Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TAFSIR JALALAIN ( Karya Imam Jalaluddin As-suyuti Dan Imam


Jalaluddin Al-Mahalli)
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Literatur Tafsir Dosen Pengampu: Boihaqi bin
Adnan, Lc., M.A.

DI SUSUN OLEH:
Mila aina (210303007)
Listhia Izzaty (210303034)

PROGRAM STUDI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN & FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI AR-RANIRY BANDA ACEH
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah- Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Literatur Tafsir mengenai
Penjelasan Tentang Kitab Ma’allim Tanzil Karya Imam al- Baghawi. Shalawat dan
salam kami sampaikan kepada Rasulullah saw. Sebagai suri tauladan bagi umatnya.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran bersifat membangun untuk makalah ini agar
dapat menjadi penulisan yang berikutnya lebih baik lagi. Semoga apa yang ditulis ini
dapat bermanfaat bagi semua khususnya mahasiswa. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini,
penulis mohon maaf yang sebesarbesarnya. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen Literatur Tafsir yang telah
membimbing kami dalam menulis makalah ini.

Banda Aceh, 13 Februari 2023

Penulis

DAFTAR ISI
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
B. Tujuan Masalah...................................................................................................6
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
A. Lingkup Kata........................................................................................................6
B. Biografi imam jalaluddin as-suyuti.....................................................................7
1. Asli, Kelahiran Dan Julukan...............................................................................7
1. Masa Meninba Ilmu Dan Berkelana...................................................................8
2. Guru-Guru Dan Muridnya..................................................................................9
3. Kaya-Karya........................................................................................................10
C. Biografi imam jalaluddin Mahalli.........................................................................12
D. Metode dan corak penafsiran................................................................................17
E. Setting Sosial Dan Pengaruh Dalam Penafsirannya............................................19
F. Sistematika Penulisan............................................................................................21
G. Contoh-Contoh Penafsiran....................................................................................22
H. Kelebihan Dan Kekurangan..................................................................................25
BAB III...........................................................................................................................27
PENUTUP.......................................................................................................................27
Daftar Pusaka.................................................................................................................29
BAB I

PENDAHULUAN

Al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar dalam sejarah Islam telah terbukti


mampu menampakkan sisi kemukjizatannya yang luar biasa, bukan hanya
eksistensinya yang tidak pernah rapuh dan kalah oleh tantangan zaman, tetapi al-
Qur’an selalu mampu membaca setiap detik perkembangan zaman, sehingga kitab
suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ini sangat kompleks dan relevan untuk
menjadi referensi kehidupan umat manusia. Al-Qur’an tidak hanya berbcara tentang
moral dan spiritual, melainkan al-Qur’an juga sebagai sumber pengetahuan bagi
manusia yang mempelajari, memahami dan menghayatinya.
Upaya dalam menemukan makna ideal di balik al-Qur’an, membutuhkan kerja
keras penafsiran yang total, karena al-Qur’an hadir dengan tersurat tanpa disertai
dengan kehadiran makna isi dari kandungannya. Manusia diberikan kesempatan untuk
menginterpretasi isi dari al-Qur’an sesuai dengan kemampuannya, dengan tetap
berpijak pada ketentuan dan ilmu yang telah ada, sehingga al-Qur’an tetap sebagai
rahmatan lil ‘alamiin. Maka tak heran, muncul ratusan kitab tafsir yang berkembang
sesuai dengan zamannya yang ditulis oleh para ulama’ maupun akademisi.
Kitab Tafsir Al-Jalalain merupakan kitab tafsir yang karang oleh Jalaludin
AlMahalli dan Jalaludin As-suyuthi. Kitab tafsir ini selalu dipakai oleh berbagai
Pesantren dari Salafi sampai Modern Sampai hari ini, sehingga masih marak dikaji
dan sangat populer dipelajari oleh masyarakat dari berbagai lapisan, tanpa terkecuali
di negara Indonesia, terutama pesantren-pesantren tradisional.1

1
A. Malik Madaniy, Israilliyyat Dan Maudhu’at Dalam Tafsir Al-Qur'an (Studi Tafsir AlJalalain). Doctoral Thesis,
Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010
Untuk menunjukkan kepopulerannya dalam kitab tafsir ini, Martin Van
Brunessen dalam karyanya menyebutkan bahwa Tafsir al-Jalalain adalah kitab tafsir
yang sangat mudah ditemukan di mana-mana. Dalam tabelnya ia menempatkan Tafsir
al-Jalalain pada urutan pertama sebagai kitab tafsir terbanyak yang dikaji oleh
pesantren-pesantren di penjuru Nusantara.2
Seiring dengan berjalannya perkembangan di masyarakat, tafsir menjadi
disiplin Ilmu yang terpisah dengan hadits. Pada saat ini banyak karya kitab-kitab tafsir
yang mengkaji dan menjelaskan seluruh ayat Alquran yang ditulis sesuai dengan
urutan ayat dan surah yang terdapat dalam Al-Mushaf. Salah satu nya adalah Kitab
Tafsir al- Jalalain yang sering di pakai di pondok pesantren sebagai rujukan kajian
pembelajaran kitab tafsir. Di lingkungan masyarakat sudah tidak asing lagi dengan
istilah pondok pesantren, karena pondok pesantren merupakan sebuah lembaga yang
mengkaji ilmu-ilmu keaagamaan.3
Dari segi sejarah di Indonesia, Taufik Abdullah mengatakan bahwa pesantren
yang pada awalnya disebut sebagai instuisi Pendidikan Islam tradisional telah
memainkan peranan yang penting dalam pembangunan masyarakat, seperti dalam
meningkatkan usaha meningkatkan keimanan, mengembangkan ketakwaan,
membimbing akhlak mulia, dan turut mencerdaskan kehidupan bangsa melalui
pendidikan Informal.4

A. Rumusan Masalah
Dalam kesempatan ini, pemakalah akan menguraikan tentang kitab Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Adhiim karya dua ulama terkemuka yakni Imam Jalaluddin al-Mahalli dan Imam
Jalaluddin as-Suyuti. Pembahasan terhadap tafsir ini, akan mencoba difokuskan pada:

1. Biografi penulis,
2. Latar belakang keilmuan dari mufassir,
3. Bentuk, metode dan corak penafsiran,
4. Serta kelebihan dan kekurangan dari tafsir tersebut.

2
Martin Van Brunessen, Kitab Kuning Pesantren Dan Tarekat, Tradisi-Tradisi Islam Di Indonesia, Bandung:
Mizan, 1999, Hal. 156-160
3
Mohammad Mustari, Peranan Pesantren Dalam Pembangunan Pendidikan Masyarakat Desa, Multipress 2010
Hal. 3
4
Mohammad Mustari, Peranan Pesantren Dalam Pembangunan Pendidikan Masyarakat... Hal. 3
B. Tujuan Masalah
Penulisan makalah ini, diharapkan mampu memberikan gambaran secara ringkas tentang
siapa mufassirnya dan apa bentuk, metode serta corak dari tafsir tersebut. Selain itu,
diharapkan pula dapat diketahui tentang kelebihan dan kekurangan dari tafsir jallalain
tersebut. Dengan harapan, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam kaitannya
tentang tafsir-tafsir yang ditulis oleh para ulama’, khususnya pengetahuan tentang tafsir
jallalain ini

BAB II

PEMBAHASAN

A. Lingkup Kata
Tafsir al-Jalalain (bahasa Arab: ‫تفسير الجاللين‬ Tafsīr al-Jalālayn, arti harfiah:
"tafsir dua Jalal") adalah sebuah kitab tafsir al-Qur'an terkenal, yang awalnya
disusun oleh Jalaluddin al-Mahalli pada tahun 1459, dan kemudian dilanjutkan
oleh muridnya Jalaluddin as-Suyuthi pada tahun 1505. Kitab tafsir ini umumnya
dianggap sebagai kitab tafsir klasik Sunni yang banyak dijadikan rujukan, sebab
dianggap mudah dipahami dan terdiri dari hanya satu jilid saja.

Jalaludin al-Mahalli mengawali penulisan tafsir sejak dari awal surah Al-


Kahfi sampai dengan akhir surah An-Naas,[1] setelah itu ia menafsirkan surah Al-
Fatihah sampai selesai.[2] Al-Mahalli kemudian wafat sebelum sempat
melanjutkannya.[2] Jalaluddin as-Suyuthi kemudian melanjutkannya, dan memulai
dari surah Al-Baqarah sampai dengan surah Al-Isra'.[2] Kemudian ia meletakkan
tafsir surah Al-Fatihah pada bagian akhir urutan tafsir dari Al-Mahalli yang
sebelumnya.[2] Namun, masih terdapat perbedaan pendapat mengenai kadar kerja
masing-masing penafsir tersebut56

5
https://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir_al-Jalalain - cite_ref-1 Abdul Aziz bin Ibrahim bin Qasim (1420 H). Ad-
Dalil ila Mutun al-'Ilmiyyah. Riyadh: Dar ash-Shumai'i. hlm. 99.

6
https://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir_al-Jalalain - cite_ref-Qaththan457_2-3 Al-Qaththan, Syaikh
Manna' (2006). Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an (Mabahits fi Ulum al-Qur'an) . Penerjemah: H. Aunur Rafiq
El-Mazni, Lc. MA. Editor: Abduh Zulfidar Akaha, Lc. & Muhammad Ihsan, Lc. (edisi ke-1). Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar. hlm. 457. ISBN 979-592-349-8.
B. Biografi imam jalaluddin as-suyuti
1. Asli, Kelahiran Dan Julukan

Nama lengkap imam As-Suyuthi adalah Al-Hafidz Abdurrahman bin Kamal


Abu Bakar bin Muhammad bin Sabiquddin Ibnul Fakhar Utsman bin
Dhadhirruddin alHammam al-Hadhairi al-suyuti . Beliau diberi gelar “laqab”
dengan Jalalluddin dan kunyah-nya: Abu al-Fadhal. Nasabnya disandarkan pada
ashlin ‘ajami (keturunan non-Arab).

Beliau dilahirkan di sebuah daerah yang terletak di Mesir yakni Suyuth pada awal
bulan Rajab tahun 849 H, Sebutan alSuyuthi diambil dari nama daerah tempat
kelahirannya. Beliau hidup menjadi seorang piatu setelah ibunya wafat sesaat
setelah beliau lahir, dan setelah usianya baru beranjak 6 tahun Ayahnya pun pergi
menyusul Ibunya. Ia hidup di lingkungan yang penuh dengan keilmuan serta
ketakwaan. Kedua matanya terbuka pada keilmuan dan ketakwaan karena
Ayahnya tekun mengajarkan membaca Al- Qur’an dan ilmu pengetahuan.
ayahnya meninggal pada tahun 855 H.

2. Masa Meninba Ilmu Dan Berkelana


Imam Suyuthi dikaruniai rezeki oleh Allah SWT ilmu yang luas dalam tujuh
bidang keilmuan, yaitu tafsir, hadits, fikih, nahwu, al-makna, al-bayan, dan al-
badi’ sebagaimana metode orang-orang Arab yang ahli di bidang sastra.

Imam Suyuthi menghafal Al-Qur’an pada usia dini. Beliau telah


menyempurnakan hafalannya sebelum mencapai umur delapan tahun, juga
menghafal kitab-kitab, seperti Al-‘Umdah, Minhaj al-Fiqh wal Ushul, dan Alfiyah
Ibnu Malik. Beliau aktif dengan keilmuan pada saat berusia enam belas tahun,
yaitu mulai awal tahun 864 H. Beliau telah mengambil ilmu fikih dan nahwu dari
sejumlah ulama, dan telah mengambil ilmu faraidh dari seorang alim pada
masanya, yaitu Syekh Syihabuddin asy-Syarmasahi. Beliau juga bermulazamah
dengan Syekhul Islam al-Bulqini dalam bidang fikih hingga wafat, kemudian ber-
mulazamah dengan putranya yaitu Ilmuddin al-Bulqini. Beliau ber-mulazamah
pula dengan ustadzul wujud Muhyiddin al-Kafiyaji selama empat belas tahun,
sehingga ia mengambil darinya berbagai bidang ilmu, seperti tafsir, ushul,
‘arabiyyah, dan al-makna. Muhyiddin telah menulis ijazah untuknya di bidang
ilmu-ilmu tersebut.

Imam Suyuthi banyak melakukan rihlah (perjalanan) untuk mencari ilmu. Beliau
pergi ke Al-Fuyum, Al-Mahallah, dan Dimyath, serta melakukan perjalanan jauh
ke negeri Syam, Hijaz, Yaman, Hindia, dan Maroko

Pada usia tujuh belas tahun As-Suyûthi telah diberi wewenang oleh guru-
gurunya mengajarkan Ilmu sastra Arab, pada usia dua puluh tujuh tahun
telah diberi wewenang mengajarkan hukum agama dan memberikan fatwa.
Sehingga terkenal dan dinobatkan sebagai maha Guru pada sekolah Ibnu
Thulus, As-Syaikhuniyah dan Al-Bibrisiyah.

3. Guru-Guru Dan Muridnya


Setelah dikumpulkan sekian banyak nama guru-guru imam as-Suyuthi,
didapati bahwa jumlah guru beliau sekitar 204 orang, 42 orang dari perempuan,
dan 162 orang laki-laki. Ini menunjukkan bahwasnya perempuan juga berperan
penting dalam keilmuan imam as-Suyuthi. Beliau juga belajar kepada ulama
dengan latar mazhab yang berbeda. Beberapa nama guru imam as-Suyuthi:

1. Ibrahim ibn Ahmad ibn Yunus al-Ghaziy Tsamma al-Halbiy Burhan al-Din
(ibn al-Dhu’ayyaf), lahir tahun 792 H.
2. Ahmad ibn Ibrahim ibn Sulaiman al-Qalyubiy Abu al-‘Abbas (w. 868 H).
3. Ibrahim ibn Muhammad ibn ‘Abdillah ibn al-Dairiy al-Hanafiy Burhan al-Din
(w. 876 H).
4. Abu Bakr ibn Ahmad ibn Ibrahim al-Makkiy Fakhru al-Din al-Mursyidiy (w.
876 H).
5. Abu Bakr ibn Shidqah ibn ‘Aliy al-Munawiy Zakyu al-Din (w. 880).
6. Abu Bakr ibn Muhammad ibn Syaddiy al-Hushaniy (al-Hushkafiy) al-Syafi’i
Taqiyyu al-Din (w. 881 H).
7. Abu Bakr ibn ‘Aliy ibn Musa al-Hasyimiy al-Haritsiy al-Makkiy (w. 895 H).
Kebanyakan dari guru imam as-Suyuthi meninggal pada tahun 870-880
H. Ini artinya beliau belajar kepada guru-gurunya dalam usia kurang dari 30
tahun.

Murid-murid imam as-Suyuthi pun sangat banyak, dan penulis hanya


akan menyebutkan beberapa diantaranya, yaitu:

1. Ahmad ibn ‘Aliy ibn Zakaria Syihab ad-Din al-Judayyidiy (819-888)


2. Asy-Syihab ibn Abi al-Amir al-Iyasiy al-Hanafiy asy-Syafi’i (lahir 863 H)
3. Ahmad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn as-Siraj al-Bukhariy al-Hanafiy
(883-948 H)
4. Ibrahim ibn ‘Abd ar-Rahman ibn ‘Ali al-‘Alqamiy al-Qahiriy asy-Syafi’i (923-
994 H)
5. Ahmad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn ‘Aliy ibn Hajar al-Haitamiy asy-
Syafi’i (w. 973 H)
6. ‘Abd al-Wahhab ibn Ahmad asy-Sya’raniy (asy-Sya’rawiy) asy-Syafi’i (w.
973 H)
7. Abu al-Khair ibn ‘Amus ar-Rasyidiy al-Hashariy.

4. Kaya-Karya

Imam as-Suyuthi menulis buku yang sangat banyak dalam berbagai bidang
ilmu pengetahuan, yang tidak dapat penulis rincikan satu persatu. Namun,
beberapa diantaranya adalah ;

Bidang al-Quran dan Ulum al-Quran

1. Al-Itqan fi ‘Ulum al-Quran

2. Mafatih al-Ghaib fi at-Tafsir

3. Nawahid al-Abkar wa Syawarid al-Afkar

4. Tafsir al-Jalalain

5. Turjuman al-Quran
Bidang Hadis dan Ulum al-Hadis

1. Jami’ al-Kabir (Jam’u al-Jawami’)

2. At-Tawsyih ‘ala al-Jami’ ash-Shahih

3. Ad-Dibaj ‘ala Shahih Muslim ibn al-Hajjaj

4. Alfiyyah fi Mushtholah al-Hadis

5. Tadrib ar-Rawi fi Syarhi Taqrib an-Nawawi

6. Al-Luma’ fi Asbabi Wurud al-Hadis

7. Al-Musalsalat al-Kubro

Bidang Fikih dan Ushul Fikih

1. Al-Hawi li al-Fatawi

2. Taqrir al-Isnad fi Taysir al-Ijtihad

3. Al-Asybah wa an-Nazhoir fi Qawa’id wa furu’ asy-Syafi’iyyah

4. ‘Ulum al-‘Arabiyyah

5. Al-Muzhir fi ‘ulum al-lughah

6. Al-Asybah wa an-Nazhair fi ‘ilmi an-Nahwi

7. Al-Iqtirah fi Ushuli an-Nahwi

8. At-Tawsyih ‘ala at-Tawdhih

9. Jam’u al-Jawami’ fi an-Nahwi

10. Miftah at-Talkhish

4. Wafat
Setelah al-Suyuthi berusia 40 tahun yakni sekitar tahun 809 H, beliau mulai
sibuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, berpaling dari dunia dan
segala kemewahannya, bahkan beliau sempat tidak mengenal orang-orang
sekitarnya. Selain dari beribadah, pada usianya yang seperti itu beliau juga
meninggalkan profesinya sebagai mufti, mengajar, sekaligus mengurangi
kegiatannya dalam menulis. Imam Jalaluddin al-Suyuthi wafat pada malam Jum’at
tanggal 19 Jumadil Awal 911 H/ 1505 M, genap berusia 61 tahun 10 bulan 18 hari
dan dimakamkan di Husy Qushun di luar Bab Qarafah, Kairo.

C. Biografi imam jalaluddin Mahalli


1. Nama Asli, Kelahiran Dan Julukan

Penulis pertama yaitu Jalaluddin Al-Mahalli. Nama aslinya ialah


Muhammad ibnu Ahmad ibnu Muhammad,ibnu Ibrahim Al-Mahalli Asy-
Syafii, dilahirkan di Mesir pada tahun zg1 Hijriah, dan wafat pada permulaan
tahun 864 Hijriah. Ayat-ayat Al-Quy'an yang ditafsirkannya dimurai dari
permulaan surat AI-Kahfi hingga akhir surat An,NEs, kemudian ia
menafsirkan surat Al-Fatihah. seusai menafsirkan surEt Al-Fatihah, kematian
merenggutnya. Dengandemikian, tafsirnya belum lengkap, belum seluruh
surat.Ia seorang yang sungguh-sungguh menekuni berbagai ilmu agama,
antaralain fiqh, tauhid, u.sul fiqh, nahwu, saraf, dan mantiq. Ia berguru kepada
Al-Badr Mahmud Al-Alsara'i, Al-Burhan Al-Bajuri, Asy--syams Al-Basati,
Al-Ala Al-Bukhari, dan lain-lainnya.
Di masanya ia merupakan seorang ,alamah Lerkem'rLa, terkenal
pandai dalam pemahaman masalah-masalah agama; sehingga sebagian orang
Jrang semasanya menyebutnya seorang yang memiliki pemahaman yang
brilian melebihi kecemerlangan berlian. Tetapi dia sendiri mengatakan bahwa
dirinya tidak mampu banyak menghafal, dan sesungguhnya pemahaman yang
dimilikinya tidak mau menerima kekeliruan. Ia juga terkenal seorang tokoh
yang konsisten kepada pemahaman ulama salaf sangat saleh dan wara', serta
tidak pernah berhenti dari kegiatanberamar ma;ruf dan nahi m,unkar,
meskipun mendapat cacian orang yang mencacinya dalam membela perkara
yang hak. Dalam menghadapi para pembesar dan penguasa yang zalim, dia
selalu berpegang teguh kepada kebenaran. Mereka sering datang
mengunjungrnya, tetapi ia tidak terpengaruh oleh mereka, bahkan mereka
tidak diperkenankan masuk menemuinya. Pernah ditawarkan kepadanya
jabatan qafli terbesar di negerinya, tetapi ia tidak mau menerimanya. Dia tebih
suka memegang majelis tadris fiqh di Al-Muayyidiyah dan Al-Darquqiyyah'
Kitab yang ditulisnya menjadi pusat perhatian banyak orang, dan dijadikannya
sebagai pegangan mereka dalam belajar. Kelebihannya ialah gaya bahasanya
sangat ringkas, datadatanya lengkap dan terseleksi, ungkapannya fasih,
uraiannya dan penyelesaiannya sangat jelas. Di antara karya tulisnya ialah
syorah Jam'ul Januami' Fit ugul, syarah Al-Miniah (tentang fiqh Syafii), dan
Syarah Al-Waraqat (tentang usul fiqh); karya lainnya ialah tafsir ini.

2. Pendidikan
Ia adalah sosok yang selalu tampil sederhana, jauh dari gemerlap dunia
meski ia juga seorang pedagang. Sejak kecil, Al-Mahalli sudah menunjukkan
tanda-tanda kecerdasan. Berkat keuletannya dalam menutut ilmu, ia banyak
menguasai berbagai disiplin ilmu. Karena itu, selain dikenal sebagai ahli tafsir,
Al-Mahalli juga dikenal fakih (ahli dalam bidang hukum Islam), ahli kalam
(teologi), ahli usul fikih, ahli nahwu (gramatika), dan menguasai mantik
(logika).

Dalam menelaah kitab-kitab Islami, Al-Mahalli belajar dan berguru


kepada ulama yang masyhur pada masa itu. Di antaranya adalah Al-Badri
Muhammad bin Al-Aqsari, Burhan Al-Baijuri, Ala’ Al-Bukhari, dan Al-
Allamah Syamsuddin Al-Bisathi. Namun, tidak sedikit pula dari ilmu-ilmu
yang dikuasainya itu dipelajari secara otodidak. Karena penguasaannya
terhadap berbagai disiplin ilmu, tak mengherankan jika Al-Mahalli dikenal
banyak kalangan. Hingga suatu saat, ia disodori jabatan Al-Qadhi Al-
Akbar (hakim agung). Namun, jabatan itu ditolaknya. Ia lebih suka
menjadi mudarris fiqh (pengajar fikih).

3. Guru dan Murid-Muridnya

1. Al-Imam Syamsuddin Abu Abdillah Muhazmad bin Abdu ad-Da'im An-


Nu`aimi Al-`Asqalani Al-Barmawi Al-Qahiri Asy-Syafi`i yang lebih dikenal
dengan Syamsu al-Barmawi (763 - 831 H ), dalam ilmu fikih, ushul fikih dan
bahasa Arab, beliau tinggal di Madrasah Al-Baibarsiyyah tempat Jalaluddin al-
Mahalli belajar.
2. Al-Imam Al-Faqih Burhanuddin Abu Ishaq Ibrahim bin Ahmad Al-Baijuri,
lebih dikenal dengan Burhan Al-Baijuri (825 - 750 H ) dalam ilmu fikih.
3. Al-Imam Al-Muhaddits Jalaluddin Abu al-Fadhl Abdurrahman bin Umar bin
Ruslan Al-Kanani Al-`Asqalani Al-Bulqini Al-Mishri, lebih dikenal dengan
Jalal Al-Bulqini (763 - 824 H ) dalam bidang hadits.
4. Al-Imam Al-Muhaddits Waliyuddin Abu Zur`ah Ahmad bin Al-Muhaddits
Abdurrahim Al-`Iraqi (762 - 826 H ) dalam bidang ilmu hadits.
5. Al-Imam Al-Hafidz Qadhi al-Qudhat `Izuddin Abdul Aziz bin Muhammad bin
Ibrahim bin Jama`ah Al-Kanani (694 - 767 H), dalam bidang hadits dan ushul
fiqih.
6. Asy-Syaikh Syihabuddin Al-`Ajimi, cucu Ibnu Hisyam, dalam bidang nahwu.
7. Asy-Syaikh Syamsuddin Muhammad bin Syihabuddin Ahmad bin Shalih bin
Muhammad bin Abdullah bin Makki Asy-Syanuthi (Wafat 873 H ) dalam
bidang nahwu dan bahasa Arab.
8. Al-Imam Nashiruddin Abu Abdillah Muhammad bin Anas bin Abu Bakr bin
Yusuf Ath-Thanatada'i Al-Mishri Al-Hanafi (Wafat 809 H), dalam bidang
ilmu waris dan ilmu hitung.
9. Al-Imam Badruddin Mahmud bin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad Al-
Aqshara'i (Wafat 825 H dalam bidang ilmu logika, ilmu debat, ilmu ma`ani,
ilmu bayan, ilmu `arudh dan ushul fikih.
10. Al-Imam Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman Ath-
Tha'i Al-Basathi Al-Maliki (670 - 842 H), dalam bidang tafsir, ushuluddin, dan
lain-lain. Dan masi banyak lagi guru guru lainnya.

Murid-Muridnya :

1. Al-Imam Nuruddin Abu Al-Hasan Ali bin Al-Qadhi Afifuddin Abdullah bin
Aham, lebih dikenal dengan nama As-Samhudi, Ulama, Mufti, Pengajar dan
Sejarawan di Madinah (844-911 H), ia mempelajari Syarh al-Minhaj, Jam`ul
Jamami`, dan lain-lain.
2. Asy-Syaikh Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad bin Abu Bakr bin Ali bin
Mas`ud bin Ridhwan Al-Mari Al-Maqdisi lebih dikenal dengan nama Ibnu Abi
Syarif (836 - 923 H ) lahir di Yerusalem kemudian pergi ke Kairo dan
mempelajari Syarh Jam`ul Jawami`.
3. Asy-Syaikh Syihabuddin Abu Al-Fattah Ahmad bin Muhammad bin Ali bin
Ahmad bin Musa Al-Absyaihi Al-Mahalli, ia mempelajari Syarh al-Minhaj
dan Syarh Jam`ul Jamami`.
4. Asy-Syaikh Khairuddin Abu Al-Khair Muhammad bin Muhammad bin Daud
Ar-Rumi Al-Qahiri Al-Hanafi, lebih dikenal dengan nama Ibnu Al-Farra' (814
- 897 H), ia mempelajari bidang fikih dan ushul fikih.
5. Asy-Syaikh Kamaluddin Abu Al-Fadhl Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Bahadir Al-Maumani Ath-Tharablusi Al-Qahiri Asy-Syafi`i
(Wafat 877 H , ia mempelajari Syarh al-Minhaj, Syarh Jam`ul Jamami`, Syarh
Alfiyah Al-`Iraqi, dan lain-lain.
6. Asy-Syaikh Shalahuddin Muhammad bin Jalaluddin Muhammad bin
Muhammad bin Khalaf bin Kamil Al-Manshuri Ad-Dimyathi, Qadhi di
Dimyath, lebih dikenal dengan nama Ibnu Kamil (Wafat 887 H ).
7. Asy-Syaikh Syamsuddin Abu Al-Barakay Muhammad bin Muhammad bin
Muhammad bin Ali bin Yusuf bin Al-Baz Al-Asyhab Manshur bin Syibl Al-
Ghiraqi (795 - 858 H ).
8. Syaikh Asy-Najmuddin Muhammad bin Syarafuddin Muhammad bin
Najmuddin Muhammad bin Sirajuddin Umar bin Ali bin Ahmad Al-Qurasyi
Ath-Thanabadi Al-Qahiri Asy-Syafi`i. Dan masi banyak lagi murid murid
lainnya.

4. Karya-Karya

1. Al-Badru ath-Thali` fi Halli Jam`i al-Jawami`, merupakan Syarh dari Jam`u


al-Jawami` yang ditulis oleh Tajuddin As-Subuki, kitab dalam ilmu ushul
fiqih.
2. Syarh Al-Waraqat yang ditulis Imam Al-Haramain Al-Juwaini,
3. Kanzu ar-Raghibin fi Syarhi Minhaji ath-Thalibin Imam An-Nawawi7
4. Tafsir al-Qur'an al-'adzim atau lebih dikenal dengan tafsir Jalalain, bersama
Jalaluddin as-Suyuthi.
5. Syarh Mukhtashar Burdah.

7
Imam An-Nawawi
6. Al-Anwar Al-Madhiyah.
7. Al-Qaul Al-Mufid fi An-Nail As-Sa`id.
8. Ath-Thib An-Nabawi.
9. Kitab fi Al-Manasik.
10. Kitab fi Al-Jihad.
11. Syarh Al-Qawa`id Ibnu Hisyam.
12. Syarh At-Tashil Ibnu Malik.

5. Wafat
Imam Jalaluddin Al-Mahalli wafat pada Sabtu pagi, pertengahan
Ramadhan 864 H, bertepatan pada tahun 1459 M. Selain itu, ada yang
menyebutkan wafatnya tahun 1455 M.

D. Metode dan corak penafsiran

Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa metode penafsiran setidaknya ada 4


macam, yakni tahlily, ijmaly, muqoron, dan maudlu’iy. Metode Tahlily adalah
salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayatn al-
qur’an dari seluruh aspeknya. Metode Ijmali, adalah metode tafsir yang
menafsiran ayat-ayat al-qur’an dengan cara mengemukakan makna global. Sedang
metode Muqoron meneankan kajiannya pada aspek perbandingan(komparasi)
tafsir alqur’an. Terahir metode Maudlu’i atau tematik, yaitu metode yang
pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam al-qur’an.
Dari definisi yang ada, maka tafsir jalalin dapat digolongkan ada tafsir yang
menggunakan metode ijmali, karena sang mufassir telah memaparkan
penjelasannya secara global pada tafsir ini, serta dapat digolongkan juga pada
metode tahlily, dengan dalih penafsirannya yang mencakup beberapa aspek
keilmuan, seperti segi bahasa, maksud sebuah ayat, asbab an Nuzul, dan lain lain.
Sebagaimana yang telah tertulis dalamensiklopedi islam : “Dengan latar
belakang seperti itu, dapat difahami  cara penafsiran yang dilakuka kitab ini.
Selain menjelaskan maksud sebuah kata, ungkapan atau ayat, kitab ini
menjelaskan factor kebahasaan denga menggunakan cara-cara berikut : langsung
menerangkan kata dari segi sharafnya jika hal itu di anggappentig untuk
diperhatikandengan mengambil bentuk struktur bentuk (wazan) katanya,
menerangkan makna kata atau padanan kata (sinonim) jika dianggap belum
dikenal atau mengandung makna yang agak husus, dan menjeaskan fungsi kata
(subyek, obyek, predikat atau yang lain) dalam kalimat. Menurut ilmu tafsir, cara
penafsiran seperti itu disebut metode tahlily.”

Menurut ilmu tafsir, cara penafsiran Tafsir Jalalain disebut dengan metode
tahlili (analisis) dengan corak tafsir bil Ra’y, yaitu ditulis dengan langsung
menerangkan kata dari segi sharafnya, mengambil struktur katanya, menerangkan
makna kata atau padanan kata jika dianggap belum dikenal atau mengandung
makna khusus, dan menjelaskan fungsi kata (subjek, objek, predikat, dll) dalam
kalimat.

Tafsir Jalalain tersusun atas baris-baris tulisan biasa. Namun, pembeda antara
teks Al Quran dan tafsiran terletak pada tanda kurung. Teks Al Quran berada
dalam dua tanda kurung, sedangkan penafsiran dan penjelasannya tanpa tanda
kurung. Tafsir Jalalain menggunakan judul Tafsir Al Quran Al-Adzim yang ditulis
dengan ukuran besar dan di bawahnya dituliskan nama kedua pengarang dengan
ukuran tulisan yang lebih kecil.
Corak Penafsiran Pada perkembangannya, Ada dua hal yang menjadi latar
belakang ditulisnya kitab tafsir ini, pertama keprihatinan sang mufassir akan
merosotnya bahasa arab dari kurun ke kurun dikarenakan banyaknya bahasa ajam
(selain arab) yang masuk ke negara arab, seperti bahasa persi, turki, dan india.
Sehingga mempengaruhi kemurnian bahasa Al-Qur' an sendiri, bahasa arab
semakin sulit untuk difahami oleh orang arab asli karena susunan kalimatnya
berangsur-angsur semakin berbelok kepada gramatika lughot ajam.
Kosa katapun banyak bermunculan dari lughot selain arab, sehingga
menyulitkan untuk mengerti yang mana bahasa arab dan yang mana bahasa ajam.
Hal inilah yang dikelnal "Zuyu' al Lahn " (keadaan dimana perubahan mudah
ditemui) sehingga banyak kaidah-kaidah nahwu dan shorof dilanggar. Kedua, Al-
Qur'an telah diyakini sebagai sumber bahasa arab yang paling autentik, maka
untuk mendapatkan kaidah yang benar, pegkajian dan pemahaman terhadap Al-
Qur' an harus dilakukan. Corak penafsiran ialah suatu warna, arah, atau
kecenderungan pemikiran atau ide tertentu yang mendominasi sebuah karya tafsir.
Adapun mengenai corak tafsir Jalalain, kami lebih condong untuk menamainya
dengan corak sastra budaya kemasyarakatan. Karena didalamnya tidak hanya
terdapat penjelasan mengenai kebahasaan, akan tetapi juga banyak membahas
cerita-cerita kemasyarakatan pada zaman dahulu, sebagaimana kisah-kisah
israiliyyat yang terdapat didalamnya.

E. Setting Sosial Dan Pengaruh Dalam Penafsirannya

dalam posisinya sebagai huda li al-nas (sebagai kitab petunjuk), al- Qur’an
diyakini tidak akan pernah lekang dan lapuk dimakan zaman. Kajian al-Quran
selalu mengalami perkembangan yang dinamis seiring dengan akselerasi
perkembangan kondisi sosial-budaya dan peradaban umat manusia. Hal ini
terbukti dengan munculnya karya-karya tafsir, mulai dari yang klasik hingga
kontemporer dengan berbagai corak, metode dan pendekatan yang digunakan.
Keinginan umat Islam untuk selalu mendialogkan al-Qur’an sebagai teks yang
terbatas dengan problem sosial kemanusiaan yang tak terbatas merupakan spirit
tersendiri bagi dinamika kajian tafsir al-Qur’an.

Semenjak abad II (kedua) Hijriyah para ulama berusaha memenuhi kebutuhan


akan adanya tafsir bi al-ma’tsur dengan menulis karya-karya sambung
menyambung dalam bidang tafsir. Namun usaha-usaha besar pada fase awal ini
tidak ada yang tersisa dan sampai sekarang. Semua kebutuhan itu dapat terpenuhi
dengan adanya sebuah maha karya agung, yang di satu sisi merepresentasikan
kekayaan tafsir bi al-ma’tsur yang merupakan titik permulaan dan peletakan batu
pertama dalam literatur tafsir al-Qur’an. Terkadang di antara lembaran-
lembarannya terhimpun isi kitab-kitab tersebut dengan bentuk yang sangat
sempurna, dan pada saat yang sama di antara sisi- sisinya memuat seluruh benih
orientasi yang mendorong munculnya penafsiran, lebih dari sekedar hanya
mencatat dan mengumpulkan.
Secara kultural-akademik termasuk makhluk yang beruntung, jika dilihat
setting-sosial yang diwarnai oleh kemajuan peradaban Islam dan berkembangnya
pemikiran ilmu-ilmu keislaman pada abad III hingga awal abad IV H. Keadaan ini
sangat berpengaruh secara mental maupun intelektual terhadap perkembangan
keilmuannya. Hal ini terjadi pada pemerintahan dinasti Umayah dan awal dinasti
Abbasiyah. Terlebih ketika penguasa pada masa khalifal ke 5 dinasti Abbasiyah
yakni khalifah Harun al-Rasid tahun (785-809 M) memberikan perhatian khusus
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, yang kemudian dilanjutkan oleh
khalifah al-Makmun tahun (813-830 M). dunia islam ketika itu benar-benar
memimpin peradaban dunia, dalam sejarah peta pemikiran islam, periode ini
dikenal sebagai zaman keemasan.8
Pemerintahan pada saat itu sangat memprioritaskan masalah pendidikan,
bahkan mereka sangat menghormati para ulama dan tokoh sufi serta para fuqaha.
Banyak sekali fuqaha yang dijadikan Qadi di daerahnya, semisal Zakariya al-
Ansari dan juga Imam al-Suyuti. Meskipun begitu tidak semua ahli ilmu mendapat
perlakuan istimewa dari pemerintahan, banyak di antara mereka yang menjadi
musuh pemerintahan karena mereka tidak mau diatur. Karena hal itulah, akhirnya
al-Suyuti mengundurkan diri sebagai Qadi karena kedudukannya diatur oleh
pemerintahan.9 Sewaktu dinasti Mamluk berkuasa muncullah ulama-ulama besar,
di antaranya Ibnu Taimiyyah (1263-1328 M) penganjur pemurnian dalam agama
Islam untuk kembali pada al-Qur’an dan al-Sunnah serta membuka kembali pintu
ijtihad, serta Ibnu Hajar al-‘Asqalani (1372-1449 M) kepala Qadi Kairo yang
terkenal sebagai pakar hadis dan pengarang kitab-kitab dalam sejumlah jilid
besar.10
Di saat yang bersamaan terlihat melemah, dengan tidak mengatakan
“mundur”, pada bidang kesusastraan sejak pemerintahan beralih dari Mamluk
Bahari ke Mamluk Burji pada 1382. M. Hal itu terkesan bahwa para Sultan
Mamluk Burji kurang lincah dalam mengatur roda pemerintahan. Ketika sultan
Salim I dari Dinasti Usmani di Turki merebut kembali Mesir ke tangan kesultanan
Mamluk pada tahun 1517 M, kesultanan Mamluk hancur.11

F. Sistematika Penulisan

Penulis awal Tafsir Jalalain adalah Jalaluddin Al-Mahalli, ia mengawali


penulisan tafsirnya dari surah al-Kahfi yang terletak di pertengahan juz lima belas
terus ke belakang sampai surah yang terakhir, yaitu surah an-Nas.12 Setelah
8
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta : LKIS, 2010), hlm.47
9
Tahir Sulaiman Hamudah, Jalaluddin al-Suyuti ‘Ashruhu wa Hayatuhu wa As\aruhu wa Juhuduhu fi al-Dars al-
Lugawi, (Beirut : Maktab al-Islami, 1989), hlm. 37.
10
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, J. 1, (Jakarta : Ikhtiar Baru Van Haeve, 1994), hlm. 148.
11
Ibid., hlm. 149
12
Muhammad Yusuf, Studi Kitab Tafsir, 67
menafsirkan dari surah al-Kahfi sampai surah an-Nas, dilanjutkan dengan
menafsirkan surah al-Fatihah. Setelah menafsirkan surah al-Fatihah, beliau berniat
untuk menafsirkan surah yang lain sampai selesai. Namun beliau meninggal pada
tahun 864 H/1445 M. Kemudian dilanjutkan oleh Asy-Syuyuthi, beliau
menyempurnakan penafsiran yang dilakukan oleh gurunya tersebut. Asy-Syuyuthi
menyelesaikan konsep tafsirnya selama 40 hari, sejak Ramadhan 870 H yang
penyelesaian seutuhnya selesai setahun kemudian. Sistematika penulisan kitab
Tafsir Jalalain mengikuti susunan ayat-ayat di dalam mushaf. Penyajiannya tidak
terlalu jauh dari gaya bahasa Al-Qur’an.13

G. Contoh-Contoh Penafsiran

Sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh Nabi Musa ketika berguru kepada
Nabi Khidir tentang adab seorang murid kepada guru, terdapat dalam surat Al-
Kahfi ayat 66-76,35 sebagai berikut:
)٦٦( ‫ك َعلَى َأن تُ َعلِّ َم ِن ِم َّما عَلَّ ْمتَ ُر ْشدًا‬
َ ‫قَا َل لَهُ ُمو َس ٰى هَلْ َأتَّبِ ُع‬

Musa berkata kepadanya, “Bolehkah aku mengikutimu agar engkau mengajarkan


kepadaku (ilmu yang benar) yang telah diajarkan kepadamu (untuk menjadi)
petunjuk?” {66} Jalaluddin Al-Mahalli menjelaskan bahwa Nabi Musa meminta
kepada Nabi Khidir untuk mengajarinya (ilmu yang benar) yang telah
diajarkannya untuk dijadikan petunjuk, yakni ilmu yang dapat membimbing Nabi
Musa as. Nabi Musa meminta hal tersebut kepada Nabi Khidir karena menambah
ilmu merupakan suatu hal yang dianjurkan. Menurut Jalaluddin Al-Mahalli, dalam
suatu qira’at ‫ اًشد ُر‬dibaca rasyadan yaitu dengan mem-fathah-kan ra’ dan syin.14

13
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1988), 13.
14
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin Asy-Syuyuthi, Tafsir Al-Jalalain (Kairo: Dar alHadits, n.d.), 390.
H. Kelebihan Dan Kekurangan
Sebagai sebuah kitab tafsir yang sangat fenomenal, tentu saja tafsir jalalain
memiliki banyak sekali kelebihan dibandingkan kitab-kitab tafsir yang lainnya.
Diantara kelebihan dan keunggulan tafsir jalalain adalah:

 Penggunaan bahasa yang singkat, padat dan mudah dipahami oleh kalangan
awam sekalipun.
 Menyebutkan pendapat yang rajih atau kuat dari berbagai pendapat yang ada.
 Tidak bertele-tele, Mudah dipahami
 Menyebutkan pendapat yang rajih (kuat) dan beberapa pendapat yang ada
 Sering menyebutkan sisi i’rab dan qira’at secara ringkas.
Karena kelebihannya inilah para ulama banyak menelaah kitab tafsir ini dan
bahkan ada yang memberikan catatan kaki, juga penjelasan (syarah). Diantara
syarah dari tafsir jalalain adalah:

 Majma’ al-Bahrayn wa Mathla’ al-Badrayn ‘ala Tafsir al-Jalalain karya Abu


Abdillah Muhammad bin Muhammad al Karkhi al Bakri
 al-Futuhat al-Ilahiyyah bi Tawdhih al-Jalalayn li ad-Daqaiq al-Khafiyyah
karya Abu Dawud Sulaiman bin Umar bin Manshur al Ajiily al Azhary al Jamal
 Hasyiyah as-Showi ‘ala al-Jalalayn karya Ahmad bin Muhammad as-Showi
 Anwar al-Hudaa wa Amthor al-Nada’ karya Usman Jalaluddin al Kalantani
 Qurratu al-‘Aynayn ‘ala Tafsir al-Jalalayn karya Muhammad Ahmad Kan’an
al Qodhi

Kekurangan kitab tafsir ini adalah:


• Kitab tafsir ini memakai metode ahli takwil ketika mengkaji tafsir ayat
sifat Allah (ahli takwil merubah maknanya tanpa ada dalil). Salah satu contoh
ketika pembahasan surah Al-Fajr ayat 22 diterangkan mengenai kedatangan Allah
secara hakiki, namun ditafsirkan dengan kedatangan ‘amruhu’ (perintah-Nya).
Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri memberikan catatan bahwa ini adalah
takwil yang menyelisihi metode salafush shaleh. Ayat ini sejatinya menetapkan
bahwa Allah itu datang sesuai keagungan Allah tanpa kita melakukan tasybih
(menyerupakan dengan makhluk), tamtsil (menyamakan dengan makhluk ), takyif
(menyebutkan hakikat sifat tanpa dalil), atau taktil (menolak sifat). Lihat catatan
kaki Tafsir Al-Jalalain (ta’liq: Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri), hlm.
604.
• Kitab tafsir ini terlalu bermudah-mudahan dalam penentuan beberapa
bagian sejarah dan letak geografi tentang suatu kejadian dari ayat, atau
semacamnya.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Tafsir Jalalain ditulis ole dua orang mufassir terkemuka yaitu


Jalaluddin As-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli. Sehingga tafsir ini
dinamakan dengan tafsir jalalain. Atau yang diartikan "dua orang jalal" Tafsri
Jalalain ini mempunyai sumber penafsiran yaitu sumber al- Ra'yu (logika).
Dalam hal ini menggunakan logika sebagai buah pemikiran mufassir dantafsir
Jalalain termasuk tafsri bil- ra'yi Mahmud (tafsir logika yang terpuji).
Dalamartian tafsir ini sesuai dengan tujuan syari'at, jauh dari kesesatan,
dibangun atas dasar qaidah-qaidah kebahasaan yang benar.

kaidah kaidah penafsiran yang sangat penting seperti memper hatikan


asbabun nuzul, ilmumunasabah dan lain-lain saran yang dibutuhkan oleh
mufassir. Adapun mengenai metode yang digunakan tafsir Jalalain
menggunakanmetode Ijmali (global). Sebagaimana diungkapkan oleh al-
Suyuthi.Adapun mengenai corak tafsir Jalalain, kami lebih condong
untukmenamainya dengan corak sastra budaya kemasyarakatan. Karena
didalamnya tidakhanya terdapat penjelasan mengenai kebahasaan, akan tetapi
juga banyak membahascerita-cerita kemasyarakatan pada zaman dahulu,
sebagaimana kisah-kisah israiliyyatyang terdapat didalamnya, dan sebenarnya
kelebihan dan kekurangan dapat dilihat dalam metode yang digunakan. Al-
Fatih Suryadilaga mengemukakan bahwa tafsir Jallalain menggunakan metode
ijmali.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami sampaikan, tentunya banyak
kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan materi dalam
makalah ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca untuk
memberikan kritik atau saran yang dapat membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan pembaca.
Daftar Pusaka

Abdulloh Taufiq, Ambari hasan Muarif, Dahlan Abdul Aziz, Ensilkopedi Islam, PT.

Ahmad As-Shawiy al-Maliki. Hasiyatus Shawiy ‘ala Tafsir al-Jalalayn. Juz. I (Bairut: Daar
al-Fikr,1993)

Al-Qur’an al-Karim bi Rasm Utsmani wa bi hamisyihi Tafsir al-Imamaini al-Jalalaini. (Daar


Ibn Katsir,tt).

As-Suyuthi dan al-Mahally. Tafsir Jalalain bi Hamisy al- Our'an al Karim, Muassasah Ar-
Royyan.

Dr. Nashruddin Baidan. Metodologi Penafsiran al- Qur'an, Ichtiar Baru : 2001. Cetakan ke-7
‚Yogyakarta: PustakaPelajar, 2000.

Husnul Muhadharah fi Tarikh Mishr wa Al-Qahirah, Jilid 1, Halaman 252, Jalaluddin As-
Suyuthi, 1967.

Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin Asy-Syuyuthi, Tafsir Al-Jalalain (Kairo: Dar


alHadits, n.d.), 390.

Kitab Tafsir jalalain jilid 1, Sinar Baru Algensindo

Refrensi: M. Alfatis Suryadilaga, dkk. Metodologi ilmu tafsir (Teras : 2005)h. 41

Falah Abdul Hayy bin Ahmad bin Muhammad bin Al-Imad Al-`Akari Al-Hanbali,Syadzarat
adz-Dzahab fi Akhbar Man Dzahab, Jilid 9, Halaman 447-448.

Anda mungkin juga menyukai