Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ULUMUL QUR’AN

TENTANG PENGANTAR ILMU TAFSIRIL QUR’AN

Dosen pengampu : Maman,S.Ag.,M.Pd.

Nama : Farhan Husen


Ira Suryani
Siti Nurhanifah
Raden Agus Maulana

SEMESTER I 2024
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STIT TARBIYATUN NISA SENTUL-BOGOR
KATA PENGANTAR
‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬
Puji syukur senantiasa panjatkan kehadirat Allah SWT, yang selalu memberi
rahmat, nikmat, karunia serta hidayah-Nya. Sehingga makalah yang berjudul ilmu
kalam.Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang di
karenakan terbatasnya Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan dengan
penulisan makalah ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterima kasih kepada
dosen kami yang telah memberikan limpahan ilmu berguna kepada kami.Kami
menyadari akan kemampuan kami yang masih terbatas. Dalam makalah ini kami sudah
berusaha semaksimal mungkin. Harapan kami, makalah ini dapat menjadi track record
dan menjadi referensi bagi kami dan orang lain dalam mengarungi masa depan. Kami
juga berharap agar makalah ini dapat berguna bagi orang lain yang membacanya.

Bogor, 27 Januari 2023


Penyusun

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BABI..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..............................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................2
C. Tujuan Masalah............................................................................................................3
BABII.................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.................................................................................................................3
1. Pengertian Tarjamah,tafsir,takwil..................................................................................3
2. Sejarah ilmu tafsir .........................................................................................................4
3. Urgensi ilmu tafsir..........................................................................................................4
4. Syarat-syarat ilmu tafsir.................................................................................................5
5. Kode eetik mufasir.........................................................................................................6
6. Metode-metode tafsiril Qur’an.......................................................................................6
7. Penyampaian ilmu tafsir...............................................................................................8
8. Metode ilmu tafsir quran’an..........................................................................................8
9. kitab-kitab tafsir dan corak pendekatannya.................................................................10
BABIII...............................................................................................................................12
PENUTUP........................................................................................................................12
A.Kesimpulan...................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah wahyu Tuhan dengan kebenaran mutlak yang menjadi sumber
ajaran Islam. Al-Qur’an adalah kitab suci bagi umat Islam yang memberi petunjuk kepada
jalan yang benar. Ia berfungsi untuk memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi
manusia, baik secara pribadi maupun kelompok.1 Ia juga menjadi tempat pengaduan dan
pencurahan hati bagi yang membacanya. Al-Qur’an bagaikan samudra yang tidak pernah
kering airnya, gelombangnya tidak pernah reda, kekayaan dan khazanah yang
dikandungnya tidak pernah habis, dapat dilayari dan selami dengan berbagai cara, dan
memberikan manfaat dan dampak luar biasa bagi kehidupan manusia. Dalam
kedudukannya sebagai kitab suci dan mukjizat bagi kaum muslimin, Al-Qur’an
merupakan sumber keamanan, motivasi, dan inspirasi, sumber dari segala sumber hukum
yang tidak pernah kering bagi yang mengimaninya. Di dalamnya terdapat dokumen
historis yang merekam kondisi sosio ekonomis, religious, ideologis, politis, dan budaya
dari peradaban umat manusia sampai abad ke VII masehi.
Jika demikian itu halnya, maka pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an melalui
penafsiran-penafsiran, memiliki peranan sangat besar bagi maju-mundurnya umat,
menjamin istilah kunci untuk membuka gudang simsimpani yang tertimbun dalam Al-
Qur’an.2
Sebagai pedoman hidup untuk segala zaman, dan dalm berbagai aspek kehidupan
manusia, Al-Qur’an merupakan kitab suci yang terbuka (open ended) untuk dipahami,
ditafsirkan dan dita’wilkan dalam perspektif metode tafsir maupun perspektif dimensi-
dimensi kehidupan manusia. Dari sini muncullah ilmu-ilmu untuk mengkaji Al-Qur’an
dari berbagai aspeknya, termasuk di dalamnya ilmu tafsir. Makalah ini akan membahas
tentang ilmu tafsir meliputi sejarah dan perkembangannya, serta corak dan metode dalam
penafsiran.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud tarjamah, tasrif,takwil ?


2. Bagaimana Sejarah ilmu tafsir?
3. Bagaimana urgensi ilmu tafsir saat ini?
4. Apa saja syarat-syarat ilmu tafsir?
1

2
1
5. Apa saja kode etik mufasir?
6. Apa saja metode-metode tafsiril Qur’an?
7. Bagaimana cara penyampaian ilmu tafsir?
8. Metode apa saja dalam ilmu tafsir quran’an?
9. Apa saja kitab-kitab tafsir dan corak pendekatannya

C. Tujuan

1. Menjelaskan pengertian tarjamah, tasrif,takwil


2. Menjelaskan bagaimana prosesnya sejarah tafsir quran’an
3. Menjelaskan bagaimana urgensi ilmu tafsir pada saat ini
4. Menjelaskan syarat-syarat mufasir
5. Menyebutkan kode etik mufasir
6. Menyebutkan metode-metode tafsir Qur’an
7. Menjelaskan cara penyampaian ilmu tafsir
8. Menyebutkan metode ilmu tafsir
9. Menyebutkan kitab-kitab dan corak pendekatan nya

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tarjamah, Tafsir, dan Takwil
Pengertian Terjemah
Kata terjemah berasal dari bahasa arab “tarjama” yang berarti menafsirkan dan
menerangkan dengan bahasa yang lain (fassara wa syaraha bi lisanin akhar),
kemudian kemasukan “ta' marbutah” menjadi al-tarjamatun yang artinya pemindahan
atau penyalinan dari suatu bahasa ke bahasa lain.

Pengertian Tafsir

Tafsir diambil dari kata fassara – yupassiru – tafsiran yang berarti keterangan, penjelasan atau
uraian. Secara istilah, tafsir berarti menjelaskan makna ayat al-qur'an, keadaan kisah dan
sebab turunya ayat tersebut dengan lafal yang menunjukkan kepada makna zahir.

Pengertian Takwil

Menurut bahasa, takwil berarti menerangkan atau menjelaskan. Menurut istilah,


takwil berarti mengembalikan sesuatu kepada tujuannya, yakni menerangkan apa
yang dimaksud. Tafsir dan takwil, menurut Prof Djalal, berupaya menjelaskan makna
setiap kata di dalam Alquran.

Meskipun secara bahasa pengertian tafsir dan takwil hampir serupa, ungkap Prof
Djalal, terdapat empat perbedaan di antara keduanya.

Pertama, tafsir bersifat lebih umum dan banyak digunakan untuk lafal dan kosakata
dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah dan kitab lainnya, sementara takwil lebih
banyak digunakan makna dan kalimat dalam kitab-kitab yang diturunkan Allah saja.

Kedua, tafsir menerangkan makna lafal yang tak menerima selain dari satu arti,
sedangkan takwil menetapkan makna yang dikehendaki suatu lafal yang dapat
menerima banyak makna karena didukung oleh dalil.

Ketiga, tafsir menetapkan apa yang dikehendaki ayat dan menerapkan seperti yang
dikehendaki Allah, sementara takwil menyeleksi salah satu makna yang diterima
ayat tanpa meyakinkan bahwa itulah yang dikehendaki Allah.

Keempat, tafsir menerangkan makna lafal, baik berupa hakikat/majaz, sedangkan


takwil menafsirkan batin lafal.

B. Sejarah ilmu tafsir


Penafsiran Al-Qur’an telah terjadi sejak masa awal-awal pertumbuhan dan
perkembagan Islam. Penafsir pertama pada masa pertumbuhan Islam adalah
Rasulullah saw. Upaya penafsiran Al-Qur’an masih tetap bejalan pasca wafatanya
Rasulullah saw yang dilanjutkan oleh para sahabat, tabiin, hingga masa saat ini.
Menelusuri sejarah penafsiran Al-Qur’an, Muhammad az-Zahabi membagi sejarah
tafsir ke dalam tiga fase/periode (marhalah). Pertama, adalah fase perkembangan
tafsir pada masa Nabi dan para sahabat. Kedua, yaitu fase perkembangan tafsir
pada masa tabi‘in. Ketiga, yaitu fase perkembangan tafsir pada masa penyusunan
dan pembukuan (kodifikasi), yang dimulai dari zaman ‘Abbasiyah sampai
zamankontemporer (masa hidup az-Zahabi sampai masa sekarang).

C. Urgensi ilmu tafsir


Adapun urgensi tafsir adalah kebutuhan yang mendesak akan eksistensi tafsir
Urgensi tafsir menempati posisi tertinggi, karena tafsir merupakan thariqah (jalan)
untuk memahami kalamullah, sebagai pedoman hidup manusia, baik di dunia
ataupun di akhirat. sebab dari tafsir inilah sederet pasan-pesan Ilahiah mulai dari
perintah, larangan, hikmah, kisah-kisah umat terdahulu, dan hal-hal lain yang
berasal dari Al-Qur`an dapat dikuak.
Tafsir Alquran merupakan suatu pemahaman atau penafsiran yang berhubungan
dengan Alquran dan isinya. Hal tersebut Berfungsi sebagai mubayyin, menjelaskan
tentang arti dari kandungan Alquran. Khususnya untuk ayat-ayat yang tidak
dipahami dan samar. Dalam artinya memahami dan menafsirkan Alquran diperlukan
bukan hanya pengetahuan bahasa Arab, tetapi juga berbagai macam ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan Alquran dan isinya.

Ilmu untuk memahami Alquran ini disebut dengan usul tafsir atau biasa disebut
dengan ulumul Quran. terdapat tiga bentuk penafsiran yaitu Tafsir bil matsr,tafsir bir
Rayi,dan tafsir isyari. Dengan 4 metode ijmali tahli, muqrin dan Maudhi. Sedangkan
dari segi corak lebih beragam, ada yang bercorak sastra bahasa,fiqih, teologi, dan
filosofi.

Fungsi tafsir dalam kehidupan yaitu memudahkan seorang dalam memahami arti
ayat-ayat agar menghindari hal-hal yang menyimpang dari ajaran, yang
mengajarkan seseorang bagaimana mencintai Alquran dan isinya, menjadikan tafsir
itu menjadi ilmu bermanfaat kedepannya, rasa ingin tahu dalam mengartikan dan
memahami ayat Alquran dan mengaplikasikan Ilmu tafsir dalam masyarakat.

Tafsir Alquran juga berfungsi untuk menghindari adanya kesalahan makna ayat
Alquran.Karena dalam satu kata saja bisa jadi memiliki beberapa makna atau arti.
Menafsirkan Alquran ada manfaatnya dan ada juga kekurangannya, dikarenakan
keterbatasan ilmu yang dimiliki oleh manusia dalam memahami ayat tersebut.

Manfaat Tafsir Al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari yaitu:

-Untuk memahami isi kandungan Al Qur’an dengan baik Tentang perintah, larangan,
maupun kisah-kisah yang terdapat dalam Qur’an.
-mengamalkan perintah Allah dan rasulnya Dengan sepenuh kemampuan, menjauhi
larangan dengan sejauh-jauhnya, dan mempercayai kisah kisah yang terdapat di
dalam Alquran.

D. syarat syarat mufasir

Pertama, didasari niat dan tujuan yang baik. Sesungguhnya setiap


perbuatan tergantung pada niatnya. Lebih-lebih aktifitas mentafsir harus
mempunyai niat untuk menyebarkan kebaikan demi kemaslahatan
agama, karena tafsir menjadi media umat Islam untuk memahami
kandungan Al-Qur’an. Harus bersih dari tujuan-tujuan duniawi agar
mendapat bimbingan menuju kebenaran.
Kedua, berbudi pekerti yang luhur. Seorang mufasir berposisi
layaknya pendidik (muaddib). Pendidikan tidak akan meresap pada jiwa
peserta didik kecuali dari seorang pendidik yang mampu memberikan
suri tauladan yang baik dan keagungan budi pekertinya. Ketidak-
selarasan antara ucapan dan perbuatan akan memalingkan peserta
didik dari apa yang dipelajari dan dibaca, sehingga membekas dalam
alam pikirannya.
Ketiga, mempunyai latar belakang atau track record yang baik.
Profil figur seorang mufasir akan menjadi acuan, panutan, dan tolak ukur
kapabelitas kedalaman ilmunya dalam persoalan agama. Tidak sedikit
para pencari ilmu yang enggan menimba ilmu dari seseorang yang
memiliki latar belakang kurang baik, meskipun keilmuannya diakui.
Keempat, sangat hati-hati dan teliti dalam mengutip sebuah
riwayat, sehingga terhindar dari kekeliruan dan terbebas dari merubah
teks.
Kelima, memiliki sifat rendah diri (tawadlu’).
Keenam, menjaga prestise dan harga diri. Seorang mufasir harus
berwibawa dan menghindari hal-hal yang jelek dan hina, semisal
mengejar jabatan tertentu.
Ketujuh, lantang menyuarakan kebenaran, meskipun dirasa pahit
dan tidak mengenakkan.
5
Kedelapan, menjaga ucapan, tidak banyak bicara, kecuali hal-hal
yang penting dan bermanfaat. Cara duduk, berjalan, dan diam tampak
berwibawa.
Kesembilan, menyajikan pemikiran dan perenungan yang runtut.
Kesepuluh, mengutamakan mufasir-mufasir terdahulu serta
menganjurkan untuk membaca karya-karya mereka.
Kesebelas, menyajikan metode tafsir secara tertib dan berurutan.
Misalnya, diawali dengan menyebutkan asbabun nuzul, mengurai arti
kata perkata, menjelaskan susunan kalimat, aspek balaghah, lalu
menarasikan makna kalimat secara global, menghubungkan dengan
konteks realitas kehidupan, lalu menggali kandungan makna dan
hukum.
E. Kode Etik Mufasir
Berikut adalah beberapa kode etik mufassir yang harus diperhatikan :
 ikhlas berniat hanya karena Allah dengan mengharap ridho tanpa ada harapan
kemuliaan dan kehormatan
 melakukan paling awal senantiasa melakukan terlebih dahulu jika mengajak
pada kebaikan jika melarang kehendaklah paling dahulu mengetahuinya
 berakhlak mulia akhlak mulia yang tercermin dalam perkataan perbuatan dan
kepribadian

F. Metode- metode tafsir Al Qur’an


1. Metode tahlil (anatik)
Metode ini adalah yang paling tua dan paling sering digunakan.
Menurut Muhammad Baqir ash-Shadr, metode ini dsebut sebagai
metode tajzi'i, adalah metode yang mufasir-nya berusaha menjelaskan
kandungan ayat-ayat Al-Qur'an dari berbagai seginya dengan
memperhatikan runtutan ayat Al-Qur'an sebagaimana tercantum dalam
Al-Qur'an. Tafsir ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat
kemudian surat demi surat dari awal hingga akhir sesuai dengan
susunan Al-Qur'an. Dia menjelaskan kosakata dan lafazh, menjelaskan
arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu
unsur-unsur i’jaz, balaghah, dan keindahan susunan kalimat,
menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fiqih, dalil
syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain sebagainya.

6
Menurut Malik bin Nabi, tujuan utama ulama menafsirkan Al-
Qur'an dengan metode ini adalah untuk meletakkan dasar-dasar
rasional bagi pemahaman akan kemukjizatan Al-Qur'an, sesuatu
yang dirasa bukan menjadi kebutuhan mendesak bagi umat Islam
dewasa ini. Karena itu perlu pengembangan metode penafsiran karena
metode ini menghasilkangagasan yang beraneka ragam dan terpisah-
pisah. Kelemahan lain dari metode ini adalah bahwa bahasan-
bahasannya amat teoretis, tidak sepenuhnya mengacu kepada
persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat
mereka, sehingga mengesankan bahwa uraian itulah yang merupakan
pandangan Al-Qur'an untuk setiap waktu dan tempat. Hal ini dirasa
terlalu "mengikat" generasi berikutnya.
2. Metode ijmali (Global)
Metode ini adalah berusaha menafsirkan Al-Qur'an secara singkat dan
global, dengan menjelaskan makna yang dimaksud tiap kalimat dengan
bahasa yang ringkas sehingga mudah dipahami. Urutan penafsiran
sama dengan metode tahlili namun memiliki perbedaan dalam hal
penjelasan yang singkat dan tidak panjang lebar. Keistimewaan tafsir ini
ada pada kemudahannya sehingga dapat dikonsumsi oleh lapisan dan
tingkatan kaum muslimin secara merata. Sedangkan kelemahannya ada
pada penjelasannya yang terlalu ringkas sehingga tidak dapat menguak
makna ayat yang luas dan tidak dapat menyelesaikan masalah secara
tuntas.
3. Metode muqarin
Tafsir ini menggunakan metode perbandingan antara ayat dengan
ayat, atau ayat dengan hadits, atau antara pendapat-pendapat para
ulama tafsir dengan menonjolkan perbedaan tertentu dari objek yang
diperbandingkan itu.
4. Metode maudhu’I (Tematik)
Tafsir berdasarkan tema, yaitu memilih satu tema dalam Al-Qur'an
untuk kemudian menghimpun seluruh ayat Al-Qur'an yang berkaitan
dengan tema tersebut baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan
makna tema tersebut. Metode ini adalah metode tafsir yang berusaha
mencari jawaban Al-Qur'an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat

7
Al-Qur'an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama
membahas topik atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan
masa turunnya selaras dengan sebabsebab turunnya, kemudian
memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan,
keterangan-keterangan dan hubunganhubungannya dengan ayat-ayat
lain kemudian mengambil hukum-hukum darinya.
G. Penyimpangan dalam penafsiran Al-Qur’an
Penyimpangan tafsir Al-Qur’an adalah aturan-aturan yang salah
serta menyimpang yang tidak sesuai dengan kaidah tafsir dalam usaha
memahami atau mempelajari ilmu-ilmu yang terkandung dalam Al-
Qur’an yang didasarkan pada nafsu bukan karena ilmu.
Tafsir merupakan cara untuk memahami Al-Qur’an keberadaannya
menjadi sebuah keharusan karena ayat-ayat yang terdapat pada Al-
Qur’an bersifat umum, sehingga tidak mudah untuk dipahami. Akan
tetapi, meski tafsir menjadi satu-satunya untuk memahami Al-Qur’an
bukan berarti dia terbebas dari penyimpangan. Penyimpangan ini
berakibat semakin jauhnya seseorang dari pemahaman terhadap makna
Al-Qur’an yang sesungguhnya. Oleh karena itu, berbagai factor
penyebab penyimpangan dalam Al-Quran perlu di deteksi dan dieliminir
agar penyimpangan terhadap Al-Quran dapat dihindari. Beberapa factor
penyebab penyimpangan dalah tafsir adalah kekeliruan dalam
menetapkan metode/kaidah, kedangkalan dalam ilmu-ilmu alat,
kedangkalan pengetahuan dalam pembicaraan ayat, tidak
memperhatikan konteks, dan tidak memperhatikan siapa pembicara dan
terhadap siapa pembicara itu ditujukan, selain itu kesamaran antara
jarak dan umat itu sangat jauh, factor materi, dan factor histori turut serta
mendukung penyimpangan dalam tafsir.
H. Mazhab-mazhab dalam tafsir Al-Qur’an
Penulisan kitab tafsir sendiri mencapai puncaknya pada abad ke-7
hingga abad ke-9 Hijriyah. Masa ini adalah masa yang disebut Asr at-
tadwin (masa penulisan dan penyusunan kitab tafsir).
Namun, tingkat pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki para
sahabat menyebabkan adanya perbedaan dalam penafsiran terhadap
ayat-ayat Alquran. Ditambah dengan pertentangan teologis yang terjadi
di kalangan para sahabat dan tabiin.
8
Pada akhirnya, itu mendorong terbentuknya mazhab-mazhab penafsiran
Alquran dalam perkembangan pelbagai literatur tafsir.
Berdasarkan aliran dan corak penafsiran yang digunakan mufasir (ahli
tafsir), kitab tafsir dapat dikelompokkan dalam empat jenis.
Pertama, kitab tafsir riwayat (at-tafsir al-ma'tsur), yaitu kitab yang
penafsirannya didasarkan atas penjelasan ayat Alquran, penjelasan
hadis Rasulullah SAW, atau para sahabatnya. Kitab tafsir yang termasuk
dalam kelompok ini adalah kitab yang ditulis pada abad ke-7 sampai
abad ke-9 Hijiriyah.
Kedua, kitab tafsir dirayah (tafsir bi ar-ra'yi), yaitu kitab yang
penyusunannya banyak menggunakan pendapat akal atau hasil ijtihad.
Kitab jenis ini cukup banyak jumlahnya. Beberapa yang terpenting ialah
Mafatih al-Gaib, Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta'wil, Madarik at-Tanzil
wa Haqa'iq at Ta'wil, Lubab at-Ta'wil fi Ma'ani at-Tanzil, al-Bahr al-Muht,
Gara'ib Alquran wa Raga'ib al-Furqan, Tafsir Jalalain, as-Siraj al-Munir fi
al-I'anah ala Ma'rifah ba'd Ma'ani Kalam Rabbina al-Hakim al-Khabir,
Irsyad al-'Aql as-Salim ila Mazaya al-Kitab al-Karim, dan Ruh al-Ma'ani fi
TAFSIR AL-QUR’AN al-Azim wa as-Sab'i al-Masani.
Ketiga, kitab tafsir ayat ahkam, yaitu kitab yang khusus menerangkan
penafsiran ayat-ayat hukum dalam Alquran. Misalnya, kitab tafsir Ahkam
Alquran karya Abu Bakar Ahmad bin Ali ar-Razi al-Jassas, Ahkam
Alquran karya Ali bin Muhammad at-Tabari, al-Iklil fi Istinbat at-Tanzil
karya as-Suyuti, al-Jami' li Ahkam Alquran karya Muhammad bin Ahmad
bin Farhi al-Qurtubi, Kanz al-Irfan karya Miqdad bin Abdullah as-Sayuri,
dan as-Samarat al-Yani'ah karya Yusuf bin Ahmad as-Sulasi.
Keempat, kitab tafsir isyari atau lebih dikenal dengan tafsir sufi, yaitu
kitab yang penyusunnya menggunakan makna batin atau makna yang
tersirat dari ayat-ayat Alquran. Beberapa karya tafsir yang termasuk
kategori tafsir sufi adalah kitab tafsir Haqa'iq at-Tafsir karya Abu
Abdurrahman as-Sulami, Al-Kasyf wa al-Bayan karya Ahmad bin Ibrahim
an-Naisaburi, Tafsir Ibn Arabi karya Ibnu Arabi, dan Ruh al-Ma'ani fi
Tafsir Alquran al-Azim wa as-Sab'i al-Masani karya Syihabuddin
Mahmud al-Alusi.

9
I. Kitab-kitab tafsir dan corak pendekatannya
al-Qur’an menduduki posisi penting dalam kehidupan umat Islam.
Sedangkan kebutuhan mereka untuk memahami dan mengamalkan al-
Qur’an tidak dapat dipisahkan dari tafsir. Karena itu, kitab-kitab tafsir
selalu bermunculan dari masa ke masa untuk memenuhi kebutuhan
umat. Terdapat berbagai pendekatan, metode dan corak kecenderungan
dalam tafsir alQur’an. Istilah-istilah tersebut sering digunakan secara
bergantian, tumpang-tindih, serta tidak digunakan secara mapan.
Sebagian ulama menyebut metode penafsiran ada dua, yakni metode
penafsiran dengan riwayat serta dengan ra’yu. Ada sebagian penulis
menyebut beberapa metode penafsiran, yang oleh penulis lain tidak
disebut sebagai metode, melainkan kecenderungan (ittijah), seperti tafsir
fiqhi, falsafi, ‘ilmi, ijtima’i, dan lain sebagainya. Berangkat dari kerancuan
tersebut, tulisan ini bermaksud menjelaskan persoalan pendekatan,
metode penyajian, serta beragam corak dalam diskurus tafsir al-Qur’an.
Abdullah Saeed mencatat ada empat pendekatan tradisional yang
digunakan dalam penafsiran al-Qur’an: pendekatan berbasis linguistik,
pendekatan berbasis logika, pendekatan berbasis tasawuf, dan
pendekatan riwayat.1 Saeed menambahkan, bahwa, secara alamiah,
banyak hal yang tumpang tindih dalam pendekatan-pendekatan di atas,
yang kemudian memunculkan pertanyaan mana yang lebih dominan
dalam satu karya tafsir al-Qur’an. Menurutnya, pendekatan-pendekatan
ini disuguhkan untuk kepentingan analisis saja.
Masih menurut Saeed, meskipun ada berbagai pendekatan yang
berbeda, namun ada kesamaan yang jelas mengenai pentingnya
memahami teks-teks al-Qur’an -terutama teks hukum dan semi hukum-
secara literal. Pendekatan literal ini berdasarkan pada analisis filologis
terhadap teks dan mengikuti riwayat yang dikumpulkan, dalam bentuk
hadis atau pendapat para ulama masa lalu. Namun, Saeed
menyayangkan fakta bahwa pendekatan ini tidak menekankan
pemahaman akan pentingnya mempetimbangkan konteks makro3 al-
Qur’an yang asli, atau mengidentifikasi bagaimana al-Qur’an relevan
dengan konteks itu.4 Melihat kenyataan ini, Saeed kemudian
mengusulkan pentingnya pendekatan kontekstual dalam diskursus tafsir
al-Qur’an. Pada umumnya, seorang mufasir tidak hanya berpegang
pada satu pendekatan saja ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
10
Kecuali pendekatan mistis, ketiga pendekatan lainnya hampir selalu
terlibat dalam karya-karya tafsir klasik dengan proporsi yang beragam.
Secara ekslusif, pendekatan berorientasi mistis banyak dipraktekkan
oleh para mufasir dari kalangan sufi5 dan shi’ah.6 Sementara itu,
kategori lain membagi pendekatan hanya menjadi dua saja, yakni
pendekatan berbasis riwayat dan pendekatan berbasis pada ra’yu, 7
dengan pengertian ra’yu sebagai segala pertimbangan selain riwayat.
Pendekatan Berbasis Logika
Ketika suatu lafaz memiliki banyak alternatif makna, mana yang
akan dipilih untuk diterapkan dalam memahami suatu ayat? Agar dapat
menjawabnya, seorang mufasir harus mengaktifkan seluruh daya
pikirnya (ijtihad). Apa yang dilakukan oleh kelompok Mu’tazilah, yang
gemar mengalihkan makna literal ayat menuju makna metafornya, atau
yang biasa disebut dengan istilah ta’wil, tidak lain hanyalah usaha untuk
menjatuhkan pilihan makna yang dianggap paling tepat di antara
alternatif makna yang tersedia dalam khazanah bahasa Arab
berdasarkan suatu indikator (qarinah). Misalnya makna harfiah alQur’an
yang dalam kacamata suatu mazhab teologis berimplikasi pada
penyematan sifat makhluq kepada Allah SWT (antropomisme/tasybih).
pendekatan tafsir berbasis logika yang dipraktekkan dalam tradisi
tafsir. Di sini kita dapat menyaksikan pertalian antara pendekatan
bahasa dengan logika. Tidak heran jika secara tradisional, penafsiran
kebahasaan, seperti Tafsir Jalalain, tercakup pula dalam kategori tafsir
bi al- ra’yi.
Pendekatan Berbasis Tasawuf
Seorang mufasir yang mendekati al-Qur’an secara mistis melihat
ayat-ayat alQur’an sebagai simbol atau isyarat, merujuk pada perkara
yang melampaui makna kebahasaannya. Dengan kata lain, menurut
para pengguna pendekatan ini, al-Qur’an memiliki dua tingkat makna,
yakni makna lahir dan makna batin.3 Makna lahir alQur’an adalah
makna kebahasaan yang dibahas oleh para mufasir pada umumnya,
sedangkan makna batin adalah pesan tersembunyi di balik kata-kata.
Makna ini hanya bisa ditangkap melalui penyingkapan (kashf) yang
dialami oleh mereka yang melakukan latihan mental sampai tingkat
tertentu hingga Allah memberinya pengetahuan yang bersifat intuitif.
11
Contoh prakteknya, terkait dengan firman Allah [ ‫إنّ للناس وضع بيت‬
‫[أول‬, menurut Sahl al-Tustari, makna lahir dari “awwala bait” adalah
bangunan pertama yang didirikan untuk beribadah, yakni Ka’bah.
Sedangkan makna batinnya adalah Rasulullah saw. Akan beriman
kepada beliau siapa saja yang Allah telah menetapkan tauhid di dalam
hatinya. Adapun kecenderungan teoritis dalam tafsir-tafsir kaum sufi,
termasuk kategori ra’yu.

12

Bab III

Kesimpulan
Dalam pembelajaran ilmu tafsiril quran terdapat beberapa aspek yang dapat di
pelajari diantara: pengertian tarjamah ialahmenerangkan dengan bahasa lain,
sedangkan tafsir dan takwil mhampir sma yaitu menjelaskan setiap makna dalam
alquran. Namun ada perbedaan sebagai mana terurai di atas.
Ilmu tafsir senantiasa berkembang dri masa ke masa, bahkan para pakar telah
banyak menelurkan tafsir yang sesuai dengan tuntutan zaman demi
menegaskan eksistensi al-Qur’an salih li kulli zaman wa makan.Banyak sekali
metode yang digunakan dalam penafsiran di antaranya metode tahlily, ijmaly,
muqaran, dan maudhu’i.

Daftar pustaka
Fauzi,Rizki.Al-Qur’an dan
tafsir.https://www.academia.edu/36154999/Makalah_Al_Quran_dan_Tafsir_docx

Anwar, Rosihon. 2010. Ulum Al-Qur’an. Badung: Pustaka Setia.

Ash-Shabuniy, Muhammad Ali. 1998. Studi Ilmu Al-Qur’an, terj. Aminuddin.

Bandung: Pustaka Setia.

Baidan, Nashruddin. 1998. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar Offset.

Munawir, Warson. A. 1997. Kamus al-Munawir: Arab-Indonesia Terlengkap.

Surabaya: Pustaka Progresif.

AlFaruq,Ahmad.Tarjamah,TafsirdanTa’wil.http://ahmadfaruq.blogdetik.com/tafsir

Anyail,TafsirdanTa’wil, http://pendidikan-islamiyah.blogspot.com/2012/06/tafsir-

dan-tawil.html.

13

Anda mungkin juga menyukai