Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ILMU TAFSIR, MUNASABAH DAN FAWATIHUS SUWAR


AL-QUR’AN DAN HADITS
DOSEN PENGAMPU: WAHYU HIDAYATI, M.Ag

DISUSUN OLEH:

AMILIA ISTIVA NUR ISLAMI (E.ES.I 2023.007)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI SYARIAH DAN BISNIS
INSTITUT AGAMA ISLAM SYEKH MAULANA QORI BANGKO
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena telah memberikan
kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan
hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ILMU
TAFSIR, MUNASABAH DAN FAWATIHUS SUWAR” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Ibu Wahyu Hidayati, M.Ag
pada mata kuliah Al-Qur’an dan Hadits. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Wahyu
Hidayati, M.Ag selaku dosen mata kuliah Al-Qur’an dan Hadits. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Bangko, 17 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................2
C. Tujuan Masalah...........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Tafsir, Munasabah dan Fawatihus Suwar.........3
B. Dasar-Dasar Pemikiran yang Relevansi Dengan Tafsir Al-Qur’an
.....................................................................................................6
C. Macam-Macam Fawatihus Suwar...............................................9
D. Kedudukan Basmalah Dalam Pembuka Surah............................11
E. Pendapat Para Ulama Tentang Huruf Hijaiyah...........................12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................15
B. Saran............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tafsir merupakan ilmu syari‟at yang paling agung dan tinggi
kedudukannya. Ia merupakan ilmu yang paling mulia objek
pembahasannya dan tujuannya, serta sangat dibutuhkan bagi umat Islam
dalam mengetahui makna dari Al-Qur‟an sepanjang zaman. Tanpa tafsir
seorang muslim tidak dapat menangkap mutiara-mutiara berharga dari
ajaran Ilahi yang kandung dalam Al-Qur’an.
Tafsir adalah salah satu upaya dalam memahami, menerangkan
maksud, mengetahui kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Upaya ini telah
dilakukan sejak masa Rasulullah SAW, sebagai utusan-Nya yang
ditugaskan agar menyampaikan ayat-ayat tersebut sekaligus menandainya
sebagai mufassir awwal (penafsir pertama). Sepeninggalan nabi hingga
saat ini, tafsir telah mengalami banyak perkembangan yang sangat
bervariatif dengan tidak melepas kategori masanya. Dan tak lepas
keanekaragaman secara metode (manhaj thariqah), corak (laun’) maupun
pendekatan-pendekatan (alwan) yang digunakan merupakan hal yang tidak
dapat dihindari dalam sebuah karya tafsir hasil manusia yang tak pernah
sempurna.
Munasabah adalah ilmu yang baru dibandingkan dengan ilmu-ilmu
al-Qur’ân lainnya. Tidak banyak mufassir yang menggunakan ilmu ini di
dalam kitab tafsir mereka, karena ilmu ini dipandang sulit dan rumit.
Selain itu ilmu ini juga kurang diminati untuk dikembangkan. Seorang
muslim tidak dapat menghindarkan diri dari keterikatannya dengan al-
Qur’an. Seorang muslim mempelajari al-Qur’an tidak hanya mencari
kebenaran ilmiah, tetapi juga mencari isi dan kandungan al-Qur’an.
Al-Qur’an terdiri dari 114 surah dan 29 dari surat-surat tersebut
diawali dengan satuhuruf atau sekelompok huruf yang dibaca sebagai

iv
kelompok huruf terpisah, oleh mayoritas ahli tafsir disebut sebagai huruf
muqatha’ah ada pula yang menyebutnya sebagai huruf tahajji.
B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian dari ilmu tafsir, ilmu munasabah dan fawatihus
suwar?
2) Apa saja dasar-dasar pemikiran yang relevansi dengan tafsir al-
Qur’an?
3) Apa saja macam-macam dari fawatihus suwar?
4) Bagaimana kedudukan basmalah dalam pembuka surah?
5) Bagaimana pendapat para ulama tentang huruf hijaiyah?
C. Tujuan Masalah
1) Untuk mengetahui dan memahami pengertian dari ilmu tafsir,
munasabah dan fawatihus suwar
2) Untuk mengetahui dan memahami dasar-dasar pemikiran yang
relevansi dengan tafsir al-Qur’an
3) Untuk mengetahui dan memahami macam-macam fawatihus suwar
4) Untuk mengetahui dan memahami tentang kedudukan basmalah
dalam pembuka surah
5) Untuk mengetahui dan memahami pendapat para ulama tentang
huruf hijaiyah

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Tafsir, Munasabah dan Fawatihus Suwar


1. Pengertian ilmu tafsir
Para pakar ilmu tafsir banyak memberi pengertian baik
secara etimologi maupun terminologi terhadap term tafsir. Secara
etimologi kata tafsir berarti al-ibanah wa kasyfu al- mughattha
(menjelaskan dan menyingkap yang tertutup). Dalam kamus Lisan
al-‘Arab, tafsir berarti menyingkap maksud kata yang samar. Hal
ini didasarkan pada firman Allah Sûrah al-Furqân: 33 yang artinya:
“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa)
sesuatu yang ganjil, melainkan Kamidatangkan kepadamu suatu
yang benar dan yang paling baik penjelasannya”.
Sedangkan secara terminologi penulis akan
mengungkapkan pendapat para pakar. Al-
Zarqoni menjelaskan tafsir adalah ilmu untuk memahami al-Qur’an
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengann menjelaskan
makna-maknanya dan mengeluarkan hukum dan hikmah-
hikmahnya.
Menurut Abû Hayyân sebagaimana dikutip Manna al-
Qaththân, mendefinisikan tafsir sebagai ilmu yang membahas cara
pengucapan lafaz al-Qur’an, petunjuk -petunjuknya, hukum-
hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun tersusun dan makna
yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal lain
yang melengkapinya.
Ilmu tafsir merupakan bagian dari ilmu syari’at yang paling
mulia dan paling tinggi kedudukannya, karena pembahasannya
berkaitan dengan Kalamullah yang merupakan sumber segala
hikmah, serta petunjuk dan pembeda dari yang haq dan bathil. Ilmu
tafsir telah dikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang hingga

vi
di zaman modern sekarang ini. Kebutuhan akan tafsir semakin
mendesak lantaran untuk kesempurnaan beragama dapat diraih
apabila sesuai dengan syari’at, sedangkan kesesuaian dengan
syari’at banyak bergantung pada pengetahuan terhadap al-Qur’an,
Kitabullah.
Demikian ulasan mengenai definisi tafsir. Hal ini menjadi
penting untuk diketahui, karena pada perkembangan penafsiran
akan tampak keragaman dan perubahan pada kurun waktu tertentu.
Ulama modern, tentu akan berbeda melihat “tafsir” dengan ulama
terdahulu.
2. Pengertian munasabah
Munasabah berasal dari kata “nasaba, yunasibu,
munasabats” yang berarti dekat, serupa, mirip dan rapat.
Kesamaan kata munasabah dapat mengacu pada tiga kata kunci
yaitu: al-muqarabat (berdekatan), al-musyakalat (berkemiripan), al-
irtibat (bertalian). Secara istilah, munasabah berarti pengetahuan
tentang berbagai hubungan di dalam al-Qur’an. Lebih rincinya
dapat dijelaskan bahwa munasabah adalah usaha pemikiran dalam
menggali rahasia hubungan antara ayat atau surat dalam al-Qur’an
yang dapat diterima oleh akal.
Secara terminologi, pengertian munasabah dapat diartikan
sebagai berikutmenurut berbagai tokoh, yaitu:
a) Menurut Az-Zarkasyi, yaitu:
“Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami,
tatkala dihadapkan kepada akal, akal itu pasti
menerimanya”.
b) Menurut Ibn Al-Arabi, yaitu:
“Munasabah adalah keterikatan ayat -ayat al-Qur’an
sehingga seolah-olah merupakan suatu ungkapan yang
mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi.
Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung”.

vii
c) Menurut Manna’ Khalil Qattan, yaitu:
“Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa
ungkapan dalam satu ayat atau antar ayat pada beberapa
ayat atau antar surat di dalam al-Qur’an”.
d) Menurut Al-Biqa’i, yaitu:
“Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui
alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian
al-Qur’an, baik ayat dengan ayat atau surat dengan surat”.
Jadi, dalam konteks ‘Ulum al-Qur’an, munasabah berarti
menjelaskan korelasi makna antar ayat atau antar surat, baik
korelasi itu bersifat umum atau khusus; rasional (‘aqli), persepsi
(hassiy) atau imajinatif (khayali); atau korelasi berupa sebab
akibat, ‘illat dan ma’lul, perbandingan dan perlawanan.
3. Pengertian fawatihus suwan
Istilah “fawatih” adalah jamak dari kata “fatih” atau
“fatihah” yang secara lughowi berarti pembuka. Sedangkan
“suwar” adalah jamak dari kata “surah” sebagai sebutan dari
sekumpulan ayat-ayat al-Qur’an yang diberi nama tertentu. Jadi
“fawatih Al-Suwar” berarti pembukaan-pembukaan surah, karena
posisinya berada diawal surah-surah dalam al-Qur’an. Di antara
pembuka itu ada yang berbentuk huruf terpisah (Al-muqatha’at),
kata maupun kalimat. Semua bentuk ini membari pesan tertentu
yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang memahami tafsir al-
Qur’an.
Dalam catatan As-Syuyuthi, ada kurang lebih 20 pendapat
yang berkaitan dengan persoalan ini, dilafalkan secara terpisah
sebanyak huruf yang berdiri sendiri. Huruf Al-Muqatha’ah (huruf
yang terpotong-potong) disebut fawatih Al-suwar. Itulah sebabnya,
banyak telaah tafsir untuk mengungkapkan rahasia yang
terkandung di dalamnya.

viii
B. Dasar-Dasar Pemikiran yang Relevansi Dengan Tafsir Al-Qur’an
1. Tafsir pada Fase Awal Kemunculan (al-Ta'sîs)
Periode ini adalah periode embrio tafsir karena sejak
zaman ini penafsiran al-Qur`ân sudah mulai tumbuh. Hanya
saja corak penafsiran pada zaman ini belum tersistematis.
Hal ini bisa dilihat dari bentuk penafsiran yang dilakukan
oleh para tokoh mufasir pada masa ini yang menafsirkan al-
Qur`ân secara sederhana.
2. Tafsir Pada Fase Permulaan (al-Ta'shîl)
Dinamakannya periode ini dengan fase permulaan (al-
ta'shîl) adalah karena mulai periode inilah tumbuh penafsiran al-
Qur`ân yang sitematis dan teratur. Kajian-kajian tafsir mulai
analitis dan kreatif dan para mufasir mulai membuat rambu-rambu
penafsiran. Pada periode ini juga munculnya tafsir yang sudah
mulai berurutan sesuai dengan urutan mushaf. Adalah al-Imâm
al-Râ'id bin Jarîr al-Thabariy yang merupakan pionir dari periode
ini.
Kalau pada fase sebelumnya, yaitu fase awal
kemunculan, cara penafsiran yang tumbuh dan berkembang ada
dua. Para pionir dari masing-masing metode ini adalah berdiri
seindiri dan tidak pernah memakai dan mencampurkan antara
pendekatan tafsir secara periwayatan dengan pendekatan tafsir
secara bahasa. Maka dalam tafsir secara periwayatan tidak akan
ditemukan pendekatan kebahasaan. Begitu juga sebaliknya, dalam
tafsir yang menggunakan pendekatan kebahasaan tidak
akan ditemukan pendekatan periwayatan. Hal itulah yang
bertahan sampai akhir peride awal kemunculan tafsir.
Pada fase permulaan bagi tafsir, hal di atas sudah menjadi
sebuah persoalan. Maka muncullah Imâm al-Râ'id bin Jarîr al-
Thabariy sebagai pemprakarsa sebuah metode yang mencoba
menggabungkan kedua jenis pendekatan tafsir yang berkembang

ix
pada fase awal kemunculan tadi. Ibnu Jarîr al-Thabariy tidak hanya
menggabungkan kedua pendekatan di atas, tapi juga mencoba
memilah dan memilih mana dari jenis pendekatan di atas
yang paling mendekati kebenaran. Oleh karena itu, metode ini
dinamakan dengan metode kolektif (‫)اًُنهج انجايع‬. Keistimewaan
lain dari metode yang diusung oleh Ibnu Jarîr al-Thabariy
adalah ia sudah tersistematis berdasarkan susunan ayat, surat
dan susunan mushaf. Metode ini ditetapkannya sebagai nama
bagi kitab tafsir yang disusunnya yaitu kitab Jâmi' al-Bayân 'an
Ta'wîl Ayy al-Qur`ân (‫( )جايع انٍثٌا ٍع تأٌو م أي انقرٌا‬al-Khâlidî, 2002: 40).
3. Tafsir pada Fase Perkembangan (al-Tafrî')
Setelah berlalu fase kedua, muncullah fase ketiga yaitu
fase perkembangan tafsir. Ciri khas fase ini adalah muncul dan
berkembangnya tafsir dari berbagai aspek. Penafsiran al-Qur`ân
berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dalam dunia Islam.
Pada periode ini muncul beraneka corak penafsiran yang
berbeda-beda. Setiap mufasir mengadakan pendekatan tafsir
sesuai dengan kecenderungan ilmu yang mereka miliki.
Ahli nahwu, seperti Abû Hayyan, al-Zujâj dan al-Wâhidî,
memfokuskan kajian tafsir al-Qur`ân mereka kepada cabang
dan pertikaian di kalangan ahli nahwu. Kaum rasionalis, seperti
al-Fakhr al-Râzî, menafsirkan al-Qur`ân dengan pendekatan akal
murni, perkataan ahli hikmah dan filosof. Para ahli fikih,
seperti al-Jashshâsh dan al-Qurthubiy, menafsirkan al-Qur`ân
dengan pendekatan fikih guna menguatkan dalil-dalil fikih dari
segi berbagai cabang ilmu fikih dan menentang pendapat yang
bertentangan dengan pendapat mereka. Ahli sejarah, seperti al-
Tsa'labiy dan al-Khâzin, tidak melihat penafsiran al-Qur`ân kecuali
dengan menyibukkan diri dalam menentukan mana yang benar dan
yang salah tentang kisah-kisah dan berita-berita tentang salaf
ditinjau dari segi tafsir.

x
Begitu juga dengan golongan mazhab tertentu
dalam teologi yang hanya memfokuskan kajian mereka guna
mendukung pendapat mazhab mereka. Jika seandainya ada ayat
yang bertentangan dengan pendapat teologi mereka, maka
melakukan pemalingan (ta'wîl) terhadap ayat tersebut, Mereka
yang tergolong ke dalam kategori ini seperti al-Rummâniy, al-
Jubbâ'î, al-Qâdhî 'Abd al-Jabbâr dan al-Zamakhsariy dari
Mu'tazilah3 dan dari golongan Syi'ah 124 seperti Mullâ
Mahsan al-Kâsiy. Para ahli tasawuf, seperti Ibnu 'Arabiy dan
Abû 'Abd al-Rahmân al-Salamiy, melakukan kajian tafsir di bidang
al-targhîb dan al-tarhîb. Mereka hanya menguatkan makna ayat
yang sesuai dengan aliran tasawuf mereka (al-Khâlidî, 2002: 42-
43).
4. Tafsir pada Fase Pembaharuan (al-Tajdîd)
Periode ini dimulai pada abad ke-20 M atau abad ke-
14 H. Pada masa ini ada beberapa pembaharuan yang terjadi
dalam tafsir seiring dengan terjadinya pembaharuan dalam
dunia Islam di antaranya banyaknya sentuhan kebudayaan dan
ilmu pengetahuan modern ke dalam tafsir.
Yang dimaksud dengan pembaharuan di bidang tafsir
ini adalah pembaharuan yang benar, bebas dari unsur kepentingan
kelompok atau mazhab tertentu, penafsiran ayat-ayat al-Qur`ân
lebih diarahkan kepada kondisi saat itu namun tetap
memperhatikan kaedah dan ketentuan dasar ilmu tafsir.
Penafsiran yang tetap memelihara sesuatu yang dianggap baik
pada masa lalu dan mengambil sesuatu yang baik dan belum ada
sebelumnya. Bukan mengubah dilâlah ayat al-Qur`ân, dan
tidak pula mengikuti hawa nafsu dalam menafsirkan al-
Qur`ân (al-Khâlidî, 2002: 45).

C. Macam-Macam Fawahitus Suwar

xi
Adapun bentuk fawatih Al-suwar dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Pembukaan dengan pujian kepada Allah (al-istiftah bil al tsana).
Pujian kepada Allah adadua macam, yaitu:
 Menetapkan sifat-sifat terpuji dengan:
 Memakai lafal hamdalah, yang terdapat dalam 5
surat yaitu : Q.S. Al-Fatihah, Al-An‟am, Al-Kahfi,
Saba, dan Fathr.
 Memakai lafal “tabaraka”, yang terdapat dalam 2
surat yaitu Q.S. Al-Furqon dan Al-Mulk.
 Mensucikan Allah dari sifat-sifat negatif (tanzih ‘an ssifatin
naqshin) dengan menggunakan lafal tasbih terdapat dalam 7
surat yaitu: Q.S. Al Isra, al A‟la, al Hadid, al Hasyr, as
shaff, al jum‟ah, dan at Taghabun.
b. Dengan menggunakan huruf–huruf yang terputus–putus (huruful
muqotho‟ah).
 Terdiri atas satu huruf, terdapat pada tiga tempat; surah
shad, surah qaf, surah Al-qalam.
 Terdiri atas dua huruf, terdapat pada sembilan tempat; (Q.S.
Al Mu’min, Q.S. As Sajdah, Q.S. Az Zuhruf, Q.S. Ad
Duhkan, Q.S. Al Jatsiyah, dan Q.S. Al Ahqaf); (Q.S.
Thaha); (Q.S. An Naml); dan (Q.S. Yaasin).-
 Terdiri atas tiga huruf, terdapat pada tiga belas tempat;
(Q.S. Al Baqoroh, Q.S. Ali Imron,Q.S. Ar Rum, Q.S.
Lukman, dan Q.S. Sajdah); (Q.S. Yunus, Q.S. Hud, Q.S.
Ibrahim, Q.S.Yusuf, dan Q.S. Al Hijr); dan (Q.S. Al
Qoshosh dan Q.S. As Syu’ara).
 Terdiri atas empat huruf, terdapat pada dua tempat; yakni
(Q.S. Ar Ra’du) dan (Q.S. Al A’raf).
 Terdapat atas lima huruf, terdapat pada dua tempat; (Q.S.
Maryam) dan (Q.S. As Syu’ra).

xii
c. Pembukaan dengan kalimat khabariyah (al istiftah bi al jumal al
khabariyah). Jumlah khabariyah dalam pembukaan surat ada dua
macam, yaitu:
 Jumlah Ismiyyah, terdapat 11 surat, yaitu terdapat dalam
Q.S. At Taubah, Q.S. An Nur, Q.S.Az Zumar, Q.S.
Muhammad, Q.S. Al Fath, Q.S. Ar Rahman, Q.S. Al
Haaqqah, Q.S. Nuh, Q.S. Al Qodr, Q.S. Al Qori‟ah, dan
Q.S. Al Kautsar.
 Jumlah Fi‟liyyah, terdapat dalam 12 surat, yaitu : Q.S. Al
Anfal, Q.S. An Nahl, Q.S. AlQomar, Q.S. Al Mu‟minun,
Q.S. Al Anbiya, Q.S. Al Mujadalah, Q.S. Al Ma‟arij, Q.S.
Al Qiyamah, Q.S. Al Balad, Q.S. Abasa, Q.S. Al Bayyinah,
Q.S. At Takatsur.
d. Pembukaan dengan sumpah (al istiftah bil qasam). Terdapat dalam
15 surat, yaitu:
 Sumpah dengan benda-benda angkasa, QS. Al-Shaffat, QS
al-Najm, QS. Al-Nazi‟at, QS. Al-Buruj, QS al-Thariq, QS.
Al-Fajr, QS. Al-Syams, QS. Al-Mursalat.
 Sumpah dengan benda-benda bawah, QS. Al-Dzariyyat,
QS. Al-Thur, QS. Al-Thin, QS. Al-Adiyat.
 Sumpah dengan waktu, QS. Al-Layl, QS. Al-Dhuha, QS.
Al-Ashr.
e. Pembukaan dengan syarat (al istiftah bis syarat) digunakan dalam 7
surat, yakni: Q.S. At Takwir, Q.S. Al Infithar, Q.S. Al Insiqaq,
Q.S. Al Waqi‟ah, Q.S. Al Munafiqun, Q.S. Al Zalzajah, dan Q.S.
An Nashr.
f. Pembukaan dengan kata kerja perintah (al istiftah bil amr) terdapat
dalam Q.S. Al Alaq, Q.S.Jin, Q.S. Al Kafirun, Q.S Al Ikhlash, Q.S.
Al Falaq, dan Q.S. An Nas.
g. Pembukaan dengan pertanyaan (al istiftah bil istifham). Bentuk
pertanyaan ini ada dua macam, yaitu:

xiii
 Pertanyaan positif yaitu pertanyaan dengan menggunakan
kalimat positif. Pertanyaan dalam bentuk ini digunakan
dalam 4 surat, yaitu: Q.S. Ad Dahr, Q.S. An Naba, Q.S. Al
Ghasyiyah,dan Q.S. Al Maun.
 Pertanyaan negatif, yaitu pertanyaan dengan menggunakan
kalimat negatif, yang hanyaterdapat dalam dua surat, yakni:
Q.S. Al Insyirah dan Q.S. Al Fil.
h. Pembukaan dengan do’a (Al Istiftah bid du’a) terdapat dalam 3
surat, yaitu: Q.S. Al Muthaffifin, Q.S. Al Humazah, dan Q.S. Al
Lahab.
i. Pembukaan dengan panggilan (al istiftah bin nida) terdapat dalam
9 surat, yaitu:
 Nida untuk Nabi, yang terdapat dalam Q.S. Al Ahzab, At
Tahrim dan At Thalaq, dalam Q.S. al Muzammil dan Q.S.
Al Mudatsir.
 Nida untuk kaum mukminin dengan lafadz terdapat dalam
Q.S. Al Maidah, Q.S. Al Mumtahanah dan Al Hujurat.
 Nida untuk umat manusia terdapat dalam Q.S. An Nisa dan
Q.S. Al Hajj.
j. Pembukaan dengan alasan (al istiftah bit ta‟lil) hanya terdapat
dalam Q.S. Al Quraisy.

D. Kedudukan Basmalah Dalam Pembuka Surah


Para ulama sepakat ketika memulai perbuatan ibadah disuruh
membaca Basmalah, tetapi ikhtilaf bahwa Basmalah itu termasuk salah
satu ayat dari surah al-Fatihah dan ikhtilaf pula Basmalah itu dibaca dalam
shalat ketika membaca surah al-Fatihah.
Imam Malik, Imam Hanafi dan Ahmad bin Hanbal sependapat
Basmalah bukan termasuk ayat dari surah al-Fatihah, tetapi mereka
berbeda pendapat tentang membaca dalam shalat, jika Imam Malik
berpendapat makruh, maka Imam Hanafi dan Imam Ahmad bin Hanbal

xiv
berpendapat sunnat. Sedangkan pendapat Imam Syafi ’i Basmalah adalah
salah satu ayat dari surah al-Fatihah, oleh karena itu wajib membaca
Basmalah dalam shalat ketika membaca surah al-Fatihah. Masing-masing
para ulama mengemukakan pendapatnya dengan dalil sunnah yang
mendukung dan memperkuat pendapatnya.

E. Pendapat Para Ulama Tentang Huruf Hijaiyah


Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai “bacaan yang mulia” yang
dengannya manusia dapat membedakan antara yang haq dan yang batil,
antara yang halal dan yang haram. Selain itu, Al-Qur’an juga memberikan
peringatan bagi para pembacanya agar tidak asal dalam membacanya. Hal
ini sebagaimana yang Allah tegaskan dalam firmannya surah Al-
Muzammil [73] ayat 4.
Abdul Fattah al-Marshafi dalam kitabnya menyebutkan bahwa para
ulama ahli qira’at dan bahasa berbeda pendapat dalam jumlah makharijul
huruf dalam Al-Qur’an. Perbedaan dalam jumlah makhraj itu terbagi
dalam tiga mazhab (Hidayat al-Qari’, hal 65).
Pertama, mazhab Sibawaih dan orang yang sependapat dengannya,
seperti Imam Jalalain fi al-Qiraat (Asy-Syatibi dan Ibnu Barri). Menurut
mereka, ada 16 tempat keluar huruf (makhraj). Mereka membuang
makhraj jauf (rongga mulut) yang menjadi makhrajnya huruf mad (alif,
waw, dan ya’).
Sebagai gantinya, mereka meletakkan huruf-huruf tersebut pada
tiga makhraj, yakni alif pada aqsa al-halqi (pangkal tenggorokan) bersama
hamzah, ya’ sebagai huruf mad pada wastu al-lisan (lidah bagian tengah),
beserta ya’ yang berharakat atau sukun setelah huruf yang berharakat
fathah, dan waw huruf mad pada asy-syafatain (dua bibir) beserta waw
yang berharakat atau sukun setelah huruf yang berharakat fathah.
Kedua, mazhab al-Farra’, Al-Jurmi, Al-Quthrub, Ibnu Kaisan, dan
yang sependapat dengan mereka. Mazhab ini berpendapat bahwa jumlah
makharij al-huruf itu ada 14. Hal ini dikarenakan mereka membuang

xv
makhraj jauf (rongga mulut) sebagaimana pendapat pertama. Namun
mereka juga menjadikan makhrajnya huruf lam, nun dan ra pada satu
makhra,j yakni tarfu al-lisan (ujung lidah) dan yang sejajar dengannya.
Makharij al-huruf dari dua mazhab ini berlaku secara umum pada
empat tempat, yaitu halq (tenggorokan), lisan (lidah), syafatain (dua bibir),
dan khaisyum (rongga hidung). Makhraj al-halq (tenggorokan) terbagi
menjadi tiga makhraj, lisan ada sepuluh menurut mazhab pertama dan
delapan menurut mazhab kedua, syafatain (dua bibir) ada dua, sedangkan
khaisyum (rongga hidung) ada satu.
Ketiga, mazhab Khalil bin Ahmad (guru dari Sibawaih) dan yang
sependapat dengannya seperti Ibnu al-Jazari. Menurut mazhab ini, jumlah
makhraj ada 17. Mereka menjadikan jauf sebagai makhraj sendiri dan
memasukkan huruf mad kedalamnya tidak seperti dua mazhab
sebelumnya. Selain itu, huruf lam, nun dan ra juga memiliki makhraj
masing-masing.
Sementara itu, Mahmud Muhammad Abdul Mun’im
menambahkan satu mazhab lagi, yakni yang beranggapan jumlah makhraj
itu ada 29 sesuai dengan jumlah huruf hijaiyyah (masing-masing huruf
memiliki makhraj khusus). Madzab ini berargumen bahwa kalau
seandainya satu huruf itu sama makhrajnya dengan huruf yang lain, pasti
huruf-huruf tersebut akan bercampur dan sulit dibedakan.
Namun, pendapat ini dianggap lemah dan tak berdasar oleh para
ahli qira’at. Hal ini karena setiap huruf selain memiliki makhraj juga
mempunyai sifat masing-masing, sehingga meskipun berada dalam satu
makhraj pasti dapat dibedakan dengan adanya sifat dari huruf-huruf
tersebut (Raudah an-Nadiyyah: Syarh Muqaddimah al-Jazariah, hal. 15).
Adapun cara yang bisa kita lakukan untuk mengetahui makhraj
dari suatu huruf yakni dengan melafalkan hamzah wasal atau huruf apapun
yang berharakat, lalu menyebutkan huruf tersebut setelahnya, baik
berharakat ataupun sukun. Tatkala suara yang dihasilkan itu telah

xvi
berhenti/terputus maka di situlah makhraj huruf tersebut (Raudah an-
Nadiyyah: Syarh Muqaddimah al-Jazariah, hal. 19).

BAB III
PENUTUP

xvii
A. Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang abadi. Al-Qur’an
ibarat samudera tak bertepi yang menyimpan berjuta-juta mutiara ilahi.
Untuk meraihnya, semua orang harus berenang dan menyelami samudera
al-Qur’an. Tidak semua penyelam itu memperolah apa yang diinginkannya
karena keterbatasan kemampuannya. Di sinilah letak urgensi perangkat
ilmu tafsir. Ilmu tafsir senantiasa berkembang dri masa ke masa, bahkan
para pakar telah banyak menelurkan tafsir yang sesuai dengan tuntutan
zaman demi menegaskan eksistensi al-Qur’an salih li kulli zaman wa
makan. Banyak sekali metode yang digunakan dalam penafsiran di
antaranya metode tahlily, ijmaly, muqaran dan maudhu‟i.
Ilmu munasabah adalah ilmu yang mempelajari tentang hakikat
keserasian (korelasi) antara satu bagian dengan bagian yang lain. Ilmu ini
sepenuhnya bersifat ijtihady, bukan taufiqy.
Ulama berbeda pendapat tentang makna fawatihus suwar, namun
secara garis besar dapat dirumuskan kedalam 2 hal, yaitu: 1. Maknanya
tersembunyi karena merupakan rahasia yang hanya diketahui oleh Allah
dan 2. Makna fawatihus suwar dapat diketahui oleh Allah dan dapat
dipahami oleh manusia terutama orang-orang yang mendalami ilmu
pengetahuan-Nya.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, kami yakin masih banyak
kesalahan yang terdapat dalam penulisan makalah ini karena memang itu
adalah keterbatasan kami dan tidak ada manusia yang sempurna, hanya
Dialah Yang Maha Sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang
membangun selalu kami nantikan demi perbaikan makalah ini
selanjutnya.Semoga makalah ini bermanfaat, bagi penulis khususnya serta
bagi para pembaca pada umumnya. Amin ya Robb al „alamin.
DAFTAR PUSTAKA

xviii
https://www.academia.edu/6122664/Yusuf_Makalah_Ilmu_Tafsir_al_Quran
https://www.academia.edu/36741960/MUNASABAH_AL_QURAN
https://www.academia.edu/8480331/FAWATIHUS_SUWAR
https://idr.uinantasari.ac.id/6813/1/Ikhtilaf%20ulama%20tentang%20baca
%20bismillah.pdf
https://tafsiralquran.id/perbedaan-pendapat-para-ulama-tentang-jumlah-
dan-pembagian-makhraj-huruf/
https://www.neliti.com/publications/293615/tafsir-al-quran-dalam-lintasan-
sejarah

xix

Anda mungkin juga menyukai