Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AL DAKHIL DAN ISRA’ILIYAT


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah “AL DAKHIL DAN ISRA’ILIYAT DALAM TAFSIR”
Dosen Pengampu: Ririn Cahyani, M.Pd

Disusun Oleh :
Indra Ari Irvan

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI ILMU AL-QUR’AN (STIQ) AN-NUR
TEBING SULUH KEC. LEMPUING KAB. OKI
SEMATERA SELATAN
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang 
telah memberikan rahmat, serta karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah sederhana ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Al Dakhil
Dan Isra’iliyat Dalam Tafsir”. yang berjudul “AL DAKHIL DAN ISRA’ILIYAT”
Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
sempurnanya makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta
dapat dijadikan acuan untuk membuat makalah lebih baik lagi kedepannya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh.

Tebing Suluh, 11 Desember 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A. Pengertian Al Dakhil dan Israiliyat............................................................ 2
B. Macam-Macam Al Dakhil dan Israiliyat.................................................... 6
C. Urgensi Al Dakhil dan Israiliyat................................................................. 11
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 12
A. Kesimpulan................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai kalam Ilahi yang diturunkan oleh Allah kepada
Nabi Muhammad Saw melalui perantara malaikat Jibril sekitar empat belas
abad yang lalu senantiasa terjaga akan keotentikan dan keasliannya hingga
akhir zaman kelak. Perhatian yang tercurah dari umat Islam seluruh dunia
terhadapnya menjadi suatu peristiwa yang sulit untuk diungkapkan dalam
kata-kata. Betapa sebuah al-Qur’an yang senantiasa dibaca dan dihafal
berulang-ulang lalu direnungi dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari
mampu menghadirkan sisi spiritual transendental dalam jiwa umat Islam.
Sebuah keterikatan yang menjadi penghubung antara manusia sebagai ciptaan
dan Allah sebagai penciptanya menjelma menjadi suatu hubungan yang
dinamis.
Al-Qur’an sebagai pelita kehidupan berusaha diinterpretasikan oleh
umat Islam sedemikian rupa sehingga setidaknya mampu mencapai akan
maksud yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi terdapat sebuah fenomena
yang menyedihkan terkait maraknya periwayatan-periwayatan dalam kitab-
kitab tafsir terutama Tafsir bil Ma`tsur yang menukil dari kisah-kisah bani
Israil. Periwayatan-periwayatan Israiliyyat dalam tafsir pada kenyataannya
menimbulkan dampak negatif pada pemahaman akan sebuah ayat.
Pemahaman yang justru akan menjauhkan si penafsir dari makna sebenarnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Al Dakhil dan Israiliyat?
2. Apa Macam-Macam Al Dakhil dan Israiliyat?
3. Apa Urgensi Al Dakhil dan Israiliyat ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Al Dakhil dan Israiliyat
2. Untuk Mengetahui Macam-Macam Al Dakhil dan Israiliyat
3. Untuk Mengetahui Urgensi Al Dakhil dan Israiliyat

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al Dakhil dan Israiliyat


1. Al Dakhil
Secara etimologi, menurut al-Raghib al-Asfahany
kata dakhiil berasal dari dakhl yang merupakan kata lain dari kerusakan,
permusuhan yang mendasar. Dalam buku Lisânu al-Arab disebutkan
antonim dari kalimat al-Ashîl. Penulis kitab Lisânu al-
Arab berkata: Ro’yun Ashîlun Lahû Ashlun (pendapat yang ashîl adalah
pendapat yang memiliki landasan). Fulânun Dakhîlun Fî Banî Fulân (si
fulan adalah orang asing di lingkungan [bani] fulan). Dari pengertian
diatas, secara etimologi kata ad dakhiil adalah segala sesuatu yang
berasal bukan dari asalnya. Baik itu berupa manusia, hewan, benda, dan
lain sebagainya.
 Sedangkan secara terminologi, ad dakhiil menurut ulama-ulama
tafsir berarti apa-apa yang di nukilkan dalam kitab tafsir yang mana
belum diterima nukilan tersebut atau diterima akan tetapi bertentangan
dengan akal atau tergolong pada pemikiran yang rusak. Dalam pengertian
lain, ada juga orang yang mengartikan ad dakhiil sebagai tafsir yang tidak
mempunyai dasar dalam agama. Dengan tujuan untuk merusak akan
kandungan dari al-Qur’an. Hal ini terjadi akibat kelengahan terhadapnya
yang terjadi setelah wafatnya Nabi Muhammad. Dari berbagai pendapat
yang ada tentang makna ad dakhiil, penulis menyimpulkan bahwa kata ad
dakhiil merupakan input yang masuk ke dalam penafsiran al-Qur’an yang
tidak memiliki dasar apapun secara agama, baik itu dari segi
pengambilan riwayat, pemikiran maupun metodologi penafsiran.
Dalam konteks dakhiil ini, Dr. Ahmed Syahaat Ahmed Moosa
secara eksplisit membagi dakhiil dalam dua kategori :
 Dakhiil bil Ma`tsur ;  yaitu apa-apa yang diriwayatkan dalam tafsir Al-
Qur’an oleh sahabat dengan mengambil dari ahli kitab yang dikenal
sebagai kisah Israiliyyat dan tidak ditemukan dalam agama kita apa-

2
apa yang membenarkannya. Seperti yang disebutkan oleh al Qurtuby :
dari as Siddy dan ibnu Juraij dan berkata :

“,‫السالم‬ ّ ‫أن‬
‫الذبيح إسحاق عليه‬ ّ ‫إنّه ال‬
ّ ‫صحيح عن ابن مسعود‬
‫ فقال‬,‫ يا ابن األشياخ الكرام‬:‫أن رجالً قال له‬
ّ ‫فقد روي عنه‬
‫ إبن‬,‫ ذلك يوسف بن يعقوب بن إسحاق ذبيح هللا‬: ‫عبد هللا‬
‫”إبراهيم خليل هللا صلى هللا عليه و سلّم‬
 “ Adalah shahih apa yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud
bahwasanya yang disembelih adalah Ishaq Alaihi Salam . Dan telah
diriwayatkan pula darinya bahwa seorang laki-laki berkata padanya
(Abdullah bin Mas’ud) : Wahai putra guru kami yang mulia, lalu
berkatalah Ibnu Mas’ud : itu adalah Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq yang
disembelih oleh Allah, putra dari Ibrahim Khalilullah”.
Setelah memperhatikan akan riwayat di atas, secara eksplisit di
sana kita bisa menilai bahwa semua yang tertera pada teks tersebut
mempunyai kemiripan kisah dengan apa yang dimiliki oleh ahli kitab
dalam kitabnya. Ironisnya, rupanya kisah ini justru dapat kita temukan
dalam kebanyakan kitab-kitab tafsir. Menjadi indikasi akan adanya
pengaburan makna dari makna yang sebenarnya.
 Dakhiil bil Ra’yi ; yaitu dakhiil yang muncul dalam kitab tafsir
disebabkan karena disandarkan pada pemikiran yang timbul tanpa
didukung metodologi penafsiran yang telah diakui kevalidannya oleh
para ulama baik klasik maupun kontemporer. Seperti yang dilakukan
oleh al-Zamakhsyari dalam menafsirkan surat al-Baqarah ayat 81 :

‫ار‬ َ ِ‫ت بِ ِه َخ ِطيئَتُهُ فَأُولَئ‬


ِ َّ‫ك أَصْ َحابُ الن‬ ْ َ‫ب َسيِّئَةً َوأَ َحاط‬َ ‫بَلَى َم ْن َك َس‬
َ ‫هُ ْم فِيهَا َخالِ ُد‬
‫ون‬
Dalam ayat ini Zamakhsyari berusaha menafsirkan
kalimat man kasaba sayyiatan sebagai pendosa besar yang akan kekal
dalam api neraka jikalau sebelum meninggalnya ia tidak melakukan

3
taubat. Dalam hal ini Zamakhsyari terinspirasi akan pemahamannya
tentang faham Muktazilah yang ia anut dan yakini.
Contoh lain seperti yang dilakukan oleh golongan yang
berlebih-lebihan dalam mencintai akan ahlul bait dalam menafsirkan
surat Al Baqarah ayat 158 :

‫ْت أَ ِو ا ْعتَ َم َر فَاَل‬


َ ‫صفَا’ َو ْال َمرْ َوةَ ِم ْن َش َعائِ ِر هَّللا ِ فَ َم ْن َح َّج ْالبَي‬
َّ ‫إِ َّن ال‬
َ ‫اح َعلَ ْي ِه أَ ْن يَطَّ َّو‬
‫ف بِ ِه َما َو َم ْن تَطَ َّو َع َخ ْيرًا فَإِ َّن هَّللا َ َشا ِك ٌر‬ َ َ‫ُجن‬
‫َعلِي ٌم‬
Dalam ayat ini mereka menafsirkan kata-kata al-Shofaa dan al-
Marwata  sebagai Rasulullah Saw dan Ali bin Abi Thalib.[5]Sebuah
penafsiran yang jauh dari makna asalnya.
2. Israiliyat
Kata Israiliyyat adalah bentuk jamak dari kata Israiliyah, yaitu
kisah atau cerita yang berasal dari bani Israil. Israil sendiri merupakan
julukan bagi Ya’qub Alaihi Salam. Sedangkan kata-kata bani Israil
merupakan penisbatan bagi keturunan Ya’qub yang berjumlah dua belas
orang. Jadi, definisi dari Israiliyyat sendiri adalah kisah-kisah atau cerita-
cerita dalam tafsir dan hadist yang bersumber dari ahli kitab baik itu
Yahudi maupun Nasrani. Pada perkembangannya, sekalipun Israiliyyat
dinisbatkan kepada ahli kitab dari Yahudi dan Nasrani, akan tetapi
sebagian ulama ada yang menambahkan definisinya menjadi kisah-kisah
yang dimasukkan oleh musuh-musuh Islam dalam kitab-kitab tafsir
dengan tujuan untuk merusak aqidah dari umat Muslim. Kisah itu seperti
kisah Garaniq, kisah Zainab binti Jahsyi dan masih banyak lainnya.
Perhatian para ulama akan keberadaan Israiliyyat yang tersebar
pada kitab-kitab tafsir merupakan sebuah indikasi akan kehati-hatian
terhadap sesuatu yang berasal dari ahli kitab. Pada surat Al Maidah ayat 41
Allah berfirman :

َ ‫ون فِي ْال ُك ْف ِر ِم َن الَّ ِذ‬


‫ين قَالُوا‬ َ ‫ار ُع‬
ِ ‫ين يُ َس‬ َ ‫يَا أَيُّهَا ال َّرسُو ُل اَل يَحْ ُز ْن‬
َ ‫ك الَّ ِذ‬
ِ ‫ون لِ ْل َك’ ِذ‬
‫ب‬ َ ‫آَ َمنَّا بِأ َ ْف َوا ِه ِه ْم َولَ ْم تُ ْؤ ِم ْن قُلُوبُهُ ْم َو ِم َن الَّ ِذ‬
َ ‫ين هَ’’ا ُدوا َس’ َّما ُع‬

4
‫اض’ ِع ِه‬ِ ‫’ون ْال َكلِ َم ِم ْن بَ ْع’ ِد َم َو‬
َ ’ُ‫وك ي َُحرِّ ف‬ َ ُ‫ين لَ ْم يَ’’أْت‬
َ ‫’و ٍم آَ َخ’ ِر‬
ْ ’َ‫ون لِق‬
َ ‫َس َّما ُع‬
ُ ‫’ر ِد هَّللا‬
ِ ’ُ‫’وهُ فَاحْ’ َذرُوا َو َم ْن ي‬ ْ ’َ‫ون إِ ْن أُوتِيتُ ْم هَ َذا فَ ُخ’ ُذوهُ َوإِ ْن لَ ْم تُ ْؤت‬
َ ُ‫يَقُول‬
‫’ر ِد هَّللا ُ أَ ْن يُطَهِّ َر‬ َ ’ِ‫ك لَ’هُ ِم َن هَّللا ِ َش’ ْيئًا أُولَئ‬
َ ‫’ك الَّ ِذ‬
ِ ’ُ‫ين لَ ْم ي‬ َ ’ِ‫فِ ْتنَتَ’هُ فَلَ ْن تَ ْمل‬
ٌ ‫قُلُوبَهُ ْم لَهُ ْم فِي ال ُّد ْنيَا ِخ ْز‬
‫ي َولَهُ ْم فِي اآْل َ ِخ َر ِة َع َذابٌ َع ِظي ٌم‬
“Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang
yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, Yaitu diantara orang-
orang yang mengatakan dengan mulut mereka:”Kami telah beriman”,
Padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang
Yahudi. (orang-orang Yahudi itu) Amat suka mendengar (berita-berita)
bohong  dan Amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang
belum pernah datang kepadamu ; mereka merobah  perkataan-perkataan
(Taurat) dari tempat-tempatnya. mereka mengatakan: “Jika diberikan ini
(yang sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu, Maka terimalah,
dan jika kamu diberi yang bukan ini Maka hati-hatilah”. Barangsiapa
yang Allah menghendaki kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak akan
mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu
adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka.
mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan
yang besar.”
Ayat diatas merupakan sebuah peringatan serius dari Allah akan
kebiasaan yang dimiliki oleh kaum Yahudi. Di sana terdapat penjelasan
cukup jelas bagaimana mereka senang untuk merubah-rubah akan apa
yang ada dalam kitabnya. Begitupula dengan kaum Nasrani, Allah
berfirman dalam surat al-Maidah ayat 14 :

‫ارى أَ َخ ْذنَا ِميثَاقَهُ ْم فَنَسُوا َحظًّا ِم َّما ُذ ِّكرُوا‬


َ ‫ص‬ َ ‫َو ِم َن الَّ ِذ‬
َ َ‫ين قَالُوا إِنَّا ن‬
َ ‫ضا َ’ء إِلَى يَ ْو ِم ْالقِيَا َم ِة َو َس ْو‬
‫ف يُنَبِّئُهُ ُم‬ َ ‫اوةَ َو ْالبَ ْغ‬
َ ‫بِ ِه فَأ َ ْغ َر ْينَا بَ ْينَهُ ُم ْال َع َد‬
َ ‫هَّللا ُ بِ َما َكانُوا يَصْ نَع‬
‫ُون‬
 “Dan diantara orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya Kami ini
orang-orang Nasrani”, ada yang telah Kami ambil Perjanjian mereka,

5
tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah
diberi peringatan dengannya; Maka Kami timbulkan di antara mereka
permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat. dan kelak Allah akan
memberitakan kepada mereka apa yang mereka kerjakan”.
Dalam ayat di atas Allah ingin mengenalkan akan kebiasaan dari
kaum Nasrani yang gemar untuk menyembunyikan akan suatu kejadian.
Atas dasar ini pulalah ulama-ulama baik hadist maupun tafsir melakukan
sebuah kajian dan penelitian yang serius tentang segala hal yang berbau
Israiliyyat. Penelitian yang bertujuan untuk memilah-milah mana yang
benar-benar termasuk dalam kisah Israiliyat dan mana yang tidak termasuk
kedalamnya. Sebuah penelitian yang rumit dan sulit mengingat Israiliyyat
sudah bercampur-baur dalam kitab-kitab tafsir ( terutama tafsir yang
menggunakan riwayat atau bil ma`tsur) seperti Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-
Qur’an karya Ibnu Jariir al-Thabary, Tafsir Al-Qur’an Al Azhim karya
Ibnu Katsir, Al-Kasysyaf  karya Imam al-Zamakhsyari, Ruuhul
Ma’anii  karya al-Alusii, Al-Jami’ al-Ahkam al-Qur’an karya  al-
Qurthubi, Al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Qur’an karya al-
Tsa’labi, Ma’alim al Tanzil karya al-Baghawi dan lain sebagainya.
Keberadaan Israiliyyat dalam kitab-kitab tafsir menurut hemat
penulis bukanlah suatu hal yang merupakan kebetulan belaka. Ada unsur-
unsur dan sebab-sebab tertentu sehingga Israiliyyat bisa ditemukan dalam
jumlah yang relatif banyak dalam kitab-kitab tafsir tersebut. Salah satunya
adanya kemiripan beberapa kisah yang tertera dalam al-Qur’an dan apa
yang dimiliki oleh ahli kitab sekalipun ada perbedaan kronologis kejadian,
waktu dan tokoh di dalamnya. Pada pembahasan selanjutnya penulis akan
berusaha menerangkan akan sebab-sebab munculnya kisah-kisah
Israiliyyat dalam tafsir dan hadist.
B. Macam-Macam Al Dakhil dan Israiliyat
Para ulama pada umumnya mengklasifikasikan Dakhil Israiliyyat
dalam 3 bagian;
1. Dakhil Israiliyyat yang sejalan dengan Islam

6
Dalam tafsir al-Thabari yang dinukil oleh Ibnu Katsir dari
alMutsanna, dari Utsman bin Umar dari Fulailah dari Hilal bin Ali dari
Atha bin Abi Rabbah tentang sifat-sifat Nabi Muhammad SAW. ...
Demi Allah sesungguhnya sifat Muhammad dalam Taurat sama seperti
yang diterangkan dalam al-Qur`an. Wahai Nabi, sesungguhnya kami
mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira, pemberi peringatan
dan pemelihara yang ummi, engkau adalah hamba-hamba-Ku, namamu
dikagumi, engkau tidak kasar dan tidak pula keras
Riwayat ini sesuai dengan firman Allah SWT:
         
       
      
       
 
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemahlembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertawakal kepada-Nya.
(Q.S. Ali Imran: 159)
Dan masih banyak firman Allah SWT yang berkenaan dengan hal
tersebut, sebagaimana yang terkandung dalam Q.S. 7:157 dan 188, Q.S.
9:128, 29:48, 41:6, 42:15, 48:29, 62:2.
2. Dakhil Israiliyyat yang tidak sejalan dengan Islam
Banyak sekali contoh-contoh Dakhil Israiliyyat yang tidak sejalan
dengan Islam diantaranya:
a. Sebagai contoh adalah Dakhil Israiliyyat yang terdapat dalam tafsir al-
Thabari yang berkaitan dengan kejadian alam.
       
     
    
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang
semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggamanNya pada hari

7
kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci
Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.(Q.S.
Az-Zumar: 67)
Untuk menafsirkan ayat diatas, al-Thabari mengutip riwayat
Israiliyyat yang mengatakan bahwa seorang Yahudi datang dan
menemui Nabi dan bertanya: wahai Muhammad! kami menemukan
(dalam kitab suci) bahwa langit dan makhluq lainnya diciptakan diatas
sebuah jari (setelah menciptakan itu semua) Ia lalu berkata, Kami
adalah Raja. Mendengar ucapan orang itu, (demikian riwayat itu
menjelaskan) Nabi tertawa karena ta‟jub sambil membenarkan
sehingga geraham giginya jelas terlihat. Nabi tertawa sehingga
gerahamnya kelihatan, sebagai pertanda bahwa sikap beliau
membenarkan ucapan seorang Yahudi itu, namun Imam al-Khatibi
menolak anggapan itu. Menurutnya sikap Nabi itu bukan pertanda
membenarkan tetapi beliau kaget dan ingkar terhadap ucapan Yahudi
yang menyerupakan Allah dengan sesuatu. Ucapan penyerupaan itu
merupakan rekayasa Yahudi yang biasa menyerupakan Allah dengan
makhlukNya.
b. Dakhil Israiliyyat tentang kisah Nabi Ayyub as.
Dari Qatadah, beliau meriwayatkan : Nabi Ayyub telah
kehilangan harta dan keluarganya, dijasadnya terdapat banyak
binatang, dia diuji selama 7 tahun lebih, beliau diasingkan di Sinagoge,
maka Allah mengganti dari seluruh ujian itu pahala yang besar dan
juga nikmat lebih baik dari sebelumnnya.
Dikuatkan oleh Ahmad dalam kitab Az-Zuhdi, dari
abdurrahman Az-Zubair ra. beliau berkata: Nabi Ayyub diuji dengan
hancurnya harta benda miliknya, binasa keturunannya, dan badannya
sendiri. Dan dilemparkan ke tempat sampah maka datanglah istrinya
mengeluarkan Nabi Ayyub as. Kemudian istrinya itu berusaha untuk
memberi makan Nabi Ayyub as. maka syetan berbuat hasud
kepadanya. Istrinya datang dan meminta kepada orang kaya tetapi
orang kaya itu justru mengusirnya dan berkata: usir perempuan ini,

8
sesungguhnya dia sedang mengobati suaminya. Maka orang-orang
mengusir dan mengotori makanannya.
Ibnu Jarir dan Ibnu Katsir banyak meriwayatkan tentang kisah
ini diantaranya ada yang mauquf sampai sahabat dan ada pula yang
marfu' ke Nabi SAW, begitu juga Al-Baghawi dan yang lainnya.
3. Dakhil Israiliyyat yang Mauquf
a. Kisah Nabi Adam as. dan pohon khuldi
      
       
   
Dan Kami berfirman: "Hai Adam diamilah oleh kamu dan istrimu
surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik
di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini,
yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang lalim. (Al-
Baqarah: 35)
Ayat tersebut diatas tidak menjelaskan pohon apa yang dilarang
untuk didekati Nabi Adam as. dan Istrinya Hawa. AlThabari mengutip
beberapa riwayat Israiliyyat yang mengatakan bahwa syajarah yang
dimaksud adalah pohon gandum. Riwayat lain mengatakan pohon
kurma. Ketidakjelasan pohon apa dan mana yang dimaksud itu
ternyata tidak dikritik oleh al-Thabari.
Sedangkan pendapat yang benar adalah, bahwa Allah SWT
melarang Nabi Adam as. dan Istrinya memakan bagian pohon yang ada
di syurga. Kita tidak tahu pohon mana yang dimaksud karena al-
Qur`an dan al-Sunnah tidak menjelaskan secara pasti. Hanya dikatakan
dalam beberapa riwayat bahwa pohon yang dimaksud adalah gandum,
atau padi, atau kurma, atau anggur. Boleh jadi yang benar adalah
diantara salah satunya. Namun tidak perlu membahas lebih dalam
sebab pengetahuan itu tidak bermanfaat apa-apa.
b. Kisah Nabi Nuh as. dan perahunya
Diantara ayat yang menceritakannya adalah:
       
        
   

9
Dan mulailah Nuh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin
kaumnya berjalan melewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah
Nuh: "Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun)
mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami). (Hud: 38)
Al-Thabari mengemukakan riwayat Israiliyyat dari Qasim, dari
Husain, dari Ibn Abbas bahwa Hawariyyun berkata kepada Nabi Isa
bin Maryam, “Utuslah kepad kami seorang laki-laki yang mengetahui
tentang perahu (Nabi Nuh as.) sehingga ia menceritakan kepada kami”,
Nabi Isa as. kemudian berangkat bersama mereka menuju sebuah
bukit. Di sana ia menciduk segenggam tanah yang berasal dari kaki
Ham bin Nuh. Dengan tongkatnya, ia kemudian memukul bukit
sehingga berdirilah Ham, dengan izin Allah, sambil meniup tanah,
terjadilah dialog antara Nabi Isa dan Ham, “Dalam keadaan beginilah
anda meninggal? Tidak, tetapi aku mati masih dalam keadaan muda.”
Ceritakanlah padaku tentang perahu Nabi Nuh as.? panjang kapal
tersebut 1200 hasta, lebarnya 600 hasta dan terdiri atas tiga tingkat.
Pertama untuk binatang ternak dan liar, tingkat kedua untuk manusia
dan ketiga untuk burung-burung. Ketika kotoran binatang semakin
banyak, Allah SWT memerintahkan Nabi Nuh untuk menarik ekor
gajah. Ketika ia menariknya, datanglah seekor babi jantan dan babi
betina, lalu membuang kotoran didepannya. “Bagaimana Nabi Nuh
mengetahui bahwa dataran telah tenggelam? Ia mengutus seekor
burung untuk menelitinya.
C. Urgensi Mempelajari Al Dakhil Wa Israiliyat
Dari beberapa pendapat di atas, sekiranya bisa kita simpulkan bahwa
periwayatan kisah-kisah Israiliyyat boleh kita ambil seandainya tidak
bertentangan dengan syari’at yang kita imani. Adapun yang bertentangan
maka sudah semestinya kita tolak akan keberadaannya. Pendapat-pendapat di
atas juga bisa menimbulkan sebuah kesimpulan akan pembagian kisah-kisah
Israiliyyat berdasarkan diterima atau ditolaknya menjadi tiga kategori:
1. Kisah-kisah Israiliyyat yang sesuai dengan syari’at yang kita miliki; maka
kisah tersebut kita akui kebenarannya.

10
2. Kisah-kisah Israiliyyat yang tidak sesuai dengan syari’at yang kita miliki ;
maka kisah tersebut kita tolak keberadaannya.
3. Kisah-kisah Israiliyyat yang absurd ; maka sikap kita terhadap kisah
tersebut adalah Hal tersebut ditakutkan apabila kita akui kebenarannya
maka fakta yang terjadi adalah sebuah kebohongan, begitu pula
sebaliknya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dakhil merupakan suatu fenomena tersendiri dalam dunia penafsiran.
Keberadaannya bersama kisah-kisah Israiliyyat seolah mengidentikkan
keduanya, meskipun pada dasarnya terdapat perbedaan mendasar di antara
keduanya. dakhiil yang lebih bersifat umum, dan Israiliyyat yang bersifat
khusus. Dengan kata lain seluruh Israiliyyat adalah dakhiil, akan tetapi tidak
semua dakhiil adalah Israiliyyat.

11
Dalam proses transmisi dakhîl al-isrâ’ilîyât dalam al-Jâmi‘ li Ah}kâm
al-Qur’ân, mayoritas al-Qurtubî tidak menyebutkan sanad secara lengkap.
Meskipun beberapa riwayat diperkuat dengan dalil-dalil sahîh, akan tetapi
mayoritas riwayat mengenai cerita-cerita tersebut diambil dari riwayat yang
mawqûf maupun riwayat-riwayat yang munkar.
Ada tiga kriteria riwayat yang dapat dikategorikan sebagai dakhîl
isrâ’ilîyât dalam tafsir al-Qurtubî berkenaan dengan kisah Nabi Yusuf.
Pertama, riwayat yang sejalan dengan ajaran Islam. Kedua, riwayat yang
bertentangan dengan ajaran Islam. Ketiga, riwayat yang tidak bisa dibenarkan
atau disalahkan, tawaqquf.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Dzahabi, Muhammad Husain, Al-Israiliyyat fi al-Tafsir wa al-Hadits, Cairo:


Maktabah Wahbah, 1990 M/1411 H
Muhammad Athiyyah Aram, Muhammad Sa‟id, As-Sabil ila Ma'rifat alAshil wa
al-Dakhil fi al-Tafsir, Zaqaziq: Misr, 1998 M/1419 H, Jilid I.
Abu Syuhbah, Muhammad bin Muhammad, Al-Israiliyyat wa alMaudu'at fi Kutub
al-Tafsir, Cairo: Maktabah al-Sunnah, 407 H.
Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur`an, Bandung: Mizan, 1995.

12
Goldziher, Ignaz, Madzahib al-Tafsir al-Islami, Cairo: Al-Sunnah
alMuhammadiyyah, 1995.
Ahmed Moosa, Dr. Ahmed Syahaat , Ad dakhiil fii At Tafsiir, Kairo, tanpa
penerbit, tanpa tahun
Al Qaththan, Manna’ , Mabahis fii Ulum Al-Qur’an, Kairo; Maktabah Wahbah,
2007

13

Anda mungkin juga menyukai