Disusun Oleh :
1. Indra Ari Irvan
2. Nurul Idayanti
Semester : VI ( Enam )
Penyusun
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A. Pengertian Hadist Mukhtalif....................................................................... 2
B. Penyebab Hadist Mukhtalif........................................................................ 3
C. Metode Menyelesaikan Hadist-Hadist Mukhtalif....................................... 4
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12
ii
BAB II
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Harus diakui bahwa situasi dan kondisi masa dul yang berbeda, kadang
menyebabkan sebagian hadits-hadits Nabi SAW terasa tidak komunikatif dengan
kehidupan sosial dengan kehidupan sosial sekarang yang telah berubah dan
berkembang. Maka dalam memahami hadis diperlukan kehati-hayian, tidak boleh
gegabah atau terburu-buru menolak suatu hadis yang shahih secara sanad, hanya
karena kita melihat bahwa hadis tersebut musykil (janggal atau sulit dipahami).
Demikian halnya dengan hadis-hadis yang tampak bertentangan. Boleh jadi kesan
adanya pertentangan dalam redaksi hadis-hadis, disebabkan karena kita hanya
memahami secara harfiyyah (tekstual), belum mempertimbangkan secara
mendalam , bagaimana kualotas sanad dari masing-masing hadis, bagaimana
struktur kalimat, situasi dan konteks hadis tersebut disampaikan dan sebagainya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian hadis mukhtalif ?
2. Apa penyebab hadis mukhtalif ?
3. Apa metode yang digunakan dalam menyelesaikan hadis-hadis mukhtalif ?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui deskripsi hadis mukhtalif.
2. Untuk mengetahui penyebab hadis mukhtalif.
3. Untuk mengetahui metode menyelesaikan hadis-hadis mukhtalif.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Muhammad ‘Ajjaj al-Khattib, Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa Musthalahu (Beirut: Dar al-Fikr,
1989), hlm. 283.
2
Yusuf al-Qardhawi, al-Marji’ayyah al-‘Ulya fil Islam lil Qur’an wa al-Sunnah (Mesir: Maktabah
2001), hlm. 200
2
Para ulama sebenarnya telah memberikan perhatian mengenai hadis-
hadis mukhtalif, terbukti dengan munculnya berbagai kitab berkaitan dengan
ilmu Mukhtalif al-Hadis antara lain :
1. Ikhtilaf al-Hadits karya Imam Muhammad ibn idris al-Syafi’i (150-204 H).
Karya ini memang tidak mencakup semua hadis-hadis mukhtalif tetapi
hanya menjelaskan sebagian hadis-hadis mukhtalif dan cara
menyelesaikannya.
2. Takwil Mukhtalif al-Hadits karya Abdullah Ibnu Muslim Ibnu Qutaibah al-
Dainuri (213-276 H). Kitab ini disamping memuat hadis-hadis mukhtalif
dan cara menyelelesaikannya, juga memuat bantahan terhadap para
penentang hadis yang disebabkan oleh bias-bias ideologi madzhab.
3. Musykil al-Atsar karya Imam Abu Ja’far Ahmad ibn Muhammad al-
Thahawi (239-321 H).
4. Musykil al-Hadits wa Bayanuh, karya Abu Bakar Muhammad Ibn Hasan
al-Anshari (w. 406).
Ilmu Mukhtalif al-Hadits ini jika dilihat dari perspektif filsafat ilmu,
memiliki objek formal yaitu khusus meneliti hafis-hadis yang tampak
bertentangan (al-hadits al-mukhtalifah) dengan tujuan meencari solusi agar
hadis tersebut bisa dipahami secara tepat, sesuai dengan konteksnya masing-
masing, sehingga kesan kontradiksi bisa dihilangkan.
3
2. Faktor eksternal (al-‘amil al-khariji) yakni faktor yang disebabkan oleh
konteks dimana Nabi SAW. menyampaikan hadis dan kepada siapa beliau
berbicara. Biasanya hadis-hadis yang tampak bertentangan seperti ini
masih bisa dikompromikan dan diletakkan sesuai dengan konteks masing-
masing, sehingga kedua-duanya bisa diamalkan. Termasuk waktu dan
tempat (geografis) dimana Nabi Saw menyampaikan hadis.
3. Faktor metodologi (al-bu’du al-munhaji), yakni berkaitan dengan proses
dan cara seseorang memahami hadis tersebut. Ada sebagian hadis
dianggap bertentangan dengan dengan hadis lain, atau dengan akal (ilmu
pengetahuan), karena hadis tersebut dipahami secara tekstualis. Padahal
jika hadis tersebut dipahami dengan kontekstual, misalnya dengan metode
ta’wil , kesan tersebut akan hilang .
4. Faktor ideologi (al-bu’du al-madzhabi), yakni berkaitan dengan ideologi
atau madzhab seseorang ketika memahami suatu hadis. Suatu hadis dinilai
bertentangan dengan hadis atau ayat tertentu menjadi dasar ideologi
madzhab atau alirannya. Solusi terhadap hadis-hadis yang tampak
bertentangan disebabkan oleh faktor ideologi adalah bagaimana
‘mengurung diri’ dari prejudice-prejudice ideologi, kemudian
mengumpulkan hadis-hadis tersebut secara tematik, kemudian dianalisis
secara kritis, sehingga akan menghasilkan kesimpulan secara relatif lebih
objektif dan intersubjektif.
4
dari dua hadis yang tampak bertentangan). Dalam salah satu kaedah fiqh
dikatakan bahwa i’mal al-qawl khairun min ihmalihi (mengamalkan
suatu ucapan itu lebih baik daripada membiarkannya untuk tidak
diamalkan). Metode al-jam’u wa al-taufiq ini tidak berlaku bagi hadis-
hadis dla’if (lemah) yang bertentangan dengan hadis-hadis yang shahih.
5
adalah mengulanginya tiga kali (dalam hal membasuh wajah dan kedua
tangan, serta mengusap kepala).
2. Metode Tarjih
Metode ini dilakukan setelah upaya kompromi tidak
memungkinkan lagi. Maka seorang peneliti perlu memilih dan
mengumpulkan mana diantara hadis-hadis yang tampak bertentangan
yang kualitasnya lebih baik.. sehingga hadis yang lebih beerkualitas
itulah yang dijadikan dalil.
6
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al-Nasa’i, dan nilai sebagai hadis
hasan secara sanad oleh Imam Ibnu Katsir.3
3. Metode Nasikh-Mansukh
Jika hadis tersebut tidak mungkin ditarjih, maka para ulama
menempuh metode nasikh-mansukh (pembatalan). Maka akan dicari
hadis yang lebih datang dulu dan mana hadis yang datang belakangan.
Otomatis yang datang lebih awal di naskh dengan yang datang
belakangan.
7
dengan dalil syar’i yang datang belakangan.4 Dengan definisi tersebut
bahwa hadis-hadis yang sifatnya hanya sebagai penjelasan (bayan) dari
hadis yang bersifat global atau hadis-hadis yang memberikan ketentuan
khusus (takhsis) dari hal-hal yang sifatnya umum, tidak dapat dikatakan
sebagai hadis nasikh (yang menghapus).
Salah satu contoh dua hadis yang saling bertentangan dan bisa
diselesaikan dengan metode naskh-mansukh adalah hadis tentang nikah
mut’ah. Nikah mut’ah (kawin kontrak), dulunya diizinkan Nabi Saw pada
waktu perang khibar, namun kemudian di naskh (dihapus), sehingga
nikah mut’ah tidak boleh lagi dipraktikkan sekarang ini, sampai hari
kiamat. Meski demikian, dalam madzhab Syi’ah masih membolehkan
model nikah mut’ah.
4. Metode Tawaqquf
Jika metode nasikh-mansukh ini pun tidak mungkin, maka dipilih
metode tawaqquf ditemukan adanya keterangan, hadis manakah yang
bisa diamalkan. Namun sikap tawaqquf, sebenarnya tidak menyelesaikan
masalah, melainkan membiarkan ataun mendiamkan masalah tersebut
tanpa solusi. Padahal sangat mungkin hadis-hadis yang bermasalah
terkesan kontradiksi bisa diselesaikan melalui ta’wil. Oleh sebab itu, teori
tawaqquf harus dipahami sebagai sementara waktu, sehingga ketika
ditemukan ta’wil yang rasional mengenai suatu hadis, dengan
4
Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushulul Hadits: Ulumuhu wa Musthalahuh (Beirut: Dar al-
Fikr,1989), hlm. 287
8
ditemukannya suatu teori dari penelitian ilmu pengetahuan atau sains,
maka tawaqquf itu tidak berlaku.
Sebagai contoh adalah hadis tentang lalat, dimana Nabi Saw
memerintahkan supaya apabila ada lalat hinggap di minuman, supaya
menenggelamkan sekalian, sebab di sayap kiri terdapat racun, sedangkan
di sayap kanan terdapat penawarnya. Hadis ini dipersoalkan validitasnya
oleh sebagaian orang karena dianggap bertentangan dengan nalar dan
teori kesehatan. Namun ternyata sekarang ditemukan penelitian baru
yang justru menguatkan kebenaran hadis tersebut baik dari sisi sanad
maupun matan.
5. Metode Ta’wil ( Hermeneutik )
Metode ini bisa menjadi salah satu alternatif baru dalam
menyelesaikan hadis-hadis yang tampak bertentangan. Sebagai contoh
hadis tentang lalat. Hadis tersebut dinilai kontradiktif dengan akal dan
teori kesehatan. Sebab lalat merupakan serangga yang sangat berbahaya
dan bisa menyebarkan penyakit. Lalu bagaiman mungkin Nabi Saw
menyuruh supaya menenggelamkan lalat yang hinggap di minuman?
Demikian kurang lebih keraguan dan penolakan taufiq Shidqi terhadap
kebenaran hadis tentang lalat sebagaimana dikutip G.H A Juynboll.5
Hadis tersebut berbunyi :
Khalid ibn Makhlad bercerita kepada kami, Sulaiman ibn Bilal bercerita
kepada kami, dia berkata : Uthbah ibn Muslim telah bercerita kepadaku,
dia berkata, Ubaidah ibn Hunain berkata : saya mendengar Abu
Hurairah berkata : Rasulallah SAW bersabda : apabila ada lalat jatuh
dalam minuman salah seorang kalian, maka hendaklah ia
membenamkannya sekalian, lalu buanglah lalat tersebut. Sesungguhnya
pada salah satu sayapnya terdapat penyakit, sedangkan sayap yang lain
terdapat penawar (obat). ( H.R Al-Bukhari )
5
G.H.A Juynboll, The Authenticity of the Tradition Literature: Discussions in Modern Egypt
(Leiden E.J. Brill, 1969), hlm. 141-142
9
Selintas hadis tersebut memang tidak masuk akal dan kontradiktif
dengan teori kesehatan. Namun ternyata penelitian dari sejumlah peneliti
Muslim di Mesir dan Saudu Arabia terhadap masalah ini justru
membuktikkan lain. Mereka membuat minuman yang dimasukkan ke
dalam beberapa bejana yang terdiri dari air, madu dan juice, kemudian
dibiarkan terbuka agar dimasuki lalat. Setelah lalat masuk, ke dalam
beberapa minuman tersebut, mereka melakukan komparasi penelitian,
antara minuman yang lalat dibenamkan di dalamnya.
6
Zaghlul Raghib Muhammad Najjar, al-Ijaz al-‘Ilmi fi al-Sunnah al-Nabawiyyah (Mesir:
Nahdlah,2006). hlm. 152. Lihat pula Nizar Ali, Hadis Versus Sains: Memahami Hadis-Hadis
Musykil (Yogyakarta, Teras 2008), hlm. 35-36.
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian diatas ada beberapa kesimpulan yaitu bahwa hadis
mukhtalif adalah hadis-hadis yang tampak saling bertentangan satu sama lain.
Termasuk dalam pengertian hadis mukhtalif adalah hadis-hadis yang sulit
dipahami karena ada kata-kata janggal atau sulit dipahami (musykil). Namun
jangan kita terburu-buru menolak suatu hadis yang dinilai kontradiktif,
seebelum benar-benar melakukan verifikasi secara mendalam. Hal ini karena
hadis-hadis tersebut boleh jadi tidak benar-benar kontradiktif, sehingga masih
bisa diberikan solusi. Paling tidak ada lima metode yang bisa dipakai untuk
menyelesaikan hadis-hadis mukhtalif, yaitu : 1) al-jam’u wa al-tawfiq, 2) al-
tarjih, 3) nasikh-mansukh, 4) al-tawaqquf, dan 5) ta’wil ( hermeneutik )
11
DAFTAR PUSTAKA
12