Oleh :
RIAU
2022/1443
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan
tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tidak lupa pula kita hadiahkan kepdxa
nabi besar Muhammad SAW yang telah menyampaikan risalah-nya kepada kita.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
matakuliah studi al-quran dengan dosen pengampuh bapak Drs. Zainal Arifin,
M.A, selain itu makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang apa
proses penulisan makalah ini. Kami selaku penulis memohon maaf atas makalah
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat memberikan informasi yang
berguna bagi para pembacanya, baik bagi teman mahasiswa/i maupun masyarakat
pada umumnya.
Pekanbaru,sepetember 2022
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1
Rifat Syauqi Nawawi “ Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh” Jakarta : Paramadina
2002,hlm.xii
2
Bahary, Ansor “ Tafsir Nusantara Studi Kritis Terhadap Marah Labid Nawawi al-
Bantani 2015,hlm,176.
sampaila pada kondisi sekarang ini. Ilmu tafsir akan senantiasa tumbuh
berkembang dan bercabang sejalan dengan perkembangan kualitas keilmuan
para mufasir dan ilmu ilmu pengetahuan yang modrn.
Corak penafsiran Alquran tidak lepas dari perbedaan,
kecendrungan,interest,motivasi mufassir,perbedaan misi yang di
emban,perbedaan kedalaman dan ragam ilmu yang di kuasai,perbedaan
masa,lingkungan serta perbedaan situasi dan kondisi dan sebagainya.
Kesemuanya menimbulkan berbagai corak penafsiran yang berkembang
menjadi aliran yang bermacam – macam dengan metode yang berbeda.3
Tradisi penulisan karya islam di nusantara seperti dalam bidang sastra,
fiqh, hdits, dan tafsir bergerak bersamaan dengan di perkenalkannya islam
kepada penduduk nusantara. Tetapi khususnya karya tafsir perkembangannya
tidak seperti bidang ilmu keislaman lainnya. Satu hal yang perlu di ketahui
dalam mengkaji perkembangan awal tafsir di Indonesia adalah perlunya upaya
memahami konteks historis pada saat itu.
Dalam penulisan Al-Quran sebagai bukti awal di nusantara yaitu
sebuah naskah MS. Li.6-45 di Cambridge yang memuat tafsir surah Al-Kahf
yang di tulis sekitar abad ke-17 M. tafsir ini berbahasa melayu dengan
menggunakan aksara jawi.
Namun secara factual dan lengkap, aktivitas kajian seputar Al-Quran di
indonesi di rintis oleh Abd Rauf Singkel yang menerjemahkan Al-Quran
kedalam bahasa melayu pada pertengahan abad XVII yang berjudul tarjuman
Mustafid.
Wacana tentang islam nusantara banyak menuai perdebatan intelektual
muslim. Wacana islam nusantara bisa saja di perselisihkan, islam sebagai
subtansi ajaran yang turun di mekkah lalu tersebar ke madinah dan daerah –
daerah lain dan kemudia bertemu dengan budaya setempat.
Melihat dari berbagai pertemuan antara ajaran islam dan budaya
nusantara pada tiap bangsa dan Negara banyak mempengaruhi para mufasir
dalam menafsirkan Al-Quran serta ilmu lainnya, hingga penulis mengambil
3
A.H Sanaky, Hujair “ Metode Tafsir ( Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Wana
Atau Corak Mufassirin )” Al-Mawarid,2008hlm,256.
celah dalam penelitian pada bidang yang dipengaruhi budaya local daerah
setempat objek yang di ambil yaitu salah satu tafsir nusantara Indonesia
tepatnya bangilan,tuban jawa timur.
K.H Misbah Musthafa merupakan salah satu mufasir Indonesia. Dia
adalah pengasuh pondok pesantren Al-Balad,Bangilan,Tuban jawa timur ia di
alihkan di pesisir jawa tengah tepatnya gang palem, Rembang tahun 1916
dengan nama Masruh.4
1.2 Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang di atas maka dapat di ambil rumusan masalahnya
yaitu :
1. Apakah yang di maksud dengan tafsir ?
2. Bagaimanakah pembagiannya atau apa saja macam macam tafsir yang
berkembang?
3. Apa saja ilmu – ilmu bantu tafsir itu?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan msalah di atas , maka tujuan daari di buatnya dan
penulisan makalah ini ialah :
1. Mengetahui apakah pengertian tafsir itu
2. Mengetahui Apa saja pembagian tafsir atau macam – macamnya
3. Untuk mengetahui ilmu bantu dalam tafsir atu menafsirkan
4
Safroni,Ahmad “ Penafsiran Sufi Surat al-Fatiha Dalam Tafsir Taj al-Muslimin Dan Tafsir
al-Iklil Karya Misbah Mustafal “ dalam Skripsi Institut Agama Islam Negri (IAIN)
Walisongo,Semarang,2008.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tafsir
A. Tafsir
Secara bahasa kata tafsir berasal dari fassara yang semakna dengan
awdhaha dan bayyana, dimana tafsir sebagai masdhar dari fassara semakna
dengan idhah dan tabyin kata – kata tersebut dapat di terjemahkan kepada
“ menjelaskan “ atau “ menyatakan “ AL- jarjani memaknai kata tafsir itu
dengan al-kasyf wa al-Izhar ( membuka dan menjelaskan atu
menampakkan ). 5
Istilah tafsir dalam makna membuka digunakan baik membuka
secara konkret ( Al- his ) maupun abstrak yang bersifat rasional. Al-quran
menggunakan istilah tafsir dalam makna penjelasan seperti yang terdapat
dalam surah AL-Furqan (25) ayat 33:
5
Ali Bin Muhammad Al-Jarjani, Kitab At-Ta’rifat,Beirut: Dar Al-Kutub AL-Ilmiyah, 1988,
hlm,63.
mendefinisikan tafsir ini kepada “ penjelasan kalam Allah atau
menjelaskan lafal – lafal AL-Quran dan pengertian – pengertiannya.”6
Berdasarkan defenisi di atas maka tafsir dapat di artikan sebagai
penjelasan atau keterangan yang di kemukakan oleh manusia mengenai
makna ayat – ayat Al-Quran sesuai kemampuannya menangkap maksud
Allah yang terkandung dalam ayat – ayat tersebut.
Menurut As-Sibagh, tafsir ialah suatu ilmu yang berguna untuk
memahami kitab Allah, yaitu menjelaskan maknanya, mengeluarkan
hokum dan hikmanya. Defenisi ini terlihat berbeda dengan defenisi di atas.
Dalam defenisi As-Sibagh tafsir di gambarkan sebagai suatu alat yang di
gunakan untuk memahami Al-quran. Ia bukan apa yang di pahami dari Al-
quran,tetapi suatu ilmu yang di gunakan untuk memahaminya. Hal serupa
juga di kemukakan oleh Az-Zarkasyi, yaitu “ tafsir adalah suatu ilmu yang
di gunakan untuk memahami kitab Allah yang di turunkan kepada nabi
Muhammad SAW, menjelaskan maknanya dan mengeluarkan hokum serta
hikmanya. Menurut Khalid Abdurrahman hal ini bukan tafsir melainkan
Ushul At-Tfsir ( dasar – dasar tafsir).
Defenisi di atas menggambarkan bahwa tafsir mempunyai dua arti,
yaitu tafsir sebagai ilmu alat untuk menjelakan makna Al-quran dan tafsir
sebagai pemahaman terhadap Al-Quran berdasarkan ilmu alat. Artinya,saat
seorang mufassir menafsirkan Al-quran ia melalui proses menggunakan
ilmu – ilmu alat, yang di sebut dengan tafsir, dan kemudian menghasilkan
suatu pemahaman yang juga di sebut dengan tafsir. Jadi ada tafsir sebagai
ilu alat dan juga ada tafsir sebagai hasil. Defenisi Az-Zarkasyi dan As-
Sibagh lebih mengacu kepada tafsir sebagai alat dalam arti pertama yaitu,
ilmu tafsir.
Sedangkan di dalam buku pengantar studi Al-Quran yang di tulis
oleh Syaikh Manna‟ Al-Qaththan yang di terjemah oleh H.Aunnur Rafiq
El-Mazni, Lc,MA, tafsir sendiri secara bahasa mengikuti wazan “ tafil “
artinya menjelaskan, menyingkap dan menerangkan makna – makna
6
Muhammad Husain Adz-Dzahabi, At-Tafsir Wa Al-Mufassirin. Kairo: Maktabah
Wahbah 1995,hlm.187.
rasional. Kata kerjanya mengikuti wazan “ dharab – yadhrabu “ dan “
nashara – yanshuru “. Dikatakan “ fasara asy-syai’a – yafsiru” dan “
yafsuru, fasran,” dan “ fassarahu” artinya “ abanahu” ( menjelaskannya ).
Kata at-Tafsir dan al-Fashr mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap
yang tertutup. Dalam lisanul „Arab dinyatakan kata Al- Fashr berarti
menyingkap sesuatu yang tertutup se3dangkan kata at-Tafsir berarti
menyingkapkan maksud suatu lafadz yang musykil.
Sebagaimana dalam ayat Al-Quran surah Al-Furqan yang telah di
cantumkan di atas Ibnu Abbas mengartikan “ wa ahsanu tafsira “ dalam
ayat di atas sebagai lebih baik perinciannya ( tafshila ). Sebagian ulama
berpendapat kata tafsir adalah kata kerja yang terbalik, berasal dai kata
(safara) yang juga memiliki makna menyingkap ( al-Kasyf ), dikatakan
safarat al-mar’atu sufura,apabila perempuan itu menyingkapkan cadar
dari wajahnya. Dan kata asfara ash shubhu; artinya menyinari dan terang.
Pembentukan kata “ Al-Fasr “ menjadi bentuk “ tafil “ ( yakni tafsir )
untuk menunjukkan arti banyak, atau sering berbuat.
Abu Hayyan mendefenisikan tafsir sebagai “ ilmu yang membahas
tentang cara pengucapan lafazh – lafazh al-Quran, indicator –
indikatornya, masalah hukumnya baik yang independen maupun yang
berkaitan dengan yang lain, serta tentang makna – makna yang berkaitan
dengan kondisi struktur lafadz yang melengkapinya.
Kemudian Abu hayyan menjelaskan unsur – unsur defenisi tersebut
sebagai berikut :
“ ilmu “ adalah kata jenis yang meliputi segala macam ilmu. “ yang
membahas cara mengucapkan lafazh – lafazh al-quran” mengacu kepada
ilmu qira‟at. “ indicator –indikatornya “ adalah pengertian – pengertian
yang di tunjukkan oleh lafadz itu. Ini mengacu kepada ilmu bahasa yang di
perlukan dalam ilmu ( tafsir ) ini. Kata – kata “ hukumnya baik
independen maupun berkaitan dengan lainnya “ meliputi ilmu sharaf, ilmi
I‟rab, ilmu bayan, dan ilmu badi‟. Kata – kata “ maknanya yang berkaitan
dengan kondisi struktur lafadz yang melengkapinya” meliputi
pengertiannya yang haqiqi dan majazi suatu struktur kalimat kadang
menurut lahirnya menghendaki suatu makna tertentu tetapi terdapat
penghalang, sehinga susunan kalimat tersebut meski di bawa kemakna
yang buakan makna lahir, yaitu majaz. Dan kata – kata “ hal yang
melengkapinya “ mencakup pengetahuan tentang nasakh,asbab,an-nuzul,
kisah – kisah dan lain sebagainya.7
7
Saykh Mana Al-Qaththan, Pengantar Studi Al-Quran , kairo: Maktabah Wahbah,1425,
hlm, 407.
8
M.Quraish Shihab, dkk.Sejarah.., hlm.174;Baca Juga Abd.Muin Salim,Mardan Achmad
Abu Bakar,Metodologi penilian Tafsir Maudhu’I,( Yogyakarta: Pustaka al-Zikra, 2011), hlm 39.
9
Manna’ Khilmi al-Qathathan, Mabahis fi ‘ulum al-Quran,( Riyadh ; mansyurat al-Ashr al-
Hadits, 1973 )hlm,182-183;
Mengandalkan metode tahlili dengan pendekatan tafsir bil al-
matsur memiliki keistimewaan,namun juga memiliki kekurangan.
Adapun keistimewaannya adalah :
a. Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-quran
b. Mendapat ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan
pesan –pesannya
c. Mengikat mufassir dalam bingkai ayat – ayat, sehingga
membatasinya terjerumus dalam subjektifitas berlebihan.
Di antara kekurangan tafsir bil-Matsur ialah :
a. terjerumusnya sang mufassir dalam uraian kebahasaan dan
kesastraan yang bertele – tele sehingga pesan pokok Al-
quran menjadi kabur.
b. Seringkali konteks turunnya ayat ( uraian asbab an-Nuzul
atau situasi kronologis turunnya ayat – ayat hukum yang di
pahami dari uraian nasikh mansukh )hamper dapat di
katakana terabaikan sama sekali,sehingga ayat tersebut
bagaikan turun bukan dalam satu masa atau berada di tengah
– tengah masyarakat tanpa budaya.10
2. Tafsir bi al-Ra’y
Tafsir bi al-Ra‟y adalah penafsiran yang di lakukan dengan
menetapkan rasio sebagai titik tolak( penafsiran dengan rasio ). Tafsir
corak ini dinamakan juga dengan al-Tafsir al-Ijtihadi yaitu penafsiran
yang menggunakan ijtihad.tafsir bi al-Ra‟y dapat juga di artikan dengan
tafsir ayat – ayat al-Quran yang di dasarkan pada ijtihad para mufassirnya
10
M.Quraish Shihab,Membumikan…,Hlm,84.
dan menjadikan akal pikiran sebagai pendekatan utamanya.11 Tafsir bi al-
Ra‟y yang menggunakan metode tahlili ini, para mufassir memperoleh
keabsahan dalam berfikir untuk menafsirkan al-Quran sehingga mereka
agak lebih otonom ( mandiri ) berkreasi dalam meberikan intrepretasi
dalam ayat – ayat Al-Quran. Hal tersebut dibatasi oleh kaidah-kaidah
penafsiran Al-Quran agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dalam
menafsirkan al-Quran.
Inilah salah satu sebeb yang membuat tafsir dalam bentuk al-
Ra‟y dengan metode tahlili (analitis) dapat melahirkan corak penafsiran
yang beragam sekali seperti tafsir fiqh,falsafi, sufi, „imi, adabi, ijtima‟i.12
di karekan adanya keabsahan serupa itulah maka tafsir bi al-Ra‟y
berkembang jauh lebih pesat meninggalkan tafsir bi al-Matsur,
sebagaimana diakui oleh para ulama tafsir semisal mana‟ al-Qathan.
Menurut adz-Dzahaby, para ulama telah menetapkan syarat-
syarat diterimanya tafsir bi al-Ra‟y yaitu : a). benar – benar menguasai
bahasa arab dengan segala seluk – beluknya. b). mengetahui asbab an-
Nuzul, nasikh mansukh, ilmu qira‟at,dan syarat – syarat keilmuan lain. c).
tidak menginterpretasikan hal hak yang merupakan otoritas tuhan untuk
mengetahuinya. d). tidak menafsirkan ayat Al-Quran berdasarkan hawa
nafsu dan interes pribadi. e). tidak menafsirkan ayat berdasarkan aliran
atau paham yang jelas ( bathil ) dengan maksud justifikasi terhadap aliran
tersebut. f). tidak menganggap bahwa tafsirnyalah yang paling benar dan
yang dikehendaki oleh tuhan tanpa argumentasi yang pasti.13
Menurut hasil penelitian, bahwa tafsir yang paling terkeal yang
memenuhi syarat tafsir ar-Ra’y yaitu, Mafatih al-Ghaib karya ar--
Razi,Anwar al-Tanzil Wa Asruru al-Ta’wil karya al-Baidhawi, lubub al-
Ta’wil fi Ma’an al-Tanzil karya al-Khazin,ruh al-Mu’ani fi Tafsir al-
Quran wa al-Sab’alMatsani karya al-Alusi.
11
Muhammad Husain adz-Dzahabi,tafsir wa al-Mufassirun, ( Bairut : dar al-Fikr,1986),
hlm255; Lihat Juga Rosihan Anwar, Metode Tafsir Mandhu’I dan cara penerapannya,Cet,2 (
bandung: Pustaka Setia,2009 hlm,50.
12
Nashruddin Baidan,Metodologi…, hlm,50.
13
Muhammad Husain adz-zhabi , Tafsir…,hlm,362; Lihat Juga M.Quraish Shihab,
Membumikan Al-Quran,( Bandung : Mizan,2012),Hlm,79.
3. Tafsir isyari
Menurut kaum sufi, setiap ayat al-Quran mempunyai makna
yang zahir dan bathin. Yang zahir adalah yang segera mudah dipahami
oleh akal pikiran sedangkan yang bathin ialah syarat – isyarat yang
tersembunyi di balik itu yang hanya dapat di ketahui oleh ahlinya.
Isyarat – isyarat kudus yang yang terdapat di balik ungkapan – ungkapan
Al-Quran inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan Ghaib
pengetahuan yang di bawa ayat – ayat. Itulah yang biasa di sebut tafsir
isyari. Tafsir berdasarkan intuisi atau bisikan bathin
Contoh dari tafsir ini ialah pada ayat : ….. Innallaha
ya’murukum an tadzbahuu baqarah…. ( surah al-Baqarah : 67) yang
mempunyai makna zahir adalah “….. sesungguhnya allah menyuruh
kamu menyembeli seekor sapi betina …..” …. Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu membunuh nafsu hewaniah..”. beberapa karya tafsir
isyari yang terkenal ialah : Tafsir an-Naisabury, tafsir al-Alusy, Tafsir
At-Tastary, Tafsir ibnu Araby.
Selain itu setiap penafsir akan menghasilkan corak tafsir yang
berbeda tergantung latar belakang ilmu pengetahuan, aliran kalam,
madhab fiqh,kecendrungan sufisme dari ahli tafsir itu sendiri sehingga
tafsir yang di hasilkan akan mempunyai berbagai corak. Abdullah Daraz
mengatakan dalam an-Naba‟ al-Azhim sebagai berikut : “ ayat – ayat
Al-Quran sebagai intan, setiap sudutnya memancarkan cahaya yang
berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut – sudut lainnya dan tidak
mustahil jika kita mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia
akan melihat banyak dibandingkan apa yang kita lihat..”
Di antara beberapa corak itu antara lain adalah:
Corak Sastra Bahasa
Munculnya corak ini di akibatkan banyaknya orang non arab
yang memeluk islam serta akibat kelemahan orang – orang arab
sendiri di bidang Sstra sehingga dirasakan perlu utnuk
menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan
kedalaman arti kanmdungan Al-Quran di bidang ini
Corak Filsafat Dan Teologi
Corak ini muncul karena adanya penerjemahan kitab – kitab
filsafat yang memengaruhi beberapa pihak serta masuknya
penganut agama – agama lain kedalam islam yang pada akhirnya
menimbuklkan pendapat yang di kemukakan dalam tafsir
mereka.
Corak Penafsiran Ilmiah
Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maka muncul
usaha– usaha penafsiran Al-Quran sejalan dengan perkembangan
ilmu yang terjadi.
Corak Fiqh
Akibat perkembangan illmu fiqh dan terbentuknya madzhab fiqh
maka masing – masing golongan berusaha membuktikan
kebenaran pendapatnyan berdasarkan penafsiran mereka terhadap
ayat – ayat hukum.
Corak Tasawuf
Akibat munculnya gerakan – gerakan sufi maka muncul tafsir
yang di lakukajn oleh para sufi yang bercorak tasawuf.
Corak Sastra Budaya Kemasyarakatan
Corak ini di mulai pada masa Syaikh Muhammad Abduh yang
menjelaskan petunjuk – petunjuk ayat – ayat Al-Quran yang
berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat, usaha – usaha
untuk menanggulangi masalah – masalah mereka berdasarkan
petunjuk ayat – ayat, dengan mengemukakan petunjuk tersebut
dalam bahasa yang mudah di mengerti dan enak di dengar.
14
Hamzah,Muchotob ( 2003).Studi Al-quran Komperehensif, Yogyakarta : Gamma
media,ISBN 979-95526-1-3
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Secara bahasa kata tafsir berasal dari fassara yang semakna dengan
awdhaha dan bayyana, dimana tafsir sebagai masdhar dari fassara semakna
dengan idhah dan tabyin kata – kata tersebut dapat di terjemahkan kepada “
menjelaskan “ atau “ menyatakan “ AL- jarjani memaknai kata tafsir itu dengan
al-kasyf wa al-Izhar ( membuka dan menjelaskan atu menampakkan ) ( 1 Ali Bin
Muhammad Al-Jarjani, Kitab At-Ta’rifat,Beirut: Dar Al-Kutub AL-Ilmiyah, 1988, hlm,63).
Secara istilah tafsir berarti menjelaskan makna ayat AL-Quran, keadaan,
kisah dan sebab turunnya ayat tersebut dengan lafal yang menunjukkan kepada
makna zahir. Secara simple Adz-Zahabi mendefinisikan tafsir ini kepada “
penjelasan kalam Allah atau menjelaskan lafal – lafal AL-Quran dan pengertian –
pengertiannya (1 Muhammad Husain Adz-Dzahabi, At-Tafsir Wa Al-Mufassirin. Kairo:
Maktabah Wahbah 1995,hlm.187.)
A.H Sanaky, Hujair “ Metode Tafsir ( Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Wana Atau Corak
Mufassirin )” Al-Mawarid,2008hlm,256.
Safroni,Ahmad “ Penafsiran Sufi Surat al-Fatiha Dalam Tafsir Taj al-Muslimin Dan Tafsir al-Iklil
Karya Misbah Mustafal “ dalam Skripsi Institut Agama Islam Negri (IAIN) Walisongo,Semarang,2008.
Ali Bin Muhammad Al-Jarjani, Kitab At-Ta’rifat,Beirut: Dar Al-Kutub AL-Ilmiyah, 1988,
hlm,63.
Saykh Mana Al-Qaththan, Pengantar Studi Al-Quran , kairo: Maktabah Wahbah,1425, hlm,
407.
M.Quraish Shihab, dkk.Sejarah.., hlm.174;Baca Juga Abd.Muin Salim,Mardan Achmad Abu
Bakar,Metodologi penilian Tafsir Maudhu’I,( Yogyakarta: Pustaka al-Zikra, 2011), hlm 39.
Manna’ Khilmi al-Qathathan, Mabahis fi ‘ulum al-Quran,( Riyadh ; mansyurat al-Ashr al-Hadits,
1973 )hlm,182-183;
M.Quraish Shihab,Membumikan…,Hlm,84.