Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KHAWARIJ DAN MURJIAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah : Tauhid / Ilmu Kalam

Dosen Pembimbing: Wahyun Mawardi, S.Ag.,M.Ag

DISUSUN OLEH :

IBNU KHOIR

ZAHRATUNNISA

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

STAI Al-AZHARY MAMUJU

TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah segala puji bagi Allah Swt., yang telah melimpahkan nikmat dan
karunia-Nya kepada kita semua, terutama nikmat kesehatan sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “KHAWARIJ dan MURJI’AH”. Makalah ini diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah TAUHID / ILMU KALAM. Shalawat beserta salam
semoga tercurah limpah kepada junjunan alam yakni Habibana Wanabiyyana kariim Nabi
Muhammad SAW. Kami menyampaikan rasa terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada
Bapak Wahyun Mawardi,S.Ag,.M.Ag selaku dosen mata kuliah Ilmu Kalam yang telah
menyerahkan kepercayaannya kepada kami untuk menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.

Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya pula kepada semua pihak yang
telah mendukung serta membantu saya dalam proses penyelesaian makalah ini. Kami juga
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca. Selanjutnya,
kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca untuk makalah ini supaya selanjutnya
dapat kami revisi kembali. Karena kami menyadari bahwa makalah yang telah kami buat ini
masih memiliki kekurangan.

2
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN.........................................................................................1

KATA PENGANTAR..............................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang..............................................................................................4

B. Rumusan masalah........................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Latar belakang aliran Khawarij.................................................................6

B. Doktrin – doktrin pokok aliran Khawarij.................................................7

C. Perkembangan aliran Khawarij.................................................................10

D. Latar belakang aliran Murji’ah..................................................................11

E. Doktrin – doktrin pokok aliran Murji’ah..................................................13

F. Perkembangan aliran Murji’ah..................................................................14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................................17

B. Saran..............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................18
3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Kehidupan memang tidak luput dari setiap permasalahan. Dalam Islam sendiri mulai
sejak dahulu di zaman Rasulullah SAW sampai sekarang memiliki permasalahan. Setelah
wafatnya Rasulullah SAW mulai timbul banyaknya pergejolakan yang timbul dalam
kalangan umat. Setiap Pemerintah atau Khalifah yang berkuasa berusaha untuk
meminimalisir dari pemberontakan tersebut. Dari gejolak yang timbul dari umat
menimbulkan berbagai firqoh (kaum) dalam kalangan umat Islam sendiri. Seperti kaum
Syiah, kaum Khawarij, kaum Mu’tazilah, kaum Qadariyah, kaum Jabariyah, dan kaum
Murji’ah. Dari hal ini membuat umat sendiri menjadi terpecah belah dalam pemikiran tentang
Islam. Sehaingga hal inilah yang memicu timbulnya dari “Teologi Islam”. Dalam konteks
historis lahirnya Murjiah pada akhir abad pertama Hijrah pada saat Ibukota kerajaan Islam
dari Madinah pindah ke Kuffah kemudian pindah lagi ke Damaskus. Ini dipicunya adanya
pergejolakan yang timbul dalam politik imamah atau khilafat pada masa kekhalifahan
Utsman bin Affan yang kemudian berkelanjutan pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib RA.
Sehingga pada tragedi terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan RA yang dilakukan oleh
Abdullah bin Salam menjadi pembuka yang dinyatakan kaum Muslimin membuka bencana
baginya yang tidak akan tetutup sampai hari Kiamat.

Setiap Aliran yang lahir memiliki pemikiran tersendiri dalam berperndapat yang mana
menjadi pegangan tersendiri dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan, baik itu dari
kaum Syiah sampai kepada kaum Murji’ah. Dalam kesempatan ini kami mencoba
menjabarkan tentang Aliran dari Murji’ah yang merupakan aliran yang ada dalam salah satu
aliran dari aliran-aliran yang lahir sejak masa para sahabat Rasulullah SAW.

4
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aliran Khawarij?
2. Sebutkan doktrin-doktrin pokok aliran Khawarij?
3. Bagaimana perkembangan aliran Khawarij?
4. Apa yang dimaksud dengan aliran Murji’ah?
5. Sebutkan doktrin-doktrin pokok aliran Murji’ah?
6. Bagaimana perkembangan aliran Murji’ah?
BAB II

PEMBAHASAN

A. KHAWARIJ

1. Latar belakang kemunculan khawarij

Kata khawarij secara etimologis berasal dari bahasa arab kharaja yang berarti keluar,
muncul, timbul, atau memberontak. Berkenaan dengan pengertian etimologis ini, syahrastani
menyebut orang yang memberontak imam yang sah sebagai khawarij. Berdasarkan
pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang memiliki sikap laten ingin
keluar dari kesatuan umat islam.

Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu
sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena
tidak sepakat terhadap Ali yang menerima arbitrase/tahkim dalam perang siffin pada tahun
37 H/648 M dengan kelompok bughat (pemberontakan) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal
persengketaan khilafah. Kelompok khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannnya
berada pada pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at
mayoritas umat islam, sementara Mu’awiyah berada pada pihak yang salah karena
memberontak kepada khalifah yang sah. Lagi pula, berdasarkan estimasi Khawarij, pihak ali
hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya
licik ajakan damai Mu’awiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.

Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan dibalik ajakan damai kelompok Mu’awiyah,
sehingga pada mulanya Ali menolak permintaan itu. Akan tetapi, karena desakan sebagian
pengikutnya, terutama ahli qurra’, seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-
Tamimi, dan Zaid bin Husein Ath-Tha’i, dengan terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar
(komandan pasukan Ali) untuk menghentikan peperangan.

Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas
sebagai delegasi juru damai (hakam)-nya, tetapi orang-orang khawarij menolaknya dengan
alasan bahwa Abdullah bin Abbas adalah orang yang berasal dari kelompok Ali. Mereka lalu
mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan
perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim, yaitu Ali diturunkan dari jabatannya
sebagai khalifah oleh utusannya, sementara Mu’awiyah dinobatkan sebagai khalifah oleh
delegasinya pula sebagai pengganti Ali, akhirnya mengecewakan orang-orang khawarij
membelot dengan mengatakan “mengapa kalian berhukum kepada manusia? Tidak adahukum
selain hukum yang ada pada sisi Allah”. Megomentari perkataan mereka, imam Ali
menjawab, “itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada
waktu itulah orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura,
sehingga khawarij disebut juga dengan nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut
dengan Syurah dan Al- Mariqah.

Di Hurura, kelompok khawarij melanjutkan perlawanan selain kepada Mu’awiyah


juga kepada Ali. Disana mereka mengangkat seorang pimpinan definitif yang bernama
Abdullah bin Sahab Ar-Rasyibi Sebelumnya mereka dipandu Abdullah Al-Kiwa untuk
sampai ke Hurura.

2. Doktrin-doktrin pokok khawarij

Diantara doktrin-doktin pokok khawarij adalah:

a. Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam,
b. Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab,
c. Setiap orang muslim berhak menjadi khalifah asal sudah memenuhi syarat,
d. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syari’at islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan
kezaliman.
e. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah
tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah
menyeleweng,
f. Khalifah Ali juga sah, tetapi setelah terjadi arbitrase ia dianggap menyeleweng,
g. Mu’awiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap
menyeleweng dan telah menjadi kafir,
h. Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga kafir,
i. Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim karenanya harus dibunuh.
Mereka menganggap bahwa seorang muslim tidak lagi muslim (kafir) disebabkan
tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir, dengan resiko ia
menanggung beban harus dilenyapkan pula,
j. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Apabila
tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al harb (negara
musuh), sedangkan golongan mereka dianggap berada dalam dar al islam (negara
islam),
k. Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng,
l. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan yang
jahat harus masuk ke neraka),
m. Amar makruf nahi mungkar,
n. Memalingkan ayat-ayat al-qur’an yang tampak mutasyabihat (samar),
o. Al-Qur’an adalah makhluk,
p. Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan.

Apabila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum


khawarij dapat di kategorikan kedalam tiga kategori, yaitu politik teologi, dan sosial.
Doktrin khawarij dari poin a samapai h dapat dikategorikan sebagai doktrin politik
sebab membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan,
khususnya tentang kepala negara (khalifah).

Melihat pengertian politik secara praktis- yaitu kemahiran bernegara, atau


kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalam memperolah kekuasaan, atau
kemahiran mengenai latar belakang, motivasi, dan hasrat manusia ingin memperolah
kekuasaan. khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Politik ternyata
merupakan doktrin sentral khawarij. Timbulnya doktrin ini merupakan reaksi terhadap
keberadaan Mu’awiyah yang secara teoretis tidak pantas memimpin negara karna ia
seorang tulaqa. Kebencian khawarij terhadap Mu’awiyah ditambah dengan kenyataan
bahwa keislamannya belum lama.
Kelompok khawarij menolak untuk dipimpin orang yang dianggap tidak pantas.
Jalan pintas yang ditempuh adalah membunuhnya, termasuk orang yang
mengusahakannya menjadi khalifah. Dikumandangkanlah sikap bergerilya untuk
membunuh mereka. Dibuat pula doktrin teologi tentang dosa besar sebagaimana
tertera pada poin i dan j. Akibat doktrinnya menentang pemerintah, khawarij harus
menanggung akibatnya. Kelompok ini selalu dikejar-kejar dan ditumpas pemerintah.
Lalu, perkembangannya sebagaimana dituturkan Harun Nasution, kelompok ini
sebagian besar sudah musnah. Sisa-sisanya terdapat di Zanzibar, Afrika Utara, dan
Arabia Selatan.

Doktrin teologi khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung
doktrin sentralnya, yaitu doktrin politik. Radikalitas itu sangat dipengaruhi oleh sisi
budaya yang juga radikal. Hal lain yang menyebabkan radikalitas itu adalah asal-usul
mereka yang berasal dari masyarakat badawi dan pengembara padang pasir tandus.
Hal itu telah membentuk watak dan tata pikirnya menjadi keras, berani, tidak
bergantung kepada orang lain, bebas, dan tidak gentar hati. Akan tetapi, mereka
fanatik dalam menjalankan agama. Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang
berpikir sangat simplitis; melihat pesan berdasarkan motivasi pribadi, bukan
berdasarkan data dan konsistensi logis; bersandar lebih banyak pada sumber pesan
(wadah) daripada isi pesan; mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari
sumber kelompoknya dan bukan dari sumber kepercayaan orang lain;
mempertahankan secara kaku sistem kepercayaannya; dan menolak mengabaikan dan
mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.

Orang-orang yang mempunyai prinsip khawarij sering menggunakan cara


kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah
memegang peranan penting.

Adapun doktrin-doktrin selanjutnya, yaitu poin k sampai p, dapat dikategorikan


sebagai doktrin teologis-sosial. Doktrin-doktrin ini memperlihatkan kesalalehan asli
kelompok khawarij, sehingga sebagian pengamat menganggap doktrin-doktrin ini
lebih mirip dengan doktrin MMu’tazila. meskipun kebenaran adanya doktrin ini
dalam wacana kelompok khawarij masih patut dikaji lebih mendalam. Sebab, dapat
diasumsikan bahwa orang-orang yang keras dalam pelaksanaan ajaran agama,
sebagaimana dilakukan kelompok khawarij, cenderung berwatak tekstualis/skriptualis
sehingga menjadi fundamentalis. Kesan skriptualis dan fundamentalis itu ternyata
tidak nampak pada doktrin-doktrin khawarij pada poin k sampai p. Apabila ternyata
doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin khawarij, dapat
diprediksikan bahwa kelompok khawarij pada dasarnya merupakan orang-orang baik.
Hanya, keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis keras, yang
aspirasinya dikucilkan dan diabaikan penguasa, ditambah oleh pola pikirnya yang
simplistis, telah menjadikan mereka bersikp ekstrem.

3. Perkembangan aliran Khawarij

Khawarij, sebagaimana telah dikemukakan, telah menjadikan imamah/ khilafah/


politik sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya.
Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkannya
sangat rentan pada perpecahan, baik secara internal kaum khawarij maupun secara eksternal
dengan sesama kelompok islam lainnya. Para pengamat telah berbeda pendapat tentang
berapa banyak perpecahan yang terjadi dalam tubuh kaum khawarij. Al-Bagdadi mengatakan
bahwa sekte ini telah pecah menjdi 20 subsekte. Harun mengatakan bahwa sekte ini telah
pecah menjadi 18 subsekte. Adapun Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan
bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.

Terlepas dari berapa banyak subsekte pecahan khawarij, tokoh-tokoh yang


disebutkan di atas sepakat bahwa subsekte khawarij yang besar hanya ada 8, yaitu:

a. Al-Muhakkimah,
b. Al-Azqirah,
c. An-Najdat,
d. Al-Baihasiyah,
e. Al-Ajaridah,
f. As-Saalabiyah,
g. Al-Abadiyah,
h. As-Sufriyah.
Semua subsekte itu membicarakan persoalan hukum orang yang berbuat dosa
besar, apakah masih mukmin atau telah menjadi kafir. Tampaknya, doktrin teologi tetap
menjadi primadona pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin yang lain hanya merupakan
pelengkap. Pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis daripada teoretis, sehingga kriteria
bahwa seseorang dapat dikategorikan sebagai mukmin atau kadir tidak jelas. Hal ini
menyebabkan- dalam kondisi tertentu seseorang dapat disebut mukmin sekaligus pada waktu
yang bersamaan disebut sebagai kafir.

Tindakan kelompok khawarij diatas telah merisaukan hati semua umat islam saat itu.
Sebab, dengan cap kafir yang diberikan salah satu subsekte yang lain orang bersangkutan
masih dikategorikan sebagai mukmin sehingga dikatakan bahwa jiwa seorang yahudi atau
majusi masih lebih berharga dibandingkan dengan jiwa seorang mukmin. Meskipun
demikian, ada sekte khawarij yang agak lunak, yaitu sekte Najdiyat dan Ibadiyah. Keduanya
membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama. Kafir nikmat hanya melakukan dosa dan
tidak berterima kasih kepada Allah. Orang seperti ini, kata kedua sekte diatas, tidak perlu
dikucilkan dari masyarakat.

Semua aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut, dikategorikan
sebagai aliran khawarij, selama terdapat indikasi doktrin yang identik dengan aliran ini.
Berkenaan dengan persoalan ini, Harun mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat
dikategorikan sebagai aliran khawarij masa kini, yaitu;

a. Mudah mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka, walaupun orang
itu adalah penganut agama islam;
b. Islam yang benar adalah islam yang mereka pahami dan amalkan, sedangkan islam
sebagaimana yang dipahami dan diamalkan golongan lain tidak benar;
c. Orang-orang islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali ke islam
yang sebenarnya, yaitu islam seperti yang mereka pahami dan amalkan;
d. Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka adalah sesat,
mereka memilih imam dari golongannya, yaitu imam dalam arti pemuka agama
dan pemuka pemerintahan;
e. Mereka bersifat fanatik dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan
kekerasan dan pembunuhan untuk mencapai tujuannya.
B. MURJI’AH

1. Latar belakang kemunculan Murji’ah

Nama mur’jiah diambil dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna penundaan,
penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung arti memberi pengharapan, yaitu
kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah SWT. Selain
itu, arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang
mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda
penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yaitu Ali dan Mu’awiyah, serta setiap
pasukannya pada hari kiamat kelak.

Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori
pertama mengatakan bahwa gagasan irja’ atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat
dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik
dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah, baik sebagai kelompok politik maupun
teologis, diperkirakan lahir bersama dengan kemunculan Syi’ah dan khawarij. Murji’ah, pada
saat itu merupakan musuh berat khawarij.

Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja’ yang merupakan basis doktrin murji’ah
muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib,
Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Watt, penggagas teori ini
menceritakan bahwa 20 tahun setelah meninggalnya Mu’awiyah tahun 680, dunia islam
dikoyak oleh pertikaian sipil, yaitu Al-Mukhtar membawa paham Syi’ah ke Kufah dari tahun
685-687; Ibnu Zubair mengkalim kekhalifahan di Mekkah hingga kekuasaan islam. Sebagai
respons dari keadaan ini muncul gagasan irja’ atau penangguhan (postponenment). Gagasan
ini tampaknya pertama kali dipergunakan sekitar tahun 695 oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-
Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya yang tampak autentik.
Dalam surat itu, Al-Hasan menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan, “kita
mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi
pada konflik sipil pertama yang melibatkan Utsman, Ali, dan Zubair (seorang tokoh pembelot
ke mekkah).” Dengan sikap politik ini, Al-Hasan mencoba menanggulangi perpecahan umat
islam. Ia kemudian mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang
terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari khawarij
yang menolak
mengakui kekhalifahan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan si pendosa
Utsman.

Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah,
dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin ‘Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah.
Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra
akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yaitu kubu khawarij, memandang bahwa tahkim itu
bertentangan dengan Al-Quran, dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah
SWT. Oleh karena itu, khawarij berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar dan
dihukum kafir, sama seperti perbuatan dosa besar lain, seperti zina, riba’, membunuh tanpa
alasan yang benar, durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wanita baik-baik. Pendapat
khawarij tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah dengan
mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya
diserahkan kepada Allah SWT, apakah mengampuninya atau tidak.

2. Doktrin-doktrin pokok Murji’ah

Ajaran-ajaran Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja’ atau
arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan yang doktrin irja’ diimplementasikan
dengan sikap politik netral ataupun nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap
diam. Itulah sebabnya kelompok Murji’ah dikenal pul sebagai the queietists (kelompok
bungkam).q Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu
diam dalam persoalan politik.

Adapun di bidang teologi, doktrin irja’ dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi


persoalan-persoalan teologis yang muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya,
persoalan- persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks, mencakup iman, kufur,
dosa besar dan ringan (mortal and venial sins), tauhid, tafsir Al-Qur’an, eskatologi,
pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi (the impeccability of the prophet), hukuman
atas dosa (punishment of sins), pertanyaan tentang ada yang kafir (infidel) dikalangan
generasi awal islam, tobat (redress of wrongs), hakikat Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta
ketentuan tuhan (predestination).
Berkaian dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt memrincinya
sebagai berikut:

a. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya


di akhirat kelak.
b. Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Al-Khalifah
Ar-Rasyidun.
c. Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar
untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
d. Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (mazhab) para skeptis dan empiris
dari kalangan helenis.

Masih berkaitan dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan


empat ajaran pokoknya, yaitu:

a. Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin ‘Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari
yang terlibat tahkim hingga kepada Allah pada hari kiamat kelak;
b. Menyerahkan keputusan kepada Allah SWT. Atas orang muslim yang berdosa besar;
c. Meletakkan (pentingnya) iman lebih utama daripada amal;
d. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh
ampunan dan rahmat dari Allah SWT.

Sementara itu, Abu ‘A’la Al-Maududi (1903-1979) menyebutkan dua doktrin pokok
ajaran Murji’ah, yaitu :

a. Iman adalah cukup dengan percaya kepada Allah SWT. Dan rasulnya. Adapun amal
atau perbuatan bukan merupakan keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini,
seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan apa yang difardukan
kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar;
b. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap
maksiat tidak dapat mendatangkan madharat atau-pun gangguan atas seseorang.
Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup menjauhkan diri dari syirik dan
meninggal dalam keadaan akidah tauhid.
3. Perkembangan aliran Murji’ah

Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan


pendapat (bahkan hanya dalam hal intensitas) di kalangan para pendukung Murji’ah . dalam
hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasi sekte-
sekte Murji’ah. Kesulitannya antara lain adalah ada beberapa tokoh aliran pemikiran tertentu
yang diklaim oleh seorang pengamat sebagai pengikut Murji’ah , tetapi pengamat lain tidak
mengklaimnya. Tokoh yang dimaksud adalah Washil bin Atha’ (...-131 H) dari Mu’tazilah
dan Abu Hanifah (80-150 H) dari Ahlus Sunnah. Oleh karena itu, Asy-Syahrastany (w. 548
H), seperti dikutip oleh Watt menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut.

a. Murji’ah Khawarij.
b. Murji’ah Qadariah.
c. Murji’ah Jabariah.
d. Murji’ah Murni.
e. Murji’ah Sunni (tokohnya adalah Abu Hanifah).

Sementara itu, Muhammad Imarah (l. 1931) menyebutkan 12 sekte Murji’ah, yaitu
sebagai berikut.

a. Al-Jahamiyah, pengikut Jahm bin Shafwan.


b. Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahiy.
c. Al-Yunusiyah, pengikut Yunus As-Samary.
d. Asy-Syamriayah, pengikut Abu Samr dan Yunus.
e. Asy-Syawbaniyah, pengikut Abu Syawban.
f. Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimsaqy.
g. An-Najariyah, pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najr.
h. Al-Hanafiyah, pengikut Abu Haifah An-Nu’man.
i. Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib.
j. Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz Ath-Thawmy.
k. Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy.
l. Al-Kamariyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany.
Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua sekte,
yaitu golongan moderat dan golongan ekstrem. Murji’ah moderat berpendirian bahwa
pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di dalam neraka. Mereka disiksa
sebesar dosanya dan diampuni oleh Allah SWT. Praktis tidak masuk neraka. Iman adalah
pengetahuan tentang tuhan dan rasul-rasulnya serta yang datang dari-Nya secara keseluruhan,
namun dalam garis besar. Iman tidak bertambah dan tidak pula berkurang. Tidak ada
perbedaan manusia dalam hal ini. Penggagas pendirian ini adalah Al-Hasan bin Muhammad
bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadis.

Adapun yang termasuk kelompok ekstrem adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-


Yunusiyah, Al-Ubidiyah, dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap-tiap kelompok itu dapat
dijelaskan kelompok itu dapat dijelaskan sebagai berikut

a. Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan


bahwa orang yang percaya kepada tuhan dan kemudian menyatakan kekufurannya
secara lisan tidak menjadi kafir karena iman dan kufur tempatnya di dalam hati,
bukan bagian lain dalam tubuh manusia.
b. Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihiy, berpendapat bahwa iman adalah
mengetahui tuhan dan kufur adalah tidak tahu tuhan. Shalat bukan merupakan
ibadah kepada Allah SWT. Karena yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya,
dalam arti mengetahui tuhan. Begitu pula zakat, puasa, dan haji bukanlah ibadah,
melainkan sekadar menggambarkan kepatuhan dan tidak merupakan ibadah
kepada Allah, yang disebut ibadah hanya iman.
c. Yunusiyah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat
atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidak termasuk iman seseorang. Mati dalam iman,
dosa- dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidak merugikan bagi
yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa
perbuatan jahat banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai
musyrik atau politeis.
d. Hasaniyah, menyebutkan bahwa jika seorang mengatakan, “saya tahu tuhan
melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu
adalah kambing ini.” Orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir. Begitu pula orang
yang mengatakan, “saya tahu tuhan mewajibkan naik haji ke kakbah, tetapi saya
tidak tahu apakah kakbah di India atau ditempat lain”.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti
keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Terdapat beberapa doktrin pokok dalam kaum
Khawarij. Doktrin yang dikembangkan kaum Khawari’j dapat dikategorikan dalam tiga
kategori: politik, teologi, dan sosial. Dalam perkembangannya subsekte Khawari’j yang besar
terdiri dari delapan macam. Murji’ah diambil dari Al-Irjo’, yaitu menunda, menangguhkan,
mengakhirkan: mungkin karena mereka mengakhirkan tingkatan amal dari iman, atau kah
mereka menangguhkan hukuman terhadap pelaku dosa besar sampai hari qiamat, dan
menyerahkan perkaranya kepada Tuhannya. Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber
dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik
persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan
sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam.
Golongan Murji’ah dibagi kedalam 2 kelompok besar yaitu golongan moderat dan ekstrim.
B. Saran

Pada hakikatnya semua aliran tersebut tidaklah keluar dari Islam, tetapi tetap
Islam.Dengan demikian tiap umat Islam bebas memilih salah satu aliran dari aliran-aliran
teologi tersebut, yaitu mana yang sesuai dengan jiwa dan pendapatnya.Hal ini tidak ubahnya
pula dengan kebebasan tiap orang Islam memilih madzab fikih mana yang sesuai dengan jiwa
dan kecenderungannya. Disinilah hikmah sabda Nabi Muhammad SAW: “perbedaan paham
dikalangan umatku membawa rahmat”. Memang rahmat besarlah kalau kaum terpelajar
menjumpai dalamIslam aliran-aliran yang sesuai dengan jiwa dan pembawaannya, dan kalau
pula kaum awam memperoleh dalamnya aliran-aliran yang dapat mengisi kebutuhan
rohaninya.

DAFTAR PUSTAKA

https://hurie85.wordpress.com/2014/07/16/makalah-ilmu-kalam-khawarij-dan-murjiah/

https://duniacarablogger.blogspot.com/2018/04/makalah-aliran-murjiah.html?m=1

https://maktabahmahasiswa.blogspot.com/2019/03/aliran-ilmu-kalam-khawarij-dan-
murjiah.html

Abdul Rozak 7 Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2011

Anda mungkin juga menyukai