Anda di halaman 1dari 23

TAFSIR AL-QUR’AN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah ilmu
tafsir II

Disusun Oleh:
Kelompok :2
Muhammad Qadafi Arifin 1422015
Reza Topik Anugrah 1422025
Nur Azizah Syahdia 1422001
Nurhalimah Tusaqdiyah 1422009

Dosen Pembimbing :
Rahmad Sani, S. Th. I, M. Ag
PRODI HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SEJCH M. DJAMIL
DJAMBEK BUKITTINGGI
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta karunianya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya dengan judul makalah yaitu Tafsir al-qur’an.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak rahmad sani selaku dosen
mata kuliah tafsir yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai di bidang studi yang kita tekuni.Kami juga
berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam membuat
makalah ini,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan tepat waktu.

Dalam menyelesaikan makalah ini,kami menyadari bahwa makalah ini


masih banyak kekurangan.Oleh karena itu,kritik dan saran dari semua pihak
sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik untuk masa
mendatang. Demikian makalah ini kami buat,semoga dapat memberikan ilmu
pengetahuan,informasi,dan manfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bukittinggi,16 Maret 2023

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI .....................................................................................................................iii

PENDAHULUAN .............................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.........................................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH......................................................................................1

C. TUJUAN................................................................................................................1

PEMBAHASAN.................................................................................................................2

A. PENGERTIAN TAFSIR AL-QUR’AN..............................................................2

B. METODE - METODE TAFSIR AL-QUR’AN..................................................5

C. KAEDAH-KAEDAH TAFSIR............................................................................14

D. TUJUAN DAN FUNGSI TAFSIR BAGI UMAT ISLAM................................17

PENUTUP..........................................................................................................................19

A. KESIMPULAN....................................................................................................19
B. SARAN..................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................20

iii
TAFSIR AL-QUR’AN

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jika ditelusuri perkembangan tafsir al-Qur'an sejak dulu sampai
sekarang akan ditemukan bahwa dalam garis besarnya penafsira al-Qur'an itu
dilakukan dengan empat cara (metode) yaitu ijmali (global), tahlili (analitis),
muqorin (perbandingan), dan maudhu'i (tematik). Nabi dan para sahabat
menafsirkan secra Ijmali, tidak memberikan rincian yang memadai.
Karenanya didalam tafsiran mereka pada umumnya sukar menemukan uraian
yang detail. Karena itu, tidak salah bila dikatakan bahwa metode ijmali
merupakan metode tafsir al-Qur'an yang mula-mula muncul.
Metode ini kemudian diterapkan oleh al-Suyuthi di dalam kitabnya
al-Jalalain, dan al Maraghi di dalam kitabnya Taj al-Tafasir kemudian diikuti
oleh metode tahlili dengan mengambil bentuk al-ma”tsur, kemudian tafsir ini
berkembang dan mengambil bentuk al-Ra’y. tafsir dalam bentuk ini kemudian
berkembang terus dengan pesat sehingga menghususkan kajiannya dalam
bidang-bidag tertentu seperti fiqih, tasawuf, bahasa, dan sebagainya. Dapat
dikatakan serupa inilah di abad modern yang mengilhami lahirnya tafsir
maudlu’i, atau disebut juga dengan metode maudlu’i (tematik). Kemudian
lahir pula metode muqarin (perbandingan).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian tafsir al-qur’an?
2. Apa metode tafsir al-qur’an?
3. Bagaimana kaidah-kaidah tafsir al-qur’an?
4. Apa saja tujuan dan fungsi tafsir bagi umat islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian tafsir al-qur’an
2. Untuk mengetahui apa metode tafsir al-qu’an
3. Untuk mengetahui bagaiman kaidah-kaidah tafsir al-qur’an
4. Untuk mengetahui apa saja tujuan dan fungsi tafsir bagi umat islam

iv
TAFSIR AL-QUR’AN

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir Al-qur’an

Kata tafsir berasal dari bahasa Arab, attafsir, yang mempunyai makna
lughawi atau makna etimologis dan makna istilahi atau terminologis.
Secara etimologis, tafsir berarti membuka sesuatu yang tertutup atau
membuka makna dari kata yang sulit dipa- hami. Adapun makna tafsir
secara terminologis ialah ilmu untuk memahami Kitab Suci Al-Qur'an
sehingga jelaslah makna, hukum, dan hikmah yang terkandung di
dalamnya. Dengan demikian, tafsir atau ilmu tafsir adalah salah satu
cabang disiplin ilmu agama Islam. Ilmu ini meliputi ilmu-ilmu bantu
lainnya, seperti ilmu qira'at-yang membahas bagaimana mengucapkan
lafal-lafal Al- Qur'an-ilmu bahasa Arab, ilmu asbabun nuzul-yakni sejarah
sebab-sebab turunnya Al-Qur'an-dan ilmu lainya. Pendek kata, ilmu tafsir
adalah suatu disiplin ilmu untuk memahami apa yang dimaksud Allah
dalam Al-Qur'an. Ilmu tafsir disusun secara sistematis sesuai dengan kadar
kemampuan penyusunnya. Ilmu tafsir adalah ilmu yang meliputi
pemahaman mufasir atas makna Al-Qur'an dan penjelasan maksudnya,
baik bil-ma'tsur-yaitu penafsiran berdasarkan periwayatan dari penjelasan
Rasulullah, sahabat, ataupun tabi'in- maupun bir-ra'yi-yaitu penafsiran
berdasarkan penalaran atau ijtihad.
Sejalan dengan hukum alam (baca: sunatullah)-bahwa Allah mengutus
Rasul-Nya dengan menggunakan bahasa Arab (Q.S. Ibrahim ayat 4)secara
alamiah, pemahaman Nabi Muhammad Saw terhadap Al-Qur'an bersifat
umum dan rinci. Karena, Nabi mempunyai tugas menghafal dan
menjelaskannya (QS. Al- Qiyamah ayat 17-19).1
Adapun pemahaman para sahabat Nabi terhadap Al-Qur'an tidak hanya
didasarkan pada kemampua mereka dalam memahami bahasa Arab, tetapi
juga pada pema haman mereka tentang apa yang dijelaskan oleh Rasulullah,
1
Juhaya S. Praja (Tafsir Hikmah,2000) h.3

v
Sebagaimana dimaklumi, dalam Al-Qur'an terdapat banyak kata dan kalimat
yang mengandung makna dan pengertian yang berbeda-beda. Ada kata dan
kalimat yang mengandung penger- tian umum yang disebut al-mujmal-ada
kata dan kalimat yang mengandung pengertian sulit yang disebut al-
musykit-ada kata atau kalimat yang pengertiannya samar-samar-disebut al
mutasyabih. Pada dasarnya, para sahabat memiliki kemampuan memahami
makna Al-Qur'an. Namun, tingkat kemampuan mereka tidak sama antara
satu dengan yang lainnya. Kemampuan mereka beragama sesuai dengan
kemampuan intelektual dan pengalaman masing-masing.2
1. Pengertian tafsir menurut etimologi:
a. Menurut Ibnu faris, kata fasara menunjukan makna memberi
keterangan dan penjelasan terhada sesuatu. Contohnya dalam
pemakaian kalimat (aku menjelaskan sesuatu) ‫وفس??رته ش??يئ‬
‫فسرت‬. Kata fassara dan tafsiroh berarti ‫وحكمه الماء لى طبيب نظر‬
seorang dokter terhadap air, kemudian dokter tersebut
memberi penilaian terhadap air tersebut.
b. Menurut al Raghib al Asfahani, kata fassara berarti idzhar al
ma'qul (menampakkan secara nyata apa yang ada dalam
fikiran) dan kata tafsir ada juga yang khusus digunakan untuk
mengungkapkan kata-kata yang asing dan terkadang khusus
digunakan untuk pemalingan mana (ta'wil).
c. Abu Hayyan dalam al Bahr al Muhit, menyebutkan kata tafsir
juga digunakan sebagai pembuka atau penggantian sesuatu
agar ia berjalan (ta'riyati al intilaqi), sebagaiman dicontohkan
oleh Tsa'lab (aku mengganti kuda itu agar ia tetap berjalan
sampai kebatas perjalanan). Makna ini juga senada dengan
makna al kasyfu (membuka). Dalam contoh ini, seolah-olah
ia sengaja membuka punggung kuda tersebut mau berlari
sampai ketujuan.

2
Juhaya S. Praja (Tafsir Hikmah,2000) h.4

vi
d. Jalal al-Din al-Suyuthi, dalam al-Itgan fi ulum al-Qur'an,
menyebutkan bahwa kata tafsir adalah bentuk mashdar dari
kata fassara yang artinya al-bayanwa al-kasyfu (penjelasan
dan penyingkapan). Ada pendapat yang mengatakan bahwa
kata fassara merupakan kata jadian yang ditukar dari kata
safara, dalam hal ini bisa disebutkan asfara al-shubhiidza
(shubuh telah pergi apabila telah mnghilang). Pendapat lain
mengatakan bahwa ia terambil dari kata al-tafsiroh yang
artinya ismunlimaya rifubihi al-thobibumarodho (nama untuk
seesuatu yang digunakan oleh dokter untuk dapat mengetahui
penyakit pasien).
e. Menurut al Kilabi di dalam at Tashil Tafsir adalah
menjelaskan al-Qur'an, menerangkan maknanya, dan
menjelaskan apa yang dikehendaki nash, isyarat, atau
tujuannya.
f. Menurut syekh al Jazairi dalam Shahih at Taujih Tafsir pada
hakikatnya adalah menjelaskan kata yang sukar di pahami
olch pendengar sehingga berusaha mengemukakan
sinonimnya atau mana yang mendekatinya, atau dengan jalan
mengemukakan salah satu dilalah-nya.
g. Menurut Abu Hayyan Tafsir adalah ilmu mengenai cara
Pengucapan kata-kata al-Qur'an serta cara mengungkapkan
petunjuk, kandungankandungan hokum dan makna-makna
yang terkandung di dalamnya3.
h. Menurut al Zarkasyi Tafsir adalah ilmu yang di gunakan
untuk memahami dan menjelaskan makna-makna kitab Allah
yang di turunkan kepada Nabi-Nya, Muhamad SAW. serta
menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan
hikmahnya. Berdasarkan beberapa rumusan tafsir yang di

3
Juhaya S. Praja (Tafsir Hikmah,2000) h.5

vii
kemukakan para ulama' tersebut diatas, dapat di tarik satu
kesimpulan bahwa pada dasarnya tafsir itu adalah sesuatu
hasil usaha tanggapan, penalaran, dan ijtihad manusia untuk
menyingkap nilai-nilai samawi yang terdapat di dalam al-
Qur'an.

B. Metode - Metode Tafsir

a. Metode Ijmali

Metode tafsir ijmali yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan cara


singkat dan global tanpa uraian panjang lebar. Metode ljmali (global)4
menjelaskan ayat-ayat Qur'an secara ringkas tapi mencakup dengan
bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Sistimatika
penulisannya mengikuti susunan ayat-ayat di dalam mushaf.
Penyajiannya, tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur'an. Dengan
demikian, ciri-ciri dan jenis tafsir Ijmali mengikuti urut-urutan ayat
demi ayat menurut tertib mushaf, seperti halnya tafsir tahlili.
Perbedaannya dengan tafsir tahlili adalah dalam tafsir ijmali makna
ayatnya diungkapkan secara ringkas dan global tetapi cukup jelas,
sedangkan tafsir tahlili makna ayat diuraikan secara terperinci dengan
tinjauan berbagai segi dan aspek yang diulas secara panjang lebar.

Sebagai contoh: Penafsiran yang diberikan tafsir al-Jalalain


terhadap 5 ayat pertama dari surat al-Baqarah, tampak tafsirnya sangat
singkat dan global hingga tidak ditemui rincian atau penjelasan yang
memadai. Penafsiran tentang ( ‫) الم‬, misalnya, dia hanya berkata: Allah
Maha Tahu maksudnya. Dengan demikian pula penafsiran (‫)الكت??اب‬,
hanya dikatakan (Yang dibacakan oleh Muhammad). Begitu seterusnya,
tanpa ada rincian sehingga penafsiran lima ayat itu hanya dalam
beberapa baris saja. Sedangkan tafsir tahlili (analitis), al-Maraghi,

4
Hujair A.H. Sanaki,(Metode Tafsir, Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau
Corak Mufassirin,2008) h.271-272

viii
misalnya, untuk menjelaskan lima ayat pertama itu ia membutuhkan 7
halaman. Hal ini disebabkan uraiannya bersifat analitis dengan
mengemukakan berbagai pendapat dan didukung oleh fakta-fakta dan
argumen-argumen, baik berasal dari al-Qur'an atau hadis-hadis Nabi
serta pendapat para sahabat dan tokoh ulama, juga tidak ketinggalan
argumen semantik.

Di antara kitab-kitab tafsir dengan metode ijmali, yaitu tafsir al-


Jalalain karya Jalal al-Din al-Suyuthy dan Jalal al-Din al-Mahally,
Tafsir al-Qur'an al- 'Adhin olah Ustadz Muhammad Farid Wajdy,
Shafwah al-Bayan li Ma'any al-Qur'an karangan Syaikh Husanain
Muhammad Makhlut, al-Tafsir al- Muyasasar karangan Syaikh Abdul
al-Jalil Isa, dan sebagainya.5

b. Metode Tahlili (Analitis)

Yang dimaksud dengan metode analisis ialah menafsirkan ayat-


ayat al-Qur'an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di
dalam ayat- ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna
yang tercakup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan
mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Jadi, "pendekatan
analitis" yaitu mufassir membahas al-Qur'an ayat demi ayat, sesuai
dengan rangkaian ayat yang tersusun di dalam al-Qur'an. Maka, tafsir
yang memakai pendekatan ini mengikuti naskah al-Qur'an dan
menjelaskannya dengan cara sedikit demi sedikit, dengan menggunakan
alat-alat penafsiran yang ia yakini efektif [seperti mengandalkan pada
arti-arti harfiah, hadis atau ayat-ayat lain yang mempunyai beberapa
kata atau pengertian yang sama dengan ayat yang sedang dikaji],
sebatas kemampuannya di dalam membantu menerangkan makna
bagian yang sedang ditafsirkan, sambil memperhatikan konteks naskah
tersebut

5
Hujair A.H. Sanaki,(Metode Tafsir, Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau
Corak Mufassirin,2008) h.272-273

ix
Metode tahlili, adalah metode yang berusaha untuk menerangkan
arti ayat-ayat al-Qur'an dari berbagai seginya, berdasarkan urutan-
urutan ayat atau surah dalam mushaf, dengan menonjolkan kandungan
lafadz- lafadznya, hubungan ayat-ayatnya, hubungan surah-surahnya,
sebab-sebab turunnya, hadis-hadis yang berhubungan dengannya,
pendapat-pendapat para mufassir terdahulu dan mufassir itu sendiri
diwarnai oleh latar belakang pendidikan dan keahliannya. Ciri-ciri
metode tahlili. Penafsiran yang mengikuti metode ini dapat mengambil
bentuk ma'tsur (riwaya)] atau ra'y (pemikiran). Di antara kitab tafsir
tahlili yang mengambil bentuk al-ma'tsur adalah kitab :

a. Tafsir Jami' al- Bayan'an Ta'wil Ayi al-Qur'an karangan Ibn Jarir al-
Thabari (w.310H), Ma'alim al-Tazil karangan al-Baghawi (w.516H),
Tafsir al-Qur'an al-'Azhim [terkenal dengan tafsir Ibn Katsir] karangan
Ibn Katsir (w.774H), dan al-Durr al- Mantsur fi al-tafsir bi al-Ma'tsur
karangan al-Suyuthi (w.911H).

b. Tafsir tahlili yang mengambil bentuk al-Ra'y banyak sekali, antara


lain: Tafsir al-Khazin karangan al-Khazin (w.741H), Anwar al-Tanzil
wa Asrar al-Ta'wil karangan al-Baydhawi (w.691H), al-Kasysyaf
karangan al-Zamakhsyari (w.538H), 'Arais al-Bayan fi Haqaia al-
Qur'an karangan al-Syirazi (w.606H), al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih
al-Ghaib karangan al-Fakhr al-Razi (w.606H), tafsir al-Jawahir fi
Tafsir al-Qur'an karangan Thanthawi Jauhari, Tafsir al-Manar
karangan Muhammad Rasyid Ridha (w.1935)6 dan lain-lain.

Jadi, pola penafsiran yang diterapkan oleh para pengarang kitab-


kitab tafsir yang dinukilkan di atas terlihat jelas, bahwa mereka
berusaha menjelaskan makna yang terkandung di dalam ayat-ayat al-
Qur'an secara komprehensif dan menyeluruh, baik yang berbentuk al-
ma'tsur maupun al-ra'y. Maka untuk lebih mudah mengenal metode

6
Hujair A.H. Sanaki,(Metode Tafsir, Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau
Corak Mufassirin,2008) h.274-275

x
tafsir analitis, berikut ini dikemukakan beberapa corak tafsir yang
tercakup dalam tafsir tahlil, sebagai contoh, yaitu: Tafsir al-Ma'tsur,
yaitu cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an berdasarkan nash-nash, baik
dengan ayat-ayat al-Qur'an sendiri, dengan hadis-hadis Nabi, dengan
pendapat sahabat, maupun dengan pendapat tabiin. Pendapat (aqwal)
tabiin masih kontraversi dimasukkan dalam tafsir bil ma'tsur sebab para
tabiin dalam memberikan penafsiran ayat-ayat al-Qur'an tidak hanya
berdasarkan riwayat yang mereka kutip dari Nabi, tetapi juga
memasukkan ide-ide dan pemikiran mereka (melakukan ijtihad). Tafsir
ma'tsur yang paling tinggi peringkatnya adalah tafsir yang berdasarkan
ayat al-Qur'an yang ditunjuk oleh Rasulullah. Peringkat kedua adalah
tafsir dengan hadis. Di bawahnya adalah tafsir ayat dengan aqwal
(pendapat) sahabat dan peringkat terakhir adalah tafsir ayat dengan
aqwal tabiin.7

Tafsir al-Ra'y, yaitu tafsir ayat-ayat al-Qur'an yang didasarkan


pada ijtihad mufasirnya dan menjadikan akal fikiran sebagai pendekatan
utamanya. "tafsiri al-ra'y yang menggunakan metode analitis ini, para
mufassir memperoleh kebebasan, sehingga mereka agak lebih otonom
(mandiri) berkreasi dalam memberikan interpretasi terhadap ayat-ayat
al-Qur'an selama masih dalam batas-batas yang diizinkan oleh syara’
dan kaidah- kaidah penafsiran yang mu'tabar". Itulah salah satu sebab
yang membuat tafsir dalam bentuk al-ra'y dengan metode analitis dapat
melahirkan corak penafsiran yang beragam sekali seperti tafsir fiqih,
falsafi, sufi, 'ilmi, adabi ijtima'i, dan lain sebagainya. Kebebasan serupa
itu sulit sekali diterapkan di dalam tafsir yang memakai metode global
[ijmali] sekalipun bentuknya al-ra'y. Dikarenakan adanya kebebasan
serupa itulah, maka tafsir bi al-ra'y berkembang jauh lebih pesat
meninggalkan tafsir bi al-ma'tsur, sebagaimana diakui oleh ulama tafsir
semisal Manna' al-Qhathathan.

7
Hujair A.H. Sanaki,(Metode Tafsir, Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau
Corak Mufassirin,2008) h.275-276

xi
Tetapi menurut Adz-Dzahaby, para ulama telah menetapkan
syarat- syarat diterimanya tafsir ra'y yaitu, bahwa penafsirnya:

1) Benar-benar menguasai bahasa Arab dengan segala seluk beluknya.


2) Mengetahui asbabun nuzul, nasikh-mansukh, ilmu qiraat dan syarat-
syarat keilmuan lain.
3) Tidak menginterpretasikan hal-hal yang merupakan otoritas Tuhan
untuk mengetahuinya.
4) Tidak menafsirkan ayat-ayat berdasarkan hawa nafsu dan intres
pribadi
5) Tidak menafsirkan ayat berdasarkan aliran atau paham yang jelas batil
dengan maksud justifikasi terhadap paham tersebut,
6) Tidak menganggap bahwa tafsirnya yang paling benar dan yang
dikehendaki oleh Tuhan tanpa argumentasi yang pasti. 8

c. Metode Muqarin (Komparatif)

Tafsir al-Muqarim adalah penafsiran sekolompok ayat al-Qur'an


yang berbicara dalam suatu masalah dengan cara membandingkan
antara ayat dengan ayat atau antaraa ayat dengan hadis baik dari segi isi
maupun redaksi atau antara pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan
menonjolkan segi- segi perbedaan tertentu dari obyek yang
dibandingkan. Jadi yang dimaksud dengan metode komporatif ialah:

a. membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-Qur'an yang memiliki


persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih,
dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi suatu kasus yang
sama.
b. membandingkan ayat al-Qur'an dengan hadis yang pada lahirnya
terlihat bertentangan.

8
Hujair A.H. Sanaki,(Metode Tafsir, Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau
Corak Mufassirin,2008) h.277-278

xii
c. membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam
menafsirkan al-Qur'an

Tafsir al-Qur'an dengan menggunakan metode ini mempunyai


cakupan yang teramat luas. Ruang lingkup kajian dari masing-masing
aspek itu berbeda-beda. Ada yang berhubungan dengan kajian redaksi
dan kaitannya dengan konotasi kata atau kalimat yang dikandungnya.
Maka, M. Quraish Shihab, menyatakan bahwa "dalam metode ini
khususnya yang membandingkan antara ayat dengan ayat (juga ayat
dengan hadis), biasanya mufassirnya menejelaskan hal-hal yang
berkaitan denagan perbedaan kandungan yang dimaksud oleh masing-
masing ayat atau perbedaan kasus masalah itu sendiri.

Ciri utama metode ini adalah "perbandingan" (komparatif). Di


sinilah letak salah satu perbedaan yang prinsipil antara metode ini
dengan metode- metode yang lain. Hal ini disebabkan karena yang
dijadikan bahan dalam memperbandingkan ayat dengan ayat atau
dengan hadist, perbandingan dengan pendapat para ulama9.

d. Metode Maudhu'i (Tematik)

Metode tematik ialah metode yang membahas ayat-ayat al-Qur'an


sesuai dengan tema atau judul yang telah ditetapkan. Semua ayat yang
berkaitan dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari
berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti asbab al-nuzul,
kosakata, dan sebagainya. Semua dijelaskan dengan rinci dan tuntas,
serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah, baik argumen yang berasal dari
al-Qur'an, hadis, maupun pemikiran rasional. Jadi, dalam metode ini,
tafsir al-Qur'an tidak dilakukan ayat demi ayat. la mencoba mengkaji al-
Qur'an dengan mengambil sebuah tema khusus dari berbagai macam
9
Hujair A.H. Sanaki,(Metode Tafsir, Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna atau
Corak Mufassirin,2008) h.279-280

xiii
tema doktrinal, sosial, dan kosmologis yang dibahas oleh al-Qur'an.
Misalnya ia mengkaji dan membahas dotrin Tauhid di dalam al-Qur'an,
konsep nubuwwah di dalam al-Qur'an, pendekatan al- Qur'an terhadap
ekonomi, dan sebagainya10.

M. Quraish Shihab, mengatakan bahwa metode meudhu'i


mempunyai dua pengertian. Pertama, penafsiran menyangkut satu surat
dalam al-Qur'an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum
dan yang merupakan tema ragam dalam surat tersebut antara satu
dengan lainnya dan juga dengan tema tersebut, sehingga satu surat
tersebut dengan berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan. Kedua, penafsiran yang bermula dari menghimpun
ayat-ayat al-Qur'an yang dibahas satu masalah tertentu dari berbagai
ayat atau surat al-Qur'an dan sedapat mungkin diurut sesuai dengan
urutan turunnya, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh ayat-
ayat tersebut, guna menarik petunjuk al-Qur'an secara utuh tentang
masalah yang dibahas itu. Lebih lanjut M. Quraish Shihab mengatakan
bahwa, dalam perkembangan metode maudhu'i ada dua bentuk
penyajian pertama menyajikan kotak berisi pesan-pesan al- Qur'an yang
terdapat pada ayat-ayat yang terangkum pada satu surat saja. Biasanya
kandungan pesan tersebut diisyaratkan oleh nama surat yang dirangkum
padanya selama nama tersebut bersumber dari informasi rasul. Kedua,
metode maudhu'i mulai berkembang tahun 60-an. Bentuk kedua ini
menghimpun pesan-pesan al-Qur'an yang terdapat tidak hanya pada
satu surah saja.11

Ciri metode ini ialah menonjolkan tema. Judul atau topik


pembahasan, sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa metode ini juga
disebut metode topikal. Jadi, mufassir mencari tema-tema atau topik-
topik yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari al-Qur'an itu
10
Thameem ushama, (Metodology tafsir al-Qur’an, 2000)h.5

11

xiv
sendiri, atau dari lain-lain. Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu
dikaji secara tuntas dan menyeluruh dari berbagai aspeknya sesuai
dengan kapasitas atau petunjuk yang termuat di dalam ayat-ayat yang
ditafsirkan tersebut. Jadi penafsiran yang diberikan tidak boleh jauh
dari pemahaman ayat-ayat al-Qur'an agar tidak terkesan penafsiran
tersebut berangkat dari pemikiran atau terkaan berkala (al-ra'y al-
mahdh).

Metodologi tafsir al-Qur’an, seacara umum terbagi kepada tiga macam


yaitu:

a. Metode tafsir bi al-Ma’tsur

Tafsir bi al-Ma'tsur adalah tafsir yang merujuk pada penafsiran Al-


Qur'an dengan Al-Qur'an, atau penafsiran Al-Qur'an dengan al-Hadits
melalui penuturan para sahabat. Metode ini, merupakan dua tafsir
tertinggi yang tidak dapat diperbandingkan dengan sumber lain, karena
menyaksikan disaat turunnya wahyu. Penafsiran merekalah yang layak
untuk dijadikan sumber.12

b. Metode tafsir bil ra’yi


Istilah ra 'yun dekat maknanya dengan ijtihad (kebebasan
penggunaan akal)
yang didasarkan atas prinsip-prinsip yang benar, menggunakan akal
sehat dan persyaratan yang ketat. Wajib bagi seorang mufassir
memperhatikan secara teliti tentang subyek penafsiran kitab suci.
Lebih-lebih lagi penafsiran itu tidak semata- mata terikat pada al-ra vu
(pikiran) atau al-hawa (keinginan) atau penafsiran Al-Qur'an menurut
keinginan diri sendiri (hawa nafsu), kesukaan dan kecenderungan-
kecenderungan lain. Al-Qurthubi menyatakan barangsiapa yang
mengucapkan sesuatu berdasarkan pikiran dan kesannya tentang Al-
Qur'an atau memberikan isyarat- isyarat dengan sengaja tentang

12
Thameem ushama, (Metodology tafsir al-Qur’an, 2000)h.14

xv
prinsip dasar, ia patut dicap telah melakukan kesalahan dan
penyimpangan, dan kepribadian orang tersebut tidak dapat dipercaya."
Perlu dicatat, hadits menyatakan: Barangsiapa sengaja berdusta
kepadaku maka mereka adalah tempat baginya; Barangsiapa
menafsirkan Al-Qur'an berdasarkan pikirannya, maka ia akan
menempati neraka (H.R. Turmudzi): dan Barangsiapa yang
menafsirkan Al-Qur'an dengan pikirannya maka ia telah melakukan
kesalahan.13
c. Metode tafsir al-isyari

Menurut kebanyakan ulama, tafsir al-isyari ialah penafsiran ayat


Al-Qur'an yang mengabaikan makna dhahirnya. Disebutkan juga bahwa
penafsiran Al-Qur'an berdasarkan indikasi (isyarat) yang dapat diterima
oleh sebagian orang yang sadar dan berpengetahuan atau tampak bagi
orang yang memiliki akhlak terpuji dan melawan hawa nafsu mereka.
Pikiran atau wawasan mereka telah diilhami dan disinari oleh Allah
SWT, maka mereka telah melakukan dan merealisasikan rahasia-rahasia
Al-Qur'an. Selanjutnya disebutkan bahwa makna-makna esoterik (batin)
dan mendalam terpatri ke dalam pikiran mereka melalui ilham illahi, Ini
mengisyaratkan bahwa Allah membuka jalannya dengan meleburkan
sumber-sumber pengetahuan eksternal dan internal (lahir dan batin) dari
ayat Al-Qur'an. Selanjutnya ditegaskan oleh sebagian mufassir bahwa
tafsir isyari mengacu kepada penafsiran lain selain makna eksternal dan
yang tampak dari teks.14

C. Kaedah-Kaedah Tafsir

Kata "kaidah Tafsir" terdiri dari dua kata, yaitu kaidah dan tafsir. Kata
"kaidah" berasal dari bahasa Arab, qa'idah/ secara etimologis berarti al-
ashl (asal) dan al-asas (dasar). Yaitu sesuatu yang menjadi dasar atas

13
Husnul Hakim Imzi, (Kaidah Tafsir Berbasis Terapan,2022), h.15-16

14

xvi
sesuatu yang lain. Atau dengan istilah lain, sesuatu di mana sesuatu yang
lain dibangun di atasnya. Kalau diianalogkan dengan bangunan, maka
qa'idah bagaikan pondasi dari sebuah bangunan. Dengan demikian, kokoh
dan tegaknya suatu bangunan akan sangat ditentukan oleh pondasi
tersebut. Yang jelas, apapun yang dijadikan sebagai pondasi bagi sesuatu
yang lain maka itulah arti "kaidah" dalam makna etimologisnya.

Sementara dari segi terminologis, terdapat banyak definisi di kalangan


para ahli. Antara lain, qa'idah adalah ‫ف يتع??ر كلى حكم نيت??ه ج??ز احكم على به‬.
( Hukum umum yang dengannya dapat diketahui hukum-hukum
pratikularnya.) Meski hukum kulli (hukum umum) namun bukan berarti
tidak ada pengecualian, sebab, setiap hukum kulli selalu ada pengecualian-
pengecualian. Artinya, jika ada kaidah umum kemudian ada yang
dikecualikan dari kaidah itu, bukan berarti menghilangkan sifat
kekulliannya.Penetapan kaidah kulliyah ini juga ditentukan berdasarkan
penelitian dan pengamatan yang mendalam, yang didasarkan pada asal
bahasa Arab itu sendiri, bukan semata-mata logika. Sebagaimana hal ini
juga terjadi dalam beberapa disiplin ilmu, seperti kaidah bahasa, kaidah
fiqhiyah, kaidah ushuliyah, dan lain-lain15.

fysak-la itrareb sigolomite araces "risfat" atak nakgnadeS


nanusus ,siraF nbI turuneM .)nasalejnep( nayab-la nad )napakgnugnep(
nad naksalejnem itrareb ,'ar nad ,nis ,'af furuh irad iridret gnay atak
nakrisfanem ( ‫ الكالم فسر‬napakgnu malad itrepeS .utauses nakgnarenem
nakgnarenem nad naksalejnem( napakgnu itrareb )naatakrep
halada aynitajes narisfanep ,nial halitsi malad uatA .16)aynduskam
gnay tapmet adapek iynubmesret gnay tapmet irad utauses nakraulegnem
gnaro napacu nakrisfanem ahasureb ai" ,nakatakid akiJ .kapmat nad salej
id iynubmesret gnay duskam nakraulegnem ahasureb ai itrareb "aynaut
risfat nakgnadeS .tapet nagned imahapid asib aggnihes uti napacu kilab

15
Husnul Hakim Imzi, (Kaidah Tafsir Berbasis Terapan,2022), h.19
16

xvii
dari segi terminologisnya, yang banyak diikuti oleh para ulama ‫حيث القرآن‬
‫ احوال عن فيه يبحث علم‬diikuti oleh para ulama adalah ilmu yang membahas)
‫( البشرية الطاقة بقدر تعالى اللهمراد على داللته‬ilmu yang membahasa tentang seluk
beluk al-Qur'an dari segi dalalahnya atas apa yang dikehendaki Allah dari
ayat-Nya sesuai dengan kemampuan manusia)17. Melihat definisi ini, maka
istilah "menafsirkan" merupakan sebuah kerja ilmiah yang harus didukung
oleh disiplin ilmu. Namun juga harus ditegaskan bahwa sebuah penafsiran
itu bersifat relative (shahih), bukan bersifat mutlak dan aksiomatik (haqq).
Artinya, tidak ada penafsiran final dan mutlak, karena kebenaran mutlak
hanya milik Allah semata.18

Dari penjelasan di atas, bisa dipahami bahwa kaidah tafsir merupakan


hukum umum yang dapat menghantarkan sang penafsir kepada apa yang
dikehendaki oleh Allah melalui ayat- ayat-Nya dan mengetahui bagaimana
cara memahaminya dengan benar --dalam maknanya yang relatif- atau
mendekati apa yang dikehendaki oleh Allah. Menurut 'Ali Iyazi, kaidah
tafsir adalah (sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang mufassir). Dalam
bahasa Inggris, kata "kaidah" yang lebih tepat diartikan dengan principles
(prinsip-prinsip), berbeda dengan metode atau methode, yang berarti cara
(al-thariqah), dalam bahasa Indonesia biasa dikenal dengan "pendekatan".
Karena itu, lyazi membedakan antara qa'idah dengan manhaj. Kalau
manhaj menurut iyazi adalah ‫( المفس??ر الي??ه ا يس??لك ال??ذى المس??لك‬jalan yang
ditempuh oleh seorang mussafir). Kaidah juga berbeda dengan dhabth
(definisi).

Bahkan, kaidah juga berbeda dengan ulumul Qur'an secara umum,


meski ia termasuk dalam cakupan pembahasan ulumul Qur'an. Sebab,
dalam maknanya yang luas menurut Abdurrahman al-'Ak, ilmu apapun
yang terkait dengan al- Qur'an bisa masuk dalam domain Ulumul Qur'an--.
Hanya saja, karena posisinya langsung terkait dengan ayat dan bahkan
17
Husnul Hakim Imzi, (Kaidah Tafsir Berbasis Terapan,2022), h.49

18

xviii
sangat menentukan terhadap makna yang dimaksud, maka keberadaan
kaidah tafsir ini diharapkan bisa membantu sang pengkaji dalam
menafsirkan ayat secara tepat dan terhindar dari penafsiran yang justru
tidak dikehendaki oleh ayat itu sendiri.

Ada beberapa kaidah penafsiran yang pertama ialah kaidah ‘ATHAF


yang dimaksudkan di sini adalah memahami ayat-ayat al-Qur’an dengan
menggunakan huruf ‘ataf. Huruf ‘ataf adalah huruf yang digunakan untuk
menggabungkan dua kalimat atau lebih, yang memiliki kesamaan dalam
bentuk, misalnya isim dengan sim, fi’il dengan fi’il atau kesamaan hukum
I’rabnya, misalnya rafa’ dengan rafa’ nashab dengan nashab, khafad
dengan khafad. Hanya saja huruf ataf tersebut dipahami dalam koteks
tafsir bukan nahwu sharaf. KEDUA kaidah mufrad dan jama’ Mufrad
adalah lafaz yang menunjukkan arti tunggal, sementara jama’ adalah lafaz
yang menunjukkan arti banyak. Namun, pemaknaan semacam ini tidak
selamanya bisa diterapkan diayat;-ayat al-Qur’an.19KETIGA kaidah
nakirah dan ma’rifah Nakirah adalah ilmu nahwu, isim nakirah adalah
(kata benda yang tidak menunjukkan arti tertentu atau menunjukkan ma’na
umum), isim nakirah juga sering disebut dengan lafaz yang bisa dimasuki
alif dan lam.Ma’rifat lawan dari nakirah, adalah (kata benda yang
menunjukkan arti terntentu).20

D. Tujuan dan Fungsi Tafsir Bagi Umat Beragama Islam

Al-Qur'an adalah sumber rujukan umat Islam. Setiap usaha


menangkap spirit dan nilai-nilai dasar al-Qur'an. Tafsir sebagai usaha
untuk memahami dan menerangkan maksud kandungan ayat-ayat al-
Qur'an, telah mengalami perkembangan yang cukup bervariasi, sebagai
hasil karya manusia, terjadinya keragaman tersebut, antara lain
perbedaan kecenderungan, interes, motivasi mufasir, perbedaan misi
19

20
Husnul Hakim Imzi, (Kaidah Tafsir Berbasis Terapan,2022), h.63

xix
yang diemban, perbedaan kedalaman dan ragam ilmu yang dikuasainya
masa dan lingkungan yang mengitari, perbedaan situasi dan
kondisiyang dihadapi dan lain sebagainya. Untuk memfungsikan al-
Qur'an sebagai kitab petunjuk dan pedoman hidup, tidaklah cukup al-
Qur'an hanya dibaca sebagai rutinitas sehari-hari dalam kehidupan.
Perlu adanya makna-makna yang tersimpan di dalamnya. Dari sejarah
diturunkanya al-Qur'an, dapat diambil kesimpulan bahwa al-Qur'an
mempunyai tiga pokok:

1) Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh


manusia yang tersimpul oleh keimanan akan keesaan tuhan dan
kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
2) Petunjuk menegnai akhlak yang murni dengan jalan
menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus
diikuti oleh manusia dalam kehidupan secara individual atau
kolektif21.
3) Petunjuk mengenal syari'at dan hokum dengan jalan
menerangkan dasar-dasar hokum yang harus diikuti oleh
manusia dalam hubunganya dengan Tuhan dan sesamanya, atau
kata lalin yang lebih singkat.
4) Al-Qur'an adalah petunjuk bagi selunih manusia kejalan yang
harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Tujuan atau manfaat tafsir:
a. Mengetahui makna kata-kata dalam al-Qur'an
b. Menjelaskan maksud setiap ayat
c. Menyingkap hukum dan hikmah yang terkandung dalam Al-
Qur'an.

21
M.Nurdi Zuhdi, ( Hermeneutika al-Qur’an Tipologi Tafsir sebagai solusi dalam
Memecahkan Isu-Isu Budaya lokal keindonesiaan,:Jurnal, 2012)h.258

xx
d. Menyampaikan pembaca kepada maksud yang diiginkan oleh
syari'(pembuat syari'at) yaitu Allah SWT agar memperoleh
kebahagiaan dunia akhirat.22

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kata tafsir berasal dari bahasa Arab, attafsir, yang mempunyai makna
lughawi atau makna etimologis dan makna istilahi atau terminologis. Secara
etimologis, tafsir berarti membuka sesuatu yang tertutup atau membuka makna
dari kata yang sulit dipa- hami. Adapun makna tafsir secara terminologis ialah
ilmu untuk memahami Kitab Suci Al-Qur'an sehingga jelaslah makna, hukum, dan
hikmah yang terkandung di dalamnya.
Metode tafsir ijmali yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan cara singkat dan
global tanpa uraian panjang lebar. Metode Tahlili (Analitis) ialah penafsiran ayat-

22
M.Nurdi Zuhdi, ( Hermeneutika al-Qur’an Tipologi Tafsir sebagai solusi dalam
Memecahkan Isu-Isu Budaya lokal keindonesiaan,:Jurnal, 2012)h.258

xxi
ayat al-Qur'an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-
ayat yang ditafsirkan itu
Kata "kaidah Tafsir" terdiri dari dua kata, yaitu kaidah dan tafsir. Kata
"kaidah" berasal dari bahasa Arab, qa'idah/ secara etimologis berarti al-ashl (asal)
dan al-asas (dasar). Yaitu sesuatu yang menjadi dasar atas sesuatu yang lain. Atau
dengan istilah lain, sesuatu di mana sesuatu yang lain dibangun di atasnya.
Tafsir sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan maksud
kandungan ayat-ayat al-Qur'an, telah mengalami perkembangan yang cukup
bervariasi, sebagai hasil karya manusia, terjadinya keragaman tersebut, antara lain
perbedaan kecenderungan, interes, motivasi mufasir, perbedaan misi yang
diemban, perbedaan kedalaman dan ragam ilmu yang dikuasainya masa dan
lingkungan yang mengitari, perbedaan situasi dan kondisiyang dihadapi dan lain
sebagainya.

B. SARAN

Kami menyadari bahwa dalam proses pembuatan dan pembahasan makalah


ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan pembuatan makalah
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-qaththan. Pengantar Studi Ilmu Al-Quran. Jakarta: Maktabah


Wahbah, 2004.
Akbar, Bahtera. “TERJAMAH , TAKWIL DAN MACAM-
MACAM TAFSIR”. Diambil tanggal 7 Maret 2023 dari
https://uinsu.academia.edu/bakbar?swp=tc-au-42649329. 2021
Anwar, Rosihan. Ulum Al-Quran. Bandung: CV PUSTAKA
SETIA, 2010.

xxii
Bumi, Cindar. “Pengertian dan Makna Takwil”. Diambil tanggal 9
Maret 2023 dari https://independent.academia.edu/cindarbumi?swp=tc-au-
9135260. 2020

Puspita, Mawar. “TAKWIL : PENGERTIAN,PERBEDAAN


TAKWIL DENGAN TAFSIR,PERANAN TA'WIL DALAM MEMAHAMI
AYAT AL-QUR'AN, SYARAT-SYARAT TA'WIL BENTUK-BENTUK
TA'WIL, MACAM-MACAM TA'WIL Oleh”. Diambil tanggal 8 Maret
2023 dari https://independent.academia.edu/MawarPuspita17?swp=tc-au-
62540933. 2018

xxiii

Anda mungkin juga menyukai