Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TAFSIR

ISY’ARI

Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir

Dosen Pengampu :
Dr. H. Abd. Hamid Noor, M,pd.
Di Susun Oleh :
Arina Hakikiyatal H.
(22111756)

SEKOLAH TINGGI ISLAM


KENDAL PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur ke hadirat Allah yang telah memberikan
kemudahan dan kelancaran kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah
Metode Tafsir.
Sholawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah metode tafsir, dengan judul Tafsir bi
Isyari dan semoga makalah ini dapat membantu kita untuk mengerti akan topik bahasan
tersebut.
Dalam proses penyusunan makalah, kami menyadari betapa banyaknya kekurangan
di dalamnya. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan agar
selanjutnya kami dapat menyusun makalah dengan lebih baik lagi. Demikian penyusunan
makalah ini, mohon maaf atas segala kekurangan. Atas perhatian, saran, dan kritik dari dosen
maupun pembaca sekalian, kami ucapkan terima kasih.

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
1. Latar Belakang........................................................................................................1
2. Rumusan Masalah...................................................................................................1
3. Tujuan Makalah.....................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................1
1. Pengertian Tafsir bi isyari.......................................................................2
2. Pandangan ulama tentang Tafsir bi isyari........................................................2
3. Ketentuan Tafsir bi isyari................................................5
4. Tokoh-Tokoh Tafsir bi isyari..................................6
5. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir bi isyari..................................6
BAB III PENUTUP......................................................................................9
1. Kesimpulan….........................................................................................................9
2. Saran..........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA…................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemahaman terhadap ayat Alquran melalui penafsirannya sangatlah penting,


karena hal tersebut sangat berperan terhadap maju mundur umat dan sekaligus dapat
mencerminkan perkembangan dan corak pemikiran yang sedang ada ditengah
masyarakat. Oleh karna itu perkembangan tafsir sering dikaitkan dengan trend
perkembangan pemikiran yang tengah terjadi pada umat.
Salah satu corak penafsiran Alquran adalah tafsir bi isyari. Tafsir Isyari adalah
mentakwil al-Qur'an dengan makna di balik makna dzahirnya karena ada isyarat
tersembunyi yang nampak bagi sebagian ahli ilmu (kaum sufi). Menurut kaum sufi
setiap ayat mempunyai makna yang dzahir dan batin. Yang dzahir adalah yang segera
mudah dipahami oleh akal pikiran, sedangkan yang batin adalah yang isyarat-isyarat
yang tersembunyi di balik itu yang hanya dapat diketahui oleh ahlinya. Isyarat-isyarat
kudus yang terdapat di balik ungkapan-ungkapan Al-Qur’an inilah yang akan tercurah
ke dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang dibawa ayat-ayat Alquran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Tafsir bi Isyari?
2. Bagaimana ketentuan Tafsir bi Isyari?
3. Siapa saja tokoh Tafsir bi Isyari?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Tafsir bi Isyari
2. Memahami ketentuan-ketentuan Tafsir bi Isyari
3. Mengetahui tokoh-tokoh Tafsir bi Isyari
BAB II
PEMBAHASA
N

A. Pengertian Tafsir bi Isyari

Tafsir Sufi atau yang dikenal dengan istilah tafsir isyari secara etimologi berasal dari
kata asyara-yusyiru-isyaratan yang berarti memberi isyarat atau petunjuk. Jadi kata kata
isyari berfungsi sebagai keterangan sifat bagi lafal tafsir, dengan demikian tafsir isyari berarti
sebuah penafsiran Al-Quran yang berangkat dari petunjuk Artinya penafsiran diberikan
sesuai dengan isyarat atau petunjuk yang diterima oleh mufassirnya melalui ilham para ahli
tasawuf inilah yang banyak menafsirkan al-Quran malaui isyarat yang mereka terima.
Isyarah berarti penunjukkan,memberi isyarat. Sedangkan tafsir al-isyari adalah
menakwilkan (mentafsirkan ) ayat Al-quran Al-Karim tidak seperti zahirnya tapi berdasarkan
isyarat yang yang samar yang bisa diketahui oleh orang yang berilmu dan bertaqwa yang
pentakwilan itu selarang dengan makna zahir ayat-ayat Al-Qur,an.
Berikut Definisi Tafsir bi Isyari secara Istilah ; Tafsir isyari ini dibagi kepada dua cabang,
yakni [5];
 Yang pertama adalah ali-syari al-khafi, yang bisa diketahui oleh orang yang
bertakwa, sholeh dan orang yang berilmu ketika mebaca al-qur’an, maka mereka
ketika membaca suatu ayat akan menemukan beberapa arti.
 Yang kedua adalah al-isyari al-jali (isyarat yang jelas), yang terkandung dalam ayat
kauniyah dalam al-qur’an, yang mengisyaratkan dengan jelas berbagai pengetahuan
yang baru. Pada hal seperti inilah akan tampak kemu’jizatan Alquran pada masa
kini, zaman ilmu pengetahuan.
Kebolehan Tafsir isyari
Dalil kebolehan tafsir ini dapat diambil dari ayat berikut:
:˜‫ ْقَفاُل َها‬:َ‫ن ٱ ْلق ن أ ٰ ُلو ب أ‬ ‫َد َّب‬ ‫فَ ََل‬F´‫أ‬
‫ْر َءا ْم ى‬ َ‫ُرو ت‬
‫ع‬
‫َل‬
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran ataukah hati mereka
terkunci”(QS Muhammad; 24)
Allah mengisyaratkan bahwa bahwa orang-orang kafir tidak memahami
Alquran , maka Allah SWT. menyuruh mereka umtuk merenungi ayat-ayat (tanda-
tanda) Alquran Al-karim, agar mereka mengetahui arti dan tujuannya. Pada ayat
diatas Allah SWT. tidak bermaksud untuk menyatakan bahwa orang-orang kafir
tidak
memahami ayat secara lalaf (secara zahir) atau Allah SWT. tidak menyuruh mereka
untuk memahami zahirnya ayat saja, karena orang arab musyrik, tidak diragukan
lagi, memahami ayat Alquran jika hanya secara zahir. Tapi yang Allah SWT. mau
utarakan pada ayat diatas adalah; bahwa mereka tidak memahami maksud Allah
SWT. dari khitab yang ada dalam Alquran (mereka tidak memahami maksud
Alquran ), maka Allah SWT. menyuruh mereka untuk merenungkan ayat Alquran
hingga mereka mengetahui maksud dan tujuan Alquran tersebut. Itulah yang disebut
dengan isyarat yang tidak diketahui dan tidak terpikir oleh orang musyrik tersebut,
karena keinkaran dan kekufuran yang ada dalam hati mereka. Sesungguhnya seorang
yang bersengaja hanya ingin memahami Alquran secara zahir saja, akan sulit baginya
untuk mengetahui isyarat rabbaniyah (isyarat dari tuhan, isyarat ketuhanan) yang
terkandung dalam ayat Alquran Al-karim.
Contoh dari tafsir ini adalah :
‫وا‬
َ ُ ‫ِإذَا جا‬
‫ْلفَْتح‬
‫َء ن ر ّلِا‬

‫ص‬
Bila ayat ini ditafsirkan dengan metode ijmali adalah bahwa Allah Swt. menyuruh manusia
untuk memujiNya, meminta ampun kepadaNya apabila Allah Swt. menolong dan memberi
kemenangan’, sedangkan Ibn Abbas berpendapat bahwa itu menunjukkan bahwa Allah Swt.
memberitahu Rasul tentang ajalnya sudah dekat, artinya Allah berfirman “apabila telah datang
pertolongan dan kemenangan (ayat)” maka itu pertanda ajalmu telah dekat (isyarat) “maka
bertasbihlah kepada Tuhanmu dan meminta ampunlah kepadanya (ayat)”. Umar saja lalu
berkata; “saya tidak mengetahui hal itu kecuali apa yang kamu katakan”
Adapun isyarah menurut istilah adalah apa yang ditetapkan (sesuatu yang bisa
ditetapkan/dipahami, diambil) dari suatu perkataan hanya dari mengira-ngira tanpa harus
meletakkannya dalam konteksnya (sesuatu yang ditetapkan hanya dari bentuk kalimat tanpa
dalam konteksnya)
Menurut al-Jahizh bahwa ’isyarat dan lafal adalah dua hal yang saling bergandeng, isyarat
banyak menolong lafal (dalam memahminya), dan tafsiran (terjemahan) lafal yang bagus bila
mengindahkan isyratnya, banyak isyarat yang menggantikan lafal, dan tidak perlu untuk
dituliskan.
Menurut Beberapa Ulama Berpendapat;
1. al-Zarqani menyatakan tafsir sufi isyari ialah:

‫فوصصصتَل و كولصص َسل باصصبأرل رصصهظت ةيفخ ةأراإشل اهرهاظ ريغب نآرقَل ليوأت وه ةأراإَشل ريسفتَل اضيا دارصص َمل‬
‫عمجل نكميو‬
َ :‫رهاصصظَل نيب و اصصهنيب‬

“Mentakwilkan ayat al-Qur an dengan tafsiran yang selain daripada tafsiran zahir
menerusi isyarat-isyarat atau simbol-simbol yang dikurniakan kepada ahli suluk tanpa
mengabaikan aspek zahir .
2. Menurut Manna Al-Qatthan
Tafsir Isyari adalah tafsir yang diproduksi oleh sekelompok sufi yang
mendakwakan bahwa latihan rohani yang dilakukan seorang sufi akan menyampaikannya ke
suatu tingkatan di mana ia dapat menyingkapkan isyarat-isyarat kudus yang terdapat di balik
ungkapan-ungkapan al-Qur’an, dan akan tercurahkan pula ke dalam hatinya, dari limpahan
gaib, yaitu pengetahuan subhani yang dibawa ayat-ayat.4
3.Menurut al-Dzahabi,
Tafsir Isyari ialah suatu penafsirkan al-Quran dengan menyalahi maknanya yang
terdapat pada kata-kata yang tersurat, pentafsiran ini dilakukan dengan
mempergunakan isyarat-isyarat yang tersembunyi yang hanya nampak pada
pemuka-pemuka tasawwuf, dengan arti kata tafsir yang didasarkan pada isyarat-
isyarat rahasia dengan cara memadukan makna yang dimaksud dengan makna yang
tersurat.

Menurut kaum Sufi, setiap ayat mempunyai makna yang zahir dan batin. Yang zahir
adalah yang cepat dan mudah dipahami oleh akal pikiran sedangkan yang batin perlu suatu
usaha memahami isyarat-isyarat yang tersembunyi dibalik itu yang hanya dapat diketahui
oleh mereka yang fakar saja. Isyarat-isyarat yang terdapat dibalik ungkapan-ungkapan ayat-
ayat al-Qur’an inilah yang akan tercurah ke dalam hati dari limpahan gaib pengetahuan yang
dibawa ayat-ayat.
Tafsir Isyari merupakan hasil produk ahli tafsir yang menggolongkan dirinya pada
aliran Tasawuf. Penafsiran ini berusaha mengungkapkan makna al-Quran yang tersirat saja,
dengan mengabaikan sama sekali maknanya yang tersurat. Para sufi umumnya berpedoman
pada hadits Nabi :
Hadits di atas adalah merupakan dalil yang digunakan oleh para sufi untuk
menjastifikasi tafsir mereka yang eksentrik, menurut mereka dibalik makna zahir dalam
redaksi teks Al-Qur’an tersimpan makna batin, mereka menganggap penting makna
batin ini, mereka mengklaim bahwa penafsiran seperti itu bukanlah unsur asing (ghaib)
melainkan sesuatu yang indera dengan Al-Qur’an.
Tafsir Isyari disamping mengarahkan sasaran penafsirannya pada pengungkapan
makna ayat- ayat aQuran yang tersirat juga berusaha menelusuri daya cakup makna al-
Quran, yang tersusun dari maknanya yang tersurat. Untuk memperoleh tafsiran ini
dibutuhkan latihan kerohanian sehingga mencapai pada suatu tingkatan dimana akan
terungkap pada dirinya berbagai isyarat suci dibalik tabir berbagai ekspresi ayat al-Qur’an.
Dalam pandangan kaum sufi al-Qur’an adalah Kalam Allah yang pengertian
hakikinya hanya Allah saja yang mengetahui, dan makna ini hanya akan
diberikan oleh Allah kepada wali-Nya melalui Kasyaf.
Dari penjelasan di atas dapat difahami bahwa tafsir isyari adalah tafsir yang
didasarkan kepada pemahaman ayat secara mendalam yang terungkap dari jerih
payah proses penjernihan dan pensucian hati. Perlu diketahui bahwa perspektif golong sufi,
hati merupakan suatu institusi pemahaman, dimana dari sinilah ilmu-ilmu yang sifatnya
vertikal diperoleh, oleh sebab itu hati perlu dipelihara kesucian dan kebersihannya
dan dilarutkan dalam zikrullah semata agar hati dapat berfungsi secara maksimal.

A. Pandangan Ulama tentang Tafsir Al-Isyari

Meskipun tafsir ini menjadi bagian dari khazanah dalam kajian tafsir, namun pendekatan
Tafsir bi Isyari dihiasi dengan perbedaan pendapat dalam hal penerimaannya. Kelompok
yang menerima tentu banyak didukung oleh kalangan yang berkonsentrasi keilmuannya di
bidang tasawuf. yang mengakui eksistensi tafsir Isyari (mutsbit tafsir al-Isyari)
mengemukakan argumentasi bahwa legalitas pandangan sebagaimana teruang dalam Al-
Qur’an surah Muhammad ayat 24:

˜‫´ ْ ها‬ ‫ت´د´ ٱ ْلقُ ْرءا ْ ع ى‬


‫أ قف‬ ‫ف´ ´َل‬F´‫أ‬
Fُ‫´ال‬ ‫و‬Fُ‫ن م ل قل‬ ‫َّبرو‬
‫ب‬ ´ ‫ن‬
´‫أ‬
“Apakah mereka tidak memikirkan isi kandungan Al-Qur’an atau telah ada kunci penutup di
hati-hati mereka”
Ayat ini secara jelas menyatakan betapa pentingnya memahami isi dan kandungan al-
Qur’an, artinya pemahaman terhadap ayat Al-Qur’an yang “tersurat” tidak serta merta dapat
difahami dengan hanya menggunakan bahasa Arab, namun mencakup makna-makna ayat-
ayat tersebut secara “tersirat” yang bisa diketahui dan dipikirkan melalui penggunaan akal
sehat (al-ra’yu) dan melalui hidayah berupa ilham yang diberikan oleh Allah Swt, kepada
seseorang yang memiliki kesucian hati dan jiwa dari noda kekufuran dan kesyirikan.
Sedangkan kelompok kedua, berbeda dengan pandangan di atas yang menolak
eksistensi tafsir Isyari (an-Nufat tafsir Isyari) sebagai salah satu metode yang diakui serta
dibolehkan dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an. Mereka berpandangan pendekatan tafsir
secara Isyari secara substansial berpotensi bahkan membuka ruang seluas-luasnya (al-
fathu al- zari’ah) kepada individu atau kelompok tertentu, utamanya para ahli sufi dan suluk
yang tidak memiliki ilmu pengetahuan agama yang cukup dan mantap, untuk
mengeluarkan pendapat-pendapat yang tidak benar mengenai pengertian ayat-ayat al-Qur’an,
dengan kata lain, pendekatan tafsir secara Isyârî ini akan membuka kesempatan yang seluas-
luasnya dalam menentukan maksud dari ayatayat Al-Qur’an untuk ditafsirkan beragam yang
mengarah kepada penafsiran batil, yang tidak berdasarkan kepada ilmu-ilmu yang sebenarnya
dibutuhkan oleh seorang mufassir.
Pendapat ini dikemukakan oleh Ulama Besar bidang Tafsir al-Qur’an, al-Nasafi,
menurutnya “nash-nash al-Qur’an harus ditafsirkan berdasarkan makna-makna yang jelas
terkandung dari maksud lafaz-lafaznya, ketika seorang mufassir merubah dan berpaling dari
makna yang jelas, atau bahkan mengingkarinya serta mengalihkannya kepada makna-makna
yang tersirat maka hal ini dianggap sebagai salah satu perbuatan yang dapat membawa
kepada kekufuran.7 Badrudiin Muhammad ibn Abdullah Az-zarkasyi adalah termasuk
golongan orang yang tidak mendukung tafsir Isyari ( menolak ) beliau mengatakan,
perkataan golongan sufi dalam menafsirkan Al-Quran itu bukan tafsir melainkan hanya
makna penemuan yang mereka peroleh.

B. Ketentuan Tafsir bi Isyari

Hukum Tafsir Isyari para ulama berselisih pendapat dalam menghukumi tafsir
isyari, sebagian mereka ada yang yang membolehkan dan juga ada yang tidak, Tafsir Isyari
dapat dibenarkan selama;
1. Maknanya lurus tidak bertentangan dengan makna lahir (Pengertian tekstual) Al-Qu’an
2. Tidak menyatakan bahwa itulah suatu-satunya makna untuk ayat yang ditafsirkan.
3. Ada korelasi antara makna yang di gunakan dengan ayatnya.
4. Penafsirannya tidak bertentangan dengan dalil syara’ atau rasio
5. Penafsirannya didukung atau diperkuat oleh dalil-dalil syara’ lainnya.
Syarat Tafsir Isyari
Banyak ulama yang berpendapat bahwa tafsir isyari itu tidak boleh, karena khawatir
membuat kebohongan tentang Allah SWT. dalam menafsirkan wahyunya, tanpa ilmu
ataupun petunjuk dan bukti yang jelas. Sedangkan ulama yang berpendapat bahwa tafsir ini
boleh, menetapkan beberapa syarat yaitu:[8]

 Hendaknya tafsir isyari itu tidak bertentangan dengan makna zahir dari nazhm
Alquran Al-karim.
 Tidak boleh dianggap bahwa hasil tafsir isyari itu adalah satu-satunya arti tanpa
mengabaikan zahirnya ayat tersebut, atau mengabaikan hasil penafsiran metode lain.
 Tidak bertentangan dengan syari’at atau dengan akal
 Harus punya bukti atau dalil syar’i yang menguatkannya.
Itulah syarat-syarat yang harus diikuti ketika seseorang ingin menggunakan tafsir isyari.
Apabila selurah syaratnya terpenuhi maka penafsirannya dapat diterima, tapi apabila
ada yang tidak terpenuhi maka penafsirannya tidak dapat diterima.
Syarat-Syarat Tafsir Isyari Ilmy
Seseorang yang ingin mempraktekkan metode tafsir seperti ini harus mengetahui syarat-
syarat dan kaidahnya, hingga tidak terjerumus dan mengada-ngada dalam menafsirkan
Alquran Al-karim tanpa ilmu. Garis besar syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para ulama
kita adalah sebagaimana berikut;[18]
 Mengikuti syarat-syarat tafsir yang telah kita sebutkan di atas.
 Hendaklah tafsir Isyari ilmiy tersebut selaras dengan makna nazhm Alquran.
 Hendaklah tidak keluar batasan-batasan tafsir ke bidang teori-teori ilmiah.
 Hendaklah mufassir itu mengetahui teori-teori ilmiah, yang dengannya ia
menafsirkan isyarat qur’an tentang alam.
 Hendaklah ia tidak membawa, mempersamakan dan mengalahkan ayat Alquran
kepada teori-teori ilmiah, apabila ternyata teori itu selaras dengan ayat Alquran
maka berarti ayat itu dikuatkan dengan teori tersebut, tapi apabila bertentang maka
janganlah dibawa/ dan dikalahkan ayat tersebut ke teori ilmiah.
 Hendaklah ia menjadikan kandungan ayat kauniyah tersebut sebagai dasar
penjelasan dan tafsirannya.
 Harus berpegangan pada makna etimologi bahasa Arab yang ada pada ayat itu, ketika
menjelaskan makna isyarat ilmiah ayat kauniyah tersebut. Karena Alquran berbahasa
Arab.
 Tidak menyalahi kandungan syari’at dalam tafsirannya.
 Hendaklah tafsirannya itu sesuai dengan yang diinginksn oleh ayat, tanpa ada
kekurangan penjelasan tentang makna ayat tersebut, dan tidak lebih dengan hal-hal
yang tidak relevan dengan ayat dan tidak sesuai pada posisinya.
 Hendaklah menjaga kesatuan antar ayat dengan ayat lainnya, keselarasannya, dan
keunitannya, hendaklah ia mengikat satu ayat dengan yang lainnya (ayat
sesudahnya dan sebelumnya), agar ayat itu menjadi kesatuan yang lengkap.

Apabila syarat-syarat ini terpenuhi maka penafsiran secara Isyari dapat


diterima dan menjadi sebuah karya yang baik tanpa syarat-syarat tersebut tafsir Isyari
tidaklah bisa diterima dan berarti termasuk tafsir berdasarkan hawa nafsu dan Ra’yu
semata, yang dilarang.
C. Contoh-Contoh Tafsir Isyari
1. Al-baqarah ayat 67
‫ ُك من ا ْل ٰج‬:َ‫ ْن ا‬:َ‫ٰاّلل ا‬ ْ ‫ ه ُز ا َل‬:َ‫ت‬:َ‫ت‬:َ‫ْ˜وا ا‬ ‫ ُم ُر ُك ْم ا ح ْوا َب‬:ْ‫ن أ‬ , ‫واِ ْذ قَا َل ْ ْو ِم‬
ِ
‫ِ ه ِ ل ْ ين‬ ‫ْون‬ ُ‫ا وذ‬ ۗ ‫ َنا قاُل ًوا‬:ُ‫ِخذ‬ ً‫َق َرة‬ ‫َّ َلال‬ ‫و ˜ه سى‬
‫ ْذ َب‬:َ‫ْن ت‬
‫ع‬ َ‫لق‬
‫م‬
Mempunyai makna zhahir adalah “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih
seekor sapi betina.” (tetapi dalam tafsir Isyari diberi makna dengan “sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah”

2. An-nasr Ayat 1

ٰ ُ ˜‫إذا جا‬َ ِ ‫وٱ‬


‫َء ن ر‬ ‫ْلفَْتح‬
‫ٱ ل‬
‫صل‬
ِ
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan”,

Manna Khalil Qattan mengemukakan contoh untuk ini adalah riwayat Ibnu Abbas di
mana ia berkata: "Umar RA mengajakku bergabung bersama tokoh-tokoh pertem
puran Badar. Di antara mereka ada yang keberatan dana berkata, "mengapa engkau
mengajak anak kecil ini bersama kami padahal kami mempunyai beberapa anak yang
seusia dengannya? "Umar menjawab, "Ia adalah orang yang kau kenal
kepandaiannya. Pada suatu ketika aku dipanggil untuk bergabung dalam kelompok
mereka. Ibnu Abbas berkata, "Aku berkeyakinan bahwa Umar memanggilku semata-
semata untuk diperkenalkan kepada mereka. Umar berkata, "Apakah pendapat kalian
tentang firman Allah Apabila datang pertolongan Allah dan Kemenangan,
Diantara mereka yang menjawab, "Kami diperintahkan untuk memuji dan meminta
kepada Allah ketika mendapat pertolongan dan kemenangan. "Sahabat yang lain
bungkam dan mengatakan apa-apa. Umar melemparkan pertanyaan kepadaku,
"Begitulah pendapatmu Ibnu Abbas? Aku menjawab, Artinya: "Ayat itu menunjukkan
tentang ajal Rasulullah SAW yang diberitahukan Allah SWT kepadanya".
Artinya: "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan."Itu adalah tanda-
tanda tentang (dekatnya) ajalmu (Muhammad).

3. At Thaahaa Ayat 24

‫ٱ ْذه ٰى ْ نَّه‬
‫ٰى‬
‫ ط‬.4 ‫ِف ْ ر و‬
‫َغ‬ ‫ب ل ن‬
‫ع‬
Artinya: “Pergilah kepada Fir’aun; sesungguhnya ia telah melampaui batas.” (QS.
Thaahaa: 24)
Dalam hal ini para sufi mentakwilkan Fir’aun dengan Hati. Maksudnya
bahwa Fir’aun itu sebenarnya hati setiap manusia yang mempunyai sifat melampaui
batas.
4. Al Qasas ayat 31

‫ُي َع ْب ˜سى ا و َل‬ ‫ن ج ول ِب‬:َ‫ ْل ق عصا َك ۗفَل ر ها ت كا‬:َ‫ ْن ا‬:َ‫وا‬


‫ِق’ و ٰي ُم ْق ِب ْل‬ ‫ّ ۤان هى ًرا‬ ‫ ُّز‬:َ‫َّما ْهت‬
‫ْو‬ ‫َل ْم‬ ‫م ْد‬ ‫َها‬ ‫ٰا‬
‫ َخ ْف من ا ْ ٰل ِم ِن ْين‬:َ‫ت‬
‫اِنَّ َك‬
Artinya: “Dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan)
Musa melihatnya bergerak gerak seolah-olah dia seekor ular yang gesit, larilah ia
berbalik ke belakang tanpa menoleh (kemudian Musa diseru), “Hai Musa datanglah
kepadaku kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang
yang aman”. (QS.Al-Qashash: 31)
D. Tokoh-Tokoh Dan Kitab-Kitab Tafsir Isyari

1. Abu Muhammad Sahal bin Abdullah bin Yunus bin Isa bin Abdullah At-
Tustari yang lahir di Tustar pada tahun 200 H dan Wafat pada tahun 283 H. Ia juga biasa
dipanggil dengan nama julukan kunyah Abu Muhammad atau nama sandarannya (nisbah) At-
Tustari. Sahl ibn `Abdullah At-Tustari merupakan salah satu ulama sufi dan ahli
mutakallimin (teolog) dalam ilmu riyadah (melatih jiwa), ikhlas, dan ahli wira`i.
Kitab Tafsir Al-Quranil Adzim adalah salah satu karyanya, Berawal dari latar
belakang kehidupan At-Tustari yang dipenuhi dengan pengamalan-pengamalan sufistik
sejak kecil dan melakukan perjalanan beberapa tahun ke berbagai daerah dan kota dengan
menjumpai para tokoh-tokoh sufi untuk memperdalam keilmuan hingga akhirnya
melakukan dakwah untuk mengajarkan keilmuan yang telah diperoleh, yang kemudian
dalam pemikirannya yang dituangkan dalam Al-Qur’an yang dikenal dengan Tafsir Al-
Tustari.
Dalam tafsir ini ia banyak menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an terutama pada
ayat-ayat yang mutasyabih, kendati tafsirnya masih dianggap belum memuaskan
karena
belum lengkap dan penjelasannya tidak mendetail, tetapi ia termasuk orang yang
dianggap pertama kali menafsirkan Al-Qur’an dengan pendekatan sufistik, sehingga wajar
jika penafsirannya masih sederhana dan tidak banyak penjelasannya.

2. Abu Abdurrahman Muhammad bin Husain bin Musa Al-Azdi As-Sulami,


Lahir pada tahun 330 H dan Wafat Pada tahun 412 H. Al-Sulamī memiliki sebuah keluarga
yang sangat taat bergama. Bahkan kedua orang tuanya di kenal sebagai ulama dan Sufi yang
masyhur di Khurasan. Suasana serba religius di dalam rumah inilah yang
mempengaruhi al-Sulamī di kemudian hari. Ketika ia berusia 15 tahun, ayahnya
meninggal. Ia kemudian diasuh oleh nenek dari pihak ibunya.
Ayahnya merupakan hamba sahaya yang tidak memiliki kekayaan, sedangkan dari
ibunya merupakan orang yang kaya dan sultan. Sedangkan ayahnya orang yang susah
merupakan sufi yang agung, dan merupakan pedagang yang jujur. As-Sulami adalah salah
satu tokoh Sufis, dalam arti seorang saleh yang mengamalkan kesalihan dan kezuhudan, dan
juga tokoh tasawwuf, dalam arti seorang intelektual yang menulis studi tasawuf dengan
berbagai perspektif yang ada di dalamnya. beliau juga pada usia muda mendalami bidang
hadis, dalam kitabnya yaitu Haqaiq Tafsir menjadi poros tafsir dalam ilmu sufi atau tafsir
sufi.
Imam al-Sulami dalam kitabnya tidak menafsirkan kesemua ayat al-Qur’an
sebaliknya hanya menafsirkan potongan-potongan ayat tertentu saja. Sebahagiannya
ditafsirkan secara satu ayat penuh, manakala sebahagian penafsiran hanya dibuat
kepada sebahagian ayat sahaja dan dalam beberapa tafsiran cuma satu atau dua kalimah
sahaja daripada ayat yang ditafsirkan. Contohnya di permulaan Surah al-Ahqaf, Imam al-
Sulami hanya menafsirkan ayat 3, 6, 9 dan 13. Begitu juga di permulaan Surah
alMumtahanah, tafsiran yang dibuat ialah untuk ayat 1, 4, 7 dan 10 saja.11

3. Abu Muhammad Ruzbihan bin Abu Nasr Al-Baqli As-Syirozi As-Sufi


meninggal pada tahun 666 H Asal persia, Ia digelari dengan al-‘Arif billah, seorang
ulama besar yang menguasa berbagai disiplin ilmu. Seorang ulama yang ahli dalam
bidang ilmu tafsir, hadis, fikih, ushul, kalam dan tasawuf. Seorang tokoh sufi besar
pada masanya, sehingga tidak salah ia juga digelari dengan al-Shufi.
Karyanya yaitu Kitab Arroisul Bayani Fii Haqaiq Al-Qur’an. Di dalam kitab tafsirnya
beliau mentafsirkan Al-quran dengan corak tafsir Isyari, Dalam perosesnya beliau
mengungkap bedasarkan pendekatan sufistik corak tafsir yang dalam pengungkapan
makna Al-Quran menggunakan ta,wil berdasarkan pada isyarat-isyarat khusus yang
diberikan kepada para sufi, salik, ahli ibadah, dan orang-orang yang dekat dengan Allah.

4. Nizhamuddin al-Hasan Muhammad al-Naisaburi W.728 H. Awal pendidikan


ilmu agama didapatkannya dari ayah dan bapak saudaranya, kemudian ia berguru pula
kepada Abu Hatim bin Hibban pada tahun 334 H. Ia juga disebutkan telah belajar ilmu
fiqih kepada seorang ulama besar di Naisabur, yaitu Ali bin Sahal Muhammad bin Sulaiman
al-Shaluki al-Syafi'i. Setelah itu pada tahun 340 H, ia berhijrah meninggalkan kampung
halamannya menuju Irak. Di sana, ia mempelajari ilmu hadits dari Ali bin Ali bin Abi
Khurairah, seorang faqih yang terkenal. Setelah menunaikan ibadah haji, ia kemudian
bersafari mencari ilmu ke Khurasan dan negara-negara lain. Ia bertekad untuk mencari dan
mengumpulkan hadits, hingga disebutkan bahwa ia telah mendengar hadits dari sejumlah
besar para ulama, serta menurut riwayat gurunya berjumlah sekitar 1.000 orang.
Karyanya yaitu Gharaib Al-Qu'an wa Raghab al-Furqan atau tafsir al-Naisaburi.
Tafsir ini memperoleh keistimewaan dengan mudah ungkapan (Bahasa) nya dan
mentahkikkan sesuatu yang perlu ditahlak. Tafsir ini mashyur dan tercetak ditepian tafsir
ibnu Jarir5. Syihabuddin al-Sayid Muhammad al-Alusi al-Baghdadi, Beliau dilahirkan pada
hari Jum at tanggal 14 Sya’ban tahun 1217 H didekat daerah Kurkh, Iraq. Beliau termasuk‟
Ulama besar di Iraq yang ahli ilmu agama, baik dibidang ilmu ushul (ilmu pokok),‟
maupun ilmu furu (ilmu cabang). Pada usia mudanya, Beliau dibimbing oleh orang‟
tuanya sendiri yaitu Syeikh al-Suwaidi. Disamping itu, al-Alusi juga berguru kepada
Syaikh al-Naqsabandi.
Dari yang terakhir ini Beliau belajar tasawwuf. Maka, wajar jikadalam sebagian
uraian tafsirnya, Beliau memasukkan perspektif sufistik sebagai upaya untuk menguak
makna batin (esoteris). Al-Alusi dikenal sangat kuat hafalannya(dhabit) dan brilian
otaknya. Beliau mulai aktif dalam belajar dan menulis sejak usia 13tahun. Seolah Beliau
tidak ada perasaan malas dan bosan untuk belajar.karyanya yaitu Tafsir al-Alusi (Tafsir
Ruhul Ma'ani). Tafsir ini termasuk tafsir yang
besar, luas dan lengkap, disitu disebutkan riwayat-riwayat salaf disamping pendapat
pendapat ulama khalaf yang diterima.

E. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir bi Isyari

 Kelebihan

1. Tafsir Isyari mempunyai kekuatan hukum dari Syara' sebagaimana telah


dijelaskan mengenai beberapa contoh penafsiran secara Isyari, seperti penafsiran
Ibnu Abbas terhadap firman Allah Q.S. Al-Nashr:1. Sehingga hampir semua
sahabat dalam kasus tersebut tidak ada yang memahami maknanya melainkan
makna secara zahir atau tekstual.
2. Apabila Tafsir Isyari ini memenuhi syarat-syarat tafsir sebagaimana yang
telah disepakati para ulama tafsir, maka akan bertambah wawasan dan
pengetahuan terhadap isi kandungan Al-Qur'an dan Hadis.
3. Penafsiran layari mempunyai pengertian-pengertian yang tidak mudah
dijangkau sembarangan ahli tafsir kecuali bagi mereka yang memiliki sifat
kesempurnaan Iman dan kemurnian ma'rifat.
4. Tafsir Isyari atau tafsir golongan yang ma'rifat kepada Allah jelas telah
memahami makna tekstual atau makna lahir dari al-Qur'an, sebelum menuju
kepada makna secara isyarat. Hal ini mereka memilild dua kelebihan. Pertama,
menguasai makna lahir ayat atau hadis. Kedua, memahami makna isyaratnya.13.
 Kelemahan
1. Apabila Tafsir Isyari ini tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana telah di
sebutkan di atas, maka tafsir ini dapat dikatakan tafsir dengan hawa nafsu atau
rasio ber tentangan dengan lahir ayat yang dilarang oleh Allah.
2. Tafsir isyari sulit dipahami oleh orang awam, akibatnya dapat merusak akidah.
Menurut Ibnu Mas’ud orang yang mengatakan sesuatu kepada orang lain,
sedangkan orang lain itu tidak mengerti, hal itu dapat menjadi fitnah.
3. Tafsir Isyari yang telah kemasukan pena'wilan yang rusak sebagaimana
dipergunakan oleh aliran kebatinan. Tidak memperhatikan beberapa persyaratan
yang telah ditetapkan Ulama sehingga berjalan bagaikan unta yang buta, yang
akhirnya orang yang awam berani mencecerkan kitab Allah, menakwilkan
menurut bisikan hawa nafsunya atau menurut bisikan setan. Orang-orang tersebut
menduga bahwa hal itu termasuk tafsir Isyari akibat kebodohan dan kesesatan
mereka karena telah menyelewengkan kitab Allah dan berjalan di atas pengaruh
aliran kebatinan dan ateis. Hal semacam itu kalaupun bukan merupakan
penyelewengan terhadap arti.
BAB III
PENUTUP
Makalah Tafsir Al-Isyari

Tafsir al-isyari adalah menakwilkan (menafsirkan) ayat Alquran al-Karim tidak seperti
zahirnya, tapi berdasarkan isyarat yang samar yang bisa diketahui oleh orang yang berilmu
dan bertakwa, yang pentakwilan itu selaras dengan makna zahir ayat–ayat Alquran dari
beberapa sisi syarhis (yang masyru’). Tafsir isyari ini dibagi kepada dua cabang, yakni; tafsir
al-isyari al-khafi, dan tafsir al-isyari al-jali. Tidak diragukan lagi bahwa dapat dibuktikan
bahwa tafsir isyari ini boleh dipakai dalam menafsirkan Alquran. Akan tetapi tentu saja tidak
terlepas dari kaedah-kaedah dan syarat-syarat dalam penggunaannya. Perbedaan tafsir isyari
dengan isyari as-shufi adalah bahwa penekanan pada isyari adalah makna yang muncul yang
kemudian tidak bertentangan dengan makna zahir ayat, sedangkan isyari as-shufi berprinsip
bahwa makna utama dan hakiki dalam sebuah ayat adalah makna isyarinya.
Sedangkan tafsir isyari ayat kauniyah adalah tafsir isyari yang digunakan untuk
menafsirkan ayat-ayat kauniyah. Syarat pokok dalam pola penafsiran ini adalah bahwa
seseorang tidak boleh membawa atau mengalahkan Alquran dengan teori-teori ilmiah bila
ternyata hasil penafsirannya berbeda.
Daftar Pustaka

 Al-Qa¯¯±n, Mann± Khal³l, Mab±¥I£ f³ ‘Ulm al-Qur’±n. Riyadh: Man¡ur±t al-¦ad³£,


1973.
 As-Shabuni, Muhammad Ali, Pengantar Studi Alquran, terj. Jakarta: al-Ma’arif, 1987.
 Faudah, Mahmud Basuni, Tafsir-Tafsir Alquran. Bandung: Pustaka, 1987.
 Maruzi, Muslich, Wahyu Alquran Sejarah dan Perkembangan Ilmu Tafsir. Jakarta:
Pustaka Amani, 1987.
 Rahman, Syeikh Khalid Abdur Ushul Tafsir wa Qawa’iduhu. Damaskus, Dar an-
Nafais, 1994.
 Suma, Muhammad Amin, Studi Ilmu-Ilmu Alquran. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.
 Taufiq, Faraj dan Fadhil Syakir Na’im, Ulumu al-Qur’an. Baghdad: Dar al-Hurriyah,
1987.

Anda mungkin juga menyukai