Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

LEMBAGA PENGELOLA WAKAF

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perbankan dan


Keuangan Non Bank Syariah
Dosen Pengampu: Betty Eliya Rokhmah, SE.,M. Sc

Disusun Oleh:

Septia Indah Sari 202111042

Marsyanda Meiwita Wijaya 202111046

Aulia Mai Sarah 202111069

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
RADEN MAS SAID SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan Rahmat dan
Hidayahnya kepada kami sehingga dapat menyusun makalah ini hingga selesai.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Asuransi Syariah yang
berjudul “Lembaga Pengelola Wakaf ”.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen Betty Eliya Rokhmah, SE.,M. Sc.
yang telah memberikan pengarahan, membimbing dan membantu kami dalam
penyusunan makalah ini, serta anggota kelompok yang selalu kompak konsisten
dalam penyelesaian tugas ini.

Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari jika makalah ini masih memiliki
banyak kekurangan. Karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Maka dari itu,
kritik dan saran yang memiliki unsur mebangun kami butuhkan dari para pembaca
dan kami harapkan bisa berguna demi sempurnanya makalah ini nantinya.

Surakarta, 24 April 2022


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia telah mengenal wakaf baik setelah Islam masuk maupun
sebelum Islam masuk. Di tanah jawa, lembaga-lembaga wakaf telah dikenal pada
masa Hindu- Buddha yaitu dengan istilah Sima dan Dharma. Akan tetapi lembaga
tersebut tidak persis sama dengan lembaga wakaf dalam hukum Islam. Dan
peruntukannya hanya pada bidang tanah hutan saja atau berupa tanah saja. Umumnya,
wakaf yang dikenal pada masa sebelum Islam atau oleh agama-agama lain diluar
Islam hampir sama dengan Islam, yaitu untuk peribadatan.

Dengan kata lain lambaga wakaf telah dikenal oleh masyarakat pada peradaban yang
cukup jauh dari masa sekarang. Namun tujuan utama dari wakafnya yang
berbeda-beda (untuk mendapat pahala, hanya untuk masyarakat umum, dll).
Sedangkan setelah masuknya Islam istilah wakaf mulai dikenal. Menurut
(Abdoerraoef) wakaf adalah menyediakan suatu harta benda yang dipergunakan
hasilnya untuk kemaslahatan umat. Sehingga ketika wakaf dikenal di Indonesia juga
mempengaruhi pengaturan perwakafan tanah di Indonesia yang peruntukannya
sebagai tempat-tempat peribadatan dan sosial yang dibuatnya peraturan-
peraturan yang lebih khusus mengenai wakaf di era setelah kemerdekaan.

Hal ini dapat dilihat dari UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) yang terdapat pada Pasal 49
tentang Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari wakaf dan apa dasar hukum wakaf ?
2. Apa saja jenis-jenis wakaf ?
3. Apa saja lembaga pengelola wakaf ?
4. Bagaimana manajemen pengelolaan wakaf ?
C. Tujuan
1. Mengethui pengertian darri wakaf dan dasar hukum wakaf
2. Mengetahui jenis-jenis wakaf
3. Mengetahui tentang lembaga pengelolaan wakaf
4. Mengetahui tentang manajemen pengelolaan wakaf
BAB II

PEMBAHASAN

1. Perngertian wakaf

Wakaf merupakan istilah dari bahasa Arab ‘waqaf’. istilah wakaf secara bahasa
berarti penahanan atau larangan atau menyebabkan sesuatu berhenti. Istilah wakaf
secara istilah diartikan berbeda-beda menurut pandangan ahli fiqih. Menurut Abu
hanifah, wakaf adalah menahan suatu benda sesuai hukum yang ada, dan
menggunakan manfaatnya untuk hal-hal kebaikan, bahkan harta yang sudah
diwakafkan bisa ditarik kembali oleh si pemberi wakaf. Berdasarkan definisi Abu
hanifah, kepemilikan harta tidak lepas dari si wakif, pihak yang mewakafkan harta
benda nya.

Mazhab hanafi menyebutkan wakaf adalah tidak melakukan tindakan atas suatu harta
tersebut, yang berstatus tetap hak milik dengan memberikan manfaatnya kepada pihak
tertentu baik untuk saat ini ataupun waktu yang ditentukan. Sedangkan mazhab Malik
berpendapat wakaf tidak melepaskan harta yang dimiliki oleh pewakaf dan pewakaf
berkewajiban untuk memberikan manfaat dari harta yang diwakafkannya dan tidak
boleh menarik kembali harta yang diwakafkan.

Mazhab syafi’i berpendapat bahwa wakaf merupakan pelepasan harta dari


kepemilikan melalui prosedur yang ada. Pewakaf tidak boleh melakukan suatu
tindakan kepada harta yang sudah diwakafkan olehnya. Mazhab syafi’i juga
membolehkan memberikan wakaf berupa benda bergerak dengan syarat barang yang
diwakafkan harus memiliki manfaat yang kekal.

Dasar hukum wakaf

Menurut Al-Quran
Secara umum tidak terdapat ayat al-Quran yang menerangkan konsep wakaf
secara jelas. Oleh karena wakaf termasuk infaq fi sabilillah, maka dasar yang
digunakan para ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini didasarkan pada
keumuman ayat-ayat al-Quran yang menjelaskan tentang infaq fi sabilillah. Di antara
ayat-ayat tersebut antara lain:

“Hai orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usaha kamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu.” (Q.S. al-Baqarah (2): 267)

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu
menafkahkan sebagian dari apa yang kamu cintai.” (Q.S. Ali Imran (3): 92)

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan


hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir. Pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi sesiapa
yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(Q.S. al-Baqarah (2): 261)

Ayat-ayat tersebut di atas menjelaskan tentang anjuran untuk menginfakkan harta


yang diperoleh untuk mendapatkan pahala dan kebaikan. Di samping itu, ayat 261
surat al-Baqarah telah menyebutkan pahala yang berlipat ganda yang akan diperoleh
orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah.

Menurut Hadis
Di antara hadis yang menjadi dasar dan dalil wakaf adalah hadis yang
menceritakan tentang kisah Umar bin al-Khaththab ketika memperoleh tanah di
Khaibar. Setelah ia meminta petunjuk Nabi tentang tanah tersebut, Nabi
menganjurkan untuk menahan asal tanah dan menyedekahkan hasilnya.

Hadis tentang hal ini secara lengkap adalah; “Umar memperoleh tanah di Khaibar,
lalu dia bertanya kepada Nabi dengan berkata; Wahai Rasulullah, saya telah
memperoleh tanah di Khaibar yang nilainya tinggi dan tidak pernah saya peroleh yang
lebih tinggi nilainya dari padanya. Apa yang baginda perintahkan kepada saya untuk
melakukannya? Sabda Rasulullah: “Kalau kamu mau, tahan sumbernya dan
sedekahkan manfaat atau faedahnya.” Lalu Umar menyedekahkannya, ia tidak boleh
dijual, diberikan, atau dijadikan wariskan. Umar menyedekahkan kepada fakir miskin,
untuk keluarga, untuk memerdekakan budak, untuk orang yang berperang di jalan
Allah, orang musafir dan para tamu. Bagaimanapun ia boleh digunakan dengan cara
yang sesuai oleh pihak yang mengurusnya, seperti memakan atau memberi makan
kawan tanpa menjadikannya sebagai sumber pendapatan.”

Hadis lain yang menjelaskan wakaf adalah hadis yang diceritakan oleh imam Muslim
dari Abu Hurairah. Nas hadis tersebut adalah; “Apabila seorang manusia itu
meninggal dunia, maka terputuslah amal perbuatannya kecuali dari tiga sumber, yaitu
sedekah jariah (wakaf), ilmu pengetahuan yang bisa diambil manfaatnya, dan anak
soleh yang mendoakannya.”

Selain dasar dari al-Quran dan Hadis di atas, para ulama sepakat (ijma’) menerima
wakaf sebagai satu amal jariah yang disyariatkan dalam Islam. Tidak ada orang yang
dapat menafikan dan menolak amalan wakaf dalam Islam karena wakaf telah menjadi
amalan yang senantiasa dijalankan dan diamalkan oleh para sahabat Nabi dan kaum
Muslimim sejak masa awal Islam hingga sekarang.

Dalam konteks negara Indonesia, amalan wakaf sudah dilaksanakan oleh masyarakat
Muslim Indonesia sejak sebelum merdeka. Oleh karena itu pihak pemerintah telah
menetapkan Undang-undang khusus yang mengatur tentang perwakafan di Indonesia,
yaitu Undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang Wakaf. Untuk melengkapi
Undang-undang tersebut, pemerintah juga telah menetapkan Peraturan Pemerintah
nomor 42 tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 41 tahun 2004.

2. Jenis – Jenis Wakaf


 Wakaf Ahi
Wakaf ahli atau biasanya di sebut dengan wakaf keluarga adalah
wakaf yang dilakukan kepada keluarganya dan kerabatnya. Wakaf
ahli ini di lakukan berdasarkan hubungan darah atau nasab yang
dimiliki antara wakif dan penerima wakaf. Di Indonesia, wakaf
ahli juga tertulis dalam undang-undang nomor 42 tahun 2006
pasal 30. Di dalam undang-undang dituiskan bahwa, “wakaf ahli
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperuntukan bagi
kesejahteraan umum sesama kerabat berdasarkan hubungan darah
( nasab) dengan wakif”
 Wakaf Khairi
Wakaf khairi adalah wakaf yang diberikan untuk kepentingan
umum. Wakaf khairi adalah wakaf dimana pihak pewakah memberikan
syarat pengguna wakafnya untuk kebaikan-kebaikan yang terus
menerus seperti pembangunan masjid, rumah sakit,seklah dll.
Wakaf khairi adalah jenis wakaf wakaf untuk mereka yang tidak
memiliki hubungan seperti hubungan keluarga, pertemanan atau
kekerabatan antara pewakaf dan orang penerima wakaf.
 Wakaf Musytarak
Wakaf Musytarak adalah wakaf yang mana penggunaan harta wakaf
tersebut di gunakan secara bersama-sama dan dimiliki oleh
kegerunan si pewakaf. Wakaf musytarak ini masih di erakan oleh
beberapa negara seperti di malaysiya dan singapura.
 Wakaf benda tidak bergerak
Selain wakaf di atas, wakaf juga dibagi menjadi wakaf
berdasarkan jenis harta salah satunya adalah wakaf benda tidak
bergerak. Harta-harta yang di maksud adalah bangunan,hak
tanah,tananman dan benda-benda yang berhubungan dengan tanah.
 Wakaf benda bergerak
Wakaf benda bergerak yaitu harta benda yang tidak akan habis
jika dikonsumsi, dan nilainya dapat terus meningkat, sehingga
kebermanfaatan akan terus dinikmati oleh penerima manfaat atau
mauquf’alaih. wakaf benda bergerak ada juga selain uang yaitu
benda-benda yang bisa berpindah seperti kendaraan. Dan selain
itu juga ada benda yang bisa dihabiskan dan yang tidak
antaranya ada air, bahan bakar surat berharga, hak kekayaan
intelektual dll.
3. Lembaga Pengelolaan Wakaf
Pengelola wakaf adalah serangkaian kegiatan yang mengatur penyerahan
suatu benda yang kekal zatnya, dan di Indonesia dilakukan oleh
lembaga wakaf yang secara khusus mengelola wakaf dalam bentuk asset
tetap dan wakaf tunai serta berpotensi secara nasional adalah badan
wakaf Indonesia (BWI). Selaku lembaga independen yang lahir
berdasarkan amanat UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf, memiliki
tanggung jawab dan peran yang besar dalam memajukan dan mengembangkan
perwakafan di Indonesia.
Tugas lembaga ini adalah mengkoodiner yang sudah ada dan mengelola
secara mandiri terhadap harta wakaf yang dipercayakan kepadanya.
Berdasarkan pasal 49 ayat 1 undang-undng Nomor 41 tahun 2004 tentang
wakaf, BWI mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :
 Melakukan Pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan
mengembagkan harta dan wakaf
 Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta beda wakaf
berskala nasional dan internasional.
 Memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan eruntukan
dan status harta benda wakaf
 Memberhentikan dan mengganti nazhir
 Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf
 Memberika saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam
penyusunan kebijakan di bidang perwakafan
Badan Wakaf Indonesia (BWI) mempunyai fungsi sangat strategis
diharapkan dapat membantu, baik dalam pembiayaan, pembinaan maupun
pengawasan untuk dapat melakukan pengelolaan wakaf secara produktif.
Pembentukan BWI bertujuan untuk menyelenggarakan administrasi
pengelolaan secara nasional, mengelola sendiri harta wakaf yang
dipercayakan kepadanya, khususnya yang berkaitan dengan tanah wakaf
produktif strategis terutama benda wakaf terlantar dan internasional
dan promosi program yang diadakan oleh BWI dalam rangka sosialisasi
kepada umat Islam.
Badan Wakaf Indonesia (BWI) dikelola secara profesional
independen, dalam hal ini pemerintah berfungsi sebagai fasilitator,
motivator dan regulator. Penglolaan wakaf yang ada di Indonesia telah
memiliki standardisasi wakaf uang professional. Pengolaan wakaf oleh
nazhir dalam upaya memberdayakan dan meningkatkan nilai tambah aset
wakaf berdasarkan prinsip keadilan, kejujuran, akuntable, mandiri,
wajar dan bertanggung jawab untuk kepentingan masyarakat sekitarnya
dan umumnya bagi kemasyalahatan umat muslim pada umumnya-berdasarkan
prinsip prinsip syariah, perundang undangan yang berlaku.
4. Menejemen Pengelola Wakaf
Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga negara independen yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan ini
dibentuk dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia.
BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola
oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir untuk membina nazhir
agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga bisa memberikan
manfaat lebih besar kepada masyarakat, baik dalam bentuk pelayanan sosial,
pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik. Lembaga
Badan Wakaf Indonesia dibentuk tidak terlepas dari aspirasi masyarakat Indonesia
yang mayoritas muslim yang sudah mengamalkan ajaran Islam yaitu wakaf dan
menjadi adat di kalangan muslim seperti mewakafkan tanah untuk masjid dan
fasilitas sosial lain.
BWI berkedudukan di ibukota Negara dan dapat membentuk perwakilan di provinsi,
kabupaten, dan/atau kota sesuai dengan kebutuhan. Anggota BWI diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden. Masa jabatannya selama 3 tahun dan dapat diangkat
kembali untuk satu kali masa jabatan. Jumlah anggota BWI 20 sampai dengan 30
orang yang berasal dari unsur masyarakat. Anggota BWI periode pertama diusulkan
oleh Menteri Agama kepada Presiden. Periode berikutnya diusulkan oleh Panitia
Seleksi yang dibentuk BWI. Adapun anggota perwakilan BWI diangkat dan
diberhentikan oleh BWI. Struktur kepengurusan BWI terdiri atas Dewan
Pertimbangan dan Badan Pelaksana. Masing-masing dipimpin oleh seorang ketua
yang dipilih dari dan oleh para anggota. Badan Pelaksana merupakan unsur
pelaksana tugas, sedangkan Dewan Pertimbangan adalah unsur pengawas
 wewenang Badan Wakaf Indonesia ( BWI) :
Ada beberapa langkah-langkah konkrit yang bisa dilakukan BWI untuk menertibkan
proses perwakafan di Indonesia, langkah tersebut menyangkut pendataan,
pengaktaan dan pensertifikatan. langkah-langkah tersebut yaitu:
a. Penyuluhan secara kontinu,
b. Meningkatkan peran dan fungsi wakaf,
c. Mengadakan atau meningkatkan koordinasi dengan lembaga sosial yang ada,
d. Merealisir pencatatan, pengaktaan tanah wakaf,
e. Penataran pejabat dan nadzir,
f. Evaluasi dan pembenahan pengurus atau nadzir,
g. Pertemuan berkala antar kecamatan,
h. Nadzir atau pejabat wakaf harus punya program kerja baik untuk jangka pendek
dan panjang,
i. Nadzir harus punya pendidikan dan orang yang paham tentang wakaf dan upaya-
upaya yang mesti dilakukan.
Upaya-upaya di atas dapat dilakukan oleh BWI maupun pihak terkait agar peraturan
perwakafan nantinya terlaksana dengan baik dan diharapkan proses perwakafan di
Indonesia dapat berjalan seperti yang diharapkan.
D. Peran Badan Wakaf Indonesia dalam Pengorganisasian Wakaf Produktif
Dilihat dari segi peruntukannya, wakaf dibagi menjadi dua yaitu konsumtif dan
produktif. Wakaf konsumtif yaitu harta benda atau pokok tetapnya wakaf
dipergunakan langsung untuk kepentingan umat. Pada umumnya wakaf di Indonesia
digunakan untuk pembangunan masjid, mushalla, sekolahan, rumah yatim piatu,
makam. Selama ini pemanfataan wakaf dilihat dari segi sosial, khususnya untuk
kepentingan peribadatan memang cukup efektif. Akan tetapi dampaknya kurang
berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat apabila peruntukan
wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas. Tanpa diimbangi dengan wakaf yang
dikelola secara produktif, maka kesejahteraan ekonomi masyarakat yang diharapkan
dari lembaga wakaf tidak akan dapat terealisasi secara optimal.
Sedangkan wakaf produktif adalah harta benda atau pokok tetapnya wakaf tidak
secara langsung digunakan untuk mencapai tujuannya, tapi dikembangkan terlebih
dahulu untuk menghasilkan sesuatu (produktif) dan hasilnya di salurkan sesuai
dengan tujuan wakaf. Seperti wakaf tanah untuk digunakan bercocok tanam, mata
air untuk dijual airnya dan lain – lain.
Dalam UUD 1945 No 41 tahun 2004 pasal 28 menjelaskan bahwa pengelolaan wakaf
dapat dilakukan dengan produktif. Produktif ini merupakan pengelolaan wakaf yang
bersifat uang, sehingga pengunaannya bersifat produk yang dapat menghasilkan
keuntungan ekonomi dan dapat membantu kesejahteraan ekonomi umat sesuai
tujuan dari harta wakaf yang diberikan. Hendaknya lembaga pengelolaan wakaf lebih
menekan kan pada pengelolaan wakaf produktif. Oleh karena itu pemanfaatan wakaf
menjadi tidak berbentuk konsumtif akan tetapi menjadi produktif sehingga manfaat
dan penggunaanya lebih fleksibel tanpa harus keluar dari syariat islam. Wakaf
produktif adalah wakaf yang tidak langsung diambil manfaatnya akan tetapi di
berdayakan atau di golangkan dalam suatu bentuk usaha yang kemudian diambil
hasilnya untuk diberikan kepada yang berhak menerima (sesuaikesepakatan
peruntukan wakaf), dengan demikian wakaf dapat menunjang perekonomian
masyarakat indonesia.
Dalam UU No.41 Tahun 2004ada ayat 2 dalam pasal yang sama dijelaskan bahwa
dalam melaksanakan tugasnya BWI dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah
baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional,
dan pihak lain yang dianggap perlu. Dalam melaksanakan tugas-tugas itu BWI
memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia,
seperti tercermin dalam pasal 50. Terkait dengan tugas dalam membina nazhir, BWI
melakukan beberapa langkah strategis, sebagaimana disebutkan dalam PP
No.4/2006 pasal 53, meliputi: Penyiapan sarana dan prasarana penunjang
operasional Nazhir wakaf baik perseorangan, organisasi dan badan hukum,
penyusunan regulasi, pemberian motivasi, pemberian fasilitas, pengkoordinasian,
pemberdayaan dan ngembangan terhadap harta benda wakaf, penyediaan fasilitas
proses sertifikasi Wakaf., penyiapan dan pengadaan blanko-blanko AIW, baik wakaf
benda tidak bergerak dan/atau benda bergerak, penyiapan penyuluh penerangan di
daerah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan wakaf kepada Nazhir
sesuai dengan lingkupnya, pemberian fasilitas masuknya dana-dana wakaf dari
dalam dan luar negeri dalam pengembangan dan pemberdayaan wakaf. Adapun
strategi untuk merealisasikan Visi dan Misi Badan Wakaf Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan kompetensi dan jaringan Badan wakaf Indonesia, baik nasional
maupun internasional, membuat peraturan dan kebijakan di bidang perwakafan,
meningkatkan kesadaran dan kemauan masyarakat untuk berwakaf.,
2. meningkatkan profesionalitas dan keamanahan nazhir dalam pengelolaan dan
pengembangan harta wakaf,
3. mengkoordinasi dan membinaseluruh nazhir wakaf, menertibkan
pengadministrasian harta benda wakaf, mengawasi dan melindungi harta benda
wakaf, menghimpun, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf yang
berskala nasional dan internasional.
Untuk merealisasikan visi, misi dan strategi tersebut, BWI mempunyai 5 divisi, yakni
Divisi Pembinaan Nazhir, Divisi Pengelolaan dan Pemberdayaan Wakaf, Divisi
Kelembagaan, Divisi Hubungan Masyarakat, dan Divisi Peneltian dan Pengembangan
Wakaf
E. Peran Badan Wakaf Indonesia Dalam Pengembangan Wakaf Uang di Indonesia
Dalam hasil pengembangan benda-benda bergerak terutama wakaf tunai
dipergunakan untuk membantu pihak-pihak seperti fakir, miskin, yatim piatu, biaya
pendidikan, kesehatan, modal usaha, rehabilitasi orang cacat, pengembangan
budaya, pembangunan rumah sakit dll. Wakaf tunai yang dilakukan oleh BWI baik
dalam pengelolaan dan pengembanganya, nazhir harus sesuai dengan ketentuan
sebagai berikut;
1. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui
investasi pada produk-produk LKS dan/atau instrumen keuangan syariah.
2. Dalam hal LKS-PWU menerima wakaf uang untuk jangka waktu tertentu, Nazhir
hanya dapat melakukan pengelolaan dan pengembangan di LKS PWU dimaksud.
3. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang dapat dilakukan dalam bentuk
investasi di luar produk-produk LKS atas persetujuan dari BWI setelah terlebih
dahulu melakukan kajian atas kelayakan investasi dimaksud.
4. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang dalam bentuk investasi selain pada
bank syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah. Dalam penghimpunannya
wakif menyerahkan uang kepada nazhir kemudian nazhir boleh menginvestasikan
assets (harta wakaf) langsung dan juga boleh berkerja sama dengan pihak LKS
(lembaga keuangan syariah). Wakif juga dapat menunjuk kepada siapa investasi itu
ditujukan, apabila tidak maka BWI yang akan menentukan sesuai dengan kajian atas
kelayakan investasi. Setalah proses penghimpunan maka dilanjutkan dalam proses
pengelolaan, dimana pada proses pengelolaan ini wakaf (Assest) yang telah di
himpun diinvestasikan dalam finansial atau pun rill.
Bentuk investasi finansial antara lain:
1. Pasar uang : Deposito di bank syariah, Unit link syariah dan lain-lain dan Pasar
modal : saham syariah, obligasi syariah, reksadana syariah dan lain-lain.
2. Sedangkan investasi dalam bentuk rill/Proyek terbagi menjadi 2 antara lain:
Investasi langsung : Nazhir langsung berinvestasi mengelola satu proyek
menggunakan uang seperti pembangunan kebun sawit, mall, apartement dan
lainlain. Dan investasi tidak langsung : Nazhir tidak langsung berinvestasi dengan
cara bekerja sama dengan pihak lain (bank syariah atau LKS lain). Kemudian proses
Pendayagunaan dan penyaluran hasil investasi dibagikan sesuai dengan persetujuan
di awal, biasanya penyaluran dana yang dihasilkan dari wakaf produktif di gunakan
90% untuk mauquh alaih dan sisanya 10% diberikan kepada nazhir .

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Dalam Undang-undang   nomor   41   tahun   2004,   wakaf   diartikan   dengan
perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah. Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf adalah Seluruh harta benda
wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai
dengan syariah, Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu, Wakif mempunyai
kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang diperkenankan oleh Syariah,
Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan
untuk tujuan-tujuan yang   telah   ditentukan   oleh   Wakif,   dan   Wakif   dapat
meminta   keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.
Menurut pandangan dari DT wakaf sangat menarik untuk dikembangkan dan
disosialisasikan   kepada   masyarakt   khususnya   untuk   wakaf   yang   dikelola
secara produktif dan hasilnya untuk kegiatan social. DPU Dt memandang wakaf boleh
dikata tidak memiliki kendala, namun tantangan selalu ada karena mereka berfikir
bagaiman wakaf   ini   bias   berkembang   dan   terus   mengalirakn   manfaat   bagi   
ummat   dan menghasilkan pahala bagi Muwakif. Strategi dan Rencana kedepan DPU
DT dalam mengelola   Wakaf   adalah   Perbanyak   sosialisasi   dan   promosi
tentang   wakaf, Pembuatan   akuntabilitas   dalam   kinerja   lembaga,   Buat
replikasi   di   Tanah   wakaf tertentu yang telah ada atqau sedang dikembangkan
untuk dikloning ditempat lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim, Hukum Perwakafan di Indonesia, c. I, ciputat press, 2005.


Arif Rahman Hakim, Saeful Anwar, & Asep Iwan Setiawan 34 Tadbir: Jurnal
Manajemen Dakwah Vol. 1 No. 2 (2016) 21-34
https://www.bwi.go.id/profil-badan-wakaf-indonesia, badan Wakaf Indonesia (BWI).
Buku undang-undang nomor 41 tahun 2004 dalam Bab VI Pasal 47 sampai pasal 54
tentang Badan wakaf Indonesia (BWI). Dan peraturan pelaksanaannya
terdapatdalam peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaanya
perwakafan di Indonesia.
Himpunan peraturan perundang-undangan tentang wakaf no 41 tahun 2004:
Kementrian Agama RI Direktorat Pemberdayaan wakaf, Jakarta: 2011.
Pedoman pengelolaan & pengembangan wakaf (jakarta;2003) hlm.29 (Dirjen
Bimbingan masyarakat islam, 2003:29)
Abdullah, Abdul gani. 2008. wakaf produktif. bandung: simbiosa rekatama media.

Al – alabij, adijani. 2002. perwakafan tanah di indonesia. jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Antonio, Syafi’i. 2006. menuju era wakaf produktif.  Jakarta selatan: mitra abadi
press.

Chairuman,  Pasaribu   dan  Suhrawardi  K.   Lubis,  2004,  Hukum   Perjanjian 


dalam   Islam, Jakarta: Sinar Grafika.

Soemitra, andri. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Hafidhuddin, Didin. 2004. hukum wakaf. jakarta: iiman dan dompet duafa republika.

Usman, Suparman. 1994. Hukum Perwakafan Di Indonesia. Kudus: Darul Ulum


Press.

No   name,   2006,   Perkembangan   Pengelolaan   Wakaf   Di   Indonesia,Jakarta:  


Direktorat Pemberdayaan Wakaf.

Anda mungkin juga menyukai