Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TA’ARUF

Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam


Dosen Pembimbing : Drs. H. Abdul Mutholib
Kelas : 2R-AK
Disusun Oleh : Kelompok 1

Anggota Kelompok :

1. Nurhasanah : 11021700043
2. Ayu Ismayanti : 11021700052
3. Jahroh : 11021700242
4. Nurhayati Nufus : 11021700281
5. Nurhayati Nufus : 11021700000
6. Nurhayati Nufus : 11021700000
7. Nurhayati Nufus : 11021700000
8. Nurhayati Nufus : 11021700000
9. Nurhayati Nufus : 11021700000
10. Nurhayati Nufus : 11021700000

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS BINA BANGSA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita semua, umat manusia. Shalawat serta salam tak lupa penulis ucapkan kepada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.

Atas berkat rahmat Allah SWT. penulis dapat menyelesaikan makalah yang membahas
tentang ta’aruf. Makalah ini merupakan tugas terstruktur dari mata kuliah Fiqh Munakahat.
Di dalamnya akan dibahas mengenai pengertian, proses, tujuan, perbedaan antara ta’aruf
dengan pacaran, tata cara berta’aruf yang sesuai dengan syariat islam, dan membahas tentang
berta’aruf ala Rasulullah saw.

Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri penulis maupun para pembaca.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar makalah menjadi
lebih baik dan sempurna untuk kedepannya.

Serang, 08 Mei 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah ........................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Ta’aruf ........................................................................................................................ 3
2.2 Proses Ta’aruf ............................................................................................................................... 4
2.3 Tujuan Ta’aruf .............................................................................................................................. 4
2.4 Perbedaan Antara Ta’aruf dengan Pacaran ................................................................................... 5
2.5 Tata Cara Ta’aruf Yang Sesuai Dengan Aturan Syariat Islam ..................................................... 7
2.6 Berta’aruf ala Rasulullah SAW..................................................................................................... 9
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 10
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Siapakah di antara kita yang tidak ingin di masa depannya memiliki rumah tangga yang
islami, sakinah mawaddah warahmah? Anak-anak yang shalih, istri shalihah, suami yang
shalih, semua tidak akan terwujud kecuali karena taufiq dari Allah, dan ikhtiar masing
masing individu. Maka untuk membentuk suatu keluarga yang Islami, perlu dilakukan upaya-
upaya yang dari awalnya harus sesuai dengan syari’at Islam. Jalan yang disyari’atkan salah
satunya adalah ta’aruf, yaitu mengenal calon pasangan kita.

Saat ini sering kali kita mendengar istilah ta’aruf, yang identik dengan proses menuju
pernikahan. Tapi apakah sebenarnya ta’aruf itu? Ta’aruf, secara makna berarti perkenalan,
namun secara istilah adalah upaya pengenalan seorang muslim dengan calon pasangannya
untuk menjajaki adanya keserasian diantara mereka agar bisa menjalani hubungan sebagai
suami istri.

Proses ta’aruf, tujuan ta’aruf, perbedaan ta’aruf dan pacaran, tata cara ta’aruf yang baik
dan benar akan dibahas selanjutnya dalam makalah ini. Semoga Allah selalu menolong kita
agar tetap istiqomah dalam melaksanakan syari’atnya.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini :

1. Apa yang dimaksud dengan ta’aruf?

2. Bagaimana proses ta’aruf?

3. Apa tujuan ta’aruf?

4. Apa saja perbedaan antara ta’aruf dengan pacaran?

5. Bagaimana tata cara ta’aruf yang sesuai dengan syariat islam?

6. Bagaimana proses ta’aruf yang dilakukan oleh Rasulullah SAW?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan pembuatan makalah ini di antaranya :

1. Mengetahui pengertian ta’aruf

1
2. Mengetahui proses ta’aruf

3. Mengetahui tujuan ta’aruf

4. Mengetahui perbedaan mendasar antara ta’aruf dengan pacaran

5. Mengetahui tata cara ta’aruf yang sesuai dengan syariat islam

6. Mengetahui proses ta’aruf yang dilakukan oleh Rasulullah SAW

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ta’aruf
Secara bahasa ta'aruf bisa bermakna ‘berkenalan’ atau ‘saling mengenal’. Asalnya
berasal dari akar kata ta’aarafa. Seperti ini sudah ada dalam Al-Qur’an. Firman Allah (yang
artinya): “Hai manusia sesungguhnya kami telah menciptakan kalian dari seorang pria dan
seorang wanita, lalu menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian
saling mengenal (ta’arofu) ...” (QS. Al Hujurat: 13).

Kata li ta’aarafuu dalam ayat ini mengandung makna bahwa, aslinya tujuan dari semua
ciptaan Allah itu adalah agar kita semua saling mengenal yang satu terhadap yang lain.
Sehingga secara umum, ta’aruf bisa berarti saling mengenal. Dengan bahasa yang jelas
ta’aruf adalah upaya sebagian orang untuk mengenal sebagian yang lain.

Jadi, kata ta’aruf itu mirip dengan makna ‘berkenalan’ dalam bahasa kita. Setiap kali kita
berkenalan dengan seseorang, entah itu tetangga kita, orang baru atau sesama penumpang
dalam sebuah kendaraan umum misalnya, dapat disebut sebagai ta’aruf. Ta’aruf jenis ini
dianjurkan dengan siapa saja, terutama sekali dengan sesama muslim untuk mengikat
hubungan persaudaraan. Tentu saja ada batasan yang harus diperhatikan kalau perkenalan itu
terjadi antara dua orang berlawanan jenis, yaitu pria dengan wanita. Untuk itu umat islam
sudah menganjurkan memberlakukan hijab bagi wanita muslimah, yang bukan hanya berarti
selembar jilbab dan baju kurung yang menutupi tubuhnya dari pandangan pria yang bukan
mahram, tapi juga melindungi pergaulannya dengan lawan jenis yang tidak diizinkan syari’at.
Contoh dari pergaulan yang tidak diizinkan syari’at ini ialah berduaan atau bercampur-baur
antara beberapa orang yang berlainan jenis dalam satu tempat secara berbauran, pergi
bersama pria yang bukan mahram, dan berbagai hal lain yang dilarang syari’at. Semua itu
tidak otomatis menjadi halal bila diatasnamakan ta’aruf.

Ta’aruf atau perkenalan yang dianjurkan dalam islam adalah dalam batas-batas yang
tidak melanggar aturan islam itu sendiri. Kalau dalam soalan makan, minum dan berpakaian
saja islam memiliki aturan yang harus dijaga, misalnya tidak sembarang makan dan minum
itu halal, dan tidak sembarang pakaian boleh dipakai, maka untuk hal-hal lain yang lebih
kompleks islam tentu juga memiliki aturannya. Adab pergaulan, adab berkenalan, adab
mengenal sesama muslim, juga memiliki aturan yang harus diperhatikan. Jadi jangan sekali-

3
kali mencampuradukkan antara anjuran berkenalan atau mengenal sesama muslim dengan
larangan-larangan agama seputar proses berkenalan tersebut. Bila dilakukan, maka hal itu
sama saja dengan mencampuradukkan antara makanan halal dengan haram, dengan dalil
karena manusia hidup harus makan, dan bahwa makan minum itu boleh dilakukan diluar
puasa.

Kemudian dalam makna khusus proses pengenalan seseorang terhadap pria atau wanita
yang akan dipilih sebagai pasangan hidup sering juga disebut sebagai ta’aruf. Sebagai istilah
ta’aruf tentu saja bebas nilai, sampai ada hal-hal yang memuat aplikasi dari hal-hal yang
dianjurkan atau diwajibkan, atau sebaliknya, justru hal-hal yang tidak baik atau dilarang.
Ungkapan ta’aruf ini tidak pernah disebutkan sebagai istilah khusus sengan arti perkenalan
antar dua orang berlainan jenis yang ingin menjajaki kecocokan sebelum menikah. Karena
tak ada penggunaan istilah yang sama untuk makna tersebut, maka sekali lagi kata ta’aruf ini
masih bebas dinilai. Dan karna bebas nilai inilah, maka aplikasi ta’aruf ini pun bisa ditarik
ulur menjadi nilai-nilai yang dianjurkan atau bahkan diwajibkan, atau sebaliknya, justru
menjadi nilai-nilai yang dilarang dan diharamkan.

2.2 Proses Ta’aruf


Dalam upaya ta’aruf dengan calon pasangan, pihak pria dan wanita dipersilakan
menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan masing-masing nanti selama
mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu harus dilakukan dengan adab dan etikanya.
Tidak boleh dilakukan cuma berdua saja. Harus ada yang mendampingi dan yang utama
adalah wali atau keluarganya. Jadi,taaruf bukanlah bermesraan berdua,tapi lebih kepada
pembicaraan yang bersifat realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua.
ta'aruf adalah proses saling kenal mengenal pra nikah dengan dilandasi ketentuan syar'i.

2.3 Tujuan Ta’aruf


Taaruf adalah media syar`i yang dapat digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap
calon pasangan. Sisi yang dijadikan pengenalan tak hanya terkait dengan data global,
melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut masing-masing pihak cukup penting,
misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya
dengan cara yang saksama, bukan cuma sekadar curi-curi pandang atau melihat fotonya.
Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya secara
langsung, bukan melalui media foto, lukisan, atau video. Karena pada hakikatnya wajah
seorang wanita itu bukan aurat.

4
2.4 Perbedaan Antara Ta’aruf dengan Pacaran
Dewasa ini seringkali kita menemukan orang yang lagi pacaran, entah itu di jalan, mall,
kampus, jembatan layang, taman kota, atau di mana pun pasti ada. Terlebih lagi saat ini
acara-acara televisi sangat gamblang mengekspos kehidupan cinta para remaja yang kian hari
kian membawa dampak negatif bagi para pemirsanya.

Sebetulnya apa pacaran itu? Biasanya kalau ada cowok dan cewek saling suka, salah
satunya menyatakan cinta dan yang lainnya menerima, itu berarti sudah pacaran. Buat
sebagian orang pacaran itu isinya jalan berdua, makan, nonton, curhat-curhatan, mesra-
mesraan. Pokoknya hanya untuk melakukan kesenangan semata. Ada pula orang yang
menganggap tujuan pacaran itu untuk lebih mengenal sebelum menuju pernikahan. Sebagai
umat Islam kita perlu mengkritisi apakah “praktek pacaran” yang banyak dilakukan orang ini
sesuai atau tidak dengan aturan-aturan dalam Islam.

Berikut adalah penjabaran mengenai perbedaan antara pacaran dengan ta’aruf:

1. Orang kalau sedang berpacaran maunya berdua terus. Beberapa hari tidak ditelepon
sudah resah, seharian enggak disms sudah kangen. Begitu ketemu ingin memandang
wajahnya terus, seakan dunia hanya milik berdua. Tak jarang pula terlihat sampai mojok
berdua di tempat sepi, kemudian bermesra-mesraan. Sebaiknya berhati-hati, sebab
Rasulullah SAW bersabda : “Tiada bersepi-sepian seorang lelaki dan perempuan,
melainkan syaitan merupakan orang ketiga di antara mereka.”
2. Kalau sedang pacaran rasanya seperti dimabuk cinta. Lupa dengan yang lainnya. Hati-
hati juga bila seperti inim karena nanti kita bias lupa sama tujuan Allah menciptakan kita
(manusia). Firman Allah SWT : “Dan tidak kuciptakan jin dan manusia, kecuali untuk
beribadah kepadaKu.” (QS 51 : 56).
3. Bukan rahasia lagi kalau di jaman serba permisif ini seks sudah menjadi bumbu
penyedap dalam pacaran (Majalah Hai edisi 4-10 Maret 2002). Majalah Kosmopolitan
juga mengadakan riset di lima universitas terbesar di Jakarta, dan ternyata dari yang
mengaku pernah melakukan aktivitas seksual, sebanyak 67,1% pertama kali melakukan
dengan pacarnya.
4. Ternyata pacaran bukan jaminan akan berlanjut ke jenjang pernikahan. Banyak orang di
sekitar kita yang sudah bertahun-tahun pacaran ternyata kandas di tengah jalan. Pacaran
pun tidak menjadikan kita tahu segalanya tentang si dia. Banyak yang sikapnya berubah
setelah menikah.

5
Dapat disimpulkan bahwa praktek pacaran tidak menjadi suatu jaminan bahkan banyak
melanggar aturan Allah dan tidak mendapat ridho-Nya. Tetapi seringkali timbul pertanyaan,
lalu kalau bukan dengan pacaran, bagaimana kita dapat bertemu dengan jodoh kita? jadi perlu
ada penjajakan. Sudah pasti Islam pun mengatur hal seperti ini, karena segala sesuatu aspek
dalam kehidupan kita sesungguhnya sudah diatur dan tercantum dalam ayat-ayat suci Al-
Qur’an. Untuk mengatasi hal tersebut, kita mengenalnya dengan sebutan ta’aruf, yang berarti
perkenalan.

Berikut adalah hal-hal mengenai ta’aruf :

1. Ta'aruf itu sebenarnya hanya untuk penjajagan sebelum menikah. Jadi kalau salah satu
atau keduanya tidak merasa cocok bisa menyudahi ta'arufnya. Ini lebih baik daripada
orang yang pacaran lalu putus. Biasanya orang yang pacaran hatinya sudah bertaut
sehingga kalau tidak cocok sulit putus dan terasa menyakitkan. Tapi ta'aruf, yang Insya
Allah niatnya untuk menikah Lillahi Ta'ala, kalau tidak cocok bertawakal saja, mungkin
memang bukan jodoh. Tidak ada pihak yang dirugikan maupun merugikan.
2. Ta'aruf itu lebih fair. Masa penjajakan diisi dengan saling tukar informasi mengenai diri
masing-masing baik kebaikan maupun keburukannya. Bahkan kalau kita tidurnya sering
ngorok, misalnya, sebaiknya diberitahukan kepada calon kita agar tidak menimbukan
kekecewaan di kemudian hari. Begitu pula dengan kekurangan-kekurangan lainnya,
seperti mengidap penyakit tertentu, enggak bisa masak, atau yang lainnya. Informasi
bukan cuma dari si calon langsung, tapi juga dari orang-orang yang mengenalnya
(sahabat, guru ngaji, orang tua si calon). Jadi si calon enggak bisa ngaku-ngaku dirinya
baik. Ini berbeda dengan orang pacaran yang biasanya semu dan penuh kepura-puraan.
Yang perempuan akan dandan habis-habisan dan malu-malu (sampai makan pun jadi
sedikit gara-gara takut dibilang rakus). Yang laki-laki biarpun lagi bokek tetap berlagak
kaya, traktir ini dan itu (padahal dapat duit dari minjem teman atau hasil ngerengek ke
orang tua).
3. Dengan ta'aruf kita bisa berusaha mengenal calon dan mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Hal ini bisa terjadi karena
kedua belah pihak telah siap menikah dan siap membuka diri baik kelebihan maupun
kekurangan. Ini akan menghemat waktu yang cukup besar. Coba bandingkan dengan
orang pacaran yang sudah lama pacarannya, tetapi sering merasa belum bisa mengenal
pasangannya. Bukankah sia-sia belaka?

6
4. Melalui ta’aruf kita boleh mengajukan criteria calon yang kita inginkan. Kalau ada hal-
hal yang cocok Alhamdulillah, tetapi bila ada yang kurang cocok bisa dipertimbangkan
dengan memakai hati dan pikiran yang sehat. Keputusan akhirpun tetap berdasarkan
dialog dengan Allah melalui shalat istikharah. Berbeda dengan orang yang mabuk cinta
dan pacaran. Kadang hal buruk pacarnya, misalnya suka memukul, suka mabuk, tetap
diterimanya padahal hati kecilnya tidak menyukainya. Tapi karena cinta (atau
sebenarnya nafsu) terpaksa menerimanya.
5. Kalau memang ada kecocokan, biasanya jangka waktu ta'aruf ke khitbah (lamaran) dan
ke akad nikah tidak terlalu lama. Ini bisa menghindarkan kita dari berbagai macam zina
termasuk zina hati. Selain itu tidak ada perasaan "digantung" pada pihak perempuan.
Karena semuanya sudah jelas tujuannya adalah untuk memenuhi sunah Rasulullah yaitu
menikah.
6. Dalam ta’aruf tetap dijaga adab berhubungan antara laki-laki dan perempuan. Biasanya
ada pihak ketiga yang memperkenalkan. Jadi kemungkinan berkhalwat (berdua-duaan)
menjadi semakin kecil, yang artinya kita terhindar dari zina.

Dilihat dari berbagai macam perbedaan di atas, ternyata ta’aruf memiliki banyak kelebihan
dan manfaat dibandingkan dengan pacaran. Dan di ridhai oleh Allah SWT tentunya.

2.5 Tata Cara Ta’aruf Yang Sesuai Dengan Aturan Syariat Islam
Ta'aruf merupakan sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan.
Ta'aruf sangat berbeda dengan pacaran. Ta`aruf secara syar`i memang diperintahkan oleh
Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara pacaran dengan
ta'aruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan
sesaat, zina dan maksiat. Sedangkan ta'aruf jelas sekali tujuannya yaitu untuk mengetahui
kriteria calon pasangan.

Ketika melakukan ta'aruf, seseorang baik pihak laki-laki atau perempuan berhak untuk
bertanya yang mendetail, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan
lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam menyampaikannya. Karena bila tidak jujur,
bisa berakibat fatal nantinya. Dalam upaya ta’aruf dengan calon pasangan, pihak laki-laki dan
perempuan dipersilahkan menanyakan apa saja yang kira-kira terkait dengan kepentingan
masing-masing nanti selama mengarungi kehidupan. Tapi tentu saja semua itu harus
dilakukan dengan adab dan etikanya. Tidak boleh dilakukan hanya berdua saja, tetapi harus
ada yang mendampinginya dan yang utama adalah wali atau keluarganya. Jadi ta’aruf

7
bukanlah bermesraan berdua, tapi lebih kepada pembicaraan yang bersifat realistis untuk
mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua. Sisi yang dijadikan pengenalan tidak
hanya terkait dengan data global, melainkan juga termasuk hal-hal kecil yang menurut
masing-masing pihak cukup penting.

Misalnya masalah kecantikan calon istri, dibolehkan untuk melihat langsung wajahnya
dengan cara yang seksama, bukan hanya sekedar curi-curi pandang atau mengintip fotonya.
Justru Islam telah memerintahkan seorang calon suami untuk mendatangi calon istrinya
secara langsung face to face, bukan melalui media foto, lukisan atau video.

Karena pada hakikatnya wajah seorang wanita itu bukan aurat, jadi tidak ada salahnya
untuk dilihat. Dan khusus dalam kasus ta`aruf, yang namanya melihat wajah itu bukan cuma
melirik-melirik sekilas, tapi kalau perlu dipelototi dengan seksama. Periksalah apakah ada
jerawat numpang tumbuh disana. Begitu juga dia boleh meminta diperlihatkan kedua tapak
tangan calon istrinya. Juga bukan melihat sekilas, tapi melihat dengan seksama. Karena tapak
tangan wanita pun bukan termasuk aurat.

Selain urusan melihat fisik, ta’aruf juga harus menghasilkan data yang berkaitan dengan
sikap, perilaku, pengalaman, cara kehidupan dan lain-lainnya. Hanya saja, semua itu harus
dilakukan dengan cara yang benar dan sesuai dengan koridor syariat Islam. Minimal harus
ditemani orang lain baik dari keluarga calon istri atau dari calon suami. Sehingga tidak
dibenarkan untuk pergi jalan-jalan berdua, nonton, boncengan, kencan, dan sebagainya
dengan menggunakan alasan ta’aruf. Janganlah ta’aruf menjadi pacaran. Sehingga tidak
terjadi khalwat dan ikhtilat antara pasangan yang belum resmi menjadi suami istri.

Bila kita cermati ayat atau hadist tentang pernikahan, maka kita akan menemukan bahwa
kita di anjurkan untuk menikah dengan orang yang kita sukai. Dalam hal ini, suka menjadi
“Hal” atau Syarat untuk menikah. Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadist
yang di riwayatkan oleh imam Ahmad dengan sanad hasan dari Jabir Bin Abdillah Al-
Anshari yang menuturkan bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda “Jika salah
seorang di antara kalian hendak melamar seorang wanita dan mampu melihat (tanpa
sepengetahuan wanita tersebut), bagian dan anggota tubuh wanita tersebut, sehingga bisa
mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah”.

Juga hadits yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Sa’ad As-
Saidi. Dia menceritakan bahwa ada seorang wanita yang mendatangi Rasulullah SAW dan

8
mengatakan “Wahai Rasulullah aku datang untuk menghadiahkan diriku padamu”.
Rasulullah SAW lantas memandangnya dari atas sampai bawah, setelah itu menundukkan
kepala. Allah SWT Berfirman : “Tidak Halal bagi kamu mengawini perempuan-perempuan
seudah itu, tidak boleh pula mengganti mereka dengan istri-istri yang lain, meskipun
kecantikannya menarik hatimu”. (Al-Ahzab:53).

Juga Firman Allah SWT dalam surat Annisa ayat 3 : “Maka nikahilah oleh kalian wanita
yang kalian sukai”. Dari penjelasan ini jelas bahwa Ta’aruf berfungsi untuk mengetahui hal-
hal yang bisa membuat kita tertarik atau suka dan yakin akan menikahi orang tersebut.

2.6 Berta’aruf ala Rasulullah SAW


Dahulu, Rasulullah pernah mengalami tanazhur yang artinya saling menaruh perhatian.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya aku telah diberi karunia dengan cintanya
Khadijah kepadaku.” (HR Muslim, Bab “Keutamaan Khadijah”).

Ibnu al-Atsir menceritakan dalam Tarikh-nya bahwa setelah mendengar kabar tentang
sifat-sifat Muhammad SAW, Siti Khadijah menawarkan kesempatan kepada beliau untuk
membawa barang dagangannya ke Syam. Tawaran ini diterima dan menghasilkan
keuntungan yang lebih besar (daripada bila dibawa oleh orang lain). Lantas, Ibnu al-Atsir
mengungkapkan “Siti Khadijah sangat gembira menerima keuntungan yang besar itu, tetapi
kekagumannya kepada orang yang telah diujinya itu jauh lebih mendalam.” (Kekaguman
yang mendalam inilah yang kita kenal sebagai rasa cinta)

Perhatikanlah bahwa diantara mereka berdua tidak hanya terjadi proses taaruf (dengan
wawancara, observasi, dokumentasi, dsb). Diantara mereka ternyata terdapat pula “interaksi
yang mendalam” dalam bentuk kerjasama bisnis. Interaksi yang mendalam seperti itulah
salah satu perbedaan utama antara pacaran islami dan taaruf.

Pola tanazhur dengan model kerjasama ala Khadijah-Muhammad itu dapat kita jadikan
teladan. Anda dapat menjalin kerjasama bisnis, belajar bersama, atau pun melakukan kegiatan
bersama lainnya yang membawa manfaat sebesar-besarnya. Justru kalau Anda hanya
bertaaruf dengan si dia tanpa interaksi yang mendalam, maka Anda belum sepenuhnya
memenuhi Sunnah Nabi tersebut.

9
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ta’aruf adalah Proses saling mengenal antara seseorang dengan orang lain. Dengan maksud
untuk bisa saling mengerti dan memahami. Sedangkan dalam Konteks Pernikahan, maka
ta’aruf di maknai sebagai “Aktivitas saling mengenal, mengerti dan memahami untuk tujuan
meminang atau menikahi”.

Dalam uraian di atas, sudah diterangkan bahwa Islam tidak mengenal adanya budaya pacaran,
melainkan ta’aruf sebagai upaya pengenalannya. Ta’aruf di sini artinya luas, bukan hanya
untuk mengenal calon suami atau istri, tetapi juga bisa dijadikan sarana pendekatan dalam hal
berbisnis seperti yang dilakukan oleh Rasulullah yang kemudian berujung ke pernikahan.

Sudah jelas bahwa, ta’aruf memiliki banyak kelebihan dan manfaat dibandingkan dengan
pacaran. Dan di ridhai oleh Allah SWT.

Berta'aruf pun memiliki etika dan aturannya dalam islam, sehingga tidak disalah artikan
ta'aruf menjadi pacaran. Penjabarannya telah disebutkan di atas, bahwa seorang laki-laki
dalam menjalani proses ta’aruf tidak dibenarkan hanya berdua dengan calon istrinya,
melainkan harus ada yang menemani mereka, paling utama adalah wali (keluarganya).

10
DAFTAR PUSTAKA

Fatinah, Lina. (2014,16 Mei). Makalah Taaruf. Diakses pada 08 Mei 2018, dari
http://linafatinahberbagiilmu.blogspot.co.id/2014/05/makalah-taaruf.html.

iii

Anda mungkin juga menyukai