TAFSIR
ISY’ARI
Dosen Pengampu :
Dr. H. Abd. Hamid Noor, M,pd.
Di Susun Oleh :
Arina Hakikiyatal H.
(22111756)
Alhamdulillah segala puji dan syukur ke hadirat Allah yang telah memberikan
kemudahan dan kelancaran kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah
Metode Tafsir.
Sholawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah metode tafsir, dengan judul Tafsir bi
Isyari dan semoga makalah ini dapat membantu kita untuk mengerti akan topik bahasan
tersebut.
Dalam proses penyusunan makalah, kami menyadari betapa banyaknya kekurangan
di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan agar
selanjutnya kami dapat menyusun makalah dengan lebih baik lagi. Demikian penyusunan
makalah ini, mohon maaf atas segala kekurangan. Atas perhatian, saran, dan kritik dari dosen
maupun pembaca sekalian, kami ucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
1. Latar Belakang........................................................................................................1
2. Rumusan Masalah...................................................................................................1
3. Tujuan Makalah.....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................1
1. Pengertian Tafsir bi isyari.......................................................................2
2. Pandangan ulama tentang Tafsir bi isyari........................................................2
3. Ketentuan Tafsir bi isyari................................................5
4. Tokoh-Tokoh Tafsir bi isyari..................................6
5. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir bi isyari..................................6
BAB III PENUTUP......................................................................................9
1. Kesimpulan….........................................................................................................9
2. Saran..........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA…................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Tafsir bi Isyari?
2. Bagaimana ketentuan Tafsir bi Isyari?
3. Siapa saja tokoh Tafsir bi Isyari?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Tafsir bi Isyari
2. Memahami ketentuan-ketentuan Tafsir bi Isyari
3. Mengetahui tokoh-tokoh Tafsir bi Isyari
BAB II
PEMBAHASA
N
Tafsir Sufi atau yang dikenal dengan istilah tafsir isyari secara etimologi berasal dari
kata asyara-yusyiru-isyaratan yang berarti memberi isyarat atau petunjuk. Jadi kata kata
isyari berfungsi sebagai keterangan sifat bagi lafal tafsir, dengan demikian tafsir isyari berarti
sebuah penafsiran Al-Quran yang berangkat dari petunjuk Artinya penafsiran diberikan
sesuai dengan isyarat atau petunjuk yang diterima oleh mufassirnya melalui ilham para ahli
tasawuf inilah yang banyak menafsirkan al-Quran malaui isyarat yang mereka terima.
Isyarah berarti penunjukkan,memberi isyarat. Sedangkan tafsir al-isyari adalah
menakwilkan (mentafsirkan ) ayat Al-quran Al-Karim tidak seperti zahirnya tapi berdasarkan
isyarat yang yang samar yang bisa diketahui oleh orang yang berilmu dan bertaqwa yang
pentakwilan itu selarang dengan makna zahir ayat-ayat Al-Qur,an.
Berikut Definisi Tafsir bi Isyari secara Istilah ; Tafsir isyari ini dibagi kepada dua cabang,
yakni [5];
Yang pertama adalah ali-syari al-khafi, yang bisa diketahui oleh orang yang
bertakwa, sholeh dan orang yang berilmu ketika mebaca al-qur’an, maka mereka
ketika membaca suatu ayat akan menemukan beberapa arti.
Yang kedua adalah al-isyari al-jali (isyarat yang jelas), yang terkandung dalam ayat
kauniyah dalam al-qur’an, yang mengisyaratkan dengan jelas berbagai pengetahuan
yang baru. Pada hal seperti inilah akan tampak kemu’jizatan Alquran pada masa
kini, zaman ilmu pengetahuan.
Kebolehan Tafsir isyari
Dalil kebolehan tafsir ini dapat diambil dari ayat berikut:
:˜ ْقَفاُل َها:َن ٱ ْلق ن أ ٰ ُلو ب أ َد َّب فَ ََلF´أ
ْر َءا ْم ى َُرو ت
ع
َل
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran ataukah hati mereka
terkunci”(QS Muhammad; 24)
Allah mengisyaratkan bahwa bahwa orang-orang kafir tidak memahami
Alquran , maka Allah SWT. menyuruh mereka umtuk merenungi ayat-ayat (tanda-
tanda) Alquran Al-karim, agar mereka mengetahui arti dan tujuannya. Pada ayat
diatas Allah SWT. tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa orang-orang kafir
tidak
memahami ayat secara lalaf (secara zahir) atau Allah SWT. tidak menyuruh mereka
untuk memahami zahirnya ayat saja, karena orang arab musyrik, tidak diragukan
lagi, memahami ayat Alquran jika hanya secara zahir. Tapi yang Allah SWT. mau
utarakan pada ayat diatas adalah; bahwa mereka tidak memahami maksud Allah
SWT. dari khitab yang ada dalam Alquran (mereka tidak memahami maksud
Alquran ), maka Allah SWT. menyuruh mereka untuk merenungkan ayat Alquran
hingga mereka mengetahui maksud dan tujuan Alquran tersebut. Itulah yang disebut
dengan isyarat yang tidak diketahui dan tidak terpikir oleh orang musyrik tersebut,
karena keinkaran dan kekufuran yang ada dalam hati mereka. Sesungguhnya seorang
yang bersengaja hanya ingin memahami Alquran secara zahir saja, akan sulit baginya
untuk mengetahui isyarat rabbaniyah (isyarat dari tuhan, isyarat ketuhanan) yang
terkandung dalam ayat Alquran Al-karim.
Contoh dari tafsir ini adalah :
وا
َ ُ ِإذَا جا
ْلفَْتح
َء ن ر ّلِا
ص
Bila ayat ini ditafsirkan dengan metode ijmali adalah bahwa Allah Swt. menyuruh manusia
untuk memujiNya, meminta ampun kepadaNya apabila Allah Swt. menolong dan memberi
kemenangan’, sedangkan Ibn Abbas berpendapat bahwa itu menunjukkan bahwa Allah Swt.
memberitahu Rasul tentang ajalnya sudah dekat, artinya Allah berfirman “apabila telah datang
pertolongan dan kemenangan (ayat)” maka itu pertanda ajalmu telah dekat (isyarat) “maka
bertasbihlah kepada Tuhanmu dan meminta ampunlah kepadanya (ayat)”. Umar saja lalu
berkata; “saya tidak mengetahui hal itu kecuali apa yang kamu katakan”
Adapun isyarah menurut istilah adalah apa yang ditetapkan (sesuatu yang bisa
ditetapkan/dipahami, diambil) dari suatu perkataan hanya dari mengira-ngira tanpa harus
meletakkannya dalam konteksnya (sesuatu yang ditetapkan hanya dari bentuk kalimat tanpa
dalam konteksnya)
Menurut al-Jahizh bahwa ’isyarat dan lafal adalah dua hal yang saling bergandeng, isyarat
banyak menolong lafal (dalam memahminya), dan tafsiran (terjemahan) lafal yang bagus bila
mengindahkan isyratnya, banyak isyarat yang menggantikan lafal, dan tidak perlu untuk
dituliskan.
Menurut Beberapa Ulama Berpendapat;
1. al-Zarqani menyatakan tafsir sufi isyari ialah:
فوصصصتَل و كولصص َسل باصصبأرل رصصهظت ةيفخ ةأراإشل اهرهاظ ريغب نآرقَل ليوأت وه ةأراإَشل ريسفتَل اضيا دارصص َمل
عمجل نكميو
َ :رهاصصظَل نيب و اصصهنيب
“Mentakwilkan ayat al-Qur an dengan tafsiran yang selain daripada tafsiran zahir
menerusi isyarat-isyarat atau simbol-simbol yang dikurniakan kepada ahli suluk tanpa
mengabaikan aspek zahir .
2. Menurut Manna Al-Qatthan
Tafsir Isyari adalah tafsir yang diproduksi oleh sekelompok sufi yang
mendakwakan bahwa latihan rohani yang dilakukan seorang sufi akan menyampaikannya ke
suatu tingkatan di mana ia dapat menyingkapkan isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik
ungkapan-ungkapan al-Qur’an, dan akan tercurahkan pula ke dalam hatinya, dari limpahan
gaib, yaitu pengetahuan subhani yang dibawa ayat-ayat.4
3.Menurut al-Dzahabi,
Tafsir Isyari ialah suatu penafsirkan al-Quran dengan menyalahi maknanya yang
terdapat pada kata-kata yang tersurat, pentafsiran ini dilakukan dengan
mempergunakan isyarat-isyarat yang tersembunyi yang hanya nampak pada
pemuka-pemuka tasawwuf, dengan arti kata tafsir yang didasarkan pada isyarat-
isyarat rahasia dengan cara memadukan makna yang dimaksud dengan makna yang
tersurat.
Menurut kaum Sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir
adalah yang cepat dan mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin perlu suatu
usaha memahami isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui
oleh mereka yang fakar saja. Isyarat-isyarat yang terdapat dibalik ungkapan-ungkapan ayat-
ayat al-Qur’an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang
dibawa ayat-ayat.
Tafsir Isyari merupakan hasil produk ahli tafsir yang menggolongkan dirinya pada
aliran Tasawuf. Penafsiran ini berusaha mengungkapkan makna al-Quran yang tersirat saja,
dengan mengabaikan sama sekali maknanya yang tersurat. Para sufi umumnya berpedoman
pada hadits Nabi :
Hadits di atas adalah merupakan dalil yang digunakan oleh para sufi untuk
menjastifikasi tafsir mereka yang eksentrik, menurut mereka dibalik makna zahir dalam
redaksi teks Al-Qur’an tersimpan makna batin, mereka menganggap penting makna
batin ini, mereka mengklaim bahwa penafsiran seperti itu bukanlah unsur asing (ghaib)
melainkan sesuatu yang indera dengan Al-Qur’an.
Tafsir Isyari disamping mengarahkan sasaran penafsirannya pada pengungkapan
makna ayat- ayat aQuran yang tersirat juga berusaha menelusuri daya cakup makna al-
Quran, yang tersusun dari maknanya yang tersurat. Untuk memperoleh tafsiran ini
dibutuhkan latihan kerohanian sehingga mencapai pada suatu tingkatan dimana akan
terungkap pada dirinya berbagai isyarat suci dibalik tabir berbagai ekspresi ayat al-Qur’an.
Dalam pandangan kaum sufi al-Qur’an adalah Kalam Allah yang pengertian
hakikinya hanya Allah saja yang mengetahui, dan makna ini hanya akan
diberikan oleh Allah kepada wali-Nya melalui Kasyaf.
Dari penjelasan di atas dapat difahami bahwa tafsir isyari adalah tafsir yang
didasarkan kepada pemahaman ayat secara mendalam yang terungkap dari jerih
payah proses penjernihan dan pensucian hati. Perlu diketahui bahwa perspektif golong sufi,
hati merupakan suatu institusi pemahaman, dimana dari sinilah ilmu-ilmu yang sifatnya
vertikal diperoleh, oleh sebab itu hati perlu dipelihara kesucian dan kebersihannya
dan dilarutkan dalam zikrullah semata agar hati dapat berfungsi secara maksimal.
Meskipun tafsir ini menjadi bagian dari khazanah dalam kajian tafsir, namun pendekatan
Tafsir bi Isyari dihiasi dengan perbedaan pendapat dalam hal penerimaannya. Kelompok
yang menerima tentu banyak didukung oleh kalangan yang berkonsentrasi keilmuannya di
bidang tasawuf. yang mengakui eksistensi tafsir Isyari (mutsbit tafsir al-Isyari)
mengemukakan argumentasi bahwa legalitas pandangan sebagaimana teruang dalam Al-
Qur’an surah Muhammad ayat 24:
Hukum Tafsir Isyari para ulama berselisih pendapat dalam menghukumi tafsir
isyari, sebagian mereka ada yang yang membolehkan dan juga ada yang tidak, Tafsir Isyari
dapat dibenarkan selama;
1. Maknanya lurus tidak bertentangan dengan makna lahir (Pengertian tekstual) Al-Qu’an
2. Tidak menyatakan bahwa itulah suatu-satunya makna untuk ayat yang ditafsirkan.
3. Ada korelasi antara makna yang di gunakan dengan ayatnya.
4. Penafsirannya tidak bertentangan dengan dalil syara’ atau rasio
5. Penafsirannya didukung atau diperkuat oleh dalil-dalil syara’ lainnya.
Syarat Tafsir Isyari
Banyak ulama yang berpendapat bahwa tafsir isyari itu tidak boleh, karena khawatir
membuat kebohongan tentang Allah SWT. dalam menafsirkan wahyunya, tanpa ilmu
ataupun petunjuk dan bukti yang jelas. Sedangkan ulama yang berpendapat bahwa tafsir ini
boleh, menetapkan beberapa syarat yaitu:[8]
Hendaknya tafsir isyari itu tidak bertentangan dengan makna zahir dari nazhm
Alquran Al-karim.
Tidak boleh dianggap bahwa hasil tafsir isyari itu adalah satu-satunya arti tanpa
mengabaikan zahirnya ayat tersebut, atau mengabaikan hasil penafsiran metode lain.
Tidak bertentangan dengan syari’at atau dengan akal
Harus punya bukti atau dalil syar’i yang menguatkannya.
Itulah syarat-syarat yang harus diikuti ketika seseorang ingin menggunakan tafsir isyari.
Apabila selurah syaratnya terpenuhi maka penafsirannya dapat diterima, tapi apabila
ada yang tidak terpenuhi maka penafsirannya tidak dapat diterima.
Syarat-Syarat Tafsir Isyari Ilmy
Seseorang yang ingin mempraktekkan metode tafsir seperti ini harus mengetahui syarat-
syarat dan kaidahnya, hingga tidak terjerumus dan mengada-ngada dalam menafsirkan
Alquran Al-karim tanpa ilmu. Garis besar syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para ulama
kita adalah sebagaimana berikut;[18]
Mengikuti syarat-syarat tafsir yang telah kita sebutkan di atas.
Hendaklah tafsir Isyari ilmiy tersebut selaras dengan makna nazhm Alquran.
Hendaklah tidak keluar batasan-batasan tafsir ke bidang teori-teori ilmiah.
Hendaklah mufassir itu mengetahui teori-teori ilmiah, yang dengannya ia
menafsirkan isyarat qur’an tentang alam.
Hendaklah ia tidak membawa, mempersamakan dan mengalahkan ayat Alquran
kepada teori-teori ilmiah, apabila ternyata teori itu selaras dengan ayat Alquran
maka berarti ayat itu dikuatkan dengan teori tersebut, tapi apabila bertentang maka
janganlah dibawa/ dan dikalahkan ayat tersebut ke teori ilmiah.
Hendaklah ia menjadikan kandungan ayat kauniyah tersebut sebagai dasar
penjelasan dan tafsirannya.
Harus berpegangan pada makna etimologi bahasa Arab yang ada pada ayat itu, ketika
menjelaskan makna isyarat ilmiah ayat kauniyah tersebut. Karena Alquran berbahasa
Arab.
Tidak menyalahi kandungan syari’at dalam tafsirannya.
Hendaklah tafsirannya itu sesuai dengan yang diinginksn oleh ayat, tanpa ada
kekurangan penjelasan tentang makna ayat tersebut, dan tidak lebih dengan hal-hal
yang tidak relevan dengan ayat dan tidak sesuai pada posisinya.
Hendaklah menjaga kesatuan antar ayat dengan ayat lainnya, keselarasannya, dan
keunitannya, hendaklah ia mengikat satu ayat dengan yang lainnya (ayat
sesudahnya dan sebelumnya), agar ayat itu menjadi kesatuan yang lengkap.
2. An-nasr Ayat 1
Manna Khalil Qattan mengemukakan contoh untuk ini adalah riwayat Ibnu Abbas di
mana ia berkata: "Umar RA mengajakku bergabung bersama tokoh-tokoh pertem
puran Badar. Di antara mereka ada yang keberatan dana berkata, "mengapa engkau
mengajak anak kecil ini bersama kami padahal kami mempunyai beberapa anak yang
seusia dengannya? "Umar menjawab, "Ia adalah orang yang kau kenal
kepandaiannya. Pada suatu ketika aku dipanggil untuk bergabung dalam kelompok
mereka. Ibnu Abbas berkata, "Aku berkeyakinan bahwa Umar memanggilku semata-
semata untuk diperkenalkan kepada mereka. Umar berkata, "Apakah pendapat kalian
tentang firman Allah Apabila datang pertolongan Allah dan Kemenangan,
Diantara mereka yang menjawab, "Kami diperintahkan untuk memuji dan meminta
kepada Allah ketika mendapat pertolongan dan kemenangan. "Sahabat yang lain
bungkam dan mengatakan apa-apa. Umar melemparkan pertanyaan kepadaku,
"Begitulah pendapatmu Ibnu Abbas? Aku menjawab, Artinya: "Ayat itu menunjukkan
tentang ajal Rasulullah SAW yang diberitahukan Allah SWT kepadanya".
Artinya: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan."Itu adalah tanda-
tanda tentang (dekatnya) ajalmu (Muhammad).
3. At Thaahaa Ayat 24
ٱ ْذه ٰى ْ نَّه
ٰى
ط.4 ِف ْ ر و
َغ ب ل ن
ع
Artinya: “Pergilah kepada Fir’aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas.” (QS.
Thaahaa: 24)
Dalam hal ini para sufi mentakwilkan Fir’aun dengan Hati. Maksudnya
bahwa Fir’aun itu sebenarnya hati setiap manusia yang mempunyai sifat melampaui
batas.
4. Al Qasas ayat 31
1. Abu Muhammad Sahal bin Abdullah bin Yunus bin Isa bin Abdullah At-
Tustari yang lahir di Tustar pada tahun 200 H dan Wafat pada tahun 283 H. Ia juga biasa
dipanggil dengan nama julukan kunyah Abu Muhammad atau nama sandarannya (nisbah) At-
Tustari. Sahl ibn `Abdullah At-Tustari merupakan salah satu ulama sufi dan ahli
mutakallimin (teolog) dalam ilmu riyadah (melatih jiwa), ikhlas, dan ahli wira`i.
Kitab Tafsir Al-Quranil Adzim adalah salah satu karyanya, Berawal dari latar
belakang kehidupan At-Tustari yang dipenuhi dengan pengamalan-pengamalan sufistik
sejak kecil dan melakukan perjalanan beberapa tahun ke berbagai daerah dan kota dengan
menjumpai para tokoh-tokoh sufi untuk memperdalam keilmuan hingga akhirnya
melakukan dakwah untuk mengajarkan keilmuan yang telah diperoleh, yang kemudian
dalam pemikirannya yang dituangkan dalam Al-Qur’an yang dikenal dengan Tafsir Al-
Tustari.
Dalam tafsir ini ia banyak menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an terutama pada
ayat-ayat yang mutasyabih, kendati tafsirnya masih dianggap belum memuaskan
karena
belum lengkap dan penjelasannya tidak mendetail, tetapi ia termasuk orang yang
dianggap pertama kali menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan sufistik, sehingga wajar
jika penafsirannya masih sederhana dan tidak banyak penjelasannya.
Kelebihan
Tafsir al-isyari adalah menakwilkan (menafsirkan) ayat Alquran al-Karim tidak seperti
zahirnya, tapi berdasarkan isyarat yang samar yang bisa diketahui oleh orang yang berilmu
dan bertakwa, yang pentakwilan itu selaras dengan makna zahir ayat–ayat Alquran dari
beberapa sisi syarhis (yang masyru’). Tafsir isyari ini dibagi kepada dua cabang, yakni; tafsir
al-isyari al-khafi, dan tafsir al-isyari al-jali. Tidak diragukan lagi bahwa dapat dibuktikan
bahwa tafsir isyari ini boleh dipakai dalam menafsirkan Alquran. Akan tetapi tentu saja tidak
terlepas dari kaedah-kaedah dan syarat-syarat dalam penggunaannya. Perbedaan tafsir isyari
dengan isyari as-shufi adalah bahwa penekanan pada isyari adalah makna yang muncul yang
kemudian tidak bertentangan dengan makna zahir ayat, sedangkan isyari as-shufi berprinsip
bahwa makna utama dan hakiki dalam sebuah ayat adalah makna isyarinya.
Sedangkan tafsir isyari ayat kauniyah adalah tafsir isyari yang digunakan untuk
menafsirkan ayat-ayat kauniyah. Syarat pokok dalam pola penafsiran ini adalah bahwa
seseorang tidak boleh membawa atau mengalahkan Alquran dengan teori-teori ilmiah bila
ternyata hasil penafsirannya berbeda.
Daftar Pustaka