Anda di halaman 1dari 11

Jarimah Zina

A. Pengertian

1. Secara bahasa

Menurut Ibn Qoyyim,1 kata zina bisa merupakan isim mamdud


sehingga ditulis ‫الزن اء‬, yang merupakan bahasa penduduk Nejd.
Sedangkan bagi penduduk Hijaz, zina adalah isim maqsur sehingga
ditulis ‫الزنى‬. Zina berasal dari kata ‫زنى – يزنى – زنى‬ yang berarti
sempit. Secara bahasa zina juga berlaku terhadap perbuatan di luar
hubungan laki-laki dan perempuan tanpa ikatan pernikahan, seperti
mata melihat hal-hal yang diharamkan, lesan bicara bohong,2 Hal itu
sesuai dengan hadis riwayat Imam Muslim berikut:

ِ ‫الرز‬ َ ‫ظ ِإل ْس َح‬ ُ ‫ َواللَّ ْف‬- ‫يم َو َع ْب ُد بْ ُن ُح َم ْي ٍد‬ ِ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬


‫َّاق‬ َّ ‫ قَ االَ َأ ْخَب َرنَا َع ْب ُد‬- ‫اق‬ َ ‫َح َّد َثنَا ْس َحا ُق بْ ُن ْب َراه‬
‫ال‬َ َ‫َأش بَهَ بِاللَّ َم ِم ِم َّما ق‬
ْ ‫ت َش يًْئا‬ ُ ْ‫ال َم ا َرَأي‬َ َ‫اس ق‬ ِ ِ‫س َعن َأب‬
ٍ َّ‫يه َع ِن ابْ ِن َعب‬ ْ ٍ ‫َح َّد َثنَا َم ْع َم ٌر َع ِن ابْ ِن طَ ُاو‬
‫آد َم َحظَّهُ ِم َن‬
َ ‫ب َعلَى ابْ ِن‬ َ َ‫ال « ِإ َّن اللَّهَ َكت‬َ َ‫ ق‬-‫ص لى اهلل علي ه وس لم‬- ‫َأن النَّبِ َّى‬ َّ َ‫َأبُ و ُه َر ْي َرة‬
‫س تَ َمنَّى َوتَ ْش تَ ِهى‬ ِ ‫ك الَ محالَ ةَ فَ ِزنَى الْع ْيَن ْي ِن النَّظَر و ِزنَى اللِّس‬ ِ
ُ ‫الن ْف‬
َّ ‫ْق َو‬
ُ ‫ان النُّط‬ َ َُ َ َ َ َ ‫الزنَى َأ ْد َر َك َذل‬ ِّ
ٍ َّ‫ت ابْ َن َعب‬
‫اس‬ ُ ‫س َع ْن َأبِ ِيه َس ِم ْع‬ٍ ‫ال َع ْب ٌد فِى ِر َوايَتِ ِه ابْ ِن طَ ُاو‬ َ ِ‫ص ِّد ُق َذل‬
َ َ‫ ق‬.» ُ‫ك َْأو يُ َك ِّذبُه‬ َ ُ‫ج ي‬ُ ‫َوالْ َف ْر‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan 'Abd
bin Humaid dan lafazh ini milik Ishaq dia berkata; Telah mengabarkan
kepada kami 'Abdur Razzaq Telah menceritakan kepada kami Ma'mar
dari Ibnu Thawus dari Bapaknya dari Ibnu Abbas dia berkata; 'Saya
tidak berpendapat tentang sesuatu yang paling dekat dengan makna Al
lamam (dosa dosa kecil) selain dari apa yang telah dikatakan oleh Abu
Hurairah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam: "Sesungguhnya Allah
Allah `Azza Wa Jalla telah menetapkan pada setiap anak cucu Adam
bagiannya dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin
dihindari. Maka zinanya mata adalah melihat, zinanya lisan adalah
ucapan, sedangkan nafsu berkeinginan dan berangan-angan, dan
kemaluanlah sebagai pembenar atau tidaknya." 'Abad berkata; dalam

1
Bakr abd Allah Abu Zaid, 1425 H, Al-Hudud wa At-Ta’zirat ‘Inda Ibn al-Qayyim,
Riyadh: Dar al-’Ashimah, Hal. 89
2
Ibid, hal.
1
riwayatnya dari Ibnu Thawus dari Bapaknya dengan lafazh; 'Aku
mendengar Ibnu 'Abbas.'

2. Secara Istilah
Abd Qodir ’Audah mengemukakan berbagai pengertian zina yang
dirumuskan oleh para ulama sebagai berikut:
a. Menurut ulama Malikiyah adalah persetubuhan yang dilakukan
secara sengaja oleh seorang mukallaf terhadap farji perempuan
manusia (perempuan) berdasarkan kesepakatan.3

b. Menurut ulama Hanafiyah zina adalah persetubuhan yang dilakukan


seorang laki-laki pada qubul seorang perempuan yang bukan hak
miliknya dan tidak ada syubhat kepemilikan.4

c. Menurut Ulama Syafiiyah zina adalah memasukkan dzakar ke


dalam farji yang haram karena zatnya tanpa adanya syubhat yang
pada tabiatnya menimbulkan syahwat.5

d. Menurut ulama Hanabilah zina adalah perbuatan kotor yang


dilakukan pada qubul atau dubur.6

Menurut as-Sayyid Sabiq persetubuhan terjadi dengan masuknya


ujung kelamin atau kira-kira bagian yang disunat ke dalam farji yang
diharamkan yang secara umum menimbulkan syahwat tanpa ada
syubhat pernikahan, meskipun tidak keluar mani.7
B. Dasar Pengharaman

1. Ayat al-Qur’an

Zina hukumnya haram, sebagaimana firman Allah Surat al Isra' : 32 :

)32 : ‫وال تقربواالزنى انه كان فاحشة وساء سبيال (االسراء‬

Artinya : dan Janganlah kamu dekati zina, sesungguhnya zina itu


perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk .

3
Abd al-Qadir ‘Audah, At-Tasyri>’ al-Jina>i> al-Isla>mi> Muqa>ranan bi al-Qa>nu>n al-
Wadh’i>, Jilid 2, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabi, hal. 349
4
Ibid
5
Ibid
6
Ibid
7
As-Sayid Sa>biq, 1983, Fiqh as-Sunnah, jilid 2, Beirut: Da>r al-Fikr, hal. 344
2
Menurut ath-Thabari zina disebut jalan yang buruk, karena
merupakan jalan makshiyat kepada Allah swt dan menyelisihi
perintahnya, maka sama dengan jalan menuju neraka jahannam. 8 Zina
memang merupakan cara untuk menyalurkan syahwat, namun tidak
sesuai aturan. Menurut aturan hubungan badan harus didahului dengan
pernikahan sebagaimana diatur dalam fiqh munakahat. Maka zina
merupakan bentuk pembangkangan terhadap aturan fiqh munakahat
(Hukum perkawinan).

2. Hadis
Nabi melarang laki-laki dan perempuan berkhalwat (besunyi-sunyi)
dalam hadis riwayat Imam Turmudzi juz 8 bab luzum al-jama’ah
berikut:
‫يل َأبُو ال ُْم ِغ َير ِة َع ْن ُم َح َّم ِد بْ ِن ُس وقَةَ َع ْن َع ْب ِد اللَّ ِه بْ ِن ِدينَ ا ٍر َع ِن‬ ِ ‫ِإ‬ ْ ‫َأح َم ُد بْ ُن َمنِي ٍع َح َّد َثنَا الن‬
َ ‫َّض ُر بْ ُن ْس َماع‬ ْ ‫َح َّد َثنَا‬
‫صلى اهلل عليه‬- ‫ول اللَّ ِه‬ ِ ‫ت ِفي ُكم َكم َق ِام ر ُس‬
َ َ ْ ُ ‫َّاس ِإنِّى قُ ْم‬
ُ ‫ال يَ ا َُّأي َه ا الن‬ َ ‫ْجابِيَ ِة َف َق‬
َ ‫ال َخطََبنَ ا عُ َم ُر بِال‬ َ َ‫ابْ ِن عُ َم َر ق‬
‫ف‬ َ ِ‫ب َحتَّى يَ ْحل‬ ِ
ُ ‫ش و الْ َك ذ‬ ُ ‫ين َيلُ و َن ُه ْم ثُ َّم َي ْف‬ ِ َّ
َ ‫ين َيلُ و َن ُه ْم ثُ َّم الذ‬
ِ َّ ِ ْ ِ‫ُأوص ي ُكم ب‬
َ ‫َأص َحابى ثُ َّم الذ‬ ْ
ِ « ‫ال‬ َ ‫ ِفينَ ا َف َق‬-‫وسلم‬
َّ ‫اه ُد َوالَ يُ ْستَ ْش َه ُد َأالَ الَ يَ ْخلُ َو َّن َر ُج ٌل بِ ْام َر ٍَأة ِإالَّ َك ا َن ثَالَِث ُه َما‬
‫الش ْيطَا ُن‬ ِ ‫الش‬َّ ‫ف َويَ ْش َه َد‬ ُ َ‫الر ُج ُل َوالَ يُ ْس تَ ْحل‬َّ
‫ْجن َِّة‬ ِ ‫اح ِد و ُه و ِمن‬ ِ ‫الش يطَا َن م ع الْو‬ ِ َ ‫َعلَي ُكم بِالْجم‬
َ ‫وح ةَ ال‬َ ُ‫اد بُ ْحب‬ َ ‫اال ْثَن ْي ِن َْأب َع ُد َم ْن ََأر‬ َ َ َ َ َ َ ْ َّ ‫اع ة َوِإيَّا ُك ْم َوالْ ُف ْرقَ ةَ فَ ِإ َّن‬ ََ ْ ْ
ِ َ َ‫ ق‬.» ‫ك ال ُْمْؤ ِم ُن‬ ِ
‫يح‬
ٌ ‫صح‬
ِ ‫يث حس ن‬ ِ
َ ٌ َ َ ٌ ‫يس ى َه َذا َح د‬ َ ‫ال َأبُو ع‬ َ ِ‫اءتْهُ َسيَِّئتُهُ فَ َذل‬
َ ‫اعةَ َم ْن َس َّرتْهُ َح َسنَتُهُ َو َس‬َ ‫ْج َم‬
َ ‫َفلَْيل َْزم ال‬
‫يث ِم ْن غَْي ِر َو ْج ٍه َع ْن‬ ُ ‫ْح ِد‬ َ ‫ى َه َذا ال‬
ِ ِ ِ
َ ‫يب م ْن َه َذا ال َْو ْجه َوقَ ْد َر َواهُ ابْ ُن ال ُْمبَ َارك َع ْن ُم َح َّمد بْ ِن ُس وقَةَ َوقَ ْد ُر ِو‬
ِ ‫غَ ِر‬
ٌ
-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ُع َم َر َع ِن النَّبِ ِّى‬

Artinya: Dari Ibn ‘Umar ra


3. Ijma’ Ulama
Karena dalilnya sangat jelas, maka para ulama, baik salaf maupun
khalaf bersepakat atas haramnya zina.
C. Unsur Zina
Berdasarkan berbagai Selanjutnya Abd Qodir ’Audah menyimpulkan
bahwa zina harus memenuhi dua unsur, yaitu persetubuhan yang
diharamkan dan adanya kesengajaan.9

8
Abu Ja’far Muhammad Ibn Jarir, Ath-Thabari, 2001, Jami’u al-Bayan ‘an Ta’wil ayy al-
Qur’an, juz 14, Dar al- Hajir 2001, hal. 581
9
Ibid
3
1. Persetubuhan yang diharamkan
Persetubuhan yang diharamkan yang dimaksudkan di sini adalah
peretubuhan yang dilakukan di luar pernikahan. Persetubuhan dalam
ikatan pernikahan juga ada yang diharamkan, misalnya bersetubuh
ketika istri dalam keadaan haidh, nifas atau ketika puasa di bulan
ramadhan, namun tidak termasuk zina.10
2. Dengan sengaja
Dengan demikian persetubuhan haram yang dilakukan dengan tidak
sengaja tidak bisa disebut zina. Misalnya ada kekeliruan dugaan dari
pihak laki-laki maupun perempuan bahwa persetubuhan dilakukan
dengan suami/istri, namun ternyata bukan. Persetubuhan demikian
tidak disebut zina. Dugaan salah demikian merupakan bentuk
syubhat.
D. Uqubah Zina

Dalam kaitannya dengan uqubah, zina dibagi menjadi 2, yaitu zina


muhson dan zina ghoiru muhson. Zina muhson adalah zina yang
dilakukan oleh orang, baik laki-laki maupun perempuan yang telah
menikah. Sedangkan zina ghoiru muhson adalah zina yang dilakukan
oleh orang yang belum pernah menikah. Dalam sebuah perinstiwa
perzinahan bisa merupakan zina muhson saja, bisa ghoiru muhson saja
dan campuran keduanya. Masing-masing pelaku dijatuhi uqubah sesuai
dengan statusnya. Pelaku dengan status ghairu muhson dijatuhi uqubah
zina ghairu muhson, sedang pelaku muhson dojatuhi uqubah zina
muhson.

1. Zina Ghoiru Muhson


Zina ghoiru muhson adalah zina yang dilakukan oleh pelaku yang
ghoiru muhson, yaitu orang yang belum pernah menikah. Uqubah bagi
pelaku zina ghoiru muhson adalah dera sebanyak seratus kali
sebagaimana ditetapkan dalam surat An Nur (Surat : 24) Ayat 2 :
10
Abd al-Qa>dir ‘Audah, At-Tasyri>’ al-Jina>i> al-Isla>mi> Muqa>ranan bi al-Qa>nu>n
al-Wadh’i>, Jilid 2, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabi, hal. 350
4
ِ ‫ةٌ فِي ِد‬%َ‫ا َرْأف‬%%‫ ْذ ُكم بِ ِه َم‬%‫ َد ٍة َواَل تَْأ ُخ‬%‫ا ِمَئةَ َج ْل‬%%‫اجلِدُوا ُك َّل َواحِ ٍد ِّم ْن ُه َم‬
‫ين هَّللا ِ ِإن ُكنتُ ْم‬ ْ َ‫ال َّزانِيَةُ َوال َّزانِي ف‬
َ‫ش َه ْد َع َذابَ ُه َما طَاِئفَةٌ ِّمنَ ا ْل ُمْؤ ِمنِين‬ ْ ًَْ‫ل‬ٞ‫تُْؤ ِمنُونَ ِباهَّلل ِ َوا ْليَ ْو ِم األ ِخ ِر و‬

Artinya : Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka


deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera dan janganlah
belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan
dari orang-orang yang beriman.

Selain didera seratus kali, Rasulullah saw menambah diasingkan


selama satu tahun sebagaimana sabda Beliau dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan Imam Bukhari sebagai berikut:

‫اب َع ْن ُعَب ْي ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْب ِد اللَّ ِه بْ ِن ُع ْتبَ ةَ َع ْن َزيْ ِد بْ ِن‬ ِ ‫ح َّد َثنا مالِ ُ ِإ‬
ٍ ‫اعيل َح َّد َثنَا َع ْب ُد ال َْع ِزي ِز َأ ْخَبرنَا ابْ ُن ِش َه‬
َ َ ‫ك بْ ُن ْس َم‬ َ َ َ
‫يب َع ٍام‬ ِ ِ ِ ُ ‫ال َس ِم ْع‬َ َ‫ْج َهنِ ِّى ق‬ ٍِ
َ ‫ص ْن َج ْل َد ماَئ ٍة َوَت ْغ ِر‬ َ ‫َم يُ ْح‬ ْ ‫يم ْن َزنَى َول‬ َ ‫ يَ ُْأم ُر ف‬- ‫ صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ت النَّب َّى‬ ُ ‫َخالد ال‬

Artinya: Dari Khalid al-Juhanni berkata sayaa mendengar Nabi saw


memerintahkan pezina ghiru muhson didera seratus kali dan diasingkan
selama satu tahun.

‘Uqubah dera seratus kali disebut ‘uqubah ashliyyah (hukuman pokok).


Sementara tambahan satu tahun itu disebut uqubah taba’iyyah (hukuman
tambahan), yaitu uqubah yang telah ditetapkan oleh nash yang menyertai
uqubah ashliyah.

2. Zina Muhson
Seseorang disebut muhson apabila telah memenuhi syarat-syarat
ihson. Adapun syarat ihson adalah sebagai berikut:
a. Mukallaf
Menurut ‘Ala ad-Din as-Samarqandi, disebut muhson bila memenuhi
7 syarat, yaitu baligh, berakal, Islam, merdeka, (terikat) pernikahan
yang sah, melakukan persetubuhan yang mewajibkan mandi dan
keduanya bersifat muhson.11 Dalam kitab Bada>i’ ash-Shana>I’ yang
merupakan sarah dari kitab Tuhfah al-Fuqaha, al-Kasani menjelaskan
11
‘Ala> ad-Di>n as-Samarqandi>, 1984, Tuhfah al-Fuqaha>’, juz 3, Beirut: Da>r al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, hal. 139
5
bahwa kedua belah pihak yang melakukan perzinahan harus sama-sama
baligh, berakal dan muslim.12 Jika salah satu syarat hilang, maka uqubahnya
berubah menjadi jilid.13

Sedangkan uqubah bagi zina muhson diatur dalam hadist berikut :

‫زل هللا‬%%‫ا ان‬%%‫ان مم‬%%‫ فك‬.‫اب‬%%‫ه الكت‬%%‫ ان هللا بعث محمدا بالحق و انزل علي‬: ‫عن عمر بن الخطاب‬
‫ى ان‬%‫ فأحش‬,‫ده‬%%‫ا بع‬%‫م ورجمن‬.‫ول هللا ص‬%‫ رجم رس‬:‫ا‬%‫ا ووعيناه‬%%‫ فقرأناها وعقلناه‬,‫اية الرجم‬
‫ فيض لوا بترك فريضة‬,‫ وهللا ما نجد اية الرجم في كتاب هللا‬: ‫طال يالناس زمان ان يقول قائل‬
‫ اذا قامت‬,‫ والرجم في كتاب هللا حق على من زنى اذا أحصن من الرجال والنساء‬,‫انزلها هللا‬
14
)‫البينة او الحبل او الالعتراف (متفق عليه‬

Artinya : Dari Umar Ibn khattab : Bahwasanya Allah swt mengutus


Nabi Muhammad dengan haq, menurunkan kitab kepadanya. Di antara
yang diturunkan Allah adalah ayat rajam, kami membacanya, kami
merenungkannya dan kami memperhatikannya. Rasulullah saw pernah
merajam dan kami juga merajam setelah beliau. Saya kawatir setelah
masa yang panjang berlalu, orang mengatakan “tidak kami jumpai ayat
rajam dalam kitab Allah.”. Maka orang-orang tersesat dengan
meninggalkan apa yang difardhukan Allah. Rajam di dalam kitabullah
adalah hak bagi orang zina muhson baik lagi-laki maupun perempuan,
dan rajam dilaksanakan jika ada bukti, kehamilan atau pengakuan.

E. Pembuktian Zina
Berdasarkan hadist tersebut menurut Abdul Qadir Audah alat bukti
perzinahan ada empat macam, yaitu kesaksian, qarinah, dan pengakuan.15
1. Kesaksian (Syahadah)
Saksi zina minimal berjumlah empat orang.16 Syarat menjadi saksi
adalah laki-laki yang adil, merdeka dan muslim. Kesaksian perempuan
tidak bisa diterima.17 Sedangkan menurut al-Muhibbaji dari mazhab
Maliki, saksi harus orang mukallaf, merdeka dan Islam yang memiliki
12
Imam ‘Ala>u ad-Di>n Abu> Bakr Ibn Mas’u>d al-Kasa>ni>, 1986, Bada>i’ as}-S}anai’
fi> at-Tarti>b at-Tasyri>’, juz 7, Beirut:Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, hal.37. Kitab ini
merupakan syarah dari kitab Tuhfah al-Fuqaha
13
‘Ala> ad-Di>n as-Samarqandi>, 1984, Tuhfah al-Fuqaha>’, juz 3, Beirut: Da>r al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, hal. 140
14
Muhamad Fuad Abd al- Baqi, Lu’lu’ wa al-Marjan, Kairo : Dar al-Hadist, 2005 hal. 349
15
Abdul Qadir ‘Audah, Al Tasyri' Al Jina'i Al Islami Muqoronan bi Al Qonun Al Wadh'i,
Jilid II, Muassasah Ar Risalah Beirut, 1996, hal. 395
16
Dasarnya antara lain surat an-Nisa>’ ayat 15, surat an-Nu>r ayat 4 dan ayat 13.
17
‘Ala> ad-Di>n as-Samarqandi>, 1984, Tuhfah al-Fuqaha>’, juz 3, Beirut: Da>r al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, hal.140
6
sifat adil, menjaga martabat serta bebas dari tuduhan (tidak dicurigai). 18
Di samping itu saksi juga harus orang yang sadar, tidak lengah, tahu
apa yang disaksikan, serta memiliki daya ingat yang baik.19 Saksi
melihat masuknya dzakar ke dalam farji seperti masuknya pensil celak
ke botol celak.20
Adil berarti lurus dalam beragama, tidak fasiq (rusak), baik perbuatan
maupun keyakinannya.21 Menjaga martabat berarti menjaga diri dari
perbuatan tercela.22

2. Petunjuk (Qorinah)23

Qorinah adalah keadaan yang dapat menjadi bukti telah terjadinya


sesuatu. Contoh qorinah yang paling nyata dalam jarimah zina adalah
kehamilan. Seorang gadis tidak mungkin hamil, kecuali jika berzina.
Memang dalam sejarah pernah ada gadis yang hamil, yaitu Maryam,
ibunda Nabi Isa ‘alaihissalam. Namun peristiwa ini merupakan
pengecualian yang tidak terjadi pada gadis lain pada umumnya.

3. Pengakuan
Pengakuan orang yang telah melakukan zina dapat menjadi alat bukti
untuk dilakukannya had zina. Para ulama berbeda pendapat mengenai
berapa kali pelaku harus mengakui perbuatannya. Menurut Imam
Malik pengakuan cukup sekali saja, selama yang bersangkutan tidak
mencabut pengakuannya.24 Imam asy-Syafi’i juga berpendapat cukup

18
Muhammad Suha>li al-Muhibba>ji>, 2010, al-Muhadzdzab Min > Fiqh al-Ma>liki> wa
Adillatih, Jilid 3, Damaskus: Da>r al-Qalam, hal. 145-146
19
Ibid, hal. 148
20
Hal. 213
21
Ibid, hal. 147
22
Ibid
23
Qorinah/petunjuk sebagai alat bukti diinspirasi oleh surat Yusuf ayat 18 dan ayat 26-28.
Ayat 18 tentang darah palsu yang menempel di baju Yusuf yang diajukan oleh saudara-
saudaranya sebagai bukti kematian Yusuf. Sedangkan ayat 26 – 28 tentang bagian baju
Yusuf yang robek sebagi alat bukti petunjuk untuk menentukan siapa yang sebenarnya
bersalah. Lihat
24
Sahnu>n Ibn Sa’i>d at-Tanu>khi<, 1994, al-Mudawwanah al-Kubro, Juz 4, Beirut: Da>r
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, hal. 482
7
satu kali saja.25 Sedangkan menurut as-Samarqandi dari mazhab Hanafi
pengakuannya harus 4 kali.26
Menurut penulis jumlah pengakuan pelaku fleksibel, bisa sekali, dua
kali, tiga kali atau empat kali. Dalam kasus Ma’iz Bin Malik,
pengakuannya sampai empat kali, baru Rasulullah saw memerintahkan
rajam. Pada kasus yang lain pengakuan cukup sekali saja. Hal yang
lebih penting bukanlah jumlah pengakuan, tetapi keyakinan akan
kebenaran pengakuan itu. Secara logika tidak mudah untuk mengaku
melakukan zina, apalagi jika uqubahnya rajam. Maka ketika ada orang
yang mengaku berzina, sementara belum ada keterangan lain yang
membenarkan pengakuannya seperti pada kasus Ma’iz, Rasulullah
merasa perlu mencari keterangan lain. Sedangkan pada kasus “istri
majikan” yang berzina dengan pekerjanya, keyakinan itu sudah cukup
karena ada keterangan pihak lain. Maka pengakuannya cukup sekali
saja.
F. Bentuk Persetubuhan lain

Uraian di atas menjelaskan perzinaan dalam arti hubungan kelamin yang


normal. Di luar itu ada beberapa bentuk persetubuhan yang tidak normal
yang dibicarakan oleh para ulama.

1. Persetubuhan pada dubur


Pada pengertian zina yang dikemukakan oleh ulama Hanabilah di atas
disebutkan bahwa persetubuhan bisa dilakukan pada qubul maupun
dubur. Menurut Abd al-Qa>dir ‘Audah Imam Malik, Imam Syafi’I,
Imam Ahmad, Syi’ah Zaidiyah, Muhammad dan Abu Yusuf dari
Mazhab Hanafi sepakat bahwa persetubuhan pada dubur, baik pada
perempuan maupun laki-laki termasuk kategori zina.27 Persetubuhan
pada dubur biasanya terjadi pada sesama jenis yang disebut

25
Ibid, hal. 335
26
‘Ala> ad-Di>n as-Samarqandi>, 1984, Tuhfah al-Fuqaha>’, juz 3, Beirut: Da>r al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, hal. 140
27
Abd al-Qa>dir ‘Audah, At-Tasyri>’ al-Jina>i> al-Isla>mi> Muqa>ranan bi al-Qa>nu>n
al-Wadh’i>, Jilid 2, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabi, hal. 352
8
homoseksual (‫)اللواط‬, namun juga tidak menutup kemungkinan terjadi
pada dubur perempuan.
Homoseksual pernah terjadi secara masal pada umat nabi Luth. Oleh
karena itulah disebut liwath. Berkali-kali Nabi Luth memperingatkan,
namun tidak berdaya menghadapi pembangkangan umatnya. Pada masa
itu Allah swt menurunkan siksa berupa gempa hebat sehingga tanah
terbalik, yang di atas menjadi berada di bawah, disertai dengan hujan
batu. Akibatnya umat Nabi Luth musnah, kecuali yang mengikuti beliau
yang jumlahnya sangat sedikit.
Pada umat Islam Rasulullah saw telah menetapkan uqubah liwath
sebagaimana sabda beliau:28
‫ « َم ْن َو َج ْدتُ ُموهُ َي ْع َم ُل َع َم َل َق ْوِم‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّ ِه‬
ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ال ق‬ َ َ‫اس ق‬ٍ َّ‫َع ْن ِع ْك ِر َم ةَ َع ِن ابْ ِن َعب‬
.» ‫ول بِ ِه‬ ِ ‫ُوط فَاقْتلُوا الْ َف‬
َ ‫اع َل َوال َْم ْف ُع‬ ٍ ‫ل‬
ُ

Artinya: Dari ‘Ikrimah dari Ibn ‘Abbas berkata, bersabda Rasulullah


saw: Barang siapa mendapatkan orang yang melakukan perbuatan kaum
Luth, maka bunuhlah.
Hadis di atas tidak membedakan antara yang muhson dan ghoiru
muhson. Jadi pelaku liwath baik muhson maupun ghoiru muhson
dijatuhi uqubah mati. Hanya saja para ulama berbeda pendapat
mengenai cara membunuhnya. Setidaknya ada lima pendapat, yaitu
dibakar dengan api, dirajam dengan batu, dilempar dari gedung tertinggi
kemudian dilempari batu, ditembak, dan dihukum seperti zina.29
Pendapat terakhir berarti jika muhson dirajam dan jika ghoiru muhson
didera seratus kali dan diasingkan. Pendapat ini berbeda dengan empat
pendapat sebelumnya yang tidak membedakan antara muhson dan
bukan muhson.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh mazhab Dzahiri. Menurut Ibn
Hazm tidak ada dasar yang kuat untuk menjadikan perbuatan kaum

28
Diriwayatkan oleh Abu Dawud. Lihat juz 13 hal. 13. Hadis ini juga diriwayatkan oleh
Imam Turmudzi dan Ibn Majah
29
Bakr abd Allah Abu Zaid, 1425 H, Al-Hudud wa At-Ta’zirat ‘Inda Ibn al-Qayyim,
Riyadh: Dar al-’Ashimah, Hal. 174 - 177
9
Luth sebagai jarimah hudud. Menurutnya perbuatan kaum Luth
merupakan kemungkaran yang uqubahnya ta’zir.30
2. Lesbian ( ‫)السحاق‬
Lesbian adalah
Mengenai lesbian Rasulullah saw bersabda dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi :
ِ ِ ‫وروى مح َّم ُد بن عب ِد ال َّرحم ِن عن َخالِ ٍد ال‬
‫ال‬َ َ‫ال ق‬ َ َ‫وس ى ق‬ َ ‫ين َع ْن َأبِى ُم‬
َ ‫ْح َّذاء َع ِن ابْ ِن س ي ِر‬
َ َْ َْ َْ ُ ْ َ ُ َ َ َ
ُ‫ت ال َْم ْرَأة‬ ِ ِ
ِ َ‫ان وِإذَا َأت‬
َ َ‫الر ُجلَ َف ُه َم ا َزاني‬ َّ ‫« ِإذَا َأتَى‬: -‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّ ِه‬
َّ ‫الر ُج ُل‬ ُ ‫َر ُس‬
ِ َ‫الْمرَأ َة َف ُهما َزانِيت‬
‫ان‬ َ َ َْ
Menurut Ibn Hazm tidak ada dalil yang kuat bhwa lesbian sama dengan
zina. Menurutnya lesbian bukan zina, sehingga tidak diancam dengan
uqubah zina.31
3. Menyetubuhi Binatang (lihat Abdul Qadir Audah juz 2 hal. 354)
Walaupun tidak lazim, bersetubuh dengan hewan bisa saja terjadi.
Para ulama bersepakat atas keharamannya, namun berbeda pendapat
mengenai uqubahnya. As-Sayid Sabiq mengemukakan empat
pendapat, yaitu:32
a. Jabir Bin Zaid berpendapat dijatuhi uqubah had.
b. Al-Hasan berpendapat dijatuhi uqubah zina. Jika muhson dirajam,
jika ghoiru muhson didera seratus kali dan diasingkan.
c. Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat dita’zier ,
karena dianggap bukan zina.
Menurut Syams ad-Din asy-Syarkhasi, hadis yang memerintahkan
supaya orang yang menyetubuhi binatang dibunuh adalah syadz. Ali
Bin Abi Tholib tidak menjatuhkan had kepada seseorang yang
menyetubuhi binatang.33
d. Pada pendapat yang lain Imam Syafi’i menyatakan dibunuh.
30
Abu Muhammad ‘Ali Ibn Ahmad Ibn Sa’id Ibn Hazm al-Andalusi, al-I>sa>l fi> al-
Muhalla bi al-Atsa>r, juz 12, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, hal. 396. Sangkalan Ibn
Hazm terhadap dalil maupun hujjah para ulama lain, lihat sumber yang sama hal. 388 s/d
hal. 396
31
Ibid, hal. 404
32
As-Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, jilid 2, hal. 369
10
Uqubah mati berdasarkan sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan
Imam Ahmad:

‫يد َح َّد َثنَا ُسلَْي َما ُن بْ ُن بِالَ ٍل َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن َأبِى َع ْم ٍرو َع ْن ِع ْك ِر َم ةَ َع ِن‬
ٍ ‫ح َّد َثنَا َعب ُد اللَّ ِه ح َّدثَنِى َأبِى ح َّدثَنِى َأبو س ِع‬
َ ُ َ َ ْ َ
ٍ َ َ‫ ق‬-‫صلى اهلل عليه وسلم‬- ‫ول اللَّه‬ ِ
َ ‫يمة فَاقُْتلُوهُ َواق ُْتلُوا الْبَ ِه‬
َ‫يمة‬ َ ‫ال « َم ْن َوقَ َع َعلَى بَ ِه‬ َ ‫َأن َر ُس‬ َّ ‫اس‬ ٍ َّ‫ابْ ِن َعب‬

4. Menyetubuhi Mayat lihat Abdul Qadir Audah juz 2 hal. 355


Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan uqubah menyetubuhi
mayat. Abd al-Qadir ‘Audah menjelaskan berbagai pendapat sebagai
berikut;
a. Dita’zir, karena menyetubuhi mayat bukan zina. Pendapat ini
didukung oleh Imam Abu Hanifah, mazhab Syafi’I dan Hanbali
b. Dijatuhi had zina, kecuali sewaktu masih hidup merupakan suami-
istri. Pelaku yang muhson dirajam, sedangkan apabila ghoiru muhson
didera dan diasingkan. Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian
mazhab Syafi’i dan Hanbali.

33
Syams ad-Din asy-Syarkhasi,tth, Kitab al-Mabsut, Juz 9, Beirut: Dar al-Ma’rifah, hal.
102
11

Anda mungkin juga menyukai