Anda di halaman 1dari 17

ILMU TASAWUF

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah

“ Akhlak Tasawuf ”

Dosen Pengampu :

Kristiana Rizqi Rohmah, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Pratama Nadiah Nur .A. (203200221)

2. Prenttyan Shuffah Myulta .W. (203200222)

3. Qurhotul Ngaini (203200225)

4. Shinta Purwaningsih (203200238)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERIPONOROGO

2021

i
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
petunjuk-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam tidak lupa untuk selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Makalah ini ditulis untuk menyelesaikan tugas mata kuliah “Akhlak Tasawuf”. Tidak
lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada Dosen yang telah memberikan arahan dan
bimbingan kepada kami, dan juga teman - teman yang sudah berkenan meluangkan waktu
dan juga pikirannya sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai target yang telah
diberikan.
Karena kami masih dalam proses belajar dalam penyusunan makalah ini tentunya
masih jauh untuk mencapai kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan dari semua pihak untukmemberi saran dan kritik yang bersifat
membangun. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk teman-teman dan
kita yang membuat makalah ini khususnya.
Ponorogo, 23 Februari 2021

Penyusun
(Kelompok 2 PGMI H)

ii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR..................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................1

C. Tujuan ........................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Tasawuf...................................................................... 2

B. Dasar – Dasar Ajaran Tasawuf....................................................................4

C. Klasifikasi Tasawuf....................................................................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...............................................................................................13

B. Daftar Pustaka............................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan dunia Tasawwuf pada masa sekarang kurang
diperhatikan masayarakat tentang bagaimana menjalankannya maupun menjaga dengan
baik.Banyak yang mempelajari ilmu tasawwuf tanpa tahu sejarah tentang ilmu tasawwuf
tersebut,maka dari itu perlunya mempelajari sejarah ilmu tasawwuf dalam islam menjadi
sangat penting agar ketika orang-orang belajar tasawwuf tidak semerta-merta dapat
menyelewengkan ajaran-ajaran yang sudah diajarkan pada zaman nabi sampai sekarang.
Ajaran tasawuf dalam dunia Islam dipelajari sebagai ilmu, yang mana dipelajarinya
ilmu ini sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Manusia pada dasarnya adalah
suci, maka kegiatan yang dilakukan oleh sebagian manusia untuk mensucikan diri merupakan
naluri manusia. Usaha yang mengarahkan seorang hamba kepada pensucian jiwa terhadapnya
diterapkan dalam kehidupan tasawuf.
Ajaran tasawuf ialah salah satu ilmu yang cukup populer didengar bahkan oleh para
orang awam sekalipun. Namun pada umumnya ajaran tasawuf ini kurang dipahami oleh
kalangan orang-orang awam, sehingga tidak banyak yang mengamalkan ajaran ini. Maka
pada makalah ini, penulis akan memaparkan mulai dari pengertian tasawuf, sejarah
kemunculan tasawuf, serta dasar-dasar ajaran mengenai tasawuf. Yang mana penulis
harapkan dengan membaca makalah ini maka pembaca akan memahami serta mampu
mengamalkan ajaran tasawuf ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah munculnya Tasawuf ?
2. Apa saja dasar-dasar ajaran Tasawuf dalam al-Qur’an dan al-Hadist ?
3. Apa saja klasifikasi tasawuf ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah munculnya Tasawuf.
2. Untuk mengetahui dasar-dasar ajaran Tasawuf dalam al-Qur’an dan al-Hadist.
3. Untuk mengetahui klasifikasi Tasawuf.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Munculnya Tasawuf
Sebenarnya kehidupan sufi sudah terdapat pada diri Nabi Muhammad Saw. Dimana
dalam sebuah kehidupan beliau sehari-hari terkesan amat sederhana. Di samping
menghabiskan waktunya untuk beribadah dan selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Bahkan seperti yang kita ketahui bahwa sebelum beliau di angkat menjadi Rasul Allah, beliau
sering melakukan kegiatan sufi dengan melakukan uzlah di Gua Hiro selama berbulan-bulan
lamanya sampai beliau menerima wahyu pertamanya saat diangkat menjadi Rasul Allah.
Pada waktu malam beliau sedikit sekali tidur, waktunya dihabiskan untuk bertawajjuh
kepada Allah dengan memperbanyak dzikir kepada-Nya. Tempat tidur beliau terbuat dari
balai kayu biasa dengan alas tikar dari daun kurma. Beliau lebih suka hidup sederhana dari
pada hidup bermewah-mewahan. Kehidupan Nabi yang seperti itu langsung di tiru oleh
sahabatnya, Tabi’in dan terus turun-temurun hingga sekarang. Bahkan para sahabat beliau
banyak yang melakukan kehidupan sufi dengan hidup sederhana bahkan serba kekurangan,
tetapi dalam hidupnya tumbuh sinar kesemangatan dalam beribadah.
Rasulullah Saw. Melakukan pendalaman terhadap aspek spiritual di kalangan umat
islam. Sehingga munculah di madinah dua kelompok yang kemudian hari memiliki pengaruh
besar terhadap umat islam. Pertama, kelompok para qori’ dari kaum Anshor. Mereka bekerja
di siang hari dan beribadah di malam harinya. Mereka bahkan berada di samping tiang-tiang
masjid untuk bertahajud dan membaca Al-Qur’an. Mereka tidak hanyut dalam kemewahan
dunia akibat kemenangan demi kemenangan yang di capai umat islam. Ciri mereka sangat
jelas, sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Mas’ud, yaitu beribadah di malam hari disaat
orang tertidur pulas, berpuasa di siang hari disaat orang sedang memakan makanan enak,
prihatin saat orang bersuka-ria, menangis saat orang tertawa dan tenang di saat orang riuh
dengan urusa-urusan dunia.
Kedua, kelompok yang di kenal dengan zuhud dan kemudian hari menjadi tempat
penisbatan tasawuf, yaitu “ahlal-suffah”. Latar belakang penyebutan ahlal-suffah untuk
mereka adalah bahwa Rosullullah Saw. Membangun tempat (al-suffah) di sekitar masjid
Madinah untuk muslim yang tidak mampu dan muhajirin yang fakir. Beberapa pemuka
makkah enggan berkumpul dengan Rasullullah Saw. Karena adanya kefakiran, penampilan
dan bau kelompok ini. Rosul hampir meng iyakan alas an mereka, tetapi kemudian diingatkan
oleh Allah Swt. Sehingga beliau memperlakukannya dengan lebih baik. Sampai-sampai
beliau tidak beranjak ketika mereka duduk di sekeliling beliau sebelum mereka beranjak.
2
Ketika bersalaman, beliau juga tidak melepaskan tangan lebih dahulu. Kadang-kadang beliau
mengirimkan mereka kepada orang-orang mampu untuk di beri makan.
Dapat di contoh disini, seperti kehidupan Abu Hurairah yang dalam sejarah di sebutkan
bahwa beliau tidak mempunyai rumah, hanya tidur di emperan masjidil haram makkah,
pakaiannya hanya satu melekat di badan, makannya tidak pernah merasa kenyang, bahkan
sering tidakk makan. Sampai pada suatu hari beliau duduk-duduk di pinggir jalan sedang ia
sangat lapar. Tatkala Abu Bakar lewat disitu ia bertanya ayat apa yang harus di bacanya dari
Al-Qur’an untuk menahan laparnya. Abu Bakar tidak menjawab dan berjalan terus.
Kemudian lewat pula Umar bin Khatab, Abu Hurairah meminta pula kepadanya, di tunjukkan
ayat Al-Qur’an yang dapat menahan rasa laparnya, Umar tidak berbuat apa-apa dan
melanjutkan perjalanannya. Kemudian lewatlah disituRosullullah Saw., Nabi tersenyum
melihat Abu Hurairah karena mengetahui apa yang terkandung dalam diri dan tersirat di
mukanya, Nabi mengajak Abu Hurairah mengikutinya. Tatkala sampai di rumah, Nabi
mengeluarkan sebuah bejana susu dan disuruh meminumnya Abu Hurairah, sampai kenyang
sehingga tidak dapat mengabiskannya.
Satu contoh lagi adalah yang terjadi pada sahabat nabi yang bernama Abu Darda’.
Suatu hari AalmanAl-Farisi mengunjungi rumah Abu Darda’, yang telah dipersaudarakan
Rosullullah dengan dia. Maka didapatinya dia sedang murung tak gembira seperti biasanya.
Tatkala ditanya, istrinya menceritakan bahwa Abu Darda’ sejak ingin meninggalkan
kesenangan dunia ini, ia ingin meninggalkan makan minum, karena di anggap akan
mengganggu ibadah dan takwanya kepada Allah. Mendengar cerita itu Salman Al-Farisi
murka, lalu sambil menyajikan makanan ke Abu Darda’ ia berkata dengan geramnya: “Aku
perintahkan kepadamu supaya kamu makan. Sekarang juga!” Abu Darda’ lalu makan.
Tatkala waktu tidur Salman memberi perintah lagi: “Aku perintahkan kepadamu supaya
kamu pergi beristiahat dengan istrimu!” Dan kemudian tatala waktu shalat ia membangunkan
saudaranya itu sambil berkata: “Hai Abu Darda’ bangunlah sekarang engkau dari tidurmu dan
shalatlah engkau untuk mengagungkan Tuhan!. Kemudian Salman menjelaskan. Ia berkata
“Kuperingatkan kepadamu, bahwa beribadah kepada Tuhanmu itu adalah sebuah kewajiban,
merawat dirimupun adalah suatu kewajiban, melayani keluargamu itupun merupakan suatu
kewajiban bagimu. Penuhilah segala kewajiban itu menurut haknya masing-masing”.
Tatkala keesokan harinya, kelakuan dan tindakan Abu Darda’ di laporkan Salman
kepada Rosullullah Saw. Nabi bersabda “Benar sungguh apa yang dikatakan Salman”.
Begitulah kehidupan sufi yang terjadi pada diri Rosullullah Saw., dan para sahabatnya,
dan diikuti pula oleh para Tabi’in, Tabi’inTabi’in sampai turun temurun pada generasi
3
selanjutnya hingga sekarang. Sedang di antara sahabat nabi yang mempraktikkan ibadah
dalam bentuk tarekat ini adalah Hudzaifah Al-Yamani. Dan perkembangan sufi ini di
lanjutkan oleh para generasi dari kalangan Tabi’in, diantaranya adalah Imam Hasan Al-
Basyari, seorang ulama’ besar Tabi’in murid Hudzaifah Al-Yamani. Beliau inilah yang
mendirikan pengajian tasawuf di basrah. Di antara murid-muridnya adalah Malik bin Dinar,
Tsabit Al-Banay, Ayub AS saktiyany, dan Muhammad bin Wasi’.
Setelah beririnya madrasah tasawuf di Basrah, disusul pula dengan berdirinya madrasah
di tempat lain, seperti di irak yang dipimpin oleh Said bin Musayyab dan di Khurasan
dipimpin oleh Ibrahim bin Adam.dengan berdirinya madrasah-madrasah ini, menambah jelas
kedudukan dan kepentingan tasawuf dalam masyarakat islam yang sangat memerlukannya.
Sejak itulah pelajaran ilmu tasawuf telah mendapatkan kedudukan yang tetap dan tidak akan
terlepas dari masyarakat islam sepanjang masa.
Pada abad-abad berikutnya ilmu tasawuf semakin berkembang seiring dengan
perkembangan agama Islam di berbagai belahan bumi. Bahkan menurut sejarah,
perkembangan agama Islam di Afrika, ke segenep pelosok Asia ini, Asia kecil, Asia Timur,
Asia Tengah, sampai negra-negara yang berada di tepi lautan Hindia hingga ke negri kita
Indonesia, semmuanya di bawa oleh Da’i-da’i Islam dan kaum Sufi. Sifat-sifat dan cara hidup
mereka yang sederhana, kata-kata mereka yang mudah di pahami, kelakuannya yang sangat
tekun dalam beribadah, semua itu lebih menarik daripada ribuan kata-kata yang hanya teori
adanya.
Para penyebar agama Islam pada umumnya terdiri dari kalangan ulama’ sufi, maka
dengan sendirinya ajaran yang di bawanya dipengaruhi oleh ilmu tasawuf. Dengan demikian,
para Da’i Islam tersebut juga secara langsung mengembangkan ajaran tarekatnya di berbagai
daerah yang menjadi sasaran dakwahnya. Pada akhirnya ajaran tasawuf tersebar berkembang
dengan cepat sejalan dengan perkembangan ajaran islam itu sendiri.

B. Dasar – Dasar Ajaran Tasawuf


❖ Dasar al-Qur’an
Kemunculan hidup kerohanian tasawuf sebenarnya sudah terjadi sejak masa
Rasulullah SAW. Hal ini terbukti dengan cara hidup Rasulullah yang sederhana,tawadlu’,
zuhud, serta tidak bermewah-mewahan. Selain itu Aisyah pernah ditanya oleh seorang
sahabat tentang akhlak Rasulullah, ia menjawab “Al-Qur’an”. Cara hidup dan akhlak
Rasulullah seperti ini dicontoh oleh para sahabat Nabi. Para sahabat beliau terkenal sebagai
orang-orang yang banyak menghafal isi Al-Qur’an dan kemudian menyebarkannya kepada
4
yang lain dengan disertai pengamalan atau penjiwaan terhadap isinya. Mereka berusaha
mencontoh akhlak Rasulullah yakni akhlak Al-Qur’an.
Dalam hal inilah tasawuf pada pembentukannya adalah akhlak atau keagamaan, moral
dan moral keagamaan ini banyak diatur dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jelas sumber
pertamanya adalah ajaran-ajaran Islam, sebab tasawuf ditimba dari Al-Qur’an, Al-Hadis.
Al-Qur’an merupakan kitab Allah yang di dalamnya terkandung muatan-muatan ajaran Islam,
baik aqidah, syari’ah maupun muamalah. Ketiga muatan tersebut banyak tercermin dalam
ayat-ayat yang termaktub dalam Al-Qur’an. Ayat-ayat Al-Qur’an tersebut di satu sisi
memang ada yang perlu dipahami secara tekstual, tetapi juga ada yang perlu dipahami secara
kontekstual.
Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriah dan danbatiniyah. Pemahaman
terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniyah pada gilirannya nanti melahirkan tasawuf.
Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam,
Al-Qur’an dan Al-Hadis serta praktek kehidupan Nabi dan para sahabatnya. Al-Qur’an antara
lain berbicara tentang kemungkinan manusia dapat saling mencintai dengan (mahabbah)
Tuhan. Hal itu misalnya terdapat dalam firman Allah SWT, yaitu:
ٍ‫علَى ْال ُمؤْ ِمنِيْنَ اَ ِع َّزة‬ ‫ف يَأْتِى ه‬
َ ‫ّٰللاُ بِقَ ْو ٍم ي ُِّحبُّ ُه ْم َوي ُِحب ُّْون َٰٓه ۙاَ ِذلَّ ٍة‬ َ ‫س ْو‬ َ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا َم ْن ي َّْرتَدَّ ِم ْن ُك ْم‬
َ َ‫ع ْن ِد ْينِ ٖه ف‬
‫ع ِل ْي ٌم‬َ ‫ّٰللاُ َوا ِس ٌع‬ ‫ّٰللا يُؤْ تِ ْي ِه َم ْن يَّش َۤا ۗ ُء َو ه‬ِ ‫ض ُل ه‬ ْ َ‫ّٰللا َو ََل يَخَافُ ْونَ لَ ْو َمةَ َ َۤل ِٕى ٍم ٰۗذلِكَ ف‬ َ ‫علَى ْال ٰك ِف ِري َْۖنَ يُ َجا ِهد ُْونَ فِ ْي‬
ِ ‫سبِ ْي ِل ه‬ َ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka
dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak
takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada
siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha
mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 54)
Di dalam Al-Qur’an terdapat firman Allah yang menjelaskan perintah Allah kepada
manusia agar senantiasa bertaubat, membersihkan diri, dan memohon ampunan kepada-Nya,
sebagai berikut:
ٍ ‫س ِِّيئَا ِت ُك ْم َويُد ِْخلَ ُك ْم َجنَّا‬
‫ت تَجْ ِري ِم ْن‬ َ ‫سى َربُّ ُك ْم أَ ْن يُ َك ِِّف َر‬
َ ‫ع ْن ُك ْم‬ َ ‫ع‬
َ ‫صو ًحا‬ ِ َّ ‫َيا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا تُوبُوا ِإلَى‬
ُ َ‫ّٰللا ت َْو َبةً ن‬
‫ور ُه ْم َي ْس َعى َبيْنَ أَ ْيدِي ِه ْم َو ِبأ َ ْي َما ِن ِه ْم َيقُولُونَ َربَّنَا أَتْ ِم ْم‬
ُ ُ‫ي َوا َّلذِينَ آ َمنُوا َم َعهُ ن‬ َّ ‫ار َي ْو َم َل ي ُْخ ِزي‬
َّ ‫ّٰللاُ النَّ ِب‬ ُ ‫تَحْ ِت َها األ ْن َه‬
ٌ ‫ش ْيءٍ َقد‬
‫ِير‬ َ ‫علَى ُك ِِّل‬ َ َ‫ورنَا َوا ْغ ِف ْر لَنَا ِإنَّك‬ َ ُ‫لَنَا ن‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan
nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi

5
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin
yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan
mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya
Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS.
At-Tahrim: 8)
Al-Qur’an pun menegaskan tentang pertemuan dengan Allah di mana pun hamba-
hamba-Nya berada. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:
‫ع ِلي ٌم‬ َّ ‫ّٰللا ِإ َّن‬
َ ‫ّٰللاَ َوا ِس ٌع‬ ُ ‫َو ِ َّّلِلِ ْال َم ْش ِر ُق َو ْال َم ْغ ِر‬
ِ َّ ُ‫ب فَأ َ ْينَ َما ت ُ َولُّوا فَثَ َّم َوجْ ه‬
Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di
situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.”
(QS. Al-Baqarah: 115)
Bagi kaum sufi, ayat di atas mengandung arti bahwa di mana saja Tuhan ada. Allah
pun akan memberikan cahaya kepada orang-orang yang dikehendakin-Nya, sebagaimana
firman-Nya:
ٌ‫الز َجا َجةُ َكأَنَّ َها ك َْو َكب‬ ْ ‫ص َبا ٌح ْال ِم‬
ُّ ‫ص َبا ُح فِي ُز َجا َج ٍة‬ ِ ُ‫ض َمثَ ُل ن‬
ْ ‫ور ِه ك َِم ْشكَاةٍ فِي َها ِم‬ ِ ‫األر‬
ْ ‫ت َو‬
ِ ‫س َم َاوا‬ ُ ُ‫ّٰللاُ ن‬
َّ ‫ور ال‬ َّ
‫علَى‬ ٌ ُ‫َار ن‬
َ ‫ور‬ َ ‫ُضي ُء َولَ ْو لَ ْم ت َْم‬
ٌ ‫س ْسهُ ن‬ ِ ‫ار َك ٍة زَ ْيتُونَ ٍة َل ش َْرقِيَّ ٍة َوَل غ َْر ِبيَّ ٍة َيكَادُ زَ ْيت ُ َها ي‬ َ ‫ي يُوقَدُ ِم ْن‬
َ ‫ش َج َرةٍ ُم َب‬ ٌّ ‫د ِ ُِّر‬
‫ع ِلي ٌم‬ َ ‫ّٰللاُ ِب ُك ِِّل‬
َ ٍ‫ش ْيء‬ ِ َّ‫األمثَا َل ِللن‬
َّ ‫اس َو‬ َّ ‫ب‬
ْ ُ‫ّٰللا‬ ُ ‫ور ِه َم ْن َيشَا ُء َو َيض ِْر‬
ِ ُ‫ّٰللاُ ِلن‬ ٍ ُ‫ن‬
َّ ‫ور َي ْهدِي‬
Artinya: “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu
di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh
tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja)
Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-
lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.” (QS. An-Nur: 35)
Seperti halnya lagi yang diterangkan dalam ayat Al-Qur’an berikut:
‫ب ِإلَ ْي ِه ِم ْن َح ْب ِل ْال َو ِري ِد‬
ُ ‫سهُ َونَحْ نُ أَ ْق َر‬
ُ ‫س ِب ِه نَ ْف‬ َ ‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا اإل ْن‬
ُ ‫سانَ َونَ ْعلَ ُم َما ت ُ َو ْس ِو‬
Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang
dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”
(QS. Qaf : 16)

6
Berdasarkan ayat di atas, kebanyakan kalangan sufi berpendapat bahwa untuk mencari
Tuhan, orang tak perlu pergi jauh-jauh. Ia cukup kembali ke dirinya sendiri.
Al-Qur’an pun mengingatkan manusia agar tidak diperbudak oleh kehidupan duniawi
dan kemewahan harta benda yang menggiurkan. Hal ini sebagaimana difirmankan Allah
SWT :
ُ ‫اّلِل ْالغ َُر‬
‫ور‬ ِ َّ ِ‫ّٰللا َح ٌّق فَال تَغُ َّرنَّ ُك ُم ْال َحيَاة ُ الدُّ ْنيَا َوَل يَغُ َّرنَّ ُك ْم ب‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
ِ َّ َ‫اس إِ َّن َو ْعد‬
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya janji Allah adalah benar, Maka sekali-kali janganlah
kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai
menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.” (QS. Fathir: 5)
Dalam pemahaman kalangan sufi, ayat di atas menjadi salah satu dasar untuk menjauhi
kehidupan dunia yang penuh dengan tipuan.
Kemudian terdapat juga ayat-ayat yang menyangkut aspek moralitas dan asketisme,
sebagai salah satu masalah prinsipil dalam tasawuf, para sufi merujuk kepada Al-Qur’an
sebagai landasan utama. Karena manusia memiliki sifat baik dan sifat jahat, maka dari itu
harus dilakukan pengikisan terhadap sifat yang jelek dan pengembangan sifat-sifat baik,
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:

َ ‫فَأ َ ْل َه َم َها فُ ُج‬


)٩( ‫) قَ ْد أَ ْفلَ َح َم ْن زَ َّكاهَا‬٨( ‫ورهَا َوتَ ْق َواهَا‬
Artinya: "(8) Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya. (9) Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.” (QS. Asy-
Syams: 8-9)
Berdasarkan ayat-ayat ini serta ayat-ayat yang senada, maka dalam tasawuf
dikonsepkanlah teori tazkiyah an-nafs (penyucian diri). Proses penyucian ini melalui dua
tahap, salah satunya adalah pembersihan jiwa dari sifat-sifat jelek yang disebut takhalli.
❖ Dasar al-Hadits
Sejalan apa yang dijelaskan di dalam Al-Quran, ternyata tasawuf juga dapat dilihat
dalam kerangka hadits. Hadits-hadits yang menjadi dasar ajaran tasawuf sangatlah
banyak. Umumnya yang dinyatakan sebagai landasan ajaran-ajaran tasawuf adalah hadits-
hadits berikut:
ِّ ‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلِّم‬:‫عن أبي هريرة رضي هللا عنه قال‬
‫ َمن عادى لى‬:‫إن هللا تعالى قال‬
‫ب‬ ْ
ِّ ‫افترضت عليه وما يزا ُل عبدى‬
ُ ‫يتقر‬ ‫ي م ِّما‬
َّ ‫ي عبدي بشيء أجبِّ ال‬
َّ ‫تقرب اِل‬
ِّ ‫ب وما‬ ْ ‫َو ِليًّا فَقَ ْد أَذَنَتْه‬
ِ ‫بال َح ْر‬
ْ ُ‫ي بالنَّوا ِف ِل حتى أحبِّه فإذا أحببتُه كنت‬
‫سمعه الذي يسمع به وبصىره الذي يُبْصره ويده التي يبطش بها‬ َّ ‫ال‬
ِ ‫سألني َألَع‬
)‫(رواه البخاري‬....‫ْطيَنَّه ولَئِ ْن ا ْستَعَذَني َأل ْعذِينَّه‬ َ ‫ورجله التي يمشي بها ولئِ ْن‬

7
“Dari Abi Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah berfirman,
Siapa saja yang memusuhi kekasihku maka Aku benar-benar mengijinkan dia untuk
diperangi, dan tidak ada sesuatu yang dilakukan oleh hamba-Ku untuk mendekati Aku yang
lebih Aku cintai dari pada apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan hamba-Ku tidak
henti-hentinya mendekati Aku dengan amalan sunnah sehingga Aku mencintainya, maka
ketika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang ia gunakan untuk
mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, tangannya yang ia gunakan
untuk memukul, kakinya yang ia gunakan untuk berjalan dan sekiranya ia meminta
kepadaKu pasti akan Aku beri dan sekiranya ia minta perlindungan pasti akan Aku lindungi”
ِّ ‫عن أنس رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم فيما يرويه عن ربِّه‬
ِّ ‫ إذا‬:‫عز ةج ِّل قال‬
ُ‫تقرب العبد‬
‫ وإذا أتاني يمشي أتيتُه هرولة (رواه‬،‫عا‬
ً ‫تقريتُ منه با‬
ِّ ‫عا‬
ً ‫ي ذرا‬
َّ ‫تقرب ال‬ ً ‫تقربتُ اليه ذِرا‬
ِّ ‫ وإذا‬،‫عا‬ ِّ ‫ي ِشب ًْرا‬
َّ ‫ال‬
)‫البخاري‬
“ Dari Anas ra, dari Nabi SAW beliau menceritakan apa yang telah difirmankan dari
Tuhannya Yang Maha Mulia lagi Maha Agung apabila seorang hamba mendekatkan diri
kepadaKu sejengkal maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta, apabila ia mendekat
kepadaKu sehasta maka Aku akan mendekat kepadanya sedepa, dan apabila ia datang
kepadaKu dengan berjalan maka Aku datang kepadanya dengan berlari” (HR. Al-Bukhari)
Hadits Qudsi yang pertama menjelaskan proses mahabah(cinta) kepada Allah,
kedudukan orang yang mencintai dan dicintai Allah. orang yang dicintai oleh Allah adalah
orang-orang yang mendekat kepada-Nya. Mereka mendapat pembelaan yang luar biasa dari
Allah SWT. Hadits Qudsi yang kedua menunjukkan bahwa kedekatan Allah kepada
hambanya tergantung keinginan dan kesungguhan hambanya dalam usahanya untuk
mendekat kepada-Nya.
Selain hadis Qudsi seperti di atas, juga terdapat hadis Nabi SAW sebagai berikut:

َ ‫ّٰللا دُلَّنِي‬
َ ‫علَى‬
‫ع َم ٍل إِذَا‬ ُ ‫سلَّ َم َر ُج ٌل فَقَا َل يَا َر‬
ِ َّ ‫سو َل‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َّ ِ‫ي ِ قَا َل أَتَى النَّب‬
َ ‫ي‬ ِّ ‫س ْع ٍد السَّا ِع ِد‬ َ ‫ع ْن‬
َ ‫س ْه ِل ب ِْن‬ َ
ْ ‫ّٰللاُ َو‬
‫از َه ْد‬ ْ ‫سلَّ َم‬
َّ َ‫از َه ْد فِي الدُّ ْنيَا ي ُِحبَّك‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ُ ‫اس فَقَا َل َر‬
ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫ّٰللا‬ َّ ‫ع ِم ْلتُهُ أَ َحبَّنِي‬
ُ َّ‫ّٰللاُ َوأَ َحبَّنِي الن‬ َ ‫أَنَا‬
َ‫اس ي ُِحبُّوك‬ ِ َّ‫فِي َما فِي أَ ْيدِي الن‬
Artinya: “Dari sahabat Sahal bin Saad as-Sa’idy beliau berkata: datang seseorang kepada
Rasulullah Saw dan berkata: ‘Wahai Rasulullah ! tunjukkanlah kepadaku sutu amalan, jika
aku mengerjakannya maka Allah akan mencintaiku dan juga manusia’, Rasulullah Saw
bersabda: “berlaku zuhudlah kamu di dunia, maka Allah akan mencintaimu, dan berlaku
zuhudlah kamu atas segala apa yang dimiliki oleh manusia, maka mereka (manusia) akan
mencintaimu”.
8
‫علَ ْي ِه‬ َّ َ‫َت الدُّ ْنيَا َه َّمهُ َف َّرق‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ْ ‫سلَّ َم يَقُو ُل َم ْن كَان‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ ‫ّٰللا‬ ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬ َ : ‫عن زَ ْيدُ بْنُ ثَابِت قال‬ َ
ُ‫ّٰللاُ لَهُ أَ ْم َره‬
َّ ‫َت ْاْل ِخ َرة ُ نِيَّتَهُ َج َم َع‬
ْ ‫ب لَهُ َو َم ْن كَان‬ َ ِ‫ع ْينَ ْي ِه َولَ ْم يَأْتِ ِه ِم ْن الدُّ ْنيَا إِ ََّل َما ُكت‬
َ َ‫أَ ْم َرهُ َو َجعَ َل فَ ْق َرهُ بَيْن‬
َ ‫َو َجعَ َل ِغنَاهُ فِي قَ ْلبِ ِه َوأَتَتْهُ الدُّ ْنيَا َوه‬
ٌ‫ِي َرا ِغ َمة‬
Artinya: “Dari Zaid bin Tsabit beliau berkata : Aku mendengarkan Rasulullah Saw
bersabda: “Barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan
berlepas diri dari segala urusannya dan tidaklah ia mendapatkan dari dunia sesuatu apapun
keculi apa yang telah di tetapkan baginya. Dan barang siapa yang sangat menjadikan
akhirat sebaga tujuannya, maka Allah akan mengumpulkan seluruh harta kekayaan baginya,
dan menjadikan kekayaan itu dalam hatinya, serta mendapatkan dunia sedang ia dalam
keadaan tertindas”.
Hadis pertama menunjukkan perintah untuk senantiasa berlaku zuhud di dunia,
sementara hadis kedua menjelaskan akan tercelanya kehidupan yang bertujuan berorientasi
keduniaan belaka, dan mulianya kehidupan yang berorientasi akhirat. Kedua hadis tersebut
menjelaskan kemuliaan orang-orang yang hanya menjadikan Allah sebagai tujuan utama
dalam hidupnya dan merasa cukup atas segala yang Allah telah karunianakan kepadanya.
Satu fakta kebenaran yang harus diungkapkan bahwa bahwa kezuhudan dan
kesederhanaan Rasulullah bukanlah karena faktor kemiskinan dan keterdesakan kondisi
hidup, melainkan karena sebuah pilihan dan kegemaran. Beliau lebih memilih hidup zuhud
dan sederhana daripada menyibukkan diri dengan berbagai bentuk kenikmatan hidup di
dunia fana’. Diriwayatkan dari Abu Umamah, dari Rasulullah SAW beliau bersabda:
ْ َ‫ي َربِِّي ِليَجْ عَ َل ِل ْي ب‬
‫ط َحا َء َم َّكةَ ذَ َهبًا قُ ْلتُ ََل يَا َربِّ ِ َولَ ِك ْن أَ ْشبَ ُع يَ ْو ًما وأَ ُج ْوعُ يَ ْو ًما وقا َل ثَالثًا ْأو‬ َّ َ‫عل‬
َ ‫ض‬
َ ‫ع َر‬
َ
َ‫شك َْرتُكَ و َح ِم ْدتُك‬ َ ‫ض َّرعْتُ إليْكَ وذَك َْرتُكَ وإذا‬
َ ُ‫شبُ ْعت‬ َ َ‫نَحْ َو هذا فإذا ُج ْعتُ ت‬
Artinya: “Rabb-ku pernah menawariku untuk mengubah padang pasir menjadi emas, namun
aku bilang: ya Tuhan, aku hanya ingin kenyang sehari dan lapar sehari –beliau
mengucapkan sebanyak tiga kali atau yang setara– Sehingga bila lapar, aku dapat
menundukkan diri pada-Mu, dan bila kenyang, aku bersyukur kepada-Mu dan memuji-Mu”
(HR. At-Turmudzi)
Selain dari hadis di atas terdapat pula banyak hadis yang memberikan wasiat kepada
orang-orang mu’min agar tidak bertumpu pada kehidupan dunia semata, dan hendaklah ia
senantiasa memangkas segala angan-angan keduniaan, serta tidak mematrikan dalam dirinya
untuk hidup kekal di dunia dan tidak pula berusaha untuk memperkaya diri di dalamnya
kecuali sesuai dengan apa yang ia butuhkan, oleh karena itu Rasulullah Saw berwasiat kepada
Abdullah bin Umar sambil menepuk pundaknya dan bersabda:

9
‫سبِيل‬ َ ‫ُك ْن فِي الدُّ ْنيَا َكأَنَّكَ غ َِريبٌ أَ ْو‬
َ ‫عابِ ُر‬
Artinya: “Hiduplah kamu di dunia seolah-seolah kamu adalh orang asing atau seorang
musafir”
Selain tiga hadis di atas masih terdapat banyak hadis lainnya yang menjadi landasan
munculnya tasawuf atau sufisme.
Dari keterangan-keterangan yang berdasarkan al-Qur’an dan hadis di atas
menunjukkan bahwa ajaran tasawuf yang menjadi landasan utamanya adalah kezuhudan
terhadap dunia demi mencapai tingkatan atau maqam tertinggi di sisi Allah yaitu ketika
seseorang menjadikan dunia sebagai persinggahan sementara dan menjadikan rahmat, ridha,
dan kecintaan Allah sebagai tujuan akhir.

C. Klasifikasi Tasawuf
❖ Tasawuf Akhlaqi
Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq
atau budi pekerti atau perbaikan akhlaq. Dengan metode-metode tertentu yang telah
dirumuskan, tasawuf seperti ini berupaya untuk menghindari akhlaq mazmunah dan
mewujudkan akhlaq mahmudah. Tasawuf seperi ini dikembangkan oleh ulama’ lama sufi.
Dalam pandangan para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental
yang tidak baik diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriyah. Oleh karena itu pada
tahap-tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan melakukan amalan dan
latihan kerohanian yang cukup berat tujuannya adalah mengusai hawa nafsu, menekan hawa
nafsu, sampai ke titik terendah dan -bila mungkin- mematikan hawa nafsu sama sekali oleh
karena itu dalam tasawuf akhlaqi mempunyai tahap sistem pembinaan akhlak disusun sebagai
berikut:
1. Takhalli
Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi.Takhalli adalah
usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela. Salah satu dari akhlak tercela yang
paling banyak menyebabkan akhlak jelek antara lain adalah kecintaan yang berlebihan
kepada urusan duniawi.
2. Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri dengan
sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum sufi setelah
mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan ketentuan agama baik
yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam). Yang disebut aspek luar adalah

10
kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang
bersifat dalam adalah seperti keimanan, ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan.
3. Tajalli
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli, maka
rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata tajalli bermakna
terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan organ-organ tubuh –yang
telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan sudah terbiasa melakukan perbuatan-
perbuatan yang luhur- tidak berkurang, maka, maka rasa ketuhanan perlu dihayati lebih
lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa kecintaan yang
mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu kepada-Nya.
❖ Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada gabungan teori-teori tasawuf
dan filsafat atau yang bermakana mistik metafisis, karakter umum dari tasawuf ini
sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Al-Taftazani bahwa tasawuf seperti ini: tidak
dapat dikatagorikan sebagai tasawuf dalam arti sesungguhnya, karena teori-teorinya selalu
dikemukakan dalam bahasa filsafat, juga tidak dapat dikatakan sebagai filsafat dalam artian
yang sebenarnya karena teori-teorinya juga didasarkan pada rasa.
Hamka menegaskan juga bahwa tasawuf jenis tidak sepenuhnya dapat dikatakan
tasawuf dan begitu juga sebaliknya. Tasawuf seperti ini dikembangkan oleh ahli-ahli sufi
sekaligus filosof. Oleh karena itu, mereka gemar terhadap ide-ide spekulatif. Dari kegemaran
berfilsafat itu, mereka mampu menampilkan argumen-argumen yang kaya dan luas tentang
ide-ide ketuhanan.
❖ Tasawuf Syi’i
Kalau berbicara tasawuf syi’i, maka akan diikuti oleh tasawuf sunni. Dimana dua macam
tasawuf yang dibedakan berdasarkan “kedekatan” atau “jarak” ini memiliki perbedaan.
Paham tasawuf syi’i beranggapan, bahwa manusia dapat meninggal dengan tuhannya karena
kesamaan esensi dengan Tuhannya karena ada kesamaan esensi antara keduanya. Menurut
ibnu Khaldun yang dikutip oleh Taftazani melihat kedekatan antara tasawuf falsafi dan
tasawuf syi’i. Syi’i memilki pandangan hulul atau ketuhanan iman-iman mereka. Menurutnya
dua kelompok itu mempunyai dua kesamaan.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada masa Rasullulah Muhammad saw belum dikenal istilah Tasawuf. Kata tasawuf
dan sufi belum dikenal pada masa awal Islam, namun tanda-tanda sufi dan ilmu kesufian itu
sudah ada, meskipun nama sufi dan tasawuf sendiri belum muncul,sebagai mana ilmu-ilmu
lainnya seperti ilmu hadist, ilmu kalam,ilmu fiqih, dll.
Ilmu Tasawuf sendiri didasari oleh al Quran dan Hadist yang isinya tentang mengenai
keesaan Allah Swt dengan cara amar makruf nahi munkar. Munculnya istilah tasawuf baru
dimulai pada pertengahan abad III Hijriyah oleh Abu Hasyim-Kufi (w. 250H) dengan
meletakkan al sufi dibelakang namanya menjadi Abu Hsyim Al-Sufi dalam Islam sebelum
adanya tasawuf terlebih dahulu muncul apa yang dinamakan Zuhud.Zuhud sendiri muncul
pada akhir abad I dan awal abad II Hijriyyah.
Menurut para ahli, zuhud adalah fase yang mendahului tasawuf, karena perihal yang
paling penting bagi seorang Sufi adalah zuhud, yaitu keadaan meninggalkan dunia dan hidup
kematerian.Sebelum menjadi seorang sufi terlebih dahulu harus menjadi seorang zahid
barulah menjadi Sufi.
Menurut Prof.Dr.Amin Syukur,arti zuhud tidak bias dilepaskan dari:
❖ Pertama, zuhud sebagai bagian yang takterpisahkan dari tasawuf.
❖ Kedua,zuhud sebagai moral(akhlak) Islam dan gerakan protes.
Zuhud menurut Nabi Muhammad saw serta para sahabatnya, tidak berarti berpaling
secara penuh dari hal-hal duniawi, tetapi sikap mederat atau jalan tengah dalam menghadapi
segala sesuatu. Sebagaimana diisyaratkan firman-firman Allah berikut:
❖ Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat islam), umat yang adl dan
pilihan(QS.Al-Baqarah, 2:143)
❖ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi(QS.Al-
Qashash,28:77)
Nabi Muhammad saw bersabda, “Bekerjalah untuk duniawimu seakan kamu hidup
selamanya,dan beribadalah kamu untuk akhiratmu seakan kamu akan mati esok harinya.”
1. Dasar-dasar dari Al-Qur’an
Meskipun terjadi perbedaan makna dari kata shufy akan tetapi jalan yang ditempuh
kaum sufi berlandasakan Islam. Diantara ayat-ayat Allah yang dijadikan landasan akan

12
urgensi kezuhudan dalam kehidupan dunia adalah firman Allah dalam al-Qur’an yang
berbunyi:
Artinya: Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah
keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami
berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun
di akhirat. (Q.S Asy-Syuura [42] : 20)
2. Dasar-dasar Dari Hadis
Jika kita melihat dengan seksama akan sejarah kehidupan Rasulullah Muhammad Saw
beserta para sahabat beliau yang telah mendapatkan keridhaan Allah, maka akan ditemukan
sikap kezuhudan dan ketawadhu’an yang terpadu dengan ibadah-ibadah baik wajib maupun
sunnah bahkan secara individu.
Uaraian tentang hadis fi’liyah di atas merupakan salah satu bentuk kesufian yang
dijadikan landasan oleh kaum sufi dalam menjalankan pahamnya.
Selain itu terdapat pula hadis-hadis qauliyah yang menjadi bagian dari dasar-dasar ajaran
tasawuf dalam Islam, diantara hadis-hadis tersebut adalah:
َ ‫ّٰللا دُلَّ ِني‬
َ ‫علَى‬
‫ع َم ٍل ِإذَا‬ ُ ‫سلَّ َم َر ُج ٌل فَقَا َل َيا َر‬
ِ َّ ‫سو َل‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َّ ‫ي ِ قَا َل أَتَى النَّ ِب‬
َ ‫ي‬ ِّ ‫س ْع ٍد السَّا ِع ِد‬ َ ‫ع ْن‬
َ ‫س ْه ِل ب ِْن‬ َ
ْ ‫ّٰللاُ َو‬
‫از َه ْد‬ ْ ‫سلَّ َم‬
َّ َ‫از َه ْد ِفي الدُّ ْن َيا ي ُِحبَّك‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫ّٰللا‬ ُ ‫اس فَقَا َل َر‬
ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫ّٰللا‬ َّ ‫ع ِم ْلتُهُ أَ َحبَّ ِني‬
ُ َّ‫ّٰللاُ َوأَ َحبَّ ِني الن‬ َ ‫أَنَا‬
َ‫اس ي ُِحبُّوك‬ ِ َّ‫ِفي َما ِفي أَ ْيدِي الن‬
Artinya:
Dari sahabat Sahal bin Saad as-Sa’idy beliau berkata: datang seseorang kepada Rasulullah
Saw dan berkata: ‘Wahai Rasulullah ! tunjukkanlah kepadaku sutu amalan, jika aku
mengerjakannya maka Allah akan mencintaiku dan juga manusia’, Rasulullah Saw bersabda:
“berlaku zuhudalah kamu di dunia, maka Allah akan mencintaimu, dan berlaku zuhudlah
kamu atas segala apa yang dimiliki oleh manusia, maka mereka (manusia) akan
mencintaimu”.
Ajaran tasawuf yang menjadi landasan utamanya adalah kezuhudan terhadap dunia
demi mencapai tingkatan atau maqam tertinggi di sisi Allah yaitu ketika seseorang
menjadikan dunia sebagai persinggahan sementara dan menjadikan rahmat, ridha, dan
kecintaan Allah sebagai tujuan akhir.
Klasifikasi tasawuf ada 3 yaitu :
❖ Tasawuf akhlaqi adalah tasawuf yang berkonstrasi pada teori-teori perilaku, akhlaq
atau budi pekerti atau perbaikan akhlaq. akhlaqi mempunyai tahap sistem pembinaan akhlak
disusun sebagai berikut:

13
a. Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang
sufi.Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela.
b. Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri
dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji.
c. Tajalli, kata tajalli bermakna.kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran
optimum dan rasa kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa
rindu kepada-Nya.
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan kepada teori-teori yang selalu
dikemukakan dalam bahasa filsafat, juga tidak dapat dikatakan sebagai filsafat dalam artian
yang sebenarnya karena teori-teorinya juga didasarkan pada rasa.
Tasawuf Syi’i, maka akan diikuti oleh tasawuf sunni. Paham tasawuf syi’i
beranggapan, bahwa manusia dapat meninggal dengan tuhannya karena kesamaan esensi
dengan Tuhannya karena ada kesamaan esensi antara keduanya.

B. Daftar Pustaka

Khoiri, Alwan.Dr.M.A., Damami.Moh.Drs.M.A.g., dkk., Akhlak Tasawuf, Yogyakarta, Pokja


Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005.

Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: RaSAIL Media Group, 2002)

M. Sholihin dan Rosihon Anwar, Kamus Tasawuf, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002)

14

Anda mungkin juga menyukai