Anda di halaman 1dari 21

ASPEK TEOLOGI DALAM ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Studi Islam

Dosen Pengampu : Drs. S. Hamdani, MA

Disusun oleh:

Muhammad Ilham Fudholi (11220540000077)

Qila Husnul Qolbi Al-Um (11220540000081)

Raka Ahmad Rievai (11220540000068)

PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dan kesehetan
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya,
penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta
salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Kami Kelompok 1 mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, sehingga makalah “ASPEK TEOLOGI DALAM ISLAM” dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pancasila. Kami berharap makalah
tentang Aspek Teologi Dalam Islam ini dapat menjadi referensi bagi masyarakat agar dapat
mengetahui budaya aceh dan bisa digunakan dalam kehidupan sehari-harinya.

Kami menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan dan
kekurangan. Kami terbuka terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih
baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terdapat penulisan maupun
konten, kami mohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi mahasiswa dan mahasiswi untuk memahami aspek teologi dalam Islam.

Tangerang, 12 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Teologi Islam........................................................................................ 3
2.2. Latar Belakang Lahirnya Teologi dalam Islam ....................................................... 4
2.3. Sumber Teologi Islam ............................................................................................ 5
2.4. Aliran dalam Teologi Islam .................................................................................... 6
2.5. Manfaat Teologi Islam ........................................................................................... 15
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ............................................................................................................ 16
3.2. Saran...................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam menempuh kehidupan di dunia tentu terdapat satu perihal menempel pada diri kita
yaitu akidah serta kepercayaan kita kepada Allah SWT. Bila tidak didasari oleh akidah serta
keyakinan seakan tidak terdapat manfaatnya pula kita menempuh kehidupan tiap hari. Ilmu
teologi dalam Islam merupakan upaya kita buat menguasai metode berpikir serta proses
pengambilan keputusan paraulama dengan aliran teologi kala menuntaskan persoalan-
persoalan yang lagi terjalin. Dalam kehidupan tiap hari kita pula banyak mempunyai
perbandingan pemikiran dan akidah yang menempel di diri kita. Manusia wajib pandai dalam
menjawab perbandingan yang terjalin serta wajib di sesuaikan dalam Al- Quran serta hadist.
Perbandingan pula nampak dengan timbulnya aliran- aliran yang bawa pengaruh serta
memunculkan perkara. Namun perlu diingat perbandingan itu biasanya mangulas tentang
keesaan Allah, keimanan para rasul, malaikat, hari akhir, serta bermacam ajaran nabi yang
tidak mungkindi perdebatkan lagi. Sebaliknya perkara yang masih dapat di perdebatkan
merupakan tentang kekuasaan Allah serta kehendak manusia, peran wahyu, ide serta keadilan
tuhan. Perbandingan itu yang keungkinan menimbulkan bermacam berbagai aliran, ialah mu’
tazilah, syi’ ah, khawarij, jabariyah, qadariyah, dan aliran yang lain.

Oleh sebab itu kita diharapkan dapat memandang mana yang benar serta mana yang salah.
Karena perbandingan umumnya banyak memunculkan kasus. Serta kita selaku orang yang
memegang agama Allah sepatutnya mempunyai pemikiran yang luas serta berpegang teguh
pada Al-Qur'an serta hadist.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa Itu teologi dalam Islam?


2. Bagaimana latar belakang lahirnya teologi dalam Islam?
3. Apa sumber teologi dalam Islam ?
4. Apa saja aliran teologi dalam Islam?
5. Apa Manfaat adanya teologi dalam Islam?

1
1.3. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui pengertian teologi dalam Islam


2. Mengetahui latar belakang lahirnya teologi dalam Islam
3. Mengetahui sumber teologi dalam Islam
4. Mengetahui aliran dan corak dalam teologi Islam
5. Mengetahui manfaat dari teologi dalam Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Teologi Islam

Penafsiran Teologi Islam Secara etimologi“ Theologi” terdiri dari kata“ Theos” artinya
Tuhan, serta“ Logos” artinya Ilmu, sehingga bisa dimaksud kalau theologi merupakan ilmu
tentang Tuhan ataupun ilmu Ketuhanan. 1

Profesor. Doktor. Harun Nasution, dalam bukunya Teologi Islam, mengatakan kalau
teologi merupakan ilmu yang mangulas menimpa dasar- dasar agama. Dalam sebutan arab,
ajaran- ajaran bawah itu diucap ushul al- din, oleh sebab itu novel yang mangulas soal- soal
teologi dalam Islam senantiasa diberi nama kitab Usul al- Din oleh para pengarangnya. Teologi
dalam Islam diucap pula Ilmu Tauhid. Kata Tauhid memiliki makna satu ataupun Esa serta
keesaan dalam pemikiran islam, ialah watak terutama diantara sifat- sifat Tuhan. Teologi dalam
Islam diucap pula ilmu kalam, sebab kalangan teolog dalam Islam bersilat dengan perkata
dalam mempertahankan komentar serta pendirian tiap- tiap. 2

Bagi Muhammad Abduh menarangkan kalau penafsiran teologi Islam merupakan ilmu
yang mangulas aspek ketuhanan serta seluruh suatu yang berkait dengan- Nya secara rasional.
Lebih lanjut, dia menarangkan kalau“ Tauhid merupakan ilmu yang mangulas tentang bentuk
Allah, tentang watak yang harus senantiasa pada- Nya, sifat- sifat yang boleh disifatkan
kepada- Nya, sifat- sifat yang sama sekali harus di lenyapkan dari pada- Nya; pula mangulas
tentang Rasul- rasul Allah, meyakinkan kepercayaan mereka, meyakinkan apa yang terdapat
pada diri mereka, apa yang boleh di hubungkan kepada diri mereka serta apa yang terlarang
menghubungkanya kepada diri mereka”. 3

1
A. Hanafi, Pengantar Theologi Islam, (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1980), Cet. Ke- 2 hal.11.
2
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran atau Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:
UI-Press, 1986), Cet. Ke-5, hal. ix
3
Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Terj), Firdaus A.N, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
hal. 36.
3
Bagi komentar Murthadha Murthahhari menjelaskab kalau Buat mendefinisikan ilmu
kalam, hingga lumayan dengan berkata,“ Ilmu kalam ialah suatu ilmu yang mengkaji doktrin-
doktrin bawah ataupun akidah- akidah pokok Islam( Ushuluddin). Ilmu kalam
mengidentifikasikan akidah- akidah pokok serta berupaya meyakinkan keabsahannya serta
menanggapi keraguan terhadap akidah- akidah pokok tersebut”.4

2.2. Latar Belakang Lahirnya Teologi dalam Islam

Lahirnya aliran teologi Islam merupakan respon dari skisme( perpecahan) politik umat
Islam. Kejadian skisme itu terabadikan dalam suatu ungkapan“ al- fitnah al- kubra”. Proses
skisme itu berawal dari terbunuhnya Usman Ibn Affan, yang pada kesimpulannya berimplikasi
seragam terhadap khalifah keempat ialah Ali ibn Abi Thalib. Kala kedua khalifah tersebut
terbunuh, wacana kemelut politik kemudian tumbuh jadi wacana agama( teologi).

Dalam tradisi Islam, pemakaian sebutan“ teologi” rasanya kurang mengakar, apalagi
sebagian golongan memandang kurang pas, dibanding dengan sebutan kalam. Secara
etimologis, kalam berasal dari bahasa Arab, yang berarti perkata. Maksudnya, kalam
merupakan sabda Tuhan, yang sempat memunculkan pertentangan- pertentangan keras
digolongan umat Islam abad IX- X masehi, yang mendesak munculnya pertikaian sesama umat
Muslim. Sebutan kalam pula bermakna‘ perkata manusia’. Sebab dengan kalam( perkata),
manusia dapat bersilat lidah dalam mempertahankan argumen- argumennya. Walaupun
demikian, kata“ teologi” .Terdapat suatu novel populer yang jadi referensi utama para pemikir
intelektual muslim, ialah al- Milal wa al- Nihal. Karya tersebut ditulis al- Syahrastani yang
berdialog tentang sejarah teologi secara komprehensif serta beberapa aliran- aliran teologi
Islam, mulai dari perkembangan, pertumbuhan serta titik kulminasi kemajuannya. Aliran-
aliran yang terungkap, tidak saja terbatas pada aliran yang masih eksis( hidup), namun pula
non- eksis( sudah wafat). Tidak kurang dari 6 aliran, dan cabang- cabangnya terkupas tuntas
oleh al- Syahrastani dalam kitab tersebut.

Setelah Rasulullah SAW. Meninggal beliau tidak mengangkut seseorang pengganti serta
tidak pula memastikan siapa yang hendak mengetuai nantinya. Oleh sebab itu para

4
Murthadha Murthahhari, Mengenal Ilmu Kalam: Cara Menembus Kebuntutan Berfikir,
(Jakarta: Zahra-IKAPI, 2002), hal. 25.
4
sahabat.Muhajirin serta Anshor terjalin perselisihan, mereka bertekat supaya salah satu di antar
mereka jadi pengganti Rasul. Ditengah banyak aktivitas itu, Umar r. a membaiat Abu Bakar
R. a menjadi khalifah serta di ikuti oleh teman yang lain. Semenjak itu kalangan muslimin
terpecah- pecah menjadi sebagian kalangan yang merasa selaku pihak yang benar serta cuma
calon dari pada yang menduduki pimpinan negeri.

Ditambah lagi dengan peristi wa terbunuhnya Usman R. a dalam kondisi hitam.Peristiwa


itu sontak membuat asumsi yang berbeda. Ada pihak yang membenarkan pembunuhan itu,
sebab terdapat pula yang berkomentar kalau yang menewaskan Usman R. a itu orang kafir.
Puncaknya dikala terjalin perang Siffin. Dimana pihak teman, ialah Ali R. a dituntut oleh Mu’
awiyah supaya melaksanakan arbitase. Hendak namun dari perihal itu bukan keputusan yang
didapat. Hendak namun memunculkan golongan- golongan Jabariyah, Qadariyah, Mu’ tazilah,
serta Asy’ ariyah. 5

2.3. Sumber Teologi Islam

Adapun sumber pembahasan yang digunakan untuk membangun Ilmu Teologi Islam
menggunakan beberapa sumber, yaitu:

1. Sumber Ideal, ialah Al Qur’an dan Hadist yang di dalamnya memuat data yang
berkaitan dengan objek kajian Teologi Islam atau yang juga disebut dengan Ilmu
Tauhid.
2. Sumber Historik, ialah perkembangan pemikiran yang berkaitan dengan objek kajian
Teologi Islam, baik yang terdapat dalam kalangan internal ummat I slam maupun pemikiran
eksternal yang masuk ke dalam ranah kajian Agama Islam.

5
A. Hanafi, Theology Islam (Jakarta: Bulan bintang, 1982), hal.16 -17
5
2.4. Aliran dalam Teologi Islam

1. Aliran Khawarij

Kalangan ini pada mulanya timbul bukan sebab perkara aqidah, melainkan karena
politik dimana terjalin peperangan antara Mu’ awiyah bin Abi Sufyan serta Ali bin Abi
Thalib. Dikala perang berkecamuk, seorang mengangkut Al- qur’ an dengan pedangnya
buat mengadakan Tahkim( Arbitrase) ialah mengangkut seseorang hakim yang bertujuan
mengadakan negosiasi buat mengakhiri perang. Sebagian orang dari barisan Ali menerima
tahkim tersebut serta sebagian yang lain tidak, setelah itu memilah keluar dari barisan
sebab kecewa sebab Ali menerima tahkim tersebut. Kata Khawarij berasal dari bahasa
Arab yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka, sebab mereka keluar dari
barisan Ali. 6

Dalam pertumbuhan berikutnya, perkara politik ini melebar ke arah persoalan aqidah
dimana kalangan khawarij meyakini hal- hal selaku berikut: Kalau Ali, Khalifah Ustman
serta orang- orang yang melaksanakan tahkim, ialah Amr bin al-‘ Ash serta Abu Musa al-
Asy’ ari merupakan orang- orang kafir. Demikian pula orang yang menerima keputusan
tahkim itu. Pula para partisipan yang turut dalam perang Jamal melawan Ali, semacam Siti
Aisyah, Thalhah serta Zubeir. Seluruh orang muslim yang melaksanakan dosa besar
merupakan kafir yang kekal dalam neraka bila tidak bertobat sebelum mati. Harus
memisahkan diri dari khalifah ataupun sulthan yang zalim. Serta khalifah itu boleh dilantik
dari orang yang bukan generasi Quraisy. 7

2. Aliran Syi’ah

Kalangan sejarawan dan peneliti umumnya mengklasifikasi kemunculan Syiah dalam


dua periode yaitu semasa hidup Nabi Muhammad saw dan pasca pembunuhan Husain bin
Ali. Pertama, pandangan bahwa Syiah terbentuk pasca wafatnya Nabi Muhammad saw.
Kalangan yang mendukung pandangan ini antara lain:

1. Ibnu Khaldun, yang berkata, “Syiah muncul ketika Rasulullah saw. wafat. Saat itu Ahlul
Bait memandang dirinya lebih berhak memimpin umat Islam. Kekhalifahan hanyalah hak

6
Harun Nasution, loc.cit.
7
Ahmad Daudy, Kuliah ilmu kalam, ( akarta : PT Bulan Bintang, 1997), Cet Ke-1, hal 96.
6
mereka, bukan untuk orang Quraisy lain. Saat itu pula sekelompok sahabat Nabi saw.
mendukung Ali bin Abi Thalib dan memandangnya lebih berhak ketimbang yang lain
untuk menjadi pemimpin. Namun, ketika kepemimpinan itu beralih kepada selain Ali,
mereka pun mengeluhkan kejadian itu.8

2. Dr. Ahmad Amin, yang berkata, “Benih pertama Syiah adalah sekelompok orang yang
berpendapat bahwa selepas wafatnya Nabi Muhammad saw, Ahlul Bait beliaulah yang
lebih utama menjadi khalifah dan penerus beliau ketimbang yang lain. 9

3. Dr. Hasan Ibrahim, yang berkata, “Tidak disangsikan lagi, setelah Nabi Muhammad
saw. wafat, kaum Muslimin berselisih soal siapa khalifah beliau. Akhirnya, tampak
kekhalifahan itu jatuh ke tangan Abu Bakar, dan keputusan tersebut mengakibatkan bangsa
arab terbelah dalam dua kelompok: Jama’iyah dan Syiah. 10

Kedua, pandangan bahwa Syiah terbentuk semasa kepemimpinan Utsman bin Affan.
Pandangan ini diusung sekelompok sejarawan dan peneliti, salah satunya adalah Ibnu
Hazm. 11

Ketiga, pandangan bahwa Syiah terbentuk semasa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib,
Beberapa pengusung pandangan ini adalah Naubakhti dalam bukunya yang berjudul Firoq
Al-Syî’ah, 12 dan Ibnu Nadim dalam buku Al-Fihrist. Dalam bukunya ia mengklaim bahwa
peristiwa di Bashrah dan sebelumnya berpengaruh langsung dalam proses pembentukan
mazhab Syiah.13

Keempat, pandangan bahwa Syiah terbentuk pasca tragedi Thaff (Karbala). Kalangan
pengusung pandangan ini berbeda pendapat soal kronologi pembentukannya. Menurut
sebagian mereka, Syiah diindikasikan eksis sebelum tragedi Thaff tidak memenuhi syarat–
syarat terbentuknya mazhab yang khas dalam segi karakter dan ciri– cirinya. Jadi, mazhab
itu baru terbentuk pasca terjadinya tragedi Thaff. Adapun sebagian lain berpendapat bahwa
keberadaan mazhab Syiah pra tragedi Thaff tak lebih dari sejenis gejala dan

8
Ibnu Khaldun, Târîkh Ibn Khaldûn, (Dar-Fikr, Bairut, 1988), Jld. 3, Hlm. 364.
9
Ahmad Amin, Fajr Al-Islâm, (Dar-Kitab Al-‘Arabi, Bairut, 1969), Hlm. 266
10
Hasan Ibrahim, Târîkh Al-Islâm, (Kairo: T.P, 1957), Jld. 1, Hlm. 371
11
Hasyim Farghal, ‘Awâmil Wa Ahdâf Nasy’ah Ilm Al-Kalâm, (Dar Al-Afaq Al-‘Arabiyyah,
2013), Hlm. 105
12
Naubakhti, Firoq Al-Syî’ah, (Mansyuraat Al-Ridha, Bairut, T.T), Hlm. 36
13
Ibn Nadim, Al-Fihrist Li Ibn Al-Nadim, (Mathba’ah Ar-Rahmaniyah, Mesir, 1990), Hlm.
175
7
kecenderungan spiritual. Adapun pasca tragedi Thaff, mazhab Syiah mulai menemukan
karakter politiknya dan akar–akarnya tertanam jauh di lubuk jiwa para pengikutnya,
sekaligus menciptakan berbagai dimensi dalam batang tubuhnya. 14

Kelima, pandangan di atas tentu saja tidak akan lepas dari kritik. Dengan adanya hal
itu, maka akan dikemukakan pandangan kelima agar darinya akan menjadi jelas bahwa
keempat pandangan sebelumnya hanya bersandar pada kejadian-kejadian yang justru
menjadikan mazhab Syiah mencapai kegemilangan lantaran bergesekan dengan berbagai
faktor dalam momen-momen historis yang diklaim sebagai awal-mula kemunculan Syiah.
Karenanya,merekapun menganggap momen tersebut sebagai tanggal kelahiran Syiah.
Padahal, mazhab dan komunitas Syiah sudah ada sejak awal kemunculan Islam. 15

keenam, kaum Syiah dan kalangan peneliti dari berbagai mazhab berpandangan bahwa
Syiah sudah lahir semasa hidupnya Nabi Muhammad saw. Menurut mereka, beliau sendiri
yang menanamkan benih kesyiahan dalam jiwa para pengikutnya lewat hadis-hadis
kenabian yang disabdakan, seraya mengungkapkan posisi Ali bin Thalib. dalam berbagai
kesempatan. Rangkaian hadis kenabian itu bukan saja diriwayatkan kalangan Syiah,
melainkan juga oleh para periwayat terpercaya menurut mazhab Ahli Sunnah. 16

3. Aliran Murji’ah

Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah,


diantaranya adalah:

Mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan
tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan
juga bertujuan untuk menghindari persengketaan politik.17

Beberapa pakar mensinyalir bahwa gagasan irja atau arja’a, yang merupakan basis
doktrin Islam, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu
Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Penggagas
teori ini adalah Watt. Watt menegaskan teori ini menceritakan bahwa 20 tahun setelah

14
Kamil Mushtafa Al-Syaiby, Al-Shilah Bayn Al-Tashawwuf Wa Al-Tasyayyu’, (Maktabah
Ibnu Taimiyyah, Kuwait,1886), Hlm. 23
15
Ahmad Wa’ili, Identitas Syiah. (Lembaga Internasional Ahlul Bait, 2012), Hlm.45.
16
Thabathaba’i. Islam Syiah: Asal-Usul Dan Perkembangannya, Hlm.38.
17
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: al Nahdal, 1965), 280.
8
kematian Muawiyah pada tahun 680 H, dunia Islam dikoyak oleh pertikaian sipil. Sebagai
respon dari keadaan ini, muncul gagasan irja atau penangguhan. Gagasan ini pertama kali
digunakan sekitar tahun 695 H oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad
Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya, dalam surat itu, Al-Hasan menunjukkan
sikap politiknya dengan mengatakan,”kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi
menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama yang
melibatkan Usman, ‘Ali dan Zubair (seorang tokoh pembelot ke Mekah).” Dengan sikap
politik ini Al-Hasan mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia kemudian
mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang terlampau
mengagungkan ‘Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang
menolak mengakui kekhalifahan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan si
pendosa Usman.18

Namun, dalam konteks historis lahirnya Aliran Murji’ah pada akhir abad pertama
Hijrah pada saat ibukota kerajaan Islam dari Madinah pindah ke Kuffah kemudian pindah
lagi ke Damaskus. Hal itu berawal dari adanya gejolak konflik politik imamah atau
khilafat, pada pasca kholifah Usman Ibnu Affan. Kemudian berlanjut dan berkembang
pada kholifah ke empat yaitu Ali Ibn Abi Thalib. Sehingga tragedi atas terbunuhnya
kholifah Usman oleh abdullah bin Salam dinyatakan bahwa kaum muslimin telah
membuka pintu bencana baginya tidak akan tertutup hingga hari kiamat. Sedangkan
konflik politik yang bahkan sampai terjadi pertempuran antara kholifah Ali Ibn Abi Thalib
dengan Mu’awiyah (seorang gubernur) yang diakhiri dengan cara arbitase atau tahkim.
Walaupun Ali sendiri dalam menerima tahkim itu dalam keadaan terpaksa atas dorongan
anak buahnya. Akan tetapi hal tersebut dalam fakta historis boleh dikatakan sebagai situasi
yang membidani lahirnya aliran-aliran dalam islam, diantaranya aliran Murji’ah. 19

4. Aliran Jabariyah

Benih pemikiran Jabariyah sebenarnya sudah ada pada beberapa orang sahabat sejak
masa Nabi SAW masih hidup. Diceritakan bahwa pada suatu hari Nabi SAW menjumpai
para sahabatnya yang sedang membicarakan masalah qadar. Nabipun marah seraya

18
Rosihon Anwar dan Abdul Rojak, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007). 56- 57.
19
Mulyadi dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid/ Kalam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010). 117
9
berkata: Untuk inikah kalian diperintahkan? Umat sebelum kamu binasa karena mereka
berbuat seperti kamu ini,saling mempertentangkan ayat yang satu dengan yang lain.
Perhatikan apa yang diperintahkan kepadamu, lalu kerjakanlah, dan apa yang dilarang atas
kamu jauhilah. 20
Nabi sendiri sudah pernah menyatakan bahwa di antara umatnya akan ada orang-orang
yang berpaham semacam Jabariyah atau Qadariyah. Dikisahkan bahwa pada suatu hari ada
seorang laki-laki dari Persi datang kepada Nabi SAW lalu berkata : Aku lihat orang Persi
menikah dengan anak-anak perempuan dan saudara-saudara perempuan mereka. Kalau
mereka ditanya mengapa berbuat demikian? Mereka menjawab : Demikianlah qadla dan
qadar Allah. Lalu Nabi bersabda: Di antara umatku akan ada orang-orang yang berkata
demikian,dan mereka itulah orang-orang Majusi dari umatku.21
Khalifah Umar bin Khattab pernah menagkap seseorang yang ketahuan mencuri.
Ketika diinterogasi,pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri”.
Mendengar ucapan itu, Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah berdusta
kepada Tuhan. Oleh karena itu,Umar memberikan dua jenis hukuman kepada pencuri itu.
Pertama,hukuman potong tangan karena mencuri. Kedua,hukuman dera karena
menggunakan dalil takdir Tuhan. 22
Khalifah Ali bin Abi Thalib sesuai Perang Shiffin ditanya oleh seorang tua tentang
qadar (ketentuan) Tuhan dalam kaitannya dengan pahala dan siksa. Orang tua itu
bertanya,”Bila perjalanan (menuju Perang Shiffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar
Tuhan, tak ada pahala sebagai balasannya.” Ali menjelaskan bahwa qadha dan qadar itu
merupakan paksaan,batallah pahala dan siksa,gugur pulalah makna janji dan ancaman
Tuhan,serta tidak ada celaan atas pelaku dosa dan pujian-nya bagi orangorang yang baik.23
Pada pemerintahan Bani Umayah, pandangan tentang al-Jabar semakin mencuat ke
permukaan. Abdullah bin Abbas melalui suratnya memberikan reaksi keras kepada
penduduk Syiria yang diduga berpaham Jabariyah.24
Berdasarkan penjelasan tersebut,dapat kita ambil kesimpulan bahwa awal mula
kemunculan paham Jabariyah adalah sejak awal periode islam. Namun al-Jabar sebagai

20
Ibid,. Hal 56
21
Ibid,. Hal 57
22
Ibid,. 57
23
Ibid,. 58
24
Ibid,. 58
10
pola pikir atau aliran yang dianut,dipelajari dan dikembangkan,baru terjadi pada masa
pemerintahan Daulah Bani Umayah.

5. Aliran Qadariyah

Yang mengemukakan golongan ini adalah Ghailan al-Dimasqi, Golongan ini disebut
Qadariyah adalah karena pendapatnya tentang kedudukan manusia diatas bumi. Golongan
ini mengatakan bahwa manusia mempunyai “Iradah” yang bebas dan kuasa penuh dalam
menentukan amal perbuatan yang dilakukan dan karenanya manusia bertanggung jawab
atas segala perbuatan yang dilakukannya. Jika amalnya baik, balasannya juga baik, dan
jika buruk, maka balasannya juga buruk. Artinya nasib manusia ditentukan oleh manusia
sendiri dan Tuhan tidak ada kuasa campur tangan dalam hal tersebut.

Untuk menelusuri sejarah timbulnya faham Qodariyah ini tentu saja tidak lepas dari
pembahasan tentang faham Jabariyah, sebagai realitas yang masih terus mewarnai
kehidupan manusia dalam bidang teologi, yang secara pasti suit ditentukan kapan faham-
faham tersebut lahir. Tetapi yang jelas pada permulaan dinasti Bani Umayyah, setelah
Islam dianut berbagai bangsa, maka faham-faham Jabariyah dan Qodariyah telah menjadi
bahan pemikiran diantara mereka, dan dari situlah muncul pembicaraan mengenai aliran-
aliran tersebut.
Ahli teologi Islam menerangkan bahwa paham Qodariyah pertama dikenalkan oleh
Ma’bad Al-Juhani : seorang Tabi’I yang baik dan temannya Ghailan Al-Dimasqi, yang
keduannya memperoleh pahamnya dari orang Kristen yang masuk Islam di Iraq. Ma’bad
Al-Juhani adalah seorang lelaki penduduk Bashro keturunn orang majusi. Dia adalah
seorang ahli Hadist dan tafsir Al-Qur’an, tetapi kemudian ia dianggap sesat dan membuat
pendapatpendapat yang salah. Setelah diketahui pemerintah pada waktu itu dia dibunuh
oleh Abdul Malik bin Marwan pada tahun 80 H. dan ia adalah seorang Taba’I yang dapat
dipercaya dan pernah berguru pada Hasan al Bashri. 25
Dalam pada itu Ghailan sendiri terus menyiarkan faham Qodariyahnya di Damaskus,
tetapi mendapat tentangan dari khalifah Umar bin Abd al Aziz, setelah Umar wafat ia
meneruskan kegiatannya yang lama, sehingga ia mati dihukum bunuh oleh Hisyam Abd

25
Ahmad Amin,fajar. 248
11
Malik 724-743 M. sebelum dijatuhi hukum bunuh dilakukan perdebatan antara Ghailan
dan alAwzai yang dihadiri oleh Hisyam sendiri. 26
Menurut W.Montgomery watt, Ma’bad al-Jauhani dan Ghailan ad - Dimashqi adalah
penganut Qodariyah yang hidup setelah Hasan al-Bashri. Kalau di hubungkn dengan
keterangan Adz-Dzahabi dalam mizan al milal, seperti dikutip Ahmad Amin yang
menyatakan bahwa Ma’ad al-Jauhani perna belajar pada Hasan al-Bashri , maka sangat
mungkin paham Qadariyah ini pertama kali dikembangkan oleh Hasan al-Bashri. Maka
keterangan yang ditulis oleh Ibn Nabatah dalam Syah}rul al-‘Uyun bahwa paham
Qadariyah berasal dari orang Iraq Kristen yang masuk Islam kemudian ia kembali ke
Kristen, adalah hasil rekayasa orang yang tak sependapat dengan paham ini, supaya orang
lain tak tertarik dengan pemikiran paham Qadariyah. Lagipula menurut Kremer, seperti
yang dikutip oleh Iqnaz Goldziher , dikalangan gereja timur ketika itu terjadi pardebatan
tentang doktrin Qodariyah yang mencekam pemikiran orang teologinnya. 27

6. Aliran Mu’tazilah

Penulis Islam klasik, seperti syarastani, al-baghdadi, ar-Razi, ibn Khilikan dan lain-lain
menyatakan bahwa golongan mu’tazilah lahir dari majlis pengajian Hasan al-bashri di
Bashrah. Beliau ini seorang pemuka tabiin yang terkenal dan merupakan seorang imam
dan guru yang mengajar agama di Masjid Agung Bashrah pada waktu itu. Nama
mu’tazilah diberikan pertama kali pada Washil bin ‘Ata pada saat terjadi dialog tentang
nasib orang mukmin yang melakukan dosa besar, apakah masuk neraka atau tetap dalam
surga.28

7. Aliran Ahlussunnah Wal Jama’ah

Akar perkembangan Ahlu sunnah wal Jama’ah sebagai aliran atau paham keagamaan
dapat dilacak dari fenomena kemunculan berbagai firqah (golongan) di kalangan umat

26
Ibid,33
27
Iqnazgoldziher, Pengantar Teologi Dan Hukum Islam, terj. Hesri setiawan, (Jakarto: INIS.
1991). 79
28
Ibid, hlm 98-99
12
islam pada khulafaur rosyidin. Lahirnya firqah-firqah tersebut berawal dari latar belakang
politik setelah wafatnya Nabi Muhammad.
Konflik politik kembali mencuat ketika Ali menggantikan Ustman yang terbunuh
dalam serangkaian pemberontakan. Muawiyah, kerabat Ustman menuding Ali bahwa ialah
yang menjadi provokator pemberontakan dan harus bertanggung jawab atas kematian
Ustman. Dengan motif yang sama Aisyah juga beroposisi dengan kelompok eks
pendukung Ali. Yang pada akhirnya terjadilah perang jamal antar kelompok Ali dan
Aisyah yang menyebabkan Zubair dan Thalhah gugur di medan perang.29 Sedangkan
pertikaian Ali dengan Muawiyah berlanjut padaPerang siffin yang berakhir dengan
dilaksanakannya tahkim (abitrase). Sebagian pendukung Ali yang kecewa atas tahkim
tersebut menyatakan keluar dari barisan Ali dan juga tidak memihak Muawiyah yang
kemudian menjadi kelompok baru yang radikal yang dikenal dengan sebutan Khawarij.
Selanjutnya kelompok yang masih tetap mendukung Ali berkembang menjadi kelompok
yang fanatik terhadap Ali yang menyatakan bahwa Abu Bakar, Umar, Ustman, muawiyah
dan Bani Abbas telah merampas hak Ali. Mereka dikenal dengan kelompok Syi’ah.
Pada kelompok Khawarij menganggap bahwa baik Ali atau Muawiyah telah
melanggar hukum tuhan dengan melakukan tahkim.
Menurut mereka pelanggaran terhadap hukum tuhan adalah dosa besar dan termasuk kafir.
Dalam perkembangan selanjutnya muncullah kelompok Murji’ah yang tidak sependapat
dengan mereka. Merka menyatakan pihak yang berseteru tersebut masih tetap mukmin
namun mengenai siapa yang salah atau benar mereka menunggu dan menyerahkan
keputusan kepada Allah. 30
Selain kelompok-kelompok tersebut lahirlah kelompok Jabariyah yang didukung oleh
Muawiyah dengan doktrin sikap pasrah dan menerima semua yang terjadi atas sebagai
ketentuan dari Allah. Sebagai reaksi dari Jabariyah, lahirlah kelompok Qodariyah yang
mempunyai keyakinan bahwa segala perbuatan manusia adalah atas kehendak dari
manusia itu sendiri. Tidak ada campur tangan dari tuhan. Dari kelompok Qodariyah
ini,kemudian muncullah kelompok Mu’tazilah yang mengutamakan pendekatan rasio
untuk memecahkan pendapat yang teologis. Mereka lebih mengutamakan akal daripada
naqli. Dari munculnya beberapa kelompok yang menyimpang dari ajaran Islam tersebut,
paham Ahlu sun>nah wal Jama>’ah mulai muncul sebagai paham ajaran yang masih

29
Ahmad Muhibbin Zuhri. Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang ASWAJA. (Surabaya:
Khalista. 2010). 40
30
Ahmad Muhibbin,..Ibid. 42
13
memegang teguh ajaran yang telah diajarkan Nabi Muhammad dan para generasi
sesudahnya. Hal ini juga ditegaskan dengan adanya statement Nabi Muhammad SAW
yang pernah menyatakan dalam suatu kesempatan melalui hadits Mu’awiyah bin Abi
Sufyan31 :
“Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “sesungguhnya
orang-orang sebelum kamu dan pengikut Ahlikitab terpecah menjadi 72 golongan. Dan
umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan, 72 golongan akan masuk neraka, dan satu
golongan yang akan masuk surga, yaitu golongan Al-Jama’ah” Banyak hadits serupa yang
diriwayatkan oleh bebrapa sahabat yang dapat diambil beberapa kesimpulan. Pertama,
bahwa umat islam akan terpecah menjadi 73 golongan, dimana hanya ada satu golongan
yang akan selamat dan masuk surga sementara semua golongan lainnya tidak akan selamat
dan masuk kedalam neraka. Kedua, menjelaskan bahwa satu golongan yang selamat (al-
firqah al-najiyah) tersebut adalah golongan aljama’ah, as-sawadul a’zam, dan maa ana
‘alaihi wa ashhabi. 32
Para ulama menegaskan, bahwa yang dimaksud golongan yang selamat (al-firqah al-
najiyah) dalam haditst tersebut adalah golongan Ahlu sunnah wal Jama’ah. Dalam hal ini,
Ibnu Abbas R.A berkata33 :
“Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang
hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka
dikatakan): ‘Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab
disebabkan kekafiranmu itu.” [Ali ‘Imran: 106]“Adapun orang yang putih wajahnya
mereka adalah Ahlu sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya mereka
adalah Ahlul Bid’ah dan sesat.”
Dari sekian banyak aliran dalam islam, hanya dua golongan yang mengatakan bahwa
mereka adalah Ahlu sunnah wal Jama’ah. Yang pertama, pengikut madzhab Al-Asy’ari
dan Al-Maturidi. Yang kedua, pengikut paradigma pemikiran Syaikh Ibnu Taimiyah al-
Harrani, yang dewasa ini di kenal dengan salafi-wahabi. Kedua aliran inilah yang selama
ini melakukan pertarungan ideologis. Namun, kemenangan selalu di putuskan berada pada
kelompok pertama pengikut madzhab Al-Asy’ari dan Al-Maturidi karena kaum muslimin
menganggap bahwa pengikut golongan inilah yang benar-benar selalu berusaha konsisten

31
Op.cit,. 19-20.
32
Dalam hadits Abdullah bin Amr, maa ana ‘alaihi wa ashhabi adalah golongan yang
mengikuti ajaran yang dipegang teguh oleh Nabi Muhammad dan para sahabat
33
Muhammad Idrus Ramli.ibid,. 23
14
dan berpegang teguh pada ajaran Rasulullahbeserta para sahabat, yang itu merupakan
representasi dari Ahlusunnah wal Jama’ah itu sendiri. al-Imam al-Hafizh as-Sayyid
Murtadla az-Zabidi dalam kitab Ithaf as-Sadah al-Muttaqin Bi Syarh Ihya’ ‘Ulumiddin,
menuliskan: “Jika disebut Ahlu sunnah Wal Jama’ah maka yang dimaksud adalah al-
Asy’ariyyah dan al-Maturidiyyah”

2.5. Manfaat Teologi Islam

Teologi Islam merupakan salah satu dari tiga pondasi Islam dan pemahamannya harus
ada dalam diri manusia yang beriman. Sedangkan iman itu di nyatakan:
a. Nutqun bil lisan (menyatakan keislaman secara lisan) harus berlandaskan ilmu yang kuat
yang di antaranya adalah ilmu kalam.
b. A’malu bil arkan (melaksanakan keislaman secara fisik) dengan berlandaskan ilmu yang
hak di antaranya ilmu fiqh.
c. Tashdiqu bil qolbi (membenarkan Islam dengan hatinya). Harus berpangkal dengan ilmu
batin yang benar dan yang membenarkan adalah ilmu tasawuf. Dari itu, mempelajari ilmu
teologi sangat penting karena dapat memberikan landasan kuat bagi kebenaran keyakinan
atau keberagamaan seseorang. Dalam hal ini menjadi kekuatan keimanan seseorang
muslim.
Aspek lain, ketuhanan merambah dan mengisi pada berbagai organisasi tertentu
sehingga menyebabkan timbulnya konflik, dengan ilmu teologi ini mengkaji tentang
kebenaran tentang ketuhanan sehingga konflik tersebut dapat di atasi, dan tidak
mendiskriminasikan antara satu aliran dengan aliran yang lain. Akhir-akhir ini, Teologi
Islam sebagai sebuah kajian, telah banyak di tulis. Tulisannya bermaksud mengadvokasi
berbagai ketimpangan berbagai aspek sosial. Dengan teologi ini di harapkan ketimpangan
sosial yang terjadi dapat tereliminasi atau kalau mungkin teratasi secara baik dan benar.

15
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Teologi merupakan disiplin ilmu yang menerangkan tentang pribadi ketuhanan. Baik sifat-sifat
nya maupun tindak lakunya. Di dalam islam sering dinamakan ilmu kalam, yang merupakan
cabang dari ilmu tauhid. Dimana ilmu kalam memberikan porsi naqli terhadap adanya Allah
S.W.T. Teologi bukan muncul karena hanya gejola politik pada masa Khulafaur Rasyidin, akan
tetapi muncul karena perbedaan pemikiran antar imam, antar guru dan murid. Maka dari itu
memang perbedaan adalah rahmatan lil’alamin.

3.2. Saran

Semoga Allah memberikan keberkahan terhadap makalah yang telah penulis susun ini. Mohon
maaf, jika makalah yang singkat ini didapati berbagai kesalahan baik dari segi penulisan,
referensi dan lainnya, kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid / Kalam. Jakarta :PT.Bulan
Bintang. 1992.

Mulyono dan Bashori. Studi Ilmu Tauhid / Kalam. Malang :UIN MALIKI Press. 2010.

Nasution, Harun. Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta :UI
Press. 202.

Rochimah, dkk. Ilmu Kalam.Surabaya: IAIN SUNAN AMPEL. 2012.

Rozak, Abdul. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia. 2001.

Abu ‘Abdirrahman Abdurrahman bin Thoyyib as-Salafy, Dakwah Salafiyah Bukan Murji’ah,
2006.

Hanafi, Ahmad, Teologi Islam, Ilmu Kalam, Jakarta: PT Bulan Bintang. 1974.

IAIN Sunan Ampel Surabaya, Ilmu Kalam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press. 2012.

Kumaidi, H. Aqidah Kalam. Surabaya: Akik Pusaka. 2001.

Mulyadi dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid/ Kalam, Malang: UIN-Maliki Press. 2010.

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Pers. 1985.

Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran – Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI
Press. 1986.

Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia. 2006.

Abd. Mu’in, Taib Thakhir, Ilmu Kalam, Penerbit Wijaya, Jakarta, Cet. Ke- 8, 1980

Al-Ghurabi. Ali Musthafa. Tarikh al-Firaq al-Islamiyah, Mesir: Maktabah wa Mathba’ah


Muhammad Ali Shabih wa Auladih, (t.t)

Al-Shahrastani, al-Milal wa al-Nihal, Beirut:Dar al-Fikr (t.t)

Amin, Ahmad, Fajr al-Islam, Kairo: Maktabah al-Nahdhah alMisriyah, 1975.

M. Hanafi, Theologi Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1992 Nasution, Harun,Teologi Islam:
Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,(Jakarta:UI-Press,1986)

17
Rosihon,Anwar, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung, Cet.II, 2003

Tim Penyusun MKD IAIN SUNAN AMPEL SURABAYA, Ilmu Kalam (Surabaya:IAIN SA
Press. Cet. 1,2011)

M. Rochimah, dan A. Rahma. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press. 2011.

Nasir, Sahilun,.pemikiran kalam (teologi islam): Sejarah, Ajaran, Dan Perkembangannya.


Jakarta: Rajawali Pers. 2012

. ……………, Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta: PT Raja Grafindo, 1996.

Nassution, Harun. Teologi Islam: Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-
Press, 2008.

Razak, Abdul dan Rosihan Anwar. Ilmu Kalam. Bandung:Pustaka Setia, 2007.

Hanafi. 1980. Pengantar Theologi Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna

Hanafi. A. 1982. Theology islam. Jakarta: Bulan bintang.

Murthahhari, Murthadha. 2002. Mengenal Ilmu Kalam: Cara Menembus Kebuntutan Berfikir.
Jakarta: Zahra-IKAPI.

Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-Aliran atau Sejarah Analisa Perbandingan.
Jakarta : UI-Press.

Abduh, Muhammad. 1979. Risalah Tauhid, (Terj), Firdaus A.N. Jakarta: Bulan Bintang.
Daudy, Ahmad. 1997. Kuliah Ilmu Kalam. Jakarta: PT Bulan Bintang.

18

Anda mungkin juga menyukai