Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENDEKATAN TEOLOGIS DALAM STUDI ISLAM

Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah

Metodologi Studi Islam

Dosen Pengampu :

Dika Tripitasari, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Nikmatul Khusna ( 203200213 )

2. Pratama Nadiah Nur Anjani ( 203200221 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PONOROGO

2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ Pendekatan Teologis
Dalam Studi Islam ” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu
untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Metodologi Studi Islam.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dika Tripitasari, M.Pd. selaku dosen
mata kuliah Metodologi Studi Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Ponorogo, 27 September 2021

( Kelompok 6 )

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang ..................................................................................................... 1

2. Rumusan Masalah................................................................................................. 1

3. Tujuan ...................................................................................................................1

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Teologis...............................................................................................2

2. Pendekatan Teologis dalam Studi Islam...............................................................4

3. Tiga Pendekatan Teologi dalam Konteks Pluralisme............................................8

C. ANALISIS .....................................................................................................................12

D. KESIMPULAN..............................................................................................................13

E. DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................14

iii
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Agama dipahami sebagai suatu sumber gambaran-gambaran sesungguhnya tentang
dunia dan seisinya, hal ini diyakini berasal dari wahyu yang diturunkan Allah melalui
perantara nabi dan rasul untuk semua umat manusia. Namun, dengan seiring zaman agama
kerap kali dikritik karena dianggap tidak dapat mengakomodir segala kebutuhan manusia,
bahkan menurut beberapa orang agama dianggap sebagai sesuatu yang “ menakutkan ”.
Kemudian sebagai tanggapan atas kritik itu, orang mulai mempertanyakan kembali
dan mencari hubungan yang paling otentik antara agama dengan masalah-masalah kehidupan
sosial budaya kemasyarakatan yang berlaku dewasa ini. Apa yang menjadi kritik terhadap
agama adalah bahwa agama, tepatnya pemikiran-pemikiran keagamaannya terlalu menitik
beratkan pada struktur-struktur logis argumen tekstual (normative). Ini berarti mengabaikan
segala sesuatu yang membuat agama dihayati secara semestinya. Struktur logis tidak pernah
berhubungan dengan tema-tema yang menyangkut tradisi, kehidupan sosial dan kenyataan-
kenyataan yang ada di masyarakat.
Melihat kenyataan semacam ini, maka diperlukan rekonstruksi pemikiran keagamaan,
khususnya yang berkaitan dengan pendekatan-pendekatan teologis yang selama ini cenderung
normative, tekstual dan “melangit”, sehingga tidak bisa terjamah oleh manusia. Oleh karena
itu diperlukan pendekatan-pendekatan teologis yang kontekstual “membumi”, sehingga dapat
dinikmati oleh manusia dan tidak bertentangan dengan kehidupan sosial budaya masyarakat
yang ada.

2. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Teologis dalam Studi Islam ?
b. Apa saja Pendekatan Teologis dalam Studi Islam ?
c. Apa saja Pendekatan Teologi dalam Konteks Pluralisme ?

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian Teologis dalam Studi Islam.
b. Untuk mengetahui Pendekatan Teologis dalam Studi Islam.
c. Untuk mengetahui macam-macam Pendekatan Teologi dalam Konteks Pluralisme.

1
B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Teologis

Teologi secara leksikal terdiri dari dua kata, yaitu “theos” yang berarti Tuhan dan
“Logos” yang berarti Ilmu.1 Jadi teologi adalah ilmu tentang Tuhan atau ketuhanan. Secara
terminologi, teologi adalah ilmu yang membahas tentang Tuhan dan segala sesuatu yang
terkait dengannya,2 juga membahas hubungan Tuhan dengan manusia dan hubungan manusia
dengan Tuhan.

Dalam istilah Arab, ajaran dasar itu disebut dengan usul al-din dan oleh karena itu
buku yang membahas soal-soal teologi dalam Islam selalau diberi nama kitab ushul al-
din oleh para pengarangnya. Ajaran-ajaran dasar itu disebut juga ‘aqaid, credos atau
keyakinan. Teologi dalam Islam disebut juga ilmu al-tauhid. Kata tauhid mengandung arti
satu atau esa, dan keesaan dalam pandangan Islam disebut sebagai agama monotheisme
merupakan sifat yang terpenting diantara segala sifat Tuhan. Selanjutnya teologi Islam
disebut juga ‘ilmu al-kalam.3
Sebenarnya “kalam” dalam aqidah Islam adalah semacam ilmu atau seni. 4 Kalam
dalam pengertiannya adalah “perkataan atau percakapan”, dalam pengertian teologis kalam
disebut sebagai kata-kata (firman) Tuhan, maka teologi dalam Islam disebut ‘ilmu al-kalam,
karena kaum teolog Islam bersilat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan
pendirian masing-masing. Teolog dalam Islam memang diberi nama mutakallimin, yaitu ahli
debat yang pintar memakai kata-kata.

Menurut Amin Abdullah, Teologi ialah suatu ilmu yang membahas tentang
keyakinan, yaitu sesuatu yang sangat fundamental dalam kehidupan bergama, yakni suatu
ilmu pengetahuan yang paling otoritatif, dimana semua hasil penelitian dan pemikiran harus
sesuai dengan alur pemikiran teologis, dan jika terjadi perselisihan, maka pandangan
keagamaan yang harus dimenangkan.5

Teologi Islam yang diajarkan di Indonesia pada umumnya adalah teologi dalam
bentuk  ilmu tauhid. Ilmu tauhid biasanya kurang mendalam dalam pembahasannya dan
1
Jaya. Hanafi, A, Pengantar Theology Islam. Cet. V. (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989), 11
2
Ya’kub Hamzah, Filsafat Agama Titik Temu Akal dengan Wahyu, (Jakarta: Pedoman Ilmu 1991), 10
3
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI Press,
2002), 9
4
Muhammad Abed al-Jabiri, Nalar Filsafat dan Teologi Islam: Upaya Membentengi Pengetahuan dan
Mempertahankan Kebebasan Berkehendak, terj.Aksin Wijaya, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2003), 22
5
Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 10

2
kurang bersifat filosofis. Selanjutnya, ilmu tauhid biasanya memberi pembahasan sepihak dan
tidak mengemukakan pendapat dan paham dari aliran-aliran atau golongan-golongan lain
yang ada dalam teologi Islam.

Dalam sejarah Islam, pergulatan pemikiran dalam disiplin ilmu kalam atau teologi
demikian polemis. Perdebatan di bidang ini menyentuh bidang yang paling prinsip yakni soal
keberimanan seseorang terhadap Tuhan dan segala aspek yang berkaitan dengan hal tersebut.
Pada perkembangannya, di dalam teologi Islam dijumpai berbagai aliran kalam atau teologi,
seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah, Khawarij, Murji’ah dan Syi’ah. 6 Adapun pembahasan yang
diusung dalam aliran teologi dalam dunia Islam menyangkut hal-hal sebagai berikut:

1. Konsep Iman

2. Konsep Keesaan

3. Konsep Kehendak Mutlak Tuhan

4. Konsep Kehendak Bebas Manusia

5. Konsep Keadilan Tuhan

6. Konsep Kasb Manusia

7. Konsep Melihat Tuhan di Akhirat

8. Konsep Janji dan Ancaman Tuhan

9. Konsep Urgensi Wahyu

10. Konsep Status al- Qur’an7

Pada hakekatnya, Ilmu Teologi membahas berbagai masalah ketuhanandengan


menggunakan logika dan filsafat. Akan tetapi secara teoritis khusus untukaliran salaf tidak
dapat dikelompokkan pada aliran Ilmu Kalam sebab ia dalam masalah-masalah ketuhanan
tidak menggunakan argumentasi filsafat dan logika.Dan ia hanya cukup dikategorikan pada
aliran Ilmu Tauhid atau Ilmu Ushuluddin.

2. Pendekatan Teologis dalam Studi Islam


6
Harun Nasution, Teologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: UI Press, 1978), Cet.I ,32
7
Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam, ( Jakarta: Serat Alam Media, 2012) 84

3
Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu
suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari
Tuhan yang didalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan
teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekuarangan
sedikit pun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan
seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar,
menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial, agama tampil menawarkan nilai-nilai
kemanusiaan, kebersamaan, kejujuran, kesetiakawanan, tolong menolong, tenggang rasa,
persamaan derajat dan sebagainya.8

Pendekatan teologis normative merupakan salah satu pendekatan teologis dalam


upaya memahami agama secara harfiah. Pendekatan normative ini dapat diartikan sebagai
upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari
suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling
benar dibandingkan dengan yang lainnya.9

Agama sebagai objek penelitian mempunyai dua aspek, yaitu aspek historisitas dan
aspek normatif. Aspek historis menjadi objek penelitian sejarah agama dan fenomenologi
histroris. Sedangkan aspek normatif muncul sebagai kekuatan batin yang memberikan
pengakuan akan kebenaran untuk mengatur kehidupan individu dan kehidupan sosial. Aspek
normatif tersebut merupakan tugas teologi.10 Pendekatan teologi semacam ini adalah normatif
dan subjektif terhadap agama yang pada umumnya dilakukan oleh penganut agama tertentu
dalam usaha untuk menyelidiki agama lain. Oleh sebab itu, ia selalu bersifat apologis, yakni
menyerang keyakinan agama lain untuk memperkokoh agama penganutnya.

Joach Wach berkomentar bahwa apabila teologi bertugas untuk meneliti, memperkuat
dan mengajarkan kepercayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat agama, dan juga untuk
memperkokoh semangat dan gairah mempertahankan kepercayaan tersebut, maka ia
bertanggungjawab pula untuk membimbing dan memurnikannya. Selanjutnya dalam teologi
ada upaya untuk mencintai kebenaran, namun harus membenci ketidakbenaran. Akan tetapi
tidak benar jika karena ingin memuji kepercayaan sendiri, seseorang harus membenci dan
menghina orang-orang yang memiliki kepercayaan lain.11

8
Abudin Nata, Metodologi Studi islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), 35
9
Ibid., 28
10
Mujtahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama, Cet. Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1994),  3

4
Pendekatan teologis agama dipandang sebagai keyakinan atau dogma Tuhan yang
bersifat absolute. Keyakinan ini bersifat subjektif dan particular. Dalam arti, bahwa suatu
kebenaran yang diyakini berlaku untuk orang-orang yang meyakini saja, sementara orang
yang di luar belum tentu meyakininya, atau bahkan menolaknya. Disebut partikuler (bagian)
karena keyakinan tersebut tidak berlaku secara universal (umum), hanya bagi pemeluk agama
tertentu. Karenanya, terdapat kepercayaan hanya berbeda-beda, seperti teologi Islam, teologi
Kristen, dan teologi Yahudi.12

Doktrin teologi macam apa pun, bahkan juga studi agama-agama, secara historis-


empiris yang manapun tidak akan mampu memberi sumbangan pemikiran untuk melerai
ketertumpang-tindihan dan ketercampur-adukan antara dimensi doktrin-teologi dan dimensi
kesejarahan dalam wujud praksis sosial dan ketertumpang-tindihan antara teks dan realitas.
Bercampur-aduknya kepentingan golongan ( baik dari segi kepentingan ekonomi, politik
pendidikan, sosial, budaya maupun pertahanan keamanan ) dengan doktrin-teologis,
menjadikan hubungan antar umat beragama semakin ruwet. Agak sulit sekarang untuk hanya
secara pasrah mengkaji aspek doktrinal-teologis dari suatu agama dengan melepaskan
keterkaitannya dengan aspek sosial praksis dan kultural-sosiologis yang menyertainya, dan
begitu sebaliknya. Keduanya sudah demikian membaur dan campur-aduk.13

Dalam pandangan Abuddin Nata, pendekatan teologis merupakan upaya memahami


agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari keyakinan bahwa
wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap suatu yang paling benar dibandingkan dengan
yang lainnya.14 Dalam panggung sejarah Islam, secara tradisional, pendekatan teologis
normatif dapat dijumpai sebagai teologi Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah, yang
sebelumnya terdapat teologi yang bernama Murji’ah dan Khawarij. 15 Hampir sama dengan
pendapat Abudin Nata, Imam Suprayogo dan Tobroni mengatakan bahwa pendekatan teologi
dalam studi Islam adalah pendekatan iman untuk merumuskan kehendak Tuhan berupa
wahyu yang disampaikan kepada para Nabi nya agar kehendak Tuhan tersebut dapat
dipahami secara dinamis dalam konteks ruang dan waktu. Karena itu, pendekatan teologis

11
Joachim Wach, The Comparative Study of Religions, diterjemahkan oleh Djamannuri dengan judul
“Ilmu Perbandingan Agama Inti dan Bentuk Pengamalan Keagamaan. Cet. IV. (Jakarta: Raja Grafiondo
Persada, 1994) 13
12
Moh. Nurhakim, Metodologi Studi Islam, (Malang: Umm Press, 2004), 17
13
M. Amin Abdullah, Rekonstruksi Metodologi Agama  dalam Masyarakat Multikultural dan
Multirelegius, (Yogyakarta: SUKA Press, 2003), 16
14
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers ) 28-29
15
Harun Nasution, Teologi Islam. 32

5
dalam studi agama disebut juga sebagai pendekatan normatif dari ilmu-ilmu agama itu
sendiri.

Secara umum, pendekatan teologis/normatif dalam studi agama bertujuan untuk


mencari pembenaran dari suatu ajaran agama atau dalam rangka menemukan pemahaman
atau pemikiran keagamaan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan secara normatif
idealistik.16 Studi agama yang bersifat teologis/normatif ini memiliki sikap apologetik, artinya
menerima begitu saja kenyataan agama tanpa melakukan penyelidikan sebab-sebab dan asal-
usulnya. Studi ini hendak menggambarkan logika intern agama yang bersifat khas agama, dan
tidak bisa dijelaskan dengan ilmu lain. Di sinilah ilmu (normatif) agama itu bersifat mandiri
sebagaimana kemandirian ilmu yang bersifat positivistik. Kebenaran agama atau doktrin
suatu agama tidak ditentukan oleh ilmu lain seperti sosiologi dan antropologi, walaupun
kedua ilmu tersebut bisa mengubah stereotype beragama. Kebenaran agama juga tidak
ditentukan oleh ilmu seni atau olahraga, walaupun seni dan olahraga merupakan bagian dari
semangat ajaran agama. Bahkan, kebenaran agama tidak bisa dinilai oleh agama lain.
Misalnya, Islam memperbolehkan makan daging sapi, tetapi agama Hindu justru
mengharamkannya.

Dalam Islam, metode teologis, khususnya teologi intelektual, telah melahirkan ilmu-
ilmu keagamaan yang mantap, baik objek maupun metodologinya. Ilmu-ilmu keagamaan itu
antara lain yaitu ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu fikih, ilmu akhlak/tasawuf, dan ilmu kalam yang
masing-masing memiliki ilmu cabang atau ilmu bantunya. Kendatipun ilmu-ilmu keagamaan
berdiri sendiri, tetapi tetap merupakan satu kesatuan yaitu dalam rangka menangkap dan
menjelaskan makna Tuhan. Pendekatan teologi dalam pemahaman keagamaan merupakan
pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang
masing-masing mengklaim dirinya sebagai yang paling benar, sedang yang lainnya salah.
Karena itu, tidak mengherankan jika pendekatan ini kerap terjadi praktik saling mengkafirkan
dan saling menyalahkan. Akibatnya, antara satu agama dengan agama lain, atau antara satu
aliran agama dengan aliran yang lain tidak akan pernah bertemu untuk saling terbuka dan
berdialog serta saling menghargai. Secara umum, pendekatan teologis bercirikan antara lain:
cenderung tertutup, tidak ada dialog, parsial, saling menyalahkan, saling mengkafirkan, tidak
ada kerjasama, dan tidak terlihat adanya kepedulian sosial. Dengan demikian, agama
cenderung hanya merupakan keyakinan dan pembentuk sikap keras dan asosial. Melalui

16
Imam Suprayogo & Tobroni, Metodologi Penelitian, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) 59

6
pendekatan teologis, agama menjadi buta terhadap masalah-masalah sosial dan cenderung
menjadi lambang atau identitas yang tidak memiliki makna.17

Terkait masalah tersebut, M. Amin Abdullah mengatakan bahwa ketika archetype


atau form keberagamaan manusia telah terpecah dan termanifestasikan dalam wadah formal
teologi atau agama tertentu, lalu wadah tersebut menuntut bahwa hanya kebenaran yang
dimilikinya merupakan yang paling unggul dan paling benar (truth claim). Keadaan yang
demikian tentu saja membawa implikasi kepada pembentukan mode of thought yang bersifat
partikularistik, eksklusif, dan seringkali intoleran. Kecenderungan ini merupakan keadaan
yang kurang kondusif untuk melihat rumah tangga penganut agama lain secara bersahabat,
sejuk, dan ramah.18

Berkenaan dengan pendekatan teologis, M. Amin Abdullah menambahkan bahwa


pendekatan teologi semata-mata tidak dapat memecahkan masalah esensial pluralitas agama
saat sekarang. Terlebih lagi kenyataan demikian harus ditambahkan bahwa doktrin teologi,
pada dasarnya memang berdiri sendiri. Teologi terlepas dari kelembagan sosial
kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya. Kepentingan ekonomi, sosial, politik,
pertahanan selalu menyertai pemikiran teologis yang sudah mengelompok dan mengkristal
dalam satu komunitas tertentu. Amin Abdullah menuturkan bahwa teologi selalu mengacu
kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang
tinggi, serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku bukan
sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis.

Melalui pendekatan teologis, bisa jadi – ini yang diharapkan— seseorang akan
memiliki sikap militansi dalam beragama, yakni berpegang teguh kepada agama yang
diyakininya sebagai yang paling benar tanpa memandang dan meremehkan keberadaan
agama lain. Dengan pendekatan teologis, seseorang akan memiliki sikap fanatik terhadap
agama yang dianutnya.

3. Tiga Pendekatan Teologi dalam Konteks Pluralisme

A. Pendekatan Teologi Normatif


17
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers) 32
18
M. Amin Abdullah, Studi Agama: Normatif atau Histori.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) 31

7
Pendekatan teologi normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan
sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan ilmu ketuhanan yang bertolak dari
suatu keyakinan dalam wujud empirik dari suatu agama yang dianggap sebagai yang paling
benar dibandingkan dengan yang lainnya.19 Pendekatan teologi dalam pemahaman
keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk formal atau simbol-simbol
keagamaan yang masing-masing mengklaim dirinya sebagai yang paling benar, sedangkan
yang lainnya sebagai yang salah.

Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnya yang benar
sedangkan paham lainnya salah, sehingga memandang bahwa orang lain keliru, sesat, kafir,
murtad dan lain-lain. Demikian pula paham yang dituduh sesat dan kafir itu pun menuduh
kepada lawannya sebagai yang sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah
proses saling mengkafirkan, saling menyalahkan, tidak terbuka dialog atau saling
menghargai, yang ada hanya ketertutupan sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan
pengkotak-kotakan ummat, tidak ada kerja sama dan kepedulian sosial.

Dalam kerangka studi agama, normativitas ajaran wahyu dibangun,dikemas, dan


dibakukan melalui pendekatan doktrinal teologis. Pendekatannormatif ini berangkat dari teks
yang sudah tertulis dalam kitab suci masing-masing agama. Oleh karena itu, pendekatan ini
dianggap sebagai bercorakliteralis, tektualis, dan skripturalis.20 Model pendekatan teologi
ini menjadikan agama buta terhadap masalah-masalah sosial dan cenderung menjadi lambang
atau identitas yang tidak memiliki arti. Sikap eksklusif dalam memandang perbedaan dan
pluralitas agama sebagaimana tersebut di atas, tidak hanya merugikan bagi agama lain, tetapi
juga merugikan diri sendiri karena sikap semacam itu sesungguhnya mempersempit
masuknya kebenaran-kebenaran baru yang bisa membuat hidup ini lebih lapang dan lebih
kaya dengan nuansa.

Pendekatan teologis memiliki arti yang berkaitan dengan aspek ketuhanan.


Sedangkan, normatif secara sederhana diartikan dengan hal-hal yang mengikuti aturan atau
norma-norma tertentu. Dalam konteks ajaran Islam, normatif merupakan ajaran agama yang
belum dicampuri oleh pemahaman dan penafsiran manusia. 21 Dengan kata lain, pendekatan
teologis normatif dalamagama adalah melihat agama sebagai suatu kebenaran yang mutlak

19
Abudin Nata. Metodologi Studi Islam. (Jakarta: Rajawali Pers) 28
20
Masdar Hilmi dan A.Muzakki. Dinamika Baru Studi Islam. (Arkola : Surabaya. 2005) 109
21
Masdar Hilmi dan A.Muzakki. Dinamika Baru Studi Islam, (Surabaya: Arkola,. 2005) 63

8
dari Tuhan,tidak ada kekurangan sedikit pun dan nampak bersifat ideal. Dalam kaitan ini,
agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas.

Pendekatan normatif dapat diartikan studi Islam yang memandang masalahdari sudut
legal formal atau dari segi normatifnya. Dengan kata lain, pendekatannormatif lebih melihat
studi Islam dari apa yang tertera dalam teks Al-Quran danHadits. Pendekatan normatif dapat
juga dikatakan pendekatan yang bersifatdomain keimanan tanpa melakukan kritis kesejarahan
atas nalar lokal dan nalarzaman yang berkembang, serta tidak memperhatikan konteks
kesejarahan Al-Quran. Pendekatan ini mengasumsikan seluruh ajaran Islam baik yang
terdapatdalam Al-Quran, Hadits maupun ijtihad sebagai suatu kebenaran yang harusditerima
saja dan tidak boleh diganggu gugat lagi.22

Kita tidak bisa menghindari bahwa perkembangannya, sebuah agama mengalami


derivasi atau penyimpangan dalam hal doktrin dan prakteknya, tetapi arogansi teologi yang
selalu memandang agama lain sebagai agama yang sesat sehingga harus dilakukan pertobatan
dan jika tidak, berarti masuk neraka, hal ini merupakan sikap yang janganjangan malah
menjauhkan diri dari substansi sikap keberagamaan yang serba kasih dan santun dalam
mengajak kepada jalan kebenaran. Untuk itu, diperlukan paradigma baru yang lebih
memungkinkan hubungan dialogis dapat dilakukan.

B. Pendekatan Teologi Dialogis

Pendekatan teologis – dialogis adalah mengkaji agama tertentu dengan


mempergunakan perspektif agama lain. Model pendekatan ini, banyak digunakan oleh
orientalis dalam mengkaji Islam. Seorang Islamolog Barat, Hans Kung, seperti yang
disinyalir oleh M.  Natsir Mahmud, dalam berbagai tulisannya terkait dengan pengkajian
Islam menggunakan pendekatan teologis-dialogis, yakni bertolak dari perspektif teologi
Kristen. Kung menyajikan pandangan-pandangan teologi Kristen dalam melihat eksistensi
Islam, mulai dari pandangan teologis yang intern sampai pandangan yang toleran, yang saling
mengakui eksistensi masing-masing agama.

Dalam melengkapi komentarnya, pertanyaan teologis yang diajukan Kung adalah,


bahwa apakah Islam merupakan jalan keselamatan? Pertanyaan ini menjadi titik tolak untuk
melihat apakah Islam sebuah agama yang menyelematkan penganutnya bila dilihat dari
teologi Kristen. Kung mengemukakan pandangan beberapa teolog Kristen, misalnya, Origan,

22
Ibid, 64

9
yang mengeluarkan pernyataan controversial, yakni “ Ekstra Gelesiam Nulla Sulus”, artinya
tidak ada keselamatan di luar gereja.

Selain itu, pendekatan teologis-dialogis juga digunakan oleh W. Montgomery Watt.


Hakikat dialog menurut Watt, sebagai upaya untuk saling mengubah pandangan antar
penganut agama dan saling terbuka dalam belajar satu sama lain. Dalam hal ini Watt
bermaksud menghilangkan sikap merendahkan agama seseorang oleh penganut agama yang
lain serta menghilangkan ajaran yang  bersifar apologis dari masing-masing agama.

Sementara itu, C.W. Trell mengomentari penjelasan Watt tersebut dalam tiga hal: (1)
masing-masing penganut agama saling mengakui bahwa mereka adalah pengikut Tuhan yang
beriman, (2) sebagai konsekuensi dari yang pertama,  perlu merevisi doktrin masing-masing
agama untuk dapat membawa pada keimanan kepada Tuhan secara damai, (3) melakukan
kritik-kritik yang menghasilkan visi baru. Watt dalam hal ini berusaha melakukan
reinterpretasi terhadap ajaran agama yang mengandung nada apologis terhadap agama lain.

Terdapat perbedaan fundamnetal antar ajaran agama adalah hal yang tak dipungkiri.
Oleh karena itu, perlu adanya dialog, namun hendaknya dialog antar pemeluk agama tersebut
tidak diarahkan kepada perdebatan teologi doktrinal yang selalu berakhir dengan jalan buntu.
Pendekatan teologi dialogis ini akan memperkaya pemahaman antara pemeluk agama. Islam
misalnya dapat membantu agama lain untuk memberikan penjelasan tentang keyakinan dan
amalan yang kadang-kadang dianggap kurang berguna, demikian juga ummat Islam dapat
emgambil manfaat dan mencontoh kegiatan Kristen dalam pekerjaan-pekerjaan sosial.
Demikian pula antar satu agama dengan agama lain dapat meneladani hal-hal yang positif
selama tidak mencampuradukkan prinsip-prinsip aqidah dari masing-masing agama tersebut.

C. Pendekatan Teologi Konvergensi

Pendekatan teologi konvergensi merupakan upaya untuk memahami agama dengan


melihat intisari persamaan atau titik temu dari masing-masing agama untuk dapat
diintegrasikan. Melalui pendekatan konvergensi, kita ingin menyatukan unsur esensial dalam
agama-agama sehingga tidak tampak lagi perbedaan yang prinsipil. Dalam kondisi demikian,
agama dan penganutnya dapat dipersatukan dalam konsep teologi universal dan umatnya
dapat dipersatukan dalam satu umat beragama.

Berkenaan dengan pendekatan teologi konvergensi ini, Wilfred Contwell Smith


menghendaki agar penganut agama-agama dapat menyatu, bukan hanya dalam dunia praktis

10
tetapi juga dalam pandangan teologisnya. Sehubungan dengan hal tersebut, Smith mencoba
membuat pertanyaan di mana letak titik temu keyakinan agama-agama itu untuk mencapai
sebuah konvergensi agama. Oleh sebab itu, Smith membedakan antara “faith” (iman) dengan
“belief” (kepercayaan). Di dalam faith agama-agama dapat disatukan, sedang dalam belief
tidak dapat disatukan.

Dalam belief (kepercayaan) itulah penganut agama berbeda-beda dan dari perbedaan
itu akan menghasilkan konflik. Sebaliknya dalam faith umat beragama dapat menyatu. Jadi,
orang bisa berbeda dalam belief tetapi menyatu dalam faith (iman). Sebagai contoh dalam
masyarakat Islam terdapat berbagai aliran teologis maupun aliran fikhi. Mereka mungkin
menganut paham Mu’tazilah, Asyariyah atau Maturidiyah dan mengikuti imam Syafi’i atau
Hanbal. Belief mereka berbeda yang memungkinkan sikap keagamaan yang berbeda pula,
tetapi mereka satu dalam faith, yaitu tetap mengakui Allah sebagai Tuhan yang Satu dan
Muhammad adalah Rasul Allah. Dalam Belief dan respon keagamaan yang berbeda tetapi
hakekat menyatu dalam faith, yaitu mengakui adanya Tuhan sebagai Sang Pencipta.

Dari ketiga pendekatan teologi tersebut, yang paling akurat dipergunakan menurut
analisis penulis adalah pendekatan teologis konvergensi. Penulis melihat bahwa dengan
menggunakan pendekatan konvergensi dalam melakukan penelitian terhadap agama-agama,
maka dengan sendirinya akan tercakup nilai-nilai normatif dan dialogis.

C. ANALISIS
Teologis merupakan suatu ilmu yang mempelajari dan meneliti tentang sang pencipta
yaitu Tuhan dan makhluk-Nya yaitu manusia serta segala sesuatu yang berhubungan dengan
keduanya di dalam kehidupan nyata ini. Dengan menggunakan berbagai sudut pandang serta

11
pemikiran yang dikemukakan oleh berbagai ahli didalamnya yang nantinya diambil
kesepakatan yang menjadi acuan dalam kehidupan beragama.
Pendekatan teologis dalam Studi Islam membahas lebih dalam tentang agama yang di
dasari murni oleh ajaran Tuhan serta memahami lebih dalam suatu agama yang sedang
dianutnya, yaitu dengan menyelidiki agama lain untuk memperkuat agama atau ajaran yang
dimilikinya. Pendekatan ini juga dilakukan dengan mengambil beberapa pandangan dari satu
bidang ilmu untuk dikembangakan dalam memahami agama sebelumnya.
Perkembangan zaman yang senantiasa berubah dan disertai munculnya  berbagai
persoalan baru dalam kehidupan manusia, akhirnya menjadi sebuah tuntutan untuk
memahami agama sesuai zamanya. Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat
dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan
tologis-normatif, teologis-dialogis, teologis-konvergensi dilengkapi dengan pemahaman
agama yang menggunakan pendekatan lain yang secara oprasional konseptual dapat
memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul. Oleh karena itu, sebaiknya umat Islam
tidak hanya memahami Islam melalui pendekatan teologis saja, agar  pemahaman tentang
Islam menjadi integral, universal, dan komprehenshif.

D. KESIMPULAN
1. Pendekatan teologis memfokuskan pada sejumlah konsep khususnya yang didasarkan pada
ide theos-logos, studi atau pengetahuan tentang Tuhan. Teologi sering berpusat pada doktrin.
Dalam pendekatan teologis memahami agama adalah pendekatan yang menekankan bentuk

12
formal simbol-simbol keagamaan, mengklaim sebagai agama yang paling benar, yang lainnya
salah sehingga memandang bahwa paham orang lain itu keliru, kafir, sesat, dan murtad.
Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara
berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran
yang berasal dari Tuhan sudah pasti benar sehingga tidak perlu dipertanyakan terlebih
dahulu, melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan
argumentasi.

2. Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama
yang selama ini banyak menggunakan pendekatan tologis-normatif dilengkapi dengan
pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain yang secara oprasional konseptual
dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul. Sebaiknya umat islam tidak hanya
memahami islam melalui pendekatan teologis saja (diperlukan pendekatan berbagai disiplin
ilmu-ilmu yang  lain) bahkan sikap dan pengalaman agama lain  untuk melihat lebih dekat
agama kita sendiri. Agar pemahaman tentang islam menjadi integral, universal, dan
komprehenshif.

3. Menyadari bahwa secara fitrah manusia membutuhkan agama, dan agar agama yang
dianutnya dapat memberi jaminan ketengangan, keselamatanm dan kebahagiaan, maka setiap
penganut harus menggunakan beberapa pendekatan dalam memahami agama agar tidak
terjadi benturan antara penganut agama yang satu dengan penganut yang lainnya. Pendekatan
tersebut adalah pendekatan teologi normatif, dialogis dan konvergensi. Pendekatan teologi
normatif adalah bentuk pendekatan yang melihat bahwa nilai dan ajaran agama yang dianut
merupakan kebenaran absolut, mutlak dari Tuhan sehingga harus dihormati oleh setiap
penganut agama. Pendekatan teologi dialogis adalah pendekatan yang menekankan pada
dialog antara pemeluk agama mengenai ajaran masing-masing agama agar tidak terjadi
kebuntuan dan kesalahpahaman antara penganut agama. Sedangkan pendekatan teologi
konvergensi adalah model pendekatan dengan melihat titik persamaan dari masing-masing
agama sehingga menghilankan kecurigaan dan menimbulkan pemahaman universal bagi
semua pemeluk agama. Ketiga pendekatan ini harus berjalan secara sinergik agar mencapai
hasil yang akurat dan dapat membawa kepada perdamaian dunia.

E. DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, Studi Agama: Normatif atau Histori, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996

13
_______, Amin, Studi Agama : Normativitas atau Historisitas, Yogjakarta: Pustaka Pelajar,
1999

_______, M. Amin, Rekonstruksi Metodologi Agama   dalam Masyarakat Multikultural dan


Multirelegius, Yogyakarta: SUKA Press, 2003

Al-Jabiri, Muhammad Abed, Nalar Filsafat dan Teologi Islam: Upaya  Membentengi


Pengetahuan dan Mempertahankan Kebebasan Berkehendak, terj.Aksin Wijaya,
Yogyakarta: IRCiSoD, 2003

Hamzah, Ya’kub,,  Filsafat Agama Titik Temu Akal dengan Wahyu, Jakarta: Pedoman Ilmu
1991

Hanafi, Jaya, Pengantar Theology Islam. Cet. V. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1989

Hilmi, Masdar, Dinamika Baru Studi Islam. Surabaya: Arkola, 2005

Manaf, Mujtahid Abd., Ilmu Perbandingan Agama, Cet. Islam, Jakarta: RajaGrafindo


Persada, 1994

Nasution, Harun, Teologi Islam (Ilmu Kalam), Jakarta: UI Press, Cet.I, 1978

_______, Harun, Teologi Islam : Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI


Press, 2009

Nata, Abudin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2010

Nurhakim, Moh., Metodologi Studi Islam, Malang: Umm Press, 2004

Saefuddin, Didin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Serat Alam Media, 2012

Suprayogo, Imam, Metodologi Penelitian, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011

Wach, Joachim, The Comparative Study of Religions, diterjemahkan oleh Djamannuri dengan


judul “Ilmu Perbandingan Agama Inti dan Bentuk Pengamalan Keagamaan.  Cet. IV.
Jakarta: RajaGrafiondo Persada, 1994

14

Anda mungkin juga menyukai