Anda di halaman 1dari 13

Makalah

FITRAH MANUSIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN AKHLAQ

Disusun Oleh :
Reynaldi Aulia Rahim
( 222021002 )
Program Studi
Ilmu Al Qur’an dan Tafsir

Dosen Pengampu : Triyansyah Fisa, M. TH

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
TEUNGKU DIRUNDENG MEULABOH
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

‫ْــــــــــــــــــم هللاِ الرَّحْ َم ِن ال َّر ِحي ِْم‬


ِ ‫بِس‬
Alhamdulillah segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
berkat dan karunia dan Rahmat-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.

Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhmmad SAW yang telah
menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran didunia dan di akhirat kepada umat manusia. Saya
berharap makalah ini sangat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita
mengenai “Fitrah Manusia dan Hubungannya Dengan Akhlaq”. Saya juga menyadari
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang di harapkan. Untuk itu, saya berharap
adanya kritik, saran atau usulan demi memperbaiki dimasa yang akan datang. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua.

Makalah ini saya susun dengan segala kemampuan dan semaksimal mungkin. Namun,
saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan. Oleh karena itu, dengan lapang dada saya membuka selebar-
lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
makalah ini.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
PENDAHULUAN...............................................................................................................1
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fitrah........................................................................................................2
B. Fitrah Manusia...........................................................................................................4
a. Fitrah Beragama.....................................................................................................5
b. Fitrah Suci..............................................................................................................5
c. Fitrah Intelektual....................................................................................................5
C. Hubungannya Dengan Akhlaq...................................................................................6
PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................10

ii
PENDAHULUAN

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam struktur yang paling baik di antara makhluk
Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah, atau unsur fisiologis
dan unsur psikologis.
Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan
dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut potensialitas atau
disposisi.
Dalam pandangan Islam kemampuan dasar/pembawaan itu disebut dengan “FITRAH”
yang dalam pengertian etimologis mengandung arti “ kejadian “, oleh karena itu fitrah berasal
dari kata fatoro yang berarti “menjadikan”
Jika kita tinjau perkembangan hidup manusia dan perkembangan caranya berfikir, maka
nyatalah sudah bahwa pokok asli pendapat ialah tentang adanya Yang Maha Kuasa dan Ghaib.
Inilah perasaan yang semurni-murninya dalam jiwa manusia. Kalau terjadi manusia itu
membantah adanya Yang Ada, bukanlah itu permulaan. Pendeknya kalau dia membantah, dia
adalah membantah jiwa murninya sendiri, lidahnya tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya
terasa di hatinya. Sebab itu maka perasaan akan adanya Yang Maha Kuasa adalah fitrah manusia.

iii
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fitrah
Menurut pandangan Islam setiap manusia yang lahir di muka bumi ini dalam keadaan
fitrah yakni asal kejadian yang suci dan murni. Manusia terlahir dalam keadaan bersih tanpa
mempunyai dosa, walaupun orangtua yang melahirkannya mungkin telah berbuat dosa. Dalam
Islam tidak dikenal adanya dosa warisan, sehingga orangtua yang telah berdosa kemudian
membagikan dosanya kepada anak keturunannya sebagai ahli waris. Atau seseorang merasa telah
mendapatkan warisan dosa yang banyak dari orangtuanya sehingga menjadikan dirinya berputus
asa dari rahmat Allah. Secara bahasa, Fitrah berasal dari akar kata f-t-r (fa-tho-ro) dalam bahasa
Arab (‫)فطرة‬ yang berarti “membuka” atau “menguak”, juga berarti perangai, tabiat, kejadian,
asli, agama, ciptaan. Fitrah juga mempunyai makna “asal kejadian”, “keadaan yang suci”, dan
“kembali ke asal”. Maka, Idul Fitri sering dimaknai sebagai "kembali ke keadaan suci tanpa
dosa". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata fitrah diartikan dengan sifat asli,
bakat, pembawaan perasaan keagamaan. Fitrah manusia secara religius adalah beriman Islam.
Tegasnya, fitrah atau keadaan jiwa (ruh) asli umat manusia adalah mengakui ketuhanan Allah
Swt (QS. Al-A'raf:172) :

172. Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam
keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman),
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami
bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan,
“Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.”

iv
Menurut pakar ilmu tafsir Alquran itu, ayat tersebut menjelaskan, setiap anak cucu Nabi
Adam AS telah memberikan kesaksian sebelum mereka dilahirkan ke dunia. Kesaksian itu pada
intinya menegaskan, Allah SWT adalah Rabb, Malik, dan Ilah-nya. Tidak ada satu zat pun yang
berhak disembah selain Allah saja. Pendapat itu, ungkap Yunahar Ilyas, termaktub dalam
kitab Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir II. Berangkat dari penjelasan Ibnu Katsir itu, dapatlah
dipahami setiap manusia memiliki fitrah bertauhid. Allah SWT memerintahkan kepada umat
manusia untuk tetap berada dalam fitrah tersebut. Meyakini syariat Islam, dan siap serta mampu
mengamalkannya. Hanya hawa nafsu dan ketidaktahuan (jahil) yang membuat seseorang tidak
beriman Islam atau merasa berat mengamalkan syariat Islam. Dalam pandangan para mufasir,
kata fitrah dalam al-Qur'an terdapat pada 19 ayat. Namun dari sekian banyak ayat al-Qur'an,
hanya surat al-Rûm ayat 30 lah yang secara sarih menyebutkan kata fitrah. Dalam ayat tersebut
Allah SWT berfirman:

30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah
disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada
ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui,
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan dalam ciptaan
Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
Menurut Imam Bukhari, fitrah manusia itu tidak lain adalah Islam, sebagaimana sabda
Rasulullah Saw, "Tidak ada seorang pun yang dilahirkan, kecuali ia terlahir dalam keadaan
fitrah. Maka orangtuanyalah yang membuatnya jadi seorang Yahudi, Nashrani, atau
Majusi" (HR. Bukhari). Manusia dengan tabiat penciptaannya yang merupakan pencampuran
antara tanah dari bumi dan peniupan ruh, maka manusia dibekali potensi-potensi yang sama
untuk berbuat baik dan buruk. Seseorang mampu membedakan antara yang baik dan yang buruk,
sebagaimana ia juga mampu mengarahkan jiwanya kepada kebaikan atau keburukan.
v
Kemampuan ini dalam Al Qur’an diungkapkan dengan kata ilham, sebagaimana firman Allah
dalam Q.S. Asy-Syam: 7-8: “Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilham kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya”. Sedangkan pada Q.S. Al
Balad: 10, kemampuan ini diungkapkan dengan petunjuk. Maka ilham atau petunjukkan itu
sudah tersimpan di dalam diri manusia dalam bentuk potensi-potensi. Menurut Ath-Thabari,
beliau mengatakan bahwa fitrah adalah murni atau ikhlas, sebab manusia sejak lahir telah
membawa berbagai sifat, salah satunya adalah kemurnian atau keikhlasan dalam menjalankan
aktivitas (Thabari, 1995: 260). Ibnu Taimiyah sebagaimana dikutip oleh Muhaimin dan Abul
Mujib membagi fitrah menjadi 2 bagian: 1.) Fitrah al-Munazzalah, yaitu fitrah luar yang masuk
pada diri manusia. Fitrah ini berupa petunjuk al-Qur’an dan al-Sunah yang digunakan sebagai
kendali dan pembimbing bagi fitrah. 2) Fitrah al-Garizah, yaitu fitrah inheren dalam diri manusia
yang member daya akal yang berguna untuk mengembangkan potensi dasar manusia. (Mujib,
1993: 21) Manusia adalah makhluk yang istimewa dan unik karena memiliki potensi untuk
berbuat baik dan buruk. Selain itu Allah swt juga telah memberi kemampuan akal yang berada
dalam hati manusia untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk. Oleh karenanya baik
atau buruknya amal seseorang tergantung pada hatinya, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh
jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati ” (HR.
Bukhori-Muslim). Dari hadits tersebut menunjukkan bahwa akal atau kemampuan memahami
bersumber pada hati bukan otak (kepala). Hal ini juga selaras dengan penjelasan dari Al Qur’an,
bahwa Allah swt  berfirman, “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46).

B. Fitrah Manusia
Menurut keterangan pengertian Fitrah diatas, dapat dikatakan bahwa fitrah yang
dimaksud oleh Al Quran dan Hadits adalah asal mula kejadian manusia itu sendiri, meskipun
masih banyak yang berpendapat apa yang sebenarnya yang dimaksud Fitrah, Bila dilihat pada
beberapa ayat al-Qur’an, Hadits maupun keterangan para ulama maupun para Mufassir hampir
semuanya memperkuatkan adanya fitrah sejak manusia masih berada didalam rahim (alam
arwah), hanya saja eksistensi fitrah ini akan lain ketika lahir dan berkembang hingga dewasa.
Sehingga bisa dikatakan manusia itu telah lupa, melenceng atau hilang dari fitrahnya.
vi
Fitrah juga diartikan sebagai Sunnah Nabi Muhammad Saw, dan juga yang
mengartikannya dengan sunah-sunah para Nabi, (Redaksi, 2001: 21). Manusia memiliki
beberapa jenis fitrah (kekuatan terpendam) yaitu ;

a. Fitrah Beragama
Fitrah beragama. Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah homo religious
(makhluk beragama) yang sejak lahirnya membawa suatu kecenderungan beragama.
Dalam hal ini, pada QS. alRum ayat 30 Allah SWT berfirman yang artinya: "Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". Fitrah
dalam ayat di atas, mengandung interpretasi bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT
mempunyai naluri beragama, yakni agama tauhid. Dalam hal ini, al-Qur’an maupun
hadits secara eksplisit membicarakan tentang konsep dasar keberagamaan yang
dimaksud.
b. Fitrah Suci
Fitrah suci. Allah SWT berfirman dalam surat al-Muthaffifin ayat 14 :

bahwa hakikatnya manusia itu hati yang suci. Sekali-kali tidak (demikian),
sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. Artinya sekali-
kali bukan seperti apa yang mereka sangka bahwa al-Qur’an adalah kumpulan dongeng
orang-orang terdahulu. Tetapi, sebenarnya hati mereka telah tertutup dengan dosa-dosa
yang mereka perbuat. Juga diartikan: “Sungguh benar“ (bahwa hati mereka telah tertutup
dengan dosa-dosa yang mereka perbuat).
c. Fitrah Intelektual
Fitrah Intelektual (Aqliyah). Potensi Aqliyah terdiri dari panca indera dan akal
pikiran (pendengaran, penglihatan dan hati). Dengan potensi ini, manusia dapat
membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah tentang ‘kekuasaan’ Allah SWT. Serta
dengan potensi ini ia dapat mempelajari dan memahami dengan benar seluruh hal yang

vii
dapat bermanfaat baginya dan hal yang mudharat baginya. Potensi Aqliyah juga
merupakan potensi yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia agar manusia dapat
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, bersih dan kotor, bermanfaat dan
bermadharat, baik dan buruk.

C. Hubungannya Dengan Akhlaq


Di dalam Islam ada yang disebutkan dengan Syari’at, Syari’at menurut Manna’ Khalil Al
Khaththan adalah apa apa yang telah ditetapkan oleh Allah SWT bagi hambanya, baik berupa
Aqidah, Ibadah, Akhlaq, Muamalah maupun tatanan kehidupan lainnya, dengan segala macam
cabang yang bermacam macam guna merealisasikan kebahagiaan baik di dunia maupun di
akhirat. (At Taysri’ Wa Al Fiqh Fi Al Islam, Hal 10 ), Dari definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa makna syariat mengandung dua arti: Pertama, seluruh ajaran agama yang mencakup
akidah, ibadah, akhlak, hukum dan muamalah. Dengan kata lain, syariat mencakup ushul dan
furu, akidah dan amal, serta teori dan aplikasi. Ia mencakup seluruh sisi keimanan (aqidah),
sebagaimana ia mencakup sisi lain seperti ibadah, muamalah, dan akhlak yang dibawa oleh Islam
serta dirangkum dalam Al-Quran dan As-Sunnah untuk kemudian dijelaskan oleh ulama fikih,
akidah dan akhlak. Kedua, sisi hukum amaliah di dalam agama, seperti ibadah dan muamalah
yang mencakup hubungan dengan Allah dan mencakup juga urusan keluarga, masyarakat,
ummat, negara, hukum dan hubungan luar negeri. Semuanya tercakup dalam agama Islam yang
merupakan agama Fitrah bagi seluruh ummat manusia, begitu pula dengan akhlaq yang
merupakan sesuatu yang sangat ditekankan di dalam agama Islam. Sesuai dengan fitrahnya
bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan berbuat buruk, Secara fitrahnya,
manusia memerlukan kepada suatu aturan (tasyri) yang berguna untuk mengatur hubungan
sesama mereka, menjelaskan hak dan kewajiban mereka, dan mengatur hak dan kewajibannya
tersebut. Bila tidak, maka akan terjadi suatu kericuhan dalam masyarakat, yang kuat pasti akan
bertindak sewenang-wenang untuk memenuhi ambisinya, sedangkan yang lemah akan merasa
terzalimi dengan kehilangan haknya. Terlebih lagi jiwa manusia dihiasi dengan kecintaan kepada
materi yang tunduk kepada hawa nafsu. Dalam konteks ini, syariat Islam sangat dibutuhkan oleh
fitrah manusia.

viii
Pada dasarnya fitrah manusia itu cenderung bersyariat Islam, sebagaimana firman Allah,
Maka hadapkanlah wajahmu lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia
telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah)
agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Ar-Ruum: 30), Dari ayat
tersebut dapat dipahami bahwa Allah menciptakan hati manusia dengan kecenderungan alami,
yakni seruan iman. Kecenderungan inilah yang disebut dengan fitrah. Konsekuensi dari iman
adalah mengerjakan segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah atau dengan kata lain
mengamalkan syariat Allah. Fitrah ini Allah ciptakan pada diri manusia sejak dalam kandungan
ibunya, lalu ia dilahirkan ke dunia dalam keadaan fitrah, Nabi saw bersabda, Setiap anak bayi itu
dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka kedua orang tuanyalah yang memajusikannya atau
menasranikannya. (HR. Bukhari & Muslim).
Sejarah kemanusiaan telah mencatat bahwa hukum Allah Swt telah berhasil
mengantarkan manusia menemukan fitrah kemanusiaan dan kehambaannya. Misalnya, kecintaan
manusia kepada lawan jenisnya adalah fitrah. Kebutuhan biologis tersebut diciptakan untuk
mempertahankan eksistensinya di bumi. Islam tidak mengekang syahwat ini. Sebaliknya, Islam
mengatur bagaimana fitrah ini dijalankan dengan cara yang benar (baca: menikah). Islam
melarang manusia menyalurkan nafsu biologis dengan cara yang diharamkan dan melanggar
fitrah seperti zina, lesbian dan homo seksual.Allah berfirman:Dan janganlah kamu mendekati
perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.
(Al-Isra: 32). Menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadi, Allah Swt telah
mengategorikan zina sebagai perbuatan keji dan kotor. Artinya, zina dianggap keji menurut
syara, akal dan fitrah karena merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak istri, hak
keluarganya atau suaminya, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan
merusak tatanan lainnya. (Tafsir Kalaam al-Mannaan, 629.). Jelaslah, Islam mengharamkan
zina, lesbian dan homo seksual, karena itu melanggar fitrah manusia. Selain itu juga melanggar
hak masyarakat yaitu hidup mulia. Untuk menghindari hal ini, hukuman berat diberlakukan di
dunia terhadap pelaku zina (cambuk seratus kali bagi yang belum kawin dan rajam bagi yang
sudah kawin). Selain itu, azab Allah akan menimpa masyarakat bila mereka tidak pro aktif dalam
mencegah zina. Rasulullah saw bersabda: Jika zina dan riba telah merebak di suatu kaum, maka
sungguh mereka telah membiarkan diri mereka ditimpa azab Allah. (HR. Al-Hakim). Contoh
lain mengenai fitrah yaitu kecenderungan manusia mencintai harta. Untuk itu, syariat Islam
ix
memerintahkan ummatnya agar bekerja dan mencari rezki secara halal dan mengharamkan cara
yang batil. Allah berfirman, Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang
batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar
kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu
mengetahui. (Al-Baqarah: 188) Untuk melindungi fitrah ini, maka Islam memerintahkan
ummatnya untuk berzakat, bershadaqah dan berinfaq. Selain itu, pelanggaran terhadap harta
orang lain (pencurian) diberikan sanksi yang tegas yaitu potong tangan. Allah berfirman, Adapun
orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan
atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. (Al-Maidah: 38)
Kedua contoh diatas termasuk fitrah yang disebut dalam firman Allah, Dijadikan terasa
indah dalam pandangan manusia kecintaan terhadap apa yang diinginkan berupa wanita-wanita,
anak-anak, harta benda yang berlimpah dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan
ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang
baik. (Ali Imran: 14) Selain itu, banyak ayat-ayat dan hadits-hadits yang menyatakan bahwa
secara fitrahnya manusia dilahirkan untuk bersyariat Islam. Sudah sewajarnyalah bila dikatakan
agama Islam merupakan agama fitrah (baca: sesuai dengan fitrah). Maka, sangatlah keliru bila
ada yang menuduh syariat Islam tidak sesuai dengan fitrah manusia seperti yang ditulis saudara
Masrianto dalam tulisan opininya di harian Serambi Indonesia yang berjudul Syariat vs Tuhan
(Serambi Indonesia, 29/05/2009). Dalam bukunya Bayyinat Al-Hal Al-Islami Wa Syubhat Al-
Ilmaaniyyin Wa Al-Mutagharribin, Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi menegaskan bahwa Islam itu
adalah akidah yang sesuai dengan fitrah, ibadah yang memberi nutrisi kepada ruh, akhlak yang
dengannya jiwa menjadi mulia, adab yang dengannya hidup menjadi indah, amal yang
bermanfaat bagi manusia, dakwah untuk memberi petunjuk bagi semesta alam, jihad dalam
kebenaran dan kebaikan dan saling menasehati dalam kesabaran dan kasih sayang.

x
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Syariat Islam sangat dibutuhkan dan
relevan dengan fitrah manusia. Oleh sebab itu, agama Islam disebut agama fitrah. Syariat Islam
diturunkan oleh Allah Swt sebagai rahmatan lillalamin yang bertujuan untuk mendatangkan
kemaslahatan bagi kehidupan manusia. Islam sangat menjunjung HAM dan melindunginya,
selama tidak melanggar hak Allah (hak publik). Oleh karena itu, sangatlah tidak relevan dan
bahkan keliru bila ada yang menuduh bahwa syariat Islam tidak sesuai dengan fitrah manusia
dan melanggar HAM serta tidak sesuai untuk zaman modern ini.

xi
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Abdul Fadlil, M.T, 16 Agustus 2013, Puasa Mengembalikan Fitrah Manusia,
uad.ac.id, Puasa Mengembalikan Fitrah Manusia - Moral and Intellectual
Integriti (uad.ac.id)
https://id.wikipedia.org/wiki/Fitrah
zavin, 28 Juli 2014, Fitrah Manusia, www.risalahislam.com, Pengertian Fitrah | Risalah
Islam
https://www.google.com/search?q=ar+rum+ayat+30&sxsrf=APq-
Berita Hari Ini, 28 Januari 2021, Pengertian Fitrah dari Sudut Pandang Islam,
kumparan.com, Pengertian Fitrah dari Sudut Pandang Islam |
kumparan.com
Hasanul Rizqa, 18 Februari 2019, Bagaimana Fitrah Manusia Menurut Alquran? (1),
www.republika.co.id, Bagaimana Fitrah Manusia Menurut Alquran? (1) |
Republika Online

xii

Anda mungkin juga menyukai