A. Pengertian
1. Secara bahasa
1
Bakr abd Allah Abu Zaid, 1425 H, Al-Hudud wa At-Ta’zirat ‘Inda Ibn al-Qayyim,
Riyadh: Dar al-’Ashimah, Hal. 89
2
Ibid, hal.
1
riwayatnya dari Ibnu Thawus dari Bapaknya dengan lafazh; 'Aku
mendengar Ibnu 'Abbas.'
2. Secara Istilah
Abd Qodir ’Audah mengemukakan berbagai pengertian zina yang
dirumuskan oleh para ulama sebagai berikut:
a. Menurut ulama Malikiyah adalah persetubuhan yang dilakukan
secara sengaja oleh seorang mukallaf terhadap farji perempuan
manusia (perempuan) berdasarkan kesepakatan.3
1. Ayat al-Qur’an
3
Abd al-Qadir ‘Audah, At-Tasyri>’ al-Jina>i> al-Isla>mi> Muqa>ranan bi al-Qa>nu>n al-
Wadh’i>, Jilid 2, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabi, hal. 349
4
Ibid
5
Ibid
6
Ibid
7
As-Sayid Sa>biq, 1983, Fiqh as-Sunnah, jilid 2, Beirut: Da>r al-Fikr, hal. 344
2
Menurut ath-Thabari zina disebut jalan yang buruk, karena
merupakan jalan makshiyat kepada Allah swt dan menyelisihi
perintahnya, maka sama dengan jalan menuju neraka jahannam. 8 Zina
memang merupakan cara untuk menyalurkan syahwat, namun tidak
sesuai aturan. Menurut aturan hubungan badan harus didahului dengan
pernikahan sebagaimana diatur dalam fiqh munakahat. Maka zina
merupakan bentuk pembangkangan terhadap aturan fiqh munakahat
(Hukum perkawinan).
2. Hadis
Nabi melarang laki-laki dan perempuan berkhalwat (besunyi-sunyi)
dalam hadis riwayat Imam Turmudzi juz 8 bab luzum al-jama’ah
berikut:
يل َأبُو ال ُْم ِغ َير ِة َع ْن ُم َح َّم ِد بْ ِن ُس وقَةَ َع ْن َع ْب ِد اللَّ ِه بْ ِن ِدينَ ا ٍر َع ِن ِ ِإ ْ َأح َم ُد بْ ُن َمنِي ٍع َح َّد َثنَا الن
َ َّض ُر بْ ُن ْس َماع ْ َح َّد َثنَا
صلى اهلل عليه- ول اللَّ ِه ِ ت ِفي ُكم َكم َق ِام ر ُس
َ َ ْ ُ َّاس ِإنِّى قُ ْم
ُ ال يَ ا َُّأي َه ا الن َ ْجابِيَ ِة َف َق
َ ال َخطََبنَ ا عُ َم ُر بِال َ َابْ ِن عُ َم َر ق
ف َ ِب َحتَّى يَ ْحل ِ
ُ ش و الْ َك ذ ُ ين َيلُ و َن ُه ْم ثُ َّم َي ْف ِ َّ
َ ين َيلُ و َن ُه ْم ثُ َّم الذ
ِ َّ ِ ْ ُِأوص ي ُكم ب
َ َأص َحابى ثُ َّم الذ ْ
ِ « ال َ ِفينَ ا َف َق-وسلم
َّ اه ُد َوالَ يُ ْستَ ْش َه ُد َأالَ الَ يَ ْخلُ َو َّن َر ُج ٌل بِ ْام َر ٍَأة ِإالَّ َك ا َن ثَالَِث ُه َما
الش ْيطَا ُن ِ الشَّ ف َويَ ْش َه َد ُ َالر ُج ُل َوالَ يُ ْس تَ ْحلَّ
ْجن َِّة ِ اح ِد و ُه و ِمن ِ الش يطَا َن م ع الْو ِ َ َعلَي ُكم بِالْجم
َ وح ةَ الَ ُاد بُ ْحب َ اال ْثَن ْي ِن َْأب َع ُد َم ْن ََأر َ َ َ َ َ َ ْ َّ اع ة َوِإيَّا ُك ْم َوالْ ُف ْرقَ ةَ فَ ِإ َّن ََ ْ ْ
ِ َ َ ق.» ك ال ُْمْؤ ِم ُن ِ
يح
ٌ صح
ِ يث حس ن ِ
َ ٌ َ َ ٌ يس ى َه َذا َح د َ ال َأبُو ع َ ِاءتْهُ َسيَِّئتُهُ فَ َذل
َ اعةَ َم ْن َس َّرتْهُ َح َسنَتُهُ َو َسَ ْج َم
َ َفلَْيل َْزم ال
يث ِم ْن غَْي ِر َو ْج ٍه َع ْن ُ ْح ِد َ ى َه َذا ال
ِ ِ ِ
َ يب م ْن َه َذا ال َْو ْجه َوقَ ْد َر َواهُ ابْ ُن ال ُْمبَ َارك َع ْن ُم َح َّمد بْ ِن ُس وقَةَ َوقَ ْد ُر ِو
ِ غَ ِر
ٌ
-صلى اهلل عليه وسلم- ُع َم َر َع ِن النَّبِ ِّى
8
Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir, Ath-Thabari, 2001, Jami’u al-Bayan ‘an Ta’wil ayy al-
Qur’an, juz 14, Dar al- Hajir 2001, hal. 581
9
Ibid
3
1. Persetubuhan yang diharamkan
Persetubuhan yang diharamkan yang dimaksudkan di sini adalah
peretubuhan yang dilakukan di luar pernikahan. Persetubuhan dalam
ikatan pernikahan juga ada yang diharamkan, misalnya bersetubuh
ketika istri dalam keadaan haidh, nifas atau ketika puasa di bulan
ramadhan, namun tidak termasuk zina.10
2. Dengan sengaja
Dengan demikian persetubuhan haram yang dilakukan dengan tidak
sengaja tidak bisa disebut zina. Misalnya ada kekeliruan dugaan dari
pihak laki-laki maupun perempuan bahwa persetubuhan dilakukan
dengan suami/istri, namun ternyata bukan. Persetubuhan demikian
tidak disebut zina. Dugaan salah demikian merupakan bentuk
syubhat.
D. Uqubah Zina
اب َع ْن ُعَب ْي ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْب ِد اللَّ ِه بْ ِن ُع ْتبَ ةَ َع ْن َزيْ ِد بْ ِن ِ ح َّد َثنا مالِ ُ ِإ
ٍ اعيل َح َّد َثنَا َع ْب ُد ال َْع ِزي ِز َأ ْخَبرنَا ابْ ُن ِش َه
َ َ ك بْ ُن ْس َم َ َ َ
يب َع ٍام ِ ِ ِ ُ ال َس ِم ْعَ َْج َهنِ ِّى ق ٍِ
َ ص ْن َج ْل َد ماَئ ٍة َوَت ْغ ِر َ َم يُ ْح ْ يم ْن َزنَى َول َ يَ ُْأم ُر ف- صلى اهلل عليه وسلم- ت النَّب َّى ُ َخالد ال
2. Zina Muhson
Seseorang disebut muhson apabila telah memenuhi syarat-syarat
ihson. Adapun syarat ihson adalah sebagai berikut:
a. Mukallaf
Menurut ‘Ala ad-Din as-Samarqandi, disebut muhson bila memenuhi
7 syarat, yaitu baligh, berakal, Islam, merdeka, (terikat) pernikahan
yang sah, melakukan persetubuhan yang mewajibkan mandi dan
keduanya bersifat muhson.11 Dalam kitab Bada>i’ ash-Shana>I’ yang
merupakan sarah dari kitab Tuhfah al-Fuqaha, al-Kasani menjelaskan
11
‘Ala> ad-Di>n as-Samarqandi>, 1984, Tuhfah al-Fuqaha>’, juz 3, Beirut: Da>r al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, hal. 139
5
bahwa kedua belah pihak yang melakukan perzinahan harus sama-sama
baligh, berakal dan muslim.12 Jika salah satu syarat hilang, maka uqubahnya
berubah menjadi jilid.13
زل هللا%%ا ان%%ان مم%% فك.اب%%ه الكت%% ان هللا بعث محمدا بالحق و انزل علي: عن عمر بن الخطاب
ى ان% فأحش,ده%%ا بع%م ورجمن.ول هللا ص% رجم رس:ا%ا ووعيناه%% فقرأناها وعقلناه,اية الرجم
فيض لوا بترك فريضة, وهللا ما نجد اية الرجم في كتاب هللا: طال يالناس زمان ان يقول قائل
اذا قامت, والرجم في كتاب هللا حق على من زنى اذا أحصن من الرجال والنساء,انزلها هللا
14
)البينة او الحبل او الالعتراف (متفق عليه
E. Pembuktian Zina
Berdasarkan hadist tersebut menurut Abdul Qadir Audah alat bukti
perzinahan ada empat macam, yaitu kesaksian, qarinah, dan pengakuan.15
1. Kesaksian (Syahadah)
Saksi zina minimal berjumlah empat orang.16 Syarat menjadi saksi
adalah laki-laki yang adil, merdeka dan muslim. Kesaksian perempuan
tidak bisa diterima.17 Sedangkan menurut al-Muhibbaji dari mazhab
Maliki, saksi harus orang mukallaf, merdeka dan Islam yang memiliki
12
Imam ‘Ala>u ad-Di>n Abu> Bakr Ibn Mas’u>d al-Kasa>ni>, 1986, Bada>i’ as}-S}anai’
fi> at-Tarti>b at-Tasyri>’, juz 7, Beirut:Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, hal.37. Kitab ini
merupakan syarah dari kitab Tuhfah al-Fuqaha
13
‘Ala> ad-Di>n as-Samarqandi>, 1984, Tuhfah al-Fuqaha>’, juz 3, Beirut: Da>r al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, hal. 140
14
Muhamad Fuad Abd al- Baqi, Lu’lu’ wa al-Marjan, Kairo : Dar al-Hadist, 2005 hal. 349
15
Abdul Qadir ‘Audah, Al Tasyri' Al Jina'i Al Islami Muqoronan bi Al Qonun Al Wadh'i,
Jilid II, Muassasah Ar Risalah Beirut, 1996, hal. 395
16
Dasarnya antara lain surat an-Nisa>’ ayat 15, surat an-Nu>r ayat 4 dan ayat 13.
17
‘Ala> ad-Di>n as-Samarqandi>, 1984, Tuhfah al-Fuqaha>’, juz 3, Beirut: Da>r al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, hal.140
6
sifat adil, menjaga martabat serta bebas dari tuduhan (tidak dicurigai). 18
Di samping itu saksi juga harus orang yang sadar, tidak lengah, tahu
apa yang disaksikan, serta memiliki daya ingat yang baik.19 Saksi
melihat masuknya dzakar ke dalam farji seperti masuknya pensil celak
ke botol celak.20
Adil berarti lurus dalam beragama, tidak fasiq (rusak), baik perbuatan
maupun keyakinannya.21 Menjaga martabat berarti menjaga diri dari
perbuatan tercela.22
2. Petunjuk (Qorinah)23
3. Pengakuan
Pengakuan orang yang telah melakukan zina dapat menjadi alat bukti
untuk dilakukannya had zina. Para ulama berbeda pendapat mengenai
berapa kali pelaku harus mengakui perbuatannya. Menurut Imam
Malik pengakuan cukup sekali saja, selama yang bersangkutan tidak
mencabut pengakuannya.24 Imam asy-Syafi’i juga berpendapat cukup
18
Muhammad Suha>li al-Muhibba>ji>, 2010, al-Muhadzdzab Min > Fiqh al-Ma>liki> wa
Adillatih, Jilid 3, Damaskus: Da>r al-Qalam, hal. 145-146
19
Ibid, hal. 148
20
Hal. 213
21
Ibid, hal. 147
22
Ibid
23
Qorinah/petunjuk sebagai alat bukti diinspirasi oleh surat Yusuf ayat 18 dan ayat 26-28.
Ayat 18 tentang darah palsu yang menempel di baju Yusuf yang diajukan oleh saudara-
saudaranya sebagai bukti kematian Yusuf. Sedangkan ayat 26 – 28 tentang bagian baju
Yusuf yang robek sebagi alat bukti petunjuk untuk menentukan siapa yang sebenarnya
bersalah. Lihat
24
Sahnu>n Ibn Sa’i>d at-Tanu>khi<, 1994, al-Mudawwanah al-Kubro, Juz 4, Beirut: Da>r
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, hal. 482
7
satu kali saja.25 Sedangkan menurut as-Samarqandi dari mazhab Hanafi
pengakuannya harus 4 kali.26
Menurut penulis jumlah pengakuan pelaku fleksibel, bisa sekali, dua
kali, tiga kali atau empat kali. Dalam kasus Ma’iz Bin Malik,
pengakuannya sampai empat kali, baru Rasulullah saw memerintahkan
rajam. Pada kasus yang lain pengakuan cukup sekali saja. Hal yang
lebih penting bukanlah jumlah pengakuan, tetapi keyakinan akan
kebenaran pengakuan itu. Secara logika tidak mudah untuk mengaku
melakukan zina, apalagi jika uqubahnya rajam. Maka ketika ada orang
yang mengaku berzina, sementara belum ada keterangan lain yang
membenarkan pengakuannya seperti pada kasus Ma’iz, Rasulullah
merasa perlu mencari keterangan lain. Sedangkan pada kasus “istri
majikan” yang berzina dengan pekerjanya, keyakinan itu sudah cukup
karena ada keterangan pihak lain. Maka pengakuannya cukup sekali
saja.
F. Bentuk Persetubuhan lain
25
Ibid, hal. 335
26
‘Ala> ad-Di>n as-Samarqandi>, 1984, Tuhfah al-Fuqaha>’, juz 3, Beirut: Da>r al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, hal. 140
27
Abd al-Qa>dir ‘Audah, At-Tasyri>’ al-Jina>i> al-Isla>mi> Muqa>ranan bi al-Qa>nu>n
al-Wadh’i>, Jilid 2, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabi, hal. 352
8
homoseksual ()اللواط, namun juga tidak menutup kemungkinan terjadi
pada dubur perempuan.
Homoseksual pernah terjadi secara masal pada umat nabi Luth. Oleh
karena itulah disebut liwath. Berkali-kali Nabi Luth memperingatkan,
namun tidak berdaya menghadapi pembangkangan umatnya. Pada masa
itu Allah swt menurunkan siksa berupa gempa hebat sehingga tanah
terbalik, yang di atas menjadi berada di bawah, disertai dengan hujan
batu. Akibatnya umat Nabi Luth musnah, kecuali yang mengikuti beliau
yang jumlahnya sangat sedikit.
Pada umat Islam Rasulullah saw telah menetapkan uqubah liwath
sebagaimana sabda beliau:28
« َم ْن َو َج ْدتُ ُموهُ َي ْع َم ُل َع َم َل َق ْوِم-صلى اهلل عليه وسلم- ول اللَّ ِه
ُ ال َر ُس
َ َال ق َ َاس قٍ ََّع ْن ِع ْك ِر َم ةَ َع ِن ابْ ِن َعب
.» ول بِ ِه ِ ُوط فَاقْتلُوا الْ َف
َ اع َل َوال َْم ْف ُع ٍ ل
ُ
28
Diriwayatkan oleh Abu Dawud. Lihat juz 13 hal. 13. Hadis ini juga diriwayatkan oleh
Imam Turmudzi dan Ibn Majah
29
Bakr abd Allah Abu Zaid, 1425 H, Al-Hudud wa At-Ta’zirat ‘Inda Ibn al-Qayyim,
Riyadh: Dar al-’Ashimah, Hal. 174 - 177
9
Luth sebagai jarimah hudud. Menurutnya perbuatan kaum Luth
merupakan kemungkaran yang uqubahnya ta’zir.30
2. Lesbian ( )السحاق
Lesbian adalah
Mengenai lesbian Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi :
ِ ِ وروى مح َّم ُد بن عب ِد ال َّرحم ِن عن َخالِ ٍد ال
الَ َال ق َ َوس ى ق َ ين َع ْن َأبِى ُم
َ ْح َّذاء َع ِن ابْ ِن س ي ِر
َ َْ َْ َْ ُ ْ َ ُ َ َ َ
ُت ال َْم ْرَأة ِ ِ
ِ َان وِإذَا َأت
َ َالر ُجلَ َف ُه َم ا َزاني َّ « ِإذَا َأتَى: -صلى اهلل عليه وسلم- ول اللَّ ِه
َّ الر ُج ُل ُ َر ُس
ِ َالْمرَأ َة َف ُهما َزانِيت
ان َ َ َْ
Menurut Ibn Hazm tidak ada dalil yang kuat bhwa lesbian sama dengan
zina. Menurutnya lesbian bukan zina, sehingga tidak diancam dengan
uqubah zina.31
3. Menyetubuhi Binatang (lihat Abdul Qadir Audah juz 2 hal. 354)
Walaupun tidak lazim, bersetubuh dengan hewan bisa saja terjadi.
Para ulama bersepakat atas keharamannya, namun berbeda pendapat
mengenai uqubahnya. As-Sayid Sabiq mengemukakan empat
pendapat, yaitu:32
a. Jabir Bin Zaid berpendapat dijatuhi uqubah had.
b. Al-Hasan berpendapat dijatuhi uqubah zina. Jika muhson dirajam,
jika ghoiru muhson didera seratus kali dan diasingkan.
c. Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat dita’zier ,
karena dianggap bukan zina.
Menurut Syams ad-Din asy-Syarkhasi, hadis yang memerintahkan
supaya orang yang menyetubuhi binatang dibunuh adalah syadz. Ali
Bin Abi Tholib tidak menjatuhkan had kepada seseorang yang
menyetubuhi binatang.33
d. Pada pendapat yang lain Imam Syafi’i menyatakan dibunuh.
30
Abu Muhammad ‘Ali Ibn Ahmad Ibn Sa’id Ibn Hazm al-Andalusi, al-I>sa>l fi> al-
Muhalla bi al-Atsa>r, juz 12, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, hal. 396. Sangkalan Ibn
Hazm terhadap dalil maupun hujjah para ulama lain, lihat sumber yang sama hal. 388 s/d
hal. 396
31
Ibid, hal. 404
32
As-Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, jilid 2, hal. 369
10
Uqubah mati berdasarkan sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan
Imam Ahmad:
يد َح َّد َثنَا ُسلَْي َما ُن بْ ُن بِالَ ٍل َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن َأبِى َع ْم ٍرو َع ْن ِع ْك ِر َم ةَ َع ِن
ٍ ح َّد َثنَا َعب ُد اللَّ ِه ح َّدثَنِى َأبِى ح َّدثَنِى َأبو س ِع
َ ُ َ َ ْ َ
ٍ َ َ ق-صلى اهلل عليه وسلم- ول اللَّه ِ
َ يمة فَاقُْتلُوهُ َواق ُْتلُوا الْبَ ِه
َيمة َ ال « َم ْن َوقَ َع َعلَى بَ ِه َ َأن َر ُس َّ اس ٍ َّابْ ِن َعب
33
Syams ad-Din asy-Syarkhasi,tth, Kitab al-Mabsut, Juz 9, Beirut: Dar al-Ma’rifah, hal.
102
11