Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Assalamu’ alaikum Wr. Wb

Alhamdulilah puji dan syukur atas ke hadirat Allah Swt yang telah memberikan karunianya kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu dan makalah ini yang berjudul : Zakat
Pertanian

Adapun tujuan penulis membuat makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Zakat
yang dibimbing oleh dosen Dr. Zulkifli, M. Ag. Semoga makalah ini yang disusun oleh penulis dapat
bermanfaat dan berguna bagi pembaca.

Demikian makalah ini dibuat kami menyadari di dalam penyusunan dan pembuatan makalah ini
masih banyak kekurangan dan maka dari pada itu kritik dan saran sangat kami harapkan untuk mencapai
kesempurnaan makalah ini agar lebih baik lagi, dan atas kritik dan saran kami ucapkan terima kasih.

Wassalamua’laikum Wr. Wb

Pekanbaru, 19 November 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang...............................................................................................................1

Rumusan masalah...........................................................................................................1

Tujuan.............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian Zakat Pertanian.............................................................................................3

Hasil Pertanian yang Wajib Zakat..................................................................................4

Nisab Zakat Pertanian....................................................................................................5

Persentase Zakat Pertanian.............................................................................................5

Waktu Menunaikan Zakat Pertanian..............................................................................7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................................9

B. Saran..............................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Zakat merupakan salah satu kewajiban yang disyariatkan Allah SWT kepada umat islam, sebagai
salah satu perbuatan ibadah setara dengan shalat, puasa, dan ibadah haji. Akan tetapi, zakat tergolong
ibadah maliah, yaitu ibadah melalui harta kekayaan dan bukan ibadah badaniah yang pelaksanaannya
dengan fisik. Hal inilah yang membedakan zakat dengan ibadah lainnya, seperti ibadah shalat, puasa, dan
haji, yang manfaatnya hanya terkena kepada individu tersebut, melainkan bermanfaat pula bagi orang
lain.

Allah SWT mewajibkan zakat kepada individu yang mampu dengan tujuan mengetahui seberapa
besar cinta hamba kepada Penciptanya daripada dengan hartanya. Salah satu jenis zakat mal adalah
zakat pertanian, yaitu zakat yang dikeluarkan dari hasil pertanian berupa tumbuh-tumbuhan, atau
tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman
hias, rumput-rumputan, d.l.l.

Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas dapat ditarik beberapa rumusan masalah, yaitu:

Apa pengertian zakat pertanian ?

Apa saja hasil pertanian yang wajib zakat ?

Bagaimana nisab zakat pertanian ?

Bagaimana persentase zakat pertanian ?

Kapan waktu menunaikan zakat pertanian ?

Tujuan

Sesuai dengan masalah yang dihadapi maka makalah ini bertujuan untuk :

Mengetahui pengertian zakat pertanian

Mengetahui hasil pertanian yang wajib zakat

Mengetahui nisab zakat pertanian

Mengetahui persentase zakat pertanian

Mengetahui waktu menunaikan zakat pertanian


BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Zakat Pertanian

Zakat pertanian adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil pertanian berupa tumbuh-tumbuhan,
atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan,
tanaman hias, rumput-rumputan, d.l.l. yang merupakan makanan pokok dan dapat disimpan.
Kriteria/syarat dari zakat pertanian yaitu:[1]

Menjadi makanan pokok manusia pada kondisi normal mereka.

Memungkinkan untuk disimpan dan tidak mudah rusak atau membusuk.

Dapat ditanam oleh manusia.


Adapun alasan adanya syarat makanan pokok ialah makanan pokok merupakan sesuatu yang vital,
yang apabila tanpa makanan tersebut, kehidupan tidak akan dapat berlangsung. Selain itu, makan pokok
adalah tumbuhan yang paling mulia dan dapat membuat badan manusia berdiri tegak serta mampu
bergerak.

Kewajiban membayar zakat pertanian ditetapkan dalam Al-Qur’an surah Al-An’aam ayat 141 yang
artinya:

........“Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di
hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin)”........( Al-An’aam : 141)

Kewajiban membayar zakat pertanian terdapat dalam hadits ‘Attab bin Usaid Ra. Berkata
bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:

“sesungguhnya, anggur itu diperkirakan jumlahnya sebagaimana diperkirakannya kurma. Maka, zakatnya
ditunaikan berupa anggur dan kurma yang sudah jadi.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Hasil Pertanian yang Wajib Zakat

Pada uraian terdahulu sudah dijelaskan, bahwa hasil pertanian dikenakan zakat, apabila telah
memenuhi syarat. Akan tetapi, para ulama berbeda pendapat mengenai jenis hasil bumi yang dikenakan
zakat. Penjelasannya sebagai berikut:[2]

Ibnu Umar dan Sebagian Ulama Salaf

Ibnu Umar dan sebagian ulama salaf berpendapat, bahwa zakat hanya wajib atas empat jenis tanaman
saja, yaitu hintah (gandum), syair (sejenis gandum), kurma, dan anggur.

Malik dan Syafi’i

Imam Malik dan Syafi’i berpendapat, bahwa jenis tanaman yang wajib zakat adalah makanan pokok
sehari-hari anggota masyarakat, seperti beras, jagung, sagu. Selain dari makanan yang pokok itu, tidak
dikenakan zakatnya. Oleh Syafi’i dikatakan juga, bahwa kurma dan anggur wajib dikeluarkan zakatnya.

Imam Ahmad

Imam Ahmad berpendapat, bahwa biji-bijian yang kering dan dapat ditimbang (ditakar), seperti padi,
jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau dikenakan zakatnya. Begitu juga seperti buah kurma dan
anggur dikeluarkan zakatnya. Tetapi buah-buahan dan sayur tidak wajib zakatnya.

Pendapat Imam Ahmad, sejalan juga dengan Abu Yusuf dan Muhammad (murid dan sahabat Imam
Hanafi).

Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah berpendapat, bahwa semua hasil bumi yang bertujuan untuk mendapatkan
penghasilan, diwajibkan mengeluarkan zakatnya, walaupun bukan menjadi makanan pokok. Abu Hanifah
tidak membedakan, tanaman yang tidak bisa dikeringkan dan tahan lama, atau tidak sama, seperti sayur
mayur, mentimun labu dan lain-lain.

Sebagai landasan yang dipergunakan Abu Hanifah adalah ayat 267 surat al-Baqarah sebagaimana telah
dikemukakan di atas. Beliau berpegang kepada keumuman bunyi ayat tersebut sedangkan orang yang
tidak memasukkan sayur-mayur beralasan, bahwa ayat yang bersifat umum itu, ditakhsiskan dengan
hadis Rasulullah.

Di samping ayat 267 surat al-Baqarah, beliau perkuat dengan ayat 141 surat al-An’am yang sudah
disebutkan terdahulu. Abu Hanifah juga berpedoman kepada sabda Rasulullah yang artinya:

“Yang diairi air hujan, zakatnya 10% dan yang disirami, zakatnya 5% tanpa membedakan jenis
tanamannya, dan apakah makanan pokok atau bukan, semuanya sama.”

Nisab Zakat Pertanian

Zakat pertanian tidak diwajibkan jika blemum mencapai nisab, adapun nisabnya ialah 5 wasaq.
Sesuai hadis Rasulullah Saw:

“Tidak wajib zakat pada kurma yang kurang dari 5 wasaq.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud).

Diketahui bahwa 5 wasaq setara dengan 60 sha’. Apabila ditentukan dengan hitungan kilogram
maka diketahui rumusan sebagai berikut:[3]

ü 5 wasaq x 60 sha’ = 300 Sha’

ü 1 sha’ setara dengan 4 mud

ü 1 mud setara dengan 576 gram

ü Jadi 576 gram x 4 mud = 2304 gram (2,304 kg)

ü Adapun menurut perhitungan yang telah ditetapkan oleh departemen agama 5 wasaq adalah 750 kg
beras atau 1350 kg gandum kering.

Persentase Zakat Pertanian

Untuk volume zakat pertanian dan perkebunan ditentukan dengan sistem pengairan yang
diterapkan untuk pertanian maupun perkebunan tersebut, sebagai berikut:[4]

Apabila lahan yang irigasinya ditentukan dengan curah hujan, sungai-sungai, mata air, atau lainnya (lahan
tadah hujan) yang diperoleh tanpa mengalami kesulitan, maka persentase zakatnya 10% (1/10) dari hasil
pertanian.
Adapun zakat yang irigasinya menggunakan alat yang beragam (bendungan irigasi), maka persentase
zakatnya adalah 5% (1/20), karena kewajiban petani/tanggungan untuk biaya pengairan dapat
mempengaruhi tingkat nilai kekayaan dari aset yang berkembang.

Apabila pengairan pada setengah periode lahan melalui curah hujan dan setengah periode lainnya
melalui irigasi, maka persentase zakatnya 7,5% dari hasil pertanian.

Dengan demikian, syariat islam memberi batasan volume zakat untuk hasil pertanian dan
perkebunan berkisar antara 5%-10% menurut cara pengairannya dengan maksud memberikan
penyesuaian dan kemudahan bagi umat.

Untuk persentase zakat, ada ada pendapat yang menghubungkan antara potongan biaya
pengelolaan dengan persentase zakat:[5]

Jika hasil biaya produksi menjadi pengurang dari hasil panen pertanian atau perkebunan, maka sumber
aset wajib zakatnya mengikuti persentase zakat lahan tadah hujan yaitu sebesar 10%

Apabila biaya pengelolaan tidak menjadi faktor pengurang hasil panen, maka persentase zakatnya
disamakan dengan lahan irigasi yaitu sebesar 5%.

Jadi, zakat yang dikeluarkan adalah:

1/10 x 750 = 75 kg atau 1/20 x 750 = 37,5 kg

1/10 x 930 = 93 liter atau 1/20 x 930 = 46,5 liter

Contoh:

Cengkeh dikeluarkan zakatnya 1/20 (5%) karena memerlukan biaya perawatan. Dengan harga Rp
4.000/kg.

Jadi, 1/20 x 750 = 37,5 kg

37,5 kg x Rp 4.000 = Rp 140.000,-

Waktu Menunaikan Zakat Pertanian

Tidak ada kewajiban menunaikan zakat pertanian kecuali setelah dipanen. Sebab, sebelum itu,
hasil pertanian dianggap tidak wajib dizakati. Dan setelah dipanen hasil pertanian itu menjadi bahan
pokok yang dapat disimpan lama.

Zakat hasil pertanian berupa biji-bijian tidak dikeluarkan, kecuali setelah biji tersebut matang, lalu
dipetik, kemudian dibersihkan dari kulit dan kotoran yang menempel padanya. Adapun ongkos panen
serta pembersihan itu ditanggung oleh pemilik tanaman tersebut; sedikit pun tidak boleh menggunakan
harta zakat.[6]
Begitu pula hasil pertanian yang akan dikeluarkan zakatnya berupa buah-buahan, zakatnya belum
bisa ditetapkan, kecuali setelah masak dipohon. Sebab, buah-buahan sebelum matang tidak dapat
dimakan dan tidak pula disimpan. Dan, setelah matang barulah dapat digunakan sebagai makanan pokok
dan dimakan, sama seperti biji-bijian.[7]

Apabila sang pemilik hendak menjual buah-buahannya sebelum layak dipanen, karena ia
membutuhkan uang, maka hal ini tidak dimakruhkan. Sedangkan, jika ia melakukannya agar tidak
terkena wajib zakat, maka yang demikian itu dimakruhkan, karena ia melarikan diri dari ibadah dan tidak
bersimpati terhadap fakir miskin. Meskipun demikian, jual belinya tetap sah, karena ia menjual sesuatu
yang memang miliknya. Adapun bila ia menjualnya setelah layak dipanen, maka hukum transaksinya
tidak sah pada jumlah yang ia terkena kewajiban mengeluarkan zakat. Bahkan, apabila zakat telah
diwajibkan dan ditetapkan, maka si penjual wajib menggantinya.[8]

Jika ada seseorang membeli pohon yang ada buahnya, namun masih mentah, atau mewarisinya
sebelum buahnya masak, lalu buahnya baru tampak masak, maka ia wajib menunaikan zakat buah itu,
karena sudah tiba waktu kewajiban zakatnya pada miliknya tersebut.[9]

Jika si pemilik menunaikan zakatnya berupa kurma dan anggur yang masih basah, maka hal itu
tidak boleh. Adapun ongkos untuk mengeringkan kurma serta memetiknya, dan ongkos memproses
anggur menjadi kismis, semuanya diambilkan dari harta pemilik pohon tersebut, dan sedikit pun tidak
boleh diambil dari harta zakat.[10

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Zakat hasil pertanian dibayarkan 10% jika menggunakan sistem pangairan alami dan dibayarkan
5% jika menggunakan sistem pengairan irigasi. Dan hasil pertanian wajib dizakati setelah dipanen.

Saran

Pada kenyataannya, pembuatan makalah ini masih sangat bersifat sederhana dan simpel. Serta
dalam penyusunan makalah inipun masih memerlukan kritikan dan saran bagi pembahasan materi
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai