‬3 yang menyebabkan
segala persoalan yang dihadapi manusia dapat dipecahkan dengannya. Di samping itu, al-
Qur’an juga menyebut dirinya sebagai pembeda antara yang benar dan salah; antara yang

baik dan buruk )‫(الفرقان‬.4

Fungsi ideal al-Qur’an itu dalam realitasnya tidak begitu saja dapat diterapkan karena
harus diakui ternyata tidak semua ayat al-Qur’an yang tertentu hukumnya sudah siap pakai.
Banyak ayat al-Qur’an tidak dijelaskan secara eksplisit, atau dengan kata lain, banyak ayat
al-Qur’an yang masih samar dan global (mujmal). Banyaknya ayat al-Qur’an yang masih
samar dan global (mujmal) ini mengharuskan adanya penafsiran terhadap al-Qur’an, yaitu
suatu upaya untuk memahami kitab Allah (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw., menjelaskan makna-maknanya, serta menggali hukum-hukum dan
hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya. 5 Upaya penafsiran terhadap al-Qur’an itu
harus dilandasi oleh tujuan bagaimana menjadikan al-Qur’an sebagai hidayah bagi manusia
bukan untuk menguatkan posisi keilmuan atau mendukung madzhab, ideologi, dan kekuatan
politik tertentu. Menurut Muhammad Abduh, tafsir harus berfungsi menjadikan al-Qur’an
sebagai sumber petunjuk (mashdar al-hidayah).6

1 Q.S. Al-Baqarah (2): 185


2 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat,
Bandung: Mizan, 1995, hal. 40
3 Q.S. An-Nahl (16) : 89
4 Q.S. Al-Baqarah (2): 185
5 Lihat Muhammad Ibn Bahâdir Ibn Abdullâh al-Zarkasyi, al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Juz/Vol. I, Beirut: Dâr

al-Fikr, 1988 H, hal. 33


6 Muhammad Rasyid Ridla, Tafsîr al-Qur’ân al-Hakîm al-Musytahir bi Tafsîr al-Manâr, Jilid I, Kairo: tnp, 1954,

hal. 17.

4
Kegiatan penafsiran terhadap al-Qur’an telah, sedang, dan akan terus dilakukan oleh
umat Islam terutama oleh para ulama dan intelektual muslim selama mereka masih eksis.
Dalam sejarah pemikiran Islam, kegiatan penafsiran ternyata telah melahirkan sederetan
kitab tafsir yang demikian luas dan mengagumkan. Kitab-kitab tafsir ini seperti terlihat
dalam khazanah literatur Islam, tidak sekedar jumlahnya yang banyak, tetapi juga sangat
beragam coraknya. Salah satunya yaitu seperti pada Manhaj Tafsir Zamakhsyari Dalam
Tafsir Al-Kasy-Syaf.

B. Rumusan Masalah
1. Siapa Imam Zamakhsyari?
2. Bagaimana Tafsir al-Kasy-Syaf?
3. Bagaimana Metodologi Tafsir (Thariqoh at-Tafsir) al-Kasy-Syaf?
4. Bagaimana Madzhab dan Aliran Tafsir Imam Zamakhsyari?
5. Bagaimana contoh ayat penafsiran Imam Zamakhsyari?
6. Apakah Kelebihan dan Kekurangan Tafsir al-Kasy-Syaf karya Imam Zamakhsyari?

C. Tujuan
1. Untuk mengenal dan mengetahui siapa Imam Zamakhsyari
2. Untuk mengetahui dan memahami tentang Tafsir a-Kasy-Syaf
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang Metodologi Tafsir afsir (Thariqoh at-Tafsir)
al-Kasy-Syaf
4. Untuk mengetahui dan memahami tentang Madzhab dan Aliran Tafsir Imam
Zamakhsyari
5. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana contoh ayat penafsiran Imam
Zamakhsyari
6. Untuk mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan Tafsir al-Kasy-Syaf karya
Imam Zamakhsyari

5
BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Imam Zamakhsyari


Nama lengkap beliau adalah Abd al-Qasim Jar-Allah Mahmud Ibn ‘Umar Ibn
Muhammad Az-Zamakhsyari. Tetapi ada juga yang menulis Muhammad Ibn ‘Umar Ibn
Muhammad Ibn Ahmad Az-Zamakhsyari al-Khawarizmi yaitu sebuah desa kecil di
Jamakhsyar (Turkistan). 7 Yang dikenal dengan sebutan Abu al-Qasim. Ia bergelar Jar-Allah
(tetangga Allah) sebuah gelar yang diberikan kepada seseorang setelah bermukim di
Makkah dalam kurun waktu yang cukup lama. 8 Imam Az-Zamakhsyari adalah ulama besar
yang hidup pada abad ke 5-6 Hijriyah atau sekitar abad 11-12 Masehi. Beliau lahir pada hari
rabu 27 rajab 467 H atau 18 maret 1075 M. Beliau berasal dari keluarga miskin, tetapi alim
dan ta’at beragama.
Sementara itu pendidikan Imam mencari ilmu ke Baghdad, dan beliau menjumpai
ulama-ulama dan berguru kepada mereka. Kemudian beliau masuk ke kota Khurasan dan
berulang kali beliau masuk ke kota tersebut dan menuntut ilmu disana dan dia tidak akan
masuk kesebuah kota melainkan berkumpul bersama para ahli ilmu dan para ulama dan
beliau menjadi murid bagi mereka. Kemudian beliau menjadi seorang imam tanpa ada
satupun yang menolak.9
Sesudah belajar di Khurasan kemudian beliau pergi ke Makkah dan menetap cukup
lama, dan disana pula ia menulis tafsirnya, al-kasyssyaf An haqa’iqi at-Tanzili wa ‘Uyuni
Aqawil Fi Wujuhit Ta’wil. Dan di Makkah pula beliau mempelajari kitab Sibawaihi pakar
gramatika arab yang terkenal (w. 518 H). Kemudian pulang dan menjadi salah satu murid
Abu Mudar al-Nahwi dan berhasil menguasai Bahasa Arab, logika, filsafat dan ilmu kalam.
Kemudian pernah di Baghdad menjadi murid Abu al-Khottab al-Batr Abi Sya’idah al-
Syafani, Abi Manshur al-Harisi dalam pengajian hadits dan menjadi murid al-Damagani al-
Syarif ibnu Syajari dalam ilmu fiqih. Setelah dua tahun kembali ke kampung halaman
akhirnya berkesempatan lagi untuk kembali ke Makkah dan menetap selama tiga tahun di
tahun 256-259 H atau 1132-1135 M, dan bertempat tinggal dekat dengan baitullah sehingga
mendapat gelar sebagai Jar-Allah (tetangga Allah). Imam Az-Zamakhsyari membujang

7 Hamim Ilyas, Op,Cit), Halaman. 44, lihat juga Muhammad Husain Az-Zahabi, at-Tafsir Wal-Mufassirun, (
Daar al-Hadis : Qahirah, 2005 ),Halaman.429
8 Syamsuddin bin Muhammad bin Ali bin Ahmad ad-Daudi, Thabaqatu al-Mufassirin, Amirah al-Qahirah, Cet,

ke2. Halaman. 315


9 Op,Cit, Muhammad Husain az-Zahabi, Halaman. 430

6
selama hidupnya, banyak faktor yang menyebabkan Imam Az-Zamakhsyari memilih hidup
sendiri, disamping karena kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, penyakit jasmani yang
diderita serta kondisi finansialnya yang menjadi alasan kenapa ia memilih hidup membujang
dan sebagian waktunya diabdikan untuk mencari ilmu dan menyebarkan faham yang
dianutnya. Oleh karena itu pencatat biografinya mencatat 50 karya yang telah di tulisnya dan
masih ada yang berbentuk manuskrip. 10 Imam Az-Zamakhsyari wafat pada malam arafah
tahun 538 di jurjaniyah, khawarijim. Sepulang dari Makkah untuk kedua kalinya sebagian
mereka meratapinya dengan mengubah beberapa bait sya’ir antara lain: “bumi Makkah pun
menumpahkan air mata dari kelopaknya karena merasa sedih ditinggal Mahmud”.11

B. Tafsir al-Kasy-Syaf
Imam Az-Zamakhsyari menulis tafsirnya dimulai ketika berada di Makkah pada tahun
526 H dan diselesaikan pada Senin Rabi’ul Akhir 528 H. Penafsiran Imam Az-Zamkahsyari
ini dipandang sangat menarik karena mempunyai uraian yang singkat tetapi jelas. Imam Az-
Zamakhsyari menulis kitabnya dengan judul Al-kasysyaf ‘an Haqaiq Al-Tamzil wa ‘Uyun
Al-Aqawil fi Wujuh Al-Ta’wil. Beliau terinspirasi dengan adanya permintaan kelompok
Mu’tazilah yang menamakan dirinya Al-Fi’ah Al-Najiyah Al-Adliyah, beliau mengatakan
“Mu’tazilah menginginkan adanya sebuah kitab tafsir dan meminta saya supaya
mengungkapkan hakikat makna Al-Qur’an dan semua kisah yang terdapat didalamnya,
termasuk segi-segi penakwilannya”. Beliau berhasil menyelesaikan tafsirnya dalam waktu
30 bulan dimulai di Makkah tahun 526 H, dan selesai pada hari senin 23 Rabi’ul Akhir 528
H.
Tafsir al-Kasysyaf merupakan tafsir yang sangat berbeda dengan tafsir-tafsir
pendahulunya, di dalamnya banyak dibahas tentang kemukjizatan al-Qur’an. Pengarangnya
memperlihatkan keindahan al- Qur’an dari segi aspek balaghahnya. 12
Dalam pembahasannya, beliau memulainya dengan nama surat, Makkiyyah dan
Madaniyah-nya, menjelaskan maknanya, menyebutkan nama-namanya jika ada riwayat
tentang nama lainnya serta menunjukkan keistimewaannya. Selanjutnya beliau membahas
tentang qira’atnya dan aspek kebahasaannya, dari mulai ilmu nahwu, sharaf dan yang
lainnya. Kemudian memberikan penjelasan dan penafsirannya, menukil beberapa pendapat

10
Ibid,Hamim Ilyas, halaman 34-37
11 Op, Cit, Muhammad Husain az-Zahabi, Halaman. 364
12
Ayazi, al-Tafsīr wa al-Mufassirūn …, Hal. 575

7
ulama dan hujjahnya, kemudian menolak pendapat yang tidak sependapat dengannya. 13
Mungkin ini bisa kita sebut dengan metode tahlili, karena beliau melakukan penafsiran
secara lengkap terhadap seluruh ayat al-Qur'an, dimulai ayat pertama surah al-Fatihah
sampai dengan ayat terakhir surah al-Nās. Di samping itu, al-Zamakhsyari menggunakan
metode lughawi. Seperti ketika memaknai al-Isyraq, dia berkata: isyraq adalah ketika terbit
matahari, yaitu waktu Dhuha. Ini merupakan penafsiran yang sama seperti yang digunakan
oleh gurunya al- Zujjaj.14
Aspek lain yang dapat dilihat, penafsiran al-Kasysyaf juga menggunakan metode
dialog, dimana ketika al-Zamakhsyari ingin menjelaskan makna satu kata, kalimat, atau
kandungan satu ayat, ia selalu menggunakan kata in “qulta”. Kemudian, ia menjelaskan
makna kata atau frase itu dengan ungkapan “qultu”. Kata ini selalu digunakan seakan-akan
ia berhadapan dan berdialog dengan seseorang atau dengan kata lain penafsirannya
merupakan jawaban atas pertanyaan yang dikemukakan. Metode ini digunakan karena
lahirnya kitab al-Kasysyaf dilatarbelakangi oleh dorongan para murid al-Zamakhsyari dan
ulama-ulama yang saat itu membutuhkan penafsiran ayat dari sudut pandang kebahasaan,
sebagaimana diungkapkan sendiri dalam muqaddimah tafsirnya: "Sesungguhnya aku melihat
saudara-saudara kita seagama dari pembesar-pembesar golongan yang selamat dan adil,
yang telah memadukan ilmu bahasa Arab dan dasar-dasar keagamaan. Setiap kali mereka
kembali kepadaku untuk menafsirkan ayat al-Qur'an, aku menunjukkan kepada mereka
sebagian hakikat-hakikat yang terdapat di balik hijab. Mereka merenungkannya dengan
penuh rasa hormat dan kagum, dan mereka merindukan seorang penyusun yang mampu
menghimpun beberapa aspek dari hakikat-hakikat itu, sehingga mereka menemuiku untuk
merekomendasikan agar aku dapat menuliskan buat mereka penyingkap tabir tentang
hakikat-hakikat ayat yang diturunkan, inti-inti yang terkandung di dalam firman Allah dalam
sudut pandang takwilannya. maka akupun memenuhinya.15

C. Metodologi Tafsir (Thariqoh at-Tafsir) al-Kasy-Syaf


Imam Az-Zamakhsyari di dalam menafsirkan Al-Qur’an, Tafsir al-Kasy-syaf disusun
dengan tartib mushafi. Hal ini dapat diketahui bahwa Imam Az-Zamakhsyari memaparkan
secara lengkap penafsiran berdasarkan urutan ayat dan surat dimulai dari awal surah al-

13
Ibid, hal.579
14 Al-Juwaeni, Manhaj al-Zamakhsyari …, Hal. 81
15
Al-Zamakhsyari, al-Kasysyāf ‘an Ḥaqāiq …, Hal. 97. Lihat juga kitab al-Juwani, Manhaj al-Zamakhsyari …,
Hal. 78

8
Fatihah sampai akhir surah an-Nas yang sesuai dengan Mushaf Utsmani.16 Dalam
menafsirkan al-Qur’an, Imam Az-Zamakhsyari mendahulukan untuk menulis ayat al-Qur’an
yang akan ditafsirkan, kemudian baru memulai menafsirkannya dengan pemikiran rasional
yang didukung dengan dalil-dalil ayat al-Qur’an atau riwayat (hadis). Meskipun ia tidak
terikat oleh riwayat dalam penafsirannya, baik itu berhubungan dengan asbabun nuzul suatu
ayat atau yang lainnya. 17 Ia juga menggunakan riwayat para sahabat atau tabi’in dan
kemudian mengambil konklusi dengan pandangan atau pemikirannya sendiri. Ini kita dapat
langsung membuktikannya di dalam penafsirannya yaitu dalam tafsir al-Kasy-syaf. Dari
sedikit keterangan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwasanya metode yang
digunakan oleh Imam Az-Zamakhsyari adalah metode tahlili. yaitu meneliti makna kata-kata
dan kalimat-kalimat dengan cermat. Ia juga menyingkap aspek munasabah yaitu hubungan
ayat dengan ayat lainnya atau surat denagan surat lainnya.

D. Madzhab dan Aliran Tafsir Imam Zamakhsyari


Secara harfiyah kata Mu’tazilah berasal dari kata I’tazala yang berarti berpisah atau
memisahkan diri. Sejarah terminologi Mu’tazilah sebenarnya dimulai pada saat Abdullah
bin Umar yang melakukan pemisahan (nonblok) terhadap perselisihan yang terjadi antara
Ali dan Muawiyah. Ada juga yang menamakan bahwa Mu’tazilah adalah kaum yang
mengasingkan diri dari keduniaan. Mereka memakai pakaian yang jelek-jelek, memakai kain
yang kasar-kasar, tidak mewah dan dalam hidupnya sampai kederajat kaum minta-minta.18
Namun secara teknis Mu’tazilah dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, adalah kelompok
yang muncul akibat respon politik murni, artinya golongan ini tumbuh sebagi kaum netral
politik yang bersikap lunak terhadap perselisihan anntara Ali dan Muawiyah. Kedua,
merupakan kelompok yang muncul sebagai respon atau persoalan teologis antara Khawarij
dan Murji’ah akibat adanya peristiwa tahkim.
Al-Zamakhsyari bermazhab Hanafi dan beraqidah paham Mu’tazilah. Ia
menakwilkan ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan mazhab dan aqidah yang dianutnya dengan
cara yang hanya diketahui oleh orang yang ahli, dan menamakan kaum Mu’tazilah sebagai
“saudara seagama dan golongan utama yang selamat dan adil”. 19 Gurunya Abu Madhar al-

16 Ibid, hal 51-52.


17
Op,Cit, Nashruddin Baidan, halaman 50
18 Sirajuddin Abbas, I‟tiqad Ahlussunnah wal Jama‟ah, Pustaka Tarbiyah, ( Qahirah : Darul Fikri al-arabi, 1996

), Halaman. 175
19 Al-Qaṭṭān, Mabāḥiṡ fi’Ulūm …, hal. 389

9
Dhabbi dan Abu Sa’ad al-Jasymi memiliki andil besar dalam menancapkan paham
Muktazilah pada dirinya. 20
Al-Zamakhsyari menulis al-Kasysyaf itu untuk mendukung akidah dan mazhabnya.
Paham ke-Mu’tazilahan yang terdapat dalam tafsirnya itu telah diungkapkan dan diteliti oleh
‘Allāmah Ahmad annayyir yang dituangkan dalam bukunya al-Intisaf.21 Di dalam kitab ini
al-Nayyir menyerang al-Zamakhsyari dengan mendiskusikan masalah akidah mazhab
Mu’tazilah yang dikemukakannya dan mengemukakan pandangan yang berlawanan
dengannya, dia juga mendiskusikan masalah-masalah kebahasaan. 22
Berikut beberapa contoh penafsiran Imam Az-Zamakhsyari yang bertentangan
dengan Ahlussunnah wal-Jama‟ah diambil dari kitab al-Kasyssyaf:
• Penghinaan terhadap orang lain
Terkadang Imam az-Zamakhsyari melakukan sindiran yang bernada menghina
didalam penafsirannya, hal ini dialamatkan kepada seseorang atau kelompok yang tidak
sejalan dengan pemikirannya, seperti firman Allah SAW :
ۤ ۤ
‫اب َع ِظْي ٌم‬ ِ ْۢ ِ ِ
‫م‬ ‫َل‬ ‫ك‬ ‫ى‬ِٕ ٰ
‫ل‬ ُ ‫اختَ لَ ُف ْوا م ْن بَ ْعد َما َجاءَ ُه ُم الْبَ يِن‬
ٌ َ َ َُْ َ ‫ٰت ۗ َواُو‬
‫ذ‬ ‫ع‬ ْ ‫َوََل تَ ُك ْونُ ْوا َكالَّذيْ َن تَ َفَّرقُ ْوا َو‬
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih
sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang
mendapat siksa yang berat” ( Q.S. Ali Imran ayat 105 ).
Imam Az-Zamakhsyari berpendapat bahwa janganlah kamu seperti orang-orang
Nashrani dan Yahudi yang selalu berselisih setelah datang kepada mereka kalimat yang
satu (kalimatul haq) dan kalimat ini harus disepakati, namun Imam Az-Zamakhsyari
tidak hanya berhenti dalam penafsiran ini, dia juga mengatakan bahwa ayat tersebut
berlaku untuk para pelaku bid’ah seperti golongan Musyabahah, Jabariyah,
Hasyawiyah, dan kelompok-kelompok lain.23 Penafsiran semacam ini ternyata tidak
berdasar, memang ayat tersebut berkenaan dengan mu’jizat al-Quran berupa
pemberitahuan hal yang Ghaib (belum terjadi), namun jika yang dimaksudkan adalah
golongan-golongan diatas sangat tidak mempunyai landasan, karena golongan ini tidak
pernah ada di zaman Rasulullah SAW.24 Imam Az-Zamkhsyari pun memiliki

20 Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf an Ḥaqāiq …, Hal. 13


21 Abu Abdillah Muhammad bin Mahmud al-Najdi, al-Qaul al-Mukhtaṣar al-Mubīn fi Manāhij al-Mufassirīn,
(t.tp., t.p., t.t.), Hal. 16-17.
22 Ibid.,
23 Op,CitAz-Zamakhsyari, Halaman. 350
24 Muhammad bin Yusuf, Bahrul Muhith. ( Beirut : Dar al-Fikri, Th ) Juz III. Halaman. 290

10
kekurangan, dia tidak menjelaskan secara rinci tentang definisi bid’ah secara
komprehensip dalam tafsirnya.

E. Contoh Ayat Penafsiran Imam Zamakhsyari

Penjelasan Imam Zamakhsyari mengenai kata ‫إيل رهبا انظرة‬ pada penjelasannya

dalam kitab Al-Kasy-syaf Imam Zamakhsyari menjelaskan kata ‫( إيل رهبا انظرة‬kepada Tuhan-
nya mereka memandang) pada QS. Al-Qiyamah ini Imam Zamakhsyari mempunyai
penafsiran yang berbeda dengan lazimnya penafsiran. Ia memahami bahwa kata tersebut

tidaklah bermakna memandang dengan mata kepala, namun bermakna‫والرجاء‬ ‫(التوقع‬menunggu


dan berharap). Penjelasan tersebut dikemukakan dengan detail di bawah ini:

‫ إىل ربك‬:‫ أَلترى إىل قوله‬,‫ وهذا معىن تقدمي املفعول‬,‫إىل رهبا انظرة (تنظر إىل رهبا خاصة َل تنظر إىل غريه‬

‫)وإىل هللا املصري(آل‬,)53:‫) إىل هللا تصري األمور ((الشورى‬,( ‫) إىل ربك يومئذ املساق‬,( ‫يومئذ املستقر‬

‫ كيف دل فيها التقدمي‬,)88 :‫) عليه توكلت وإليه أنيب((هود‬,)245:‫)وإليه ترجعون((البقرة‬,)28:‫عمران‬

‫ ومعلوم أهنم ينظرون إىل أشياء َل حييط هبا احلصر وَل تدخل حتت العدد يف حمشر‬,‫على معىن اإلختصاص‬

,‫ ألهنم اآلمنون الذين َل خوف عليه وَل هم حيزنون‬:‫ فإن املؤمنني نظارة ذالك اليوم‬,‫جيتمع فيه اخلالئق كلهم‬

‫ والذي يصح‬,‫ فوجب محله على معىن يصح معه اإلختصاص‬,‫ حمال‬: ‫فإختصاصه ينظرهم إليه لوكان منظورا‬
25
‫ تريد معىن التوقع والرجاء‬,‫ أان إىل فالن انظر مايصنع يب‬: ‫معه أن يكون من قوله الناس‬
“Ila Rabbiha Nazhirah:memandang kepada Tuhannya secara khusus tidak memandang
kepada selainnya, dan maknanya adalah menunjukkan sesuatu yang dilakukan, …
,[karena] bagaimana bisa menunjukkan makna sacara khusus (melihat dengan mata
kepala) sedangkan diketahui bahwa mereka memandang atas sesuatu yang tidak terbatas
dan tidak berbilang pada padang mahsyar yang berkumpul didalamnya seluruh makhluk,
sesungguhnya orang-orang mukmin menyaksikan pada hari itu, karena sesungguhnya
mereka beriman yang tidak ada ketakutan dan kecemasan bagi mereka, mereka
memandang dalam suatu tempat tertentu kepada Tuhannya apabila diharapkan, hal

25 Al-Zamakhsyari, al-kasysyaf, Juz IV, h. 503

11
tersebut mustahil atau tidak mungkin terjadi, oleh sebab itu maka wajib memberikan
makna yang benar, …, dan makna yang tepat dengan itu ialah menunggu dan berharap.”
Dengan penafsiran yang demikian, maka ayat 22-23 pada surah Al-Qiyamah dapat
diterjemahkan “dan wajah orang-orang mukmin pada hari itu berseri-seri, dan kepada
Tuhannya mereka menunggu dan berharap”. Tampak dalam penafsiran ini begitu
dipengaruhi oleh ajaran Mu’tazilah yang memustahilkan manusia bisa melihat Tuhannya
baik di dunia maupun di akhirat. Al-Zamakhsyari dalam mendukung argumentasinya, ia
mengangkat QS. Al-An’am ayat 103 yang berbunyi:

‫َل تدركه األبصار وهويدرك األبصار وهواللطيف اخلبري‬


“Dia tidak dapat dicappai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala
penglihatan itu dan Dialah Maha talus Maha teliti.”26
Ayat di atas dikategorikan sebagai ayat Mutasyabih. Dalam penjelasannya ia
memahami bahwa ketidakmampuan indra untuk menjangkau-nya karena Dia merupakan
satu esensi yang dengannya tidak bisa dijangkau oleh indra penglihatan. Lebih lanjut ia
mengatakan bahwa ketidakmampuan indra menjangkaunya karena Dia merupakan zat yang
transenden dari penglihatan. Menurutnya penglihatan makhluk tergantung pada yang berasal
atau yang mengikutinya seperti jasmani dan kehidupan.27Penafsiran yang demikian itu
semakin menunjukkan penolakan Al-Zamakhsyari tehadap pandangan yang menganggap
bahwa Allah SWT dapat dilihat dengan panca indra manusia.

F. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir al-Kasy-Syaf karya Imam Zamakhsyari


Keistimewaan Al Zamakhsyari adalah dia seorang pakar Bahasa dan sastra, sehingga
dalam mengupas ayat – ayat Al Quran selalu dikaitkan dengan Bahasa dan ilmu balaghoh.
Sehingga ia dapat menyingkapkan I’jaz Al Quran secara gamblang dan dalam, bahkan
tafsirnya menjadikan rujukan bagi orang – orang yang mumpuni Bahasa. 28
Kitab tafsir ini merupakan salah satu kitab tafsir yang banyak beredar di dunia
Muslim, termasuk di Indonesia. Sebagai salah satu kitab tafsir yang penafsirannya
didasarkan atas pandangan Mu’tazilah, Al Zamakhsyari dijadikan corong oleh kalangan
Mu’tazilah untuk menyuarakan fatwa – fatwa rasionalnya.

26 Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya.


27
Al-Zamakhsyari, al-Kasysayf, Juz II, h. 51-52.
28 Anshori, “Studi Kritis Tafsir Al Kasyaf”, SOSIO-RELIGIA Jurnal, Vol. 8, No. 3, Mei 2009, hlm. 607

12
Al Fadhil Ibnu ‘Asyur berpendapat bahwa tafsir Al Kasyaf ditulis antara lain untuk
menaikan rumor Mu’tazilah sebagai kelompok yang menguasai balaghoh dan ta’wil. Namun
demikian, kitab ini telah diakui dan beredar luas secara umum di berbagai kalangan, tidak
hanya di kalangan non ahlussunnah wal jama’ah tetapi juga dikalangan ahlussunnah wal
jama’ah.29

Kitab tafsir Al Kasyaf karya Imam Al Zamakhsyari ini diakui oleh para ulama sebagai
kitab yang bernilai tinggi. Ia memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan dengan kitab –
kitab tafsir lainnya.

➢ Kelebihan Tafsir al-Kasy-Syaf

1. Ibnu Kholdun ketika berbicara tentang tafsir yang menggunakan pendekatan kaidah
Bahasa I’rab dan balaghoh mengatakan bahwa diantara sekian banyak tafsir yang memuat
berbagai macam keilmuan semacam ini tafsir al-Kasy-Syaf lah yang terbaik.

2. Haydar Al Harawi yang menyebutkan bahwa kitab tafsir Al Kasyaf adalah


kitabtafsir yang bernilai tinggi belum ada kitab lain yang bisa menandinginya.

3. Muhammad Zuhayil, kitab tafsir ini yang pertama mengungkap rahasia balaghoh Al
Quran, aspek – aspek kemukjizatannya, dan kedalaman makna lafal – lafalnya, di mana
dalam hal inilah orang – orang Arab tidak mampu untuk menantang dan mendatangkan
bentuk yang sama dengan Al Quran. 30

➢ Kekurangan Tafsir al-Kasy-Syaf

Sebaik apapun tafsir yang dibuat Imam Zamakhsyari pasti ada kekurangan dan
kelebihannya. Ada diantara ilmuan yang mengakui keunggulan tafsir Al Kasyaf, tetapi ada
juga ulama yang mengkeritik tafsir Al kasyaf antara lain:

1. Ibnu Kholdun mengatakan “Tafsir Al Kasyaf memiliki keistimewaan dalam


membahas I’jaz Al Quran, tapi dia terlalu berlebihan dalam membela aliran Mu’tazilah.

29 Bustami Saladin, “Pro dan Kontra Penafsiran Al Zamakhsyari Tentang Teologi Mu’tazilah Dalam Tafsir Al
Kasyaf”, Al Ahkam Jurnal, Vol. V, No. 1, Juni 2010, hlm. 13
30 Ibid, hlm. 14

13
2. Ibnu Taimiyah mengatakan “tafsir Al Kasyaf memiliki kefasihan yang beracun,
karena dia menyembunyikan bid’ah, sementara masyarakat umum lalai terhadap bid’ah. 31

31 Anshori, “Studi Kritis Tafsir Al Kasyaf”, SOSIO-RELIGIA Jurnal, Vol. 8, No. 3, Mei 2009, hlm. 608

14
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Abu Al-Qasim atau Imam Zamakhsyari menulis kitab Al-Kasy-Syaf ‘an Haqaiqi
At-Tanzil Wa ‘uyuni Aqawili Fi Wujuhit Ta’wil (Tafsir Al-Kasy-Syaf) ketika menetap di
Makkah, beliau menulisnya karena permintaan kelompok Mu’tazilah atau para murid-
muridnya dan ulama-ulama yang menginginkan penafsiran Al-Qur’an dari sudut pandang
kebahasaan. Beliau menggunakan metode Tahlili yaitu meneliti makna kata-kata dan
kalimat-kalimat dengan cermat. Ia juga menyingkap aspek munasabah yaitu hubungan
ayat dengan ayat lainnya atau surat dengan surat lainnya. Dan menyusunnya dengan tartib
Mushafi yaitu yang sesuai dengan Mushaf Utsmani.
Al-Zamakhsyari bermazhab Hanafi dan beraqidah paham Mu’tazilah. Ia
menakwilkan ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan mazhab dan aqidah yang dianutnya, oleh
karna itu banyak tafsirnya yang tidak selaras dengan Ahlussunnah Wal Jama’ah seperti
pendapat beliau mengenai ketika seorang muslim membunuh dan tidak bertaubat maka
akan kekal di neraka seperti orang kafir dan musyrik, namun ketika seorang muslim
membunuh karena tidak sengaja maka tidak kekal di neraka.
Penafsirannya yang terkenal yaitu tentang ila rabbiha nazhirah, yang notabene
ulama memaknainya dengan “melihat Allah”, namun beliau menafsirkannya sebagai
“menunggu dan berharap” kerena melihat Allah adalah hal yang mustahil sesuai dengan
ajaran alirannya yaitu Mu’tazilah, sehingga ayat ini harus ditakwilkan. Beliau
menganggap ayat tersebut sebagai ayat Mutasyabih, kerena menurutnya ayat yang sejalan
dengan pahamnya disebut ayat Muhkam, dan sebaliknya ketika ayat yang tidak sejalan
dengan pahamnya maka akan disebut dengan ayat Mutasyabih dan pemaknaanya
tergantung ayat yang dianggap muhkam.

B. Saran
Demikianlah yang dapat kami tuliskan dan paparkan dalam pembahasan makalah
tentang “Telaah Manhaj Tafsir Zamakhsyari Dalam Tafsir al-Kasy-Syaf”. Kami menyadari
masih terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, karena keterbatasan sumber referensi
yang kami gunakan, sehingga kami mengharapkan saran yang membangun dari para
pembaca untuk meningkatkan kualitas makalah ini. Atas saran yang diberikan saya
mengucapkan terimakasih.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Zamakhsyari al-Khawarizm, Abu Qasim Muhamad bin Umar, al-Kasysyaf an Haqaiq al-
Tanzili wa Uyuni al-Ta’wil Fi Wujuhi al-Ta’wil, Juz II,IV; Kairo: Dar al-Hadits, 2012.

al-Zamakhsyari. al-Kasysyaf 'an Haqaiq Gawamid al-Tanzil wa Uyun al Aqawil fi wujuh al-
Ta'wil. juz 1. (Nasr: Maktabah al-'Abikan, 1998).

Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya.

Pendahuluan, Bab, A Latar, and Belakang Masalah. “”. Accessed August 22, 2021.
http://digilib.uinsgd.ac.id/813/4/4_Bab1.pdf.

Ridha, Rasyid, 1973, Tafsir Al-Manar Jilid 1 (Beirut: Dar Al-Fikr)

Riwayat, A, and Hidup Al-Zamkhsyari. “BAB III BIOGRAFI IMAM AL-


ZAMAKHSYARI.” Accessed August 22, 2021. http://repository.uin-
suska.ac.id/21049/8/8.%20BAB%20III%20%281%29.pdf.

Syihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung: Mizan, 1994

Zamakhsyari, 2009, Al-Kasyāf An Ḥaqāiq Beirut: Dar Al-Marifah.

16

Anda mungkin juga menyukai