Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENAFSIRAN AL-QUR’AN DALAM


PANDANGAN AHLI HUKUM
(TAFSIR FIQHI)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah “MAZAHIB AL-TAFSIR”
Dosen Pengampu: KH Syamsuddin, S.Ag.M.Pd.I

Disusun Oleh :
Indra Ari Irvan

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QUR’AN (STIQ) AN-NUR
TEBING SULUH KEC. LEMPUING KAB. OKI
SEMATERA SELATAN
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang 
telah memberikan rahmat, serta karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah sederhana ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Mazahib
Al-Tafsir yang berjudul “PENAFSIRAN AL-QUR’AN DALAM PANDANGAN
AHLI HUKUM (TAFSIR FIQHI)”. Saya menyadari bahwa penyusunan makalah
ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta
dapat dijadikan acuan untuk membuat makalah lebih baik lagi kedepannya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Tebing Suluh, 11 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Pengertian Tafsir fiqhi................................................................................ 3
B. Perkembangan Tafsir fiqhi......................................................................... 4
C. Kitab-Kitab dan Tokoh Tafsir Fiqhi........................................................... 6
D. Pengaruh Perbedaan Mazhab Fiqhi dalam Penafsiran................................ 7
E. Contoh Tafsir Fiqhi..................................................................................... 8
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 11
A. Kesimpulan................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penafsiran terhadap Alquran tak ayal lagi sangat dipengaruhi oleh latar
keilmuan para mufassirnya, meski sebagian diantaranya ada yang menulis
tafsir dari latar belakang yang berbeda dari basic keilmuan yang dimilikinya.
Penafsiran Alquran inipun akhirnya memiliki corak yang beragam sejalan
dengan keragaman keilmuan para penafsirnya. Diantara sekian banyak corak
penafsiran yang dikenal adalah corak tafsir fikih, yaitu penafsiran-penafsiran
yang didasarkan pada ulasan seputar fikih dan hUkum fikih.
Wahbah al-Zuhaili merupakan seorang tokoh mufassir yang terkenal
dengan tafsiran-tafsiran fikihnya dengan karya utamanya Tafsir Al-Munir Fi
Al-Aqidah Wa Al-Syari’ah Al-Manhaj. Ia merupakan ulama fiqh abad ke-20
yang berasal dari Syria. Namanya sebaris dengan tokoh-tokoh Tafsir dan
Fuqaha yang telah berjasa dalam dunia keilmuan Islam abad ke-20 seperti
Tahir Asyur yang mengarang tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Said Hawwa
dalam Asas fi al-Tafsir, Sayyid Qutb dalam Fi Zilal al-Quran. Sementara dari
segi fuqaha, namanya sebaris dengan Muhammad Abu Zahrah, Mahmud
Shaltut, Ali Muhammad alKhafif, Abdul Ghani, Abdul Khaliq dan
Muhammad Salam Madkur.1
Melihat betapa popularitas dan kualifikasi keilmuan yang dimiliki
Wahbah Az-Zuhaili, maka corak penafsiran fikihnya sebagaimana yang
tergambar dalam karyanya Tafsir Al-Munir Fi Al-Aqidah Wa Al- Al-Syari’ah
Al-Manhaj patut untuk diangkat, terutama berkenaan dengan sumber, metode,
dan karakteristik yang khas.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Tafsir fiqhi ?
2. Bagaimana Perkembangan Tafsir fiqhi ?
3. Apa Kitab-Kitab dan Tokoh Tafsir Fiqhi ?
4. Bagaimana Pengaruh Perbedaan Mazhab Fiqhi dalam Penafsiran ?
5. Apa Contoh Tafsir Fiqhi ?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Tafsir fiqhi ?
2. Untuk Mengetahui Perkembangan Tafsir fiqhi ?
3. Untuk Mengetahui Kitab-Kitab dan Tokoh Tafsir Fiqhi ?
4. Untuk Mengetahui Pengaruh Perbedaan Mazhab Fiqhi dalam Penafsiran ?
5. Untuk Mengetahui Contoh Tafsir Fiqhi ?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir Fiqhi
Tafsir Fiqih ini terdiri dari dua kata; Tafsir dan Fiqhi. Secara umum
menurut Az-Zarkasyi para ulama sering memberikan pengertian tafsir dengan:

‫علم يفهم به كتاب اهلل المنزل على نبيه محمد صلى اهلل عليه وسلم وبيان‬

‫معانيه" واستخراج أحكامه" وحكمه‬


“Ilmu yang dengannya digunaan untuk memahami kitab Allah (Al-
Quran) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan menjelaskan
makna-maknanya, serta memberikan pengetahuan tentang hukum-hukum
didalamnya, dan hikmah-hikmah”
Sedangkan pengertian fiqhi sering diungkap dengan:

‫العلم" باألحكام" الشرعية العملية المكتسب من أدلتها" التفصيلية‬


”Ilmu yang membahas hukum-hukum syariat bidang amaliyah
(perbuatan nyata) yang diambil dari dalil-dalil secara rinci”
Tafsir Fiqhi ini juga dikenal dengan istilah Tafsir Fuqaha, ada juga
ulama yang mnyebutnya dengan Tafsir Ahkam. Penulis sendiri lebih sepakat
dengan sebutan Tafsir Fiqhi, karena pada dasarnya tafsir ini mempunyai corak
khusus, dimana tema bahasannya seputar hukum fiqih.
Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami kitab Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, untuk mengetahui penjelasan
makna-makannya serta hukum-hukum dan hikmah yang terkandung di
dalamnya.1 Sedangkan yang dimaksud dengan tafsir fiqhi adalah corak tafsir
yang lebih menitik beratkan kepada pembahasan masalah-masalah fiqhiyyah
dan cabang-cabangnya serta membahas perdebatan/perbedaan pendapat di
antara imam madzhab.2 Tafsir ini sering disebut tafsir ayat al-ahkam atau

1
Muhammad Ali ash-Shabuni, At-tibyan fi ‘Ulum al-Qur`an, (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyyah,
2003), hlm. 65.
2
http://migodhog.blogspot.com/2012/04/corak-tafsir-fiqhi.html. (diunduh 11-12-2020)

3
tafsir ahkam karena tafsir ini lebih berorientasi pada ayat-ayat hukum dalam
al-Qur`an (ayat al-ahkam). 
Jadi fiqhi itu adalah pengkhususan dari kata Ahkam yang maknanya
masih umum. Didalam Al-Quran pembicaraan tentang ahkam itu meliputi tiga
hal; ahkam i’tiqadiyah, ahkam khuluqiyah, dan ahkam amaliyah (fiqhiyah).
Hukum i’tiqadi membahas masalah keyakinan, tema sentralnya
berbicara masalah keimanan kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir
dan takdir, lebih jelas ayat-ayat seputar hukum i’tiqadi ini aka dibahasa dalam
bidang ilmu aqidah atau tauhid atau ilmu kalam.
Sedangkan hukum khuluqi membahas tentang akhlak, yang nantinya
secara rinci akan dibahasa dalam ilmu tarbiyah, sehingga dari pengetahuan
seperti ini diharapkan setiap muslim akam mempunyai akhlak yang baik, serta
meninggalkan perilaku yang tercela.
Hukum amali adalah hukum yang berbicara tentang perilaku ‘nyata’
manusia, inilah yang disebut dengan fiqih Al-Quran yang menjadi objek
bahasan para ulama dalam penulisan tafsir fiqih.
Kumpulan penafsiran atas ayat-ayat yang bertemakan fiqhi inilah yang
disebut dengan Tafsir Fiqhi, atau Tafsir Ayat Ahkam, atau Fiqh Al-Kitab.
Objek bahasannya seputar masalah fiqih ibadah; shalat, puasa, zakat, haji,
nadzar, sumpah, dst, juga fiqih muamalah; berbagai aqad muamalah, jinayah,
dan lain sebagainya.3
B. Perkembangan Tafsir Fiqhi
Sebenarnya keberadaan Fafsir Fiqhi ini sudah lama adanya,
kehadirannya bersamaan dengan diturunkannya Al-Quran kepada Rasulullah
SAW selaku manusia pertama yang mempunyai otoritas dalam memberikan
Tafsir Fiqih atas ayat yang diturunkan kepadanya.
Otoritas ini diberikan langsung oleh Allah SWT kepada baginda
Muhammad SAW:

ِ ‫الذ ْك َر لِتَُبيِّ َن لِلن‬


‫َّاس َما ُن ِّز َل إِلَْي ِه ْم َولَ َعلَّ ُه ْم َيَت َف َّك ُرو َن‬ ِّ ‫ك‬َ ‫َوأَْن َزلْنَا" إِلَْي‬

3
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2011), cetakan ketiga, hal. 199-200

4
“…dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan” (QS. An-Nahl: 44)
Lalu sepeninggal Rasulullah SAW penafsiran fiqhi dilanjutkan oleh
para sahabat yang benar-benar memumpuni dibidangnya, tidak asal sahabat
berhak dan berani menafsirkan, sekaliber Abu Bakar pun rada takut, kalau –
kalau apa yang ditafsirkannya berseberangan dengan apa yang diinginkan
Allah dan Rasul-Nya, beliau berujar: “Langit mana yang menaungiku dan
bumi mana yang membawaku, jika aku berkata tentang Al-Quran sesuatu
yang tidak aku mengerti”
Pada fase ini sudah mulai muncul perdebatan dan perbedaan pendapat
dalam menafsirkan ayat-ayat hukum, perbedaan ini adalah sebuah
keniscyaan, seiring dengan munculnya permasalah baru yang belum pada
masa Rasulullah SAW masih hidup.
Keberadaan khilaf dalam penafsiran ini bukanlah menjadi momok
yang harus diatjuti, asalkan perbedaan itu bersumber dari mereka yang benar-
benar layak untuk memberikan penafsiran.
Keberadaan para sahabat dalam dunia penafsiran ini menjadi teladan
bagi para tabi’in yang datang setelahnya. Seorang pembesar tabi’in Abu
Abdurrahamn As-Sulami mengatakan: "Tidaklah kami berpindah dari
sepuluh ayat yang kami baca kecuali kami mengerti dulu perihal halal dan
haram, perintah dan larangan-Nya”
Perkembangan penafsiran fiqhi ini terus meluas seiring dengan
berkembanganya Islam ke berbagai penjuru dunia, dan seiring dengan
munculnya masalah-masalah baru, sampailah pada masa munculnya madzhab
fiqih, dimasa ini hampir semua madzhab fiqih berusaha menulis tafsir fiqhi
sesuai dengan pemahaman madzhab fiqih yang mereka anut.
Dan menurut sebagian ulama Imam Syafi’ilah yang pertama kali
menuliskan tafsir dengan corak fiqih ini pada masanya dalam kitabnya
Ahkam Al-Quran, walaupun ada yang berpendapat lain, dengan menyebut
nama semisal As-Syaikh Abu Al-Hasan Ali bin Hajar As-Sa’di (w. 244 H)
dalam kibnya Ahkam Al-Quran.

5
Di lain pihak ada juga yang menyebutkan nama lain yaitu Abu An-
Nashr Muhammad bin Sa’ib (w. 144) dalam kitabnya Ahkam Al-Quran,
seperti yang ditulis oleh Abdullah bin Abdul Hamid dalam tesis magisternya
dibawah bimbingan Dr. Abdul Aziz Ad-Dardir Musa.4
C. Kitab-Kitab dan Tokoh Tafsir Fiqhi
Kategorisasi ragam tafsir fiqhy sebenarnya sulit untuk dilakukan,
sebab membutuhkan parameter tertentu dalam setiap kategorisasinya. Akan
tetapi kajian terhadap kitab tafsir fiqhy menjadi pintu utama untuk melakukan
pengkategorisasian tafsir fiqhy dan relevasinya terhadap madzhab-madzhab
fiqhy. Sehingga telaah terhadap epistemologi tafsir fiqhy dapat dikaji melalui
kajian tafsir dengan produk.5 Sebagaimana pengekategorisasian yang
dilakukan oleh adz-Dzahaby6, sebagaimana berikut.

1. Madzhab Hanafi
a. Ahkam Al-Quran, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad bin Salamah At-
Thahawi Al-Hanafi (w. 321 H)

b. Ahkam Al-Quran, Abu Al-Hasan Ali bin Musa bin Yazdad Al-Hanafi
(w. 350 H)

c. Ahkam Al-Quran, Ahmad bin Ali Ar-Razi, lebih dikenal dengan Al-
Jasshash Al-Hanafi (w. 370 H)

d. Talkhish Ahkam Al-Quran, Tahdzib Ahkam Al-Quran, Jamauddin


Mahmud bin Mas’ud, lebih dikenal dengan Ibnu Siraj Al-Hanafi (w.
770 H)

e. At-Tafsirat Al-Ahmadiyah fi Bayan Al-Ahkam As-Syar’iyyah,


Ahmad bin Abi Sa’id bin Ubaidillah Al-Hanafi (w. 1130 H)
2. Madzhab Maliki
a. Ahkam Al-Quran, Abu Abdillah Muhammad bin Sahnun Al-
Qairuwani (w. 255 H)

4
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur, 2011), cetakan ketiga, hal. 199-200
5
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemprer, (Yogyakarta: LkiS 2009), 24.
6
Muhammad Husein Adz-Dzahaby, at-Tafsir wa al-Mufassirun, (Beirut: Dar Fikr 1998), Hal. 323

6
b. Ahkam Al-Quran, Al-Qadhi Abu Ishaq Isma’il bin Ishaq bin Isma’il
Al-Maliki (w. 282 H)
c. Ahkam Al-Quran, Abu Al-Hakam Mundzir bin Sa’id bin Abdillah Al-
Maliki (w. 355 H)
d. Ahkam Al-Quran, Abu Bakr Muhammad bin Abdillah, yang dikenal
dengan Ibnu Al-Arabi (w. 543 H)
e. Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad
Al-Anshari Al-Qurthubi (w. 671 H)
3. Madzhab Syafi’i
a. Ahkam Al-Quran, Imam Syafi’i (w. 204)
b. Ahkam Al-Quran, Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalbi Al-
Baghdadi As-Syafi’i (w. 240 H.)
c. Ahkam Al-Quran, Imaduddin Abu Al-Husain Ali bin Muhammad At-
Thabari, dikenal degan Al-Kiya Al-Harasi As-Syafi’i (w. 450 H)
d. Al-Iklil fi Istinbath At-Tanzil, Jalaluddin As-Suyuthi As-Syafi’i (w.
911 H)
e. Ahkam Al-Kitab Al-Mubin, Ali bin Abdillah bin Mahmud As-Syafi’i
(w. 890 H)
4. Madzhab Hanbali
a. Ahkam Al-Quran, Abu Ya’la Muhammad bin Al-Husain bin
Muhammad bin Khalaf bin Farra’ Al-Hanbali (w. 458)
b. Ahkam Ar-Ray bin Ahkam Al-Ay, Syamsuddin Muhammad bin
Abdirrahman As-Sha’igh Al-Hanbali (w. 776 H)
c. Azhar Al-Fulah fi Ayah Qashr As-Shalah, Mar’i bin Yusuf bin Abi
Bakr Al-Maqdisi Al-Hanbali (w. 1033 H)
D. Pengaruh Perbedaan Mazhab Fiqhi dalam Penafsiran
Sebagaimana mafhum bahwa Al-Qur’an adalah kitabullah yang
mengandung hukum-hukum syariat yang diturunkan kepada Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wasalam. Di antara hukum-hukum syariat tersebut adalah
hukum-hukum yang berhubungan dengan ibadah dan muamalah, kedua ruang
lingkup hidup tersebut saat ini dikenal dengan istilah fiqh.

7
Pada masa Rasulullah masih hidup, setiap muncul permasalahan
keagamaan (fiqh) akan langsung disampaikan kepada beliau, selain itu juga
pemahaman para shahabat terhadap bahasa Arab menjadikan permasalahan
yang muncul tidak banyak.
Namun setelah beliau wafat permasalahan yang berkenaan dengan
hukum-hukum fiqh Islam bermunculan, walaupun ada ijma bahwa segala
sesuatu dikemablikan kepada Al-Quran dan Al-Hadits, namun beberapa
permasalahan sering kali tidak ditemukan pada keduanya. Dari sinilah muncul
tantangan baru bagaimana memahami fiqh Islam dengan pendekatan yang
lain, yaitu keahlian mujtahid untuk menggali hukum-hukum dari Al-Qur’an
sebagai kitab suci umat Islam dan kepada sunnah RasulNya. Pendekatan yang
dilakukan ini disebut dengan ijtihad, yaitu upaya untuk menggali hukum-
hukum dari Al-Qur’an dan Al-hadits dengan kekuatan akal dan hati.
Karena ijtihad menjadi jalan keluar maka bermunculanlah para ulama
yang berijtihad sesuai dengan ilmu yang dimilikinya. Sehingga
bermunculanlah berbagai pendapat yang berbeda. Perbedaan sendiri telah
terjadi sejak pada masa para sahabat Nabi. Situasi ini terus berkembang
hingga munculnya empat ulama madzhab yang menjadi patokan umum dalam
mengambil keputusan hukum oleh sebagian umat Islam. Mereka adalah Imam
Hanafi, Imam Syafi’i, imam Maliki. Sedangkan dalam kalangan Syi’ah
terdapat juga madzhab yang dikenal dengan Zaidiyyah dan Imamiyah. Dengan
berkembangnya pendapat-pendapat madzhab tersebut maka berkembang pula
corak penafsiran yang sesuai dengan madzhabnya masing-masing. Sehingga
muncul tafsir Al-Qur’an dengan corak fiqhi madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki
dan Hanbali. Pada kalangan syiah juga muncul penafsiran yang sesuai dengan
keyakinan mereka.7
E. Contoh Tafsir Fiqhi
Al-Jami’ lil Ahkamil Qur’an adalah karya Abdullah Muhammad bin
Ahmad bin Abu Bakar bin Farh Al-Anshari Al-Khazraji Al-Andalusi seorang
alim yang mumpuni dari kalangan Maliki. Di dalam tafsirnya ini, al-Qurtubi
tidak membatasi kajianya pada ayat-ayat hukum semata, tetapi menafsirkan al-

7
http://migodhog.blogspot.com/2012/04/corak-tafsir-fiqhi.html. (diunduh 11-12-2020)

8
Qur’an secara menyeluruh. Metode tafsir yang digunakan ialah
menyebutkan asbabun nuzul (sebab-sebab turunya ayat), mengemukakan
ragam qira’at dan i’rab, menjelaskan lafazh-lafazh yang gharib,
menghubungkan berbagai pendapat kepada sumbernya, menyediakan
paragraph khusus bagi kisah para mufassir dan berita-berita dari para ahli
sejarah, mengutip dari para ulama terdahulu yang dapat dipercaya, khususnya
penulis kitab hukum. Misalnya, ia mengutip dari ibnu Jarir Ath-Thabari, Ibnu
‘Athiyah, Ibnu Arabi, Alkiya Harrasi dan Abu Bakr Al-Jashash.
Al-Qurtubi sangat luas dalam mengkaji ayat-ayat hukum. Ia
mengetengahkan masalah-masalah khilafiyah, hujjah bagi setiap pendapat lalu
mengomentarinya. Dia tidak fanatik madzhab. Contohnya saat menafsirkan
firman Allah,
ُ َ‫أُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَةَ الصِّ يَ ِام ال َّرف‬
 ‫ث إِلَ ٰى نِ َسائِ ُك ْم‬
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa dengan istri-istri kamu” (Al-
Baqarah:187)
Dalam masalah kedua belas dari masalah yang terkandung dalam ayat
ini, sesudah mengemukakan perbedaan pendapat para ulama mengenai hukum
orang yang akan makan siang hari di bulan Ramadhan karena lupa dan
mengutip pendapat Imam Malik, yang mengatakan batal dan wajib
mengqadha. Ia mengatakan, “Menurut pendapat selain Imam Malik, tidaklah
dipandang batal setiap orang yang makan karena lupa akan puasanya, dan
jumhur pun berpendapt sama bahwa barang siapa makan atau minum karena
lupa, ia tidak wajib mengqadhanya. Dan puasanya tetap sempurna. Hal ini
berdasarkan pada hadits Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Jika seseorang
sedang berpuasa lalu makan atau minum karena lupa, maka yang demikian
adalah rezeki yang diberikan Allah kepadanya, dan ia tidak wajib
mengqadhanya,”.
Al-Qurtubi juga melakukan konfrontasi terhadap sejumlah golongan
lain. Misalnya, ia menyanggah kaum Mu’tazilah, Qadariyah, Syi’ah Rafidhah,
para filosof dan kaum sufi yang ekstrim. Tetapi dilakukan dengan bahasa yang
halus. Dan didorong oleh rasa keadilan, kadang-kadang ia pun membela
orang-orang yang di serang oleh Ibn al-‘Arabi dan mencelanya karena

9
ungkapan-ungkapannya yang kasar dan keras terhadap ulama. Kritikannya pun
bersih serta dilakukan dengan cara sopan dan terhormat.8

8
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir, (Semarang, Pustaka Rizki Putra,  2012)

10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tafsir fiqhi adalah pengkhususan dari kata Ahkam yang maknanya
masih umum. Didalam Al-Quran pembicaraan tentang ahkam itu meliputi tiga
hal; ahkam i’tiqadiyah, ahkam khuluqiyah, dan ahkam amaliyah (fiqhiyah).
Tafsir Fiqhi merupakan cara penafsiran atas ayat-ayat hukum yang
tergolong paling awal berkembang jika dibanding dengan tafsir-tafsir yang
lain. Tafsir Fiqhi Wahbah Az-Zuhaili dalam karyanya Tafsiral-Munir Fi Al-
Aqidah Wa Al-Syari’ah Al-Manhaj, merupakan hasil pengejajwantahan atas
beberapa karya tasir fiqhi sebelumnya. Meski demikian, karya tarsir fiqhi
karya Wahbah ini tergolong memiliki ke khasan dan corak tersendiri yang
tidak dimiliki oleh karya-karya tarfsir fiqhi lainnya. Tafsir ini merupakan
karya tafsir kontemporer, menggunakan bahasa yang mudah serta memuat
analisis yang relevan untuk menjawab persoalan yang muncul dan menjawab
kegelisahan pengarang tentang keadaan jaman di mana kecenderungan pada
gaya hidup hedonisme masyarakat, semakin menjauhkannya dari Al-Qur’an.

11
DAFTAR PUSTAKA

Baidan, Nasaruddin. Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, --cet- II, Jogjakarta:


Putaka Pelajar, 2000.
Shalih,Abd Qadir, At-Tafsir Wa Al-Mufassirun Al ‘Ashr Al-Hadis, Beirut : Dar
alFikr, 2003, cet. I
Al-Ak, Khalid Abd Rahman. Ushul At-Tafsir Wa Qawa’iduh, Dimasyq: dar
annafais, 1986, Cet II.
al-Jashshâsh, Abû Bakar Aẖmad bin Ali al-Râzi. Aẖkâm al-Qur`ân. Beirut: Dâr
al-Iẖyâ` al-Turats al-`Arabi, 1992.
Sirry, Mun`im A. Sejarah Fiqih Islam: Sebuah Pengantar. Surabaya: Risalah
Gusti, 1995.
Syafe`i, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqih. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Al-Qurtubi , Abu Abdillah, al-Jami’li Ahkam Al- Qur’an, Beirut : Dar Kutub al-
Araby, cet. V, 2003
Yusuf , Kadar M, Study Al- Qur’an , Jakarta : Penerbit Amzah, 2010

12

Anda mungkin juga menyukai