Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“CORAK TAFSIR TEOLOGIS-FALSAFI”


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Madzahib At-Tafsir
Dosen Pengampu : Ustadz. Dr. H. Moh Toriquddin, Lc. M.Th.I

Disusun Oleh :

Muhammad Dakhilullah (200204110028)


Devi Shohihatul Muzawwadah (200204110048)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Swt Yang Maha Pengasih lagi Maha Penya
yang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan
Rahmat, Hidayat, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusun
an Makalah Madzahib At-Tafsir yang berjudul “Corak Tafsir Teologis-Falsafi”
tepat pada waktunya guna memenuhi tugas mata kuliah Madzahib At-Tafsir.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan dan limpahkan kepada
junjungan kita, Nabi Muhammad Saw serta keluarga dan para sahabat, yang telah
membimbing umat manusia sehingga kita dapat merasakan nikmatnya ilmu
dengan nikmat yang tak terkira.
Penyusunan makalah tentunya di dukung bantuan teman-teman kelompok,
sehingga dapat memperlancar dan penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada para pembaca sekalian. Namun tidak lepas dari
semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik
dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainya. Oleh karena itu, dengan lapang
dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin
memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini. Semoga dari
makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat
menginspirasi para pembaca.

Malang, 28 Maret 2022

Penyusun

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....... .... .................................................................. 1
DAFTAR ISI ..................... .... .................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN .. .... .................................................................. 3
A. Latar Belakang .............. .... .................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ......... .... .................................................................. 3
C. Tujuan ........................... .... .................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ... .... .................................................................. 4
A. Pengertian ..................... .... .................................................................. 4
B. Latar Belakang Munculnya .................................................................. 5
C. Karekteristik ................. .... .................................................................. 7
D. Tokoh-Tokoh ................. .... .................................................................. 7
E. Pengaruh Perbedaan Madzhab Teologis Dalam Penafsiran ..................... 8
F. Contoh Tafsir dan Model Penafsiran ...................................................... 9
BAB III PENUTUP ........... .... ................................................................. 12
A. Kesimpulan ................... .... ................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ........ .... ................................................................. 13

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan penafsiran terus berkembangan mulai dari wafatnya
Nabi Muhammad Saw. Dimulai pada periode Islam klasik kemudian periode
pertengahan dan terus berkembang sampai masa modern-kontemporer. Pada
masa pertengahan, muncul berbagai corak penafsiran seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan yang ada. Dengan perkembangan ilmu
pengetahuan itu juga membuat penafsiran semakin berwarna. Tafsir pada
masa ini lebih terbagi-bagi dalam nya berbagai corak atau nuansa khusus yang
memberikan warna tersendiri terhadap tafsir.
Pada masa pertengahan ini dicirikan dengan adanya kecenderungan
klaim kebenaran yang sangat menonjol dalam produk penafsiran, dan juga
maraknya tradisi pengkafiran terhadap berbagai penafsiran. Hal ini terjadi
karena dalam rangka untuk mendukung kepentingan kekuasaan, madzhab
(aliran) dan ilmu yang ditekuni oleh penafsir itu sendiri. Diantara tafsir yang
muncul pada masa ini adalah tafsir dengan corak tasawwuf, fiqh, dan teologis-
falsafis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, latar belakang munculnya, dan karakteristik dari tafsir
teologis-falsafi ?
2. Siapa tokoh-tokoh dari penafsiran teologis-falsafi ?
3. Apa pengaruh perbedaan madzhab teologis dalam penafsiran ?
4. Sebutkan Contoh tafsir dan model penafsiran dari teologis-falsafi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian, latar belakang munculnya, dan
karakteristik dari tafsir teologis-falsafi.
2. Untuk mengetahui siapa tokoh-tokoh dari penafsiran teologis-falsafi.
3. Untuk mengetahui apa pengaruh perbedaan madzhab teologis dalam
penafsiran.
4. Untuk mengetahui Contoh tafsir dan model penafsiran dari teologis-
falsafi.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1) Tafsir Teologis
Tafsir teologis adalah satu bentuk penafsiran Al-Qur’an yang tidak
hanya ditulis oleh simpatisan kelompok teologis tertentu, tetapi lebih jauh lagi
merupakan tafsir yang dimanfaatkan untuk membela sudut pandang teologis
tertentu.1 Sehingga dalam pembahasan model penafsiran ini lebih banyak
membicarakan tema-tema teologis dibanding mengedepankan pesan-pesan
pokok Al-Qur’an. Pendeknya, tafsir teologis adalah tafsir yang muatanya
mengandung suatu kepentingan subjektif penafsir yang sangat mencolok.
Dalam perkembangannya, bias ideologi dari beberapa aliran yang pada
waktu itu sudah muncul, seperti Sunni, Syiah, Khawarij, Murjiah, Jabariyyah,
dan Qadariyyah. Sehingga kebenaran tafsir diukur sesuai dengan aliran
teologis tertentu yang cenderung menyampingkan aliran lain. Akibatnya,
produk tafsir ketika itu tidak terlepas dari almamater penafsirannya. 2
Dan merespon hal tersebut, Manna’ al-Qathhan mengatakan bahwa itu
impilkasi dari pemahaman yang cenderung subjektif tanpa memperhatikan
maksud dari teks. Selain itu, sebagai celah yang luas bagi para penafsir untuk
dengan sesuka hati menafsirkan teks. Dengan demikian, perlu rasanya untuk
menghadirkan kembali maksud asli dari teks dalam setiap penafsirannya
supaya hal yang senada tidak terjadi untuk kesekiankalinya. 3
2) Tafsir Falsafi
Tafsir Falsafi menurut Quraisy Shihab adalah upaya penafsiran Al-
Qur’an dikaitkan dengan persoalan-persoalan filsafat.4 Dengan kata lain
bahwa Tafsir Falsafi adalah tafsir yang didominasi oleh teori-teori filsafat
sebagai paradigmanya. Ada juga yang mendefinisikan tafsir falsafi sebagai
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Hal

1
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an (Yogyakarta: Ponpest LSQ Ar-Rahmah,
2012) hlm. 131-132.
2
Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LKIS, 2010) hlm. 22.
3
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur Rafiq El-Mazni, Lc.
MA. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009) hlm. 440-44.
4
Quraisy Syihab dkk, Sejarah dan Ulum Al Qur’an, (Pustaka Firdaus, Jakarta, 1999), hlm. 182.

4
ini berarti bahwa ayat-ayat Al-Qur’an dapat ditafsirkan dengan menggunakan
filsafat. Muhammad Husain al-Dzahabi mendefinisikan tafsir falsafi yaitu
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan pemikiran atau pandangan
falsafi, seperti tafsir bil al-ra’yi. 5
Pendekatan yang digunakan dalam tafsir falsafi adalah penggunaan
akal yang lebih dominan sehingga ayat-ayat yang anda pahami dengan rasio
mufassir sendiri. Menanggapi hal ini umat Islam terbagi menjadi dua
kelompok:
Kelompok Pertama, mereka yang menolak ilmu-ilmu yang bersumber
dari buku-buku karangan para filosfis. Mereka menolaknya karena mengangga
bahwa antara filsafat dan agama adalah dua bidang ilmu yang saling bertentan
gan sehingga tidak mungkin disatukan.
Kelompok Kedua, mereka yang mengagumi filsafat. Mereka menekuni
dan menerima filsafat selam tidak bertentangan dengan norma-norma Islam.
Mereka berusaha memadukan filsafat dan agama serta menghilangkan
pertentangan yang terjadi diantara keduanya. 6
B. Latar Belakang Munculnya
1. Tafsir Teologis
Tafsir Teologis muncul sebagai akibat dari ketidakpuasaan yang
dirasakan oleh kelompok tertentu terhadap pola penafsiran bil ma’tsur. 7 Ada
beberapa gejolak yang melatarbelakangi lahirnya tafsir teologis , yaitu gejolak
sekte, gejolak politik, dan gejolak intelektual.
Yang pertama, hal itu bisa dibuktikan dengan adanya klaim kafir.
Dimasa ini, hal semacam itu adalah suatu yang lumrah. Sedikit saja ada
pendapat yang berbeda dengan sektenya, maka orang itu kafir dan sebaliknya.
Termasuk dalam bagian perbedaan adalah perbedaan dalam menafsirkan Al-
Qur’an, sedikit saja ada perbedaan penafsiran dalam hal teologis langsung
diklaim kafir oleh sekte lainya.

5
Muhammad Husein al-Dzahabi, Kitâb al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, (Dar al-Fikr, Beirut, 1995),
Jilid I, hlm. 419.
6
Rosihan Anwar, Ilmu Tafsir, (Bandung : Pustaka Setia, 2008) hal. 169-170.
7
Thameem Ushama, Metodologi Tafsir al-Qur’an, terj. Hasan Basri dan Amroeni, (Jakarta : Riora
Cipta, 2000), hal. 5.

5
Kedua, hal itu bisa dibuktikan dengan adanya pemaksaan sekte tertentu
atas sekte lainya. Ketika dalam sebuah pemerintahan sudah mengambil satu
sekte tertentu untuk dijadikan sekte pemerintahan, maka sebagai
konsekuensinya sekte yang lain harus ikut, mau tidak mau. Dan hal seperti
inilah yang menjadikan sekte selain Mu’tazilah terpinggirkan dimasa khalifah
al-Ma’mun diabad ke-9 M.
Yang Ketiga, gejolak intelektual, hal itu bisa dibuktikan dengan
semakin banyaknya pengikut setiap sekte seiring berkembangnya corak
penafsiran teologisnya. Bagaimanapun, terlepas dari apakah ada kepentingan
tersendiri atau tidak, pasti semua penafsir teologis ingin mengembangkan
sektenya melalui penafsiran Al-Qur’an. Namun tidak bisa dipungkiri juga, dari
semakin banyaknya pengikut sekte tertentu, banyak dari mereka yang memilih
taklid dan percaya sepenuhnya kepada penafsiran teologis sektenya. Sebagai
konsekuensinya, hal itu menimbulkan anggapan paling benar sendiri yang
berimplikasi pada semakin meruncingnya fanatisme antar sekte.
2. Tafsir Falsafi
Secara historis, keberadaan tafsir falsafi ini tidak bisa lepas dari
tejadinya kontak dunia Islam dengan pemikiran filsafat Yunani. Pemikiran
filosofis masuk kedalam Islam melalui filsafat Yunani yang dijumpai oleh
ahli-ahli fikir Islam di Suria, Mesopotamia, Persia, dan Mesir. Kebudayaan
dan filsafat Yunani datang ke daerah-daerah itu dengan ekspansi Alexander
yang Agung ke Timur di abad ke-empat sebelum kristus. Politik Alexander
untuk menyatukan kebudayaan Yunani dan Persia meniggalkan bekas besar di
daerah-daerah yang pernah dikuasainya dan kemudian timbullah pusat-pusat
kebudayaan Yunani di Timur, seperti Alexandria di Mesir, Antioch di Suria,
Jundisyapur di Mesopotamia dan Basra di Persia.8
Setelah kitab-kitab filsafat dari berbagai sumber di dunia
diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab dengan modifikasi-modifikasi tertentu,
akhirnya buku-buku terjemahan ini dapat dikonsumsi oleh sebagian kalangan
kaum muslim. Dari terjadinya kontak dengan pemikiran filsafat Yunani,
kemudian muncullah reaksi dan respons dari kalangan kaum muslim.

8
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Quran , hlm. 132.

6
Sedangkan menurut Prof. Dr. Harun Nasution dalam kata pengantar bukunya
yang berjudul Islam Rasional, ia mengatakan bahwa pertemuan Islam dengan
perdaban Yunani ini melahirkan pemikiran rasional dikalangan ulama Islam
pada waktu itu.9
C. Karakteristik
1) Tafsir Teologis
Karakter dari corak Tafsir Teologis lebih dominan terhadap
kepentingan-kepentingan ideologi tertentu. Dimana penafsiran dilakukan oleh
kelompok ataupun orang-orang tertentu yang didalamnya memiliki subtansi
dasar teologis yang dimanfaatkan untuk mendukung, membela madzhab
tertentu.10 Tafsir teologis memiliki cara kerja penafsiran Al-Qur’an dengan
nilai subjektivitas yang kental sehingga mengakibatkan adanya distorsi makna
Al-Qur’an, karena seolah-olah Al-Qur’an hanya sebagi objek untuk
menguatkan madzhab dari mufassirnya.
2) Tafsir Falsafi
Tafsi Falsafi dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an lebih banyak
menggunakan akal sehingga ayat-ayat yang ada dipahami dengan rasio
mufassir sendiri. Jenis tafsir ini biasa dikenal dengan tafsir bil ra’yi yaitu
menafsirkan Al-Qur’an dengan metode ijtihadi, setelah mufassir terlebih
dahulu memhami Bahsa Arab dan ilmu penunjang lainya. 11 Cara yang
digunakan dalam tafsir falsafi adalah dengan mensinergikan antara agama dan
filsafat yang diwujudkan dalam bentuk ta’wil terhadap nash Al-Qur’an yang
tertentu dan memberikan kejelasan sesuai dengan pola pemikiran nalar.
D. Tokoh-Tokoh
1. Tafsir Teologis
 Ibnu Jarir al-Thabari (w. 310 H) dari ulama Sunni. Dia menulis kitab Taf
sir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an.

9
Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1995) hlm. 7.
10
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, (Yogyakarta : Adab Press, 2014), hlm.
121.
11
Syibli Syarjaya, Tafsir ayat-ayat Ahkam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 9.

7
 Abu al-Qasim Mahmud bin Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari dari
pengikut aqidah mu’tazilah. Dia menulis kitab al-Kasysyaf ‘an haqaaiq
hawamid al-Tanzil wa ‘uyun al-‘aqawil fi wujuh al-ta’wil.
 Muhammad bin al-Husain Fakhruddin al-Razi (w. 606 H). Dia menulis
kitab Mafatih al-Ghaib.
2. Tafsir Falsafi
 Abu Nashr Muhammad Ibnu Muhammad al-Farabi (w. 950 M), Fushush
al-Hikam.
 Abu Ali Husain Ibnu Abdillah Ibnu Sina (w. 1037 M. ), Rasail Ibn Sina,
Rasail Ikhwan al-Safa.
E. Pengaruh Perbedaan Mazhab Teologis dalam Penafsiran
Perbedaan pendekatan dan metodologi dalam membaca al-Qur’an akan
menghasilkan penafsiran yang berbeda. Seorang mufassir yang menggunakan
pendekatan sosiologis akan memiliki hasil yang berbeda dengan mufassir
yang menggunakan pendekatan semantic (linguistik). Begitu juga dengan
perbedaan mazhab, baik kalam maupun fiqih, juga dapat mempengaruhi
sebuah penafsiran. Sebuah mazhab tidak ada bedanya dengan sebuah
metodologi, hal ini disebabkan setiap mazhab memiliki batasan teori teradap
suatu hal tertentu. Semisal Mu’tazilah yang menganggap bahwa ke-Esaan
Allah swt menghalangi-Nya untuk memiliki sifat. Beda halnya dengan Sunni
yang meyakini bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang sempurna.12
Setiap corak penafsiran akan selalu mempengaruhi hasil produk
penafsiran para mufassir. Oleh karena itu, tafsir yang bercorak teologis akan
mengakibatkan keluarnya makna-makna yang dikandung oleh al-Qurán. Spirit
ayat-ayatnya menggiring ayat-ayat kepada kepentingan madzhab teologis
tertentu. 13
Begitu juga dengan permasalahan melihat Allah swt kelak di akhirat.
Kaum Muktazilah menganggapri perbedaan bahwa Allah swt merupakan
suatu hal yang mustahil. Disisi lain, aliran Sunni berpendapat bahwa melihat
(ru’yatullah) itu adalah mungkin. Dari perbedaan penafsiran yang terjadi

12
Prof. KH. M. Taib Thahir, Ilmu Kalam (Yogyakarta: t.p., t.t.), 104.
13
Ridhoul Wahidi dan Amaruddin Asra, “Corak Teologis-Filosofis dalam Penafsiran Al-Qurán”,
Syahadah, Vol.2, no.2(2014), 38.

8
karena perbedaan madzhab, tentu akan semakin menambah warna dari
perkemabangan penafsiran. Perbedaan para filosof membuat tegang para
pengikutnya. Mereka bersikukuh dengan pendapat dari masing-masing
pendapat Imam mereka. Keberpihakan para pengikutnya membuat mereka
menjadi fanatik terhadap pendapat dari salah atu madzhab dan seoalah-olah
mengingkari pendapat dari luar madzhab mereka.
F. Contoh Tafsir dan Model Penafsirannya
a) Contoh Tafsir Al-Faraby
Karya tafsir Al-Farabi adalah ‘Fushush al-Hikam’. Metode Tafsir yang
digunakan oleh al-Farabi sama dengan Ibn Sina, yaitu sama-sama menilai
Alquran dengan filsafat. Dalam kitabnya “Fushus al-Hikam” ia menafsirkan
surah al-Hadid [57] ayat 3 dengan pendekatan filosofis: 14
ٰ ‫هُ َو ااْلَ َّو ُل َو ا‬
…….. ‫اْل ِخ ُر‬
Artinya: “Dialah Yang Awal, Yang Akhir......” (QS. Al-Hadid (57): 3)
Dia menafsirkan ayat tersebut berdasarkan filsafat Plato tentang
kekadiman alam, ia menyatakan bahwa wujud pertama ada dengan sendirinya.
Setiap wujud yang lain berasa dari wujud yang pertama. Alam itu awal
(qadim) karena kejadiannya paling dekat dengan wujud pertama. Sedangkan
tafsir ia merupakan wujud yang terakhir ialah segala sesuatu yang diteliti,
sebab-sebabnya akan berakhir pada-Nya. Dialah wujud terakhir karena Dia
tujuan akhir yang hakiki dalam setiap proses. Dialah kerinduan utama karena
itu Dia akhir dari segala tujuan.15
b) Contoh Tafsir Ibn Rusyd
Penafsiran Ibn Rusyd ini lebih cenderung pada perpaduan pemikiran
filosofis dan teori-teori yang ada dalam nash-nash Al-Qur’an. Dimana Ibn
Rusyd mempertimbangkan dengan matang agar tidak terjebak dalam
pemikiran filosofis radikal yang mampu menjerumuskan alam pikiran kepada
jalan yang menyesatkan. Beliau menafsirkan QS. Hudd (11) ayat 7:16

14
Syafieh, “Perkembangan Tafsir Falsafi dalam Ranah Pemikiran Islam,” At-Tibyan, Vol.2,
no.2(2017), 147.
15
Syafieh, “Perkembangan Tafsir Falsafi dalam Ranah Pemikiran Islam,” At-Tibyan, Vol.2,
no.2(2017), 147.
16
Syafieh, “Perkembangan Tafsir Falsafi dalam Ranah Pemikiran Islam,” At-Tibyan, Vol.2,
no.2(2017), 147.

9
ُ‫ض ِف اي ِستَّ ِة اَي ٍَّام َّو َكانَ عَرا ُشهٗ َعلَى ا ال َم ۤا ِء ِل َي ابلُ َو ُك ام اَيُّ ُك ام اَحا َسن‬ َ ‫ت َو ا‬
َ ‫اْلرا‬ َ َ‫َوهُ َو الَّ ِذيا خَ ل‬
ِ ‫ق السَّمٰ ٰو‬
.........ۗ ‫َع َم اًل‬
Artinya: “Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
dan ‘Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang
lebih baik amalnya. Jika engkau berkata (kepada penduduk Mekah),
“Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan setelah mati,” niscaya orang kafir
itu akan berkata, “Ini hanyalah sihir yang nyata.” (QS. Hudd (11): 7)
Menurutnya alam bukanlah diajadikan dari tiada tetapi dari sesuatu
yang memang sudah ada. Sebelum ada wujud langit dan bumi telah ada wujud
yang lain yaitu air yang diatasnya terdapat tahata kekuasaaan Tuhan.
Sedangkan dalah Al-Anbiya ayat 30 dan Ibrahim ayat 47-48 disebutkan bahwa
bumi dan langit pada umumnya berasal dari unsure yang sama, kemudian
dipecah dari benda yang beraianan. Dengan demikian sebelum bumi dan langit
telah ada benda lain yang dalam sebagian ayat diberi nama air, dan dalam ayat
yang lain disebut uap. Uap dan air berdekatan selanjutnya langit dan bumi
dijadikan dari uap atau air bukan dijadikan dari unsur yang tiada, dalam arti
unsurnya bersifat kekal dari zaman yang qadim. 17
c) Contoh Tafsir Al-Zamakhsyari
Tokoh yang lahir pada masa pemerintahan Sulthan Jalaluddin Abi al-
Fath ini merupakan seorang teolog sekaligus seorang tokoh mu’tazilah yang
sangat kuat membela mazhabnya. Hal ini dibuktikan dengan dengan jika ia
menemukan suatu lafal dalam al-Qur’an, yang kata lahirnya nampaknya tidak
sesuai dengan pendapat mu’tazilah, ia akan berusaha segenap tenaga untuk
membatalkan makna lahir (yang tampak) dan menetapkan makna lainnya yang
terdapat dalam bahasa. Sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 23:18

ِ ّ ٰ ‫عوا ا ُش َهد َۤا َء ُك ام ِّم ان ُدوا ِن‬


ٰ ‫للا اِ ان ُك انتُ ام‬
َ‫ص ِد ِقيان‬ ُ ‫ب ِّم َّما نَ َّز النَا ع َٰلى َع اب ِدنَا َفأاتُوا ا ِبسُوا َر ٍة ِّم ان ِّم اث ِل ٖه ۖ َوا اد‬
ٍ ‫َواِ ان ُك انتُ ام ِف اي َر اي‬

Artinya: “Dan jika kamu meragukan (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada
hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan

17
Syafieh, “Perkembangan Tafsir Falsafi dalam Ranah Pemikiran Islam,” At-Tibyan, Vol.2,
no.2(2017), 148.
18
Ridhoul Wahidi dan Amaruddin Asra, “Corak Teologis-Filosofis dalam Penafsiran Al-Qurán,”
Syahadah, Vol.2, no.2(2014), 35.

10
ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang
benar.” (QS. Al-Baqarah (2): 23)
Menurut Zamakhsary kembalinya dhamir (kata ganti) hi pada kata
mislihi, adalah pada kata ma nazzalna atau pada kata abdina, tatapi yang lebih
kuat dhamir itu kembali pada kata manazzalna, sesuai dengan maksud ayat
tersebut, sebab yang dibicarakan dalam ayat tersebut adalah Al-Qur’an, bukan
Nabi Muhammad Saw.19

19
Ridhoul Wahidi dan Amaruddin Asra, “Corak Teologis-Falsafi dalam Penafsiran Al-Qurán,”
Syahadah, Vol.2, no.2(2014), 35.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tafsir teologis-falsafi adalah salah satu corak penafsiran yang berkembang
pada era affirmatif yan terjadi pada era pertengahan yang dicirikan dengan adanya
kecenderungan klaim kebenaran (truth claim) yang sangat menonjol dalam produk
penafsiran, dan juga maraknya tradisi pengkafiran terhadap berbagai penafsiran.
Tafsir teologis adalah satu bentuk penafsiran al-Qur’an yang ditulis oleh pengikut
kelompok teologis tertentu dan dimanfaatkan untuk membela sudut pandang
teologis yang dianutnya sedangkan tafsir falsafi adalah penafsiran al-Qur’an
berdasarkan pendekatan logika atau pemikiran filsafat yang bersifat liberal dan
radikal. Tafsir teologis lahir akibat ketidakpuasan yang dirasakan oleh sekelompo
k aliran teologis terhadap tafsir bil ma’tsur sedangkan tafsir falsafi lahir karena
terjadi kontak antara kaum muslimin dan pemikiran-pemikiran Yunani pada saat
penerjemahan buku-buku asing yang digalakkan pada masa pemerintahan Bani
Abbasiyah.
Penafsiran teologis-falsafi memiliki karakteristik yang sama yaitu lebih
banyak menggunakan akal dalam memahami kandungan ayat-ayat Al-Qur’an atau
biasa dikenal dengan istilah tafsir bi al-ra’yi seperti Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir
al-Qur’an dari al-Thabari dan Fushush al-Hikam dari al-Farabi. Tafsir teologis
disusun semata-mata hanya digunakan untuk membela sudut pandang teologis
yang dianut sang mufassir sehingga Al-Qur’an hanya dijadikan sebagai sebuah
undang-undang yang digunakan untuk membenarkan pendapat mereka.

12
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mustaqim, 2014. Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an, Adab Press:
Yogyakarta.
Abdul Mustaqim, 2010. Epistemologi Tafsir Kontemporer, LKIS: Yogyakarta.
Syaikh Manna’ Al-Qaththan, 2009. Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, terj. Aunur
Rafiq El-Mazni, Lc. MA. Pustaka Al-Kautsar: Jakarta.
Quraisy Syihab dkk, 1999. Sejarah dan Ulum Al Qur’an, Pustaka Firdaus:
Jakarta.
Muhammad Husein al-Dzahabi, 1995. Kitâb al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, Jilid I,
Dar al-Fikr: Beirut.
Rosihan Anwar, 2008. Ilmu Tafsir, Pustaka Setia: Bandung.
Thameem Ushama, 2000. Metodologi Tafsir al-Qur’an, te:rj. Hasan Basri dan
Amroeni, Riora Cipta: Jakarta.
Harun Nasution, 1995. Islam Rasional, Mizan: Bandung.
Syibli Syarjaya, 2008. Tafsir ayat-ayat Ahkam, Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Prof. KH. M. Taib Thahir, Ilmu Kalam, Yogyakarta: t.p., t.t.
Ridhoul Wahidi dan Amaruddin Asra, 2014. “Corak Teologis-Filosofis dalam
Penafsiran Al-Qurán”, Syahadah, Vol.2, no.2.
Syafieh, 2017. “Perkembangan Tafsir Falsafi dalam Ranah Pemikiran Islam,”
At-Tibyan, Vol.2, no.2.

13

Anda mungkin juga menyukai