Anda di halaman 1dari 7

Pemberontakan (al-Baghyu)

1. Pengertian

a. Secara bahasa

Secara bahasa Pemberontakan ( ‫ )البغى‬berarti menuntut ( ‫)الطلب‬.1 Secara


bahasa juga berarti menentang ( ‫)تعدى‬.2

b. Secara istilah
Para ulama berbeda dalam mendifinisikan bughat. Berikut ini pendapat
ulama dari berbagai mazhab.
1) Menurut as_Samarqandi dari mazhab Hanafi pemberontakan adalah
suatu kaum yang memiliki kekuasaan dan kekuatan karena berbeda
dengan kaum muslimin dalam berbagai masalah hukum karena
memiliki ta‟wil sendiri, seperti orang-orang Khawarij, muncul di suatu
wilayah, berada suasana militer serta melaksanakan hukum yang
mereka fahami.3
Ulama Hanafiah yang lain, al-Marghinani menyatakan Sekelompok
orang yang menguasai suatu wilayah, kemudian tidak taat kepada
imam.4 Pengertian ini tidak menyebutkan ta‟wil sebagai penyebab
pemberontakan.
2) Menurut al-Qarafi dari Mazhab Maliki pemberontakan adalah keluar
dari Imam dan menuntut lepas darinya atau menolak taat kepadanya
atau menolak menjalankan apa yang menjadi kewajibannya karena
memiliki ta‟wil tersendiri.5

1
Syihaab ad-Diin Ahmad Ibn Idriis al-Qarafi, 1994, adz-Dzakhiirah, juz 12, Beirut: Daar al-
Gharbi al-Islaami, hal. 5
2
Habiib Ibn Thaahir, 2009, al-Fiqh al-Maliki wa Adillatuh, juz 7, Beirut: Muassasah al-M‟arif,
hal. 235. Lihat juga Sukhali al-Muhibbaji, 2010, al-Muhadzdzab min Fiqh al-Maaliki, Juz 3,
Damaskus: Daar al-Qolam, hal. 231 catatan Kaki nomor 2
3
„Ala ad-Di>n as-Samarqandi, 1984, Tuhfah al-Fuqaha>’ juz 3, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
hal.157
4
. Burhhan ad-Diin Abu Hasan Ali Ibn Abi Bakr al-Marghiinani, 1417 H, Al-Hidaayah Syarh al-
Bihayah al-Mubtadi, juz, 4 , Pakistan: Idaarah al-Qur;an wa al-„uluum al-Islaamiyyah, hal. 353
5
Syihaab ad-Diin Ahmad Ibn Idriis al-Qarafi, 1994, adz-Dzakhiirah, juz 12, Beirut: Daar al-
Gharbi al-Islaami, hal. 5
1
Al-Muhibbaji ulama mazhab Maliki yang lain menyebutkan bahwa
pemberontakan adalah Sekelompok orang (Kaum) yang keluar dari
Imam yang sah imamahnya atas orang Islam, menghendaki lepas
darinya atau menolak taat kepadanya atau menolak melaksanakan
kewajibannya.6
Menurut Abd al-Qaadir „Audah perbedaan itu disebabkan oleh
perbedaan syarat yang harus dipenuhi, bukan perbedaan unsur.
Sedangkan unsurnya secara garis besar sama.7

2. Dasar Hukum
a. Dalam al-Qur‟an
Firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 9:

َ ِ‫ىَاْلُ ْخرىَف ق َاتِلُواَالتَِِت ْْغ‬ ْ ‫صلِ ُحواَب ْي ن ُهماَفِإ ْنَب غ‬ ِ ِ ِ ‫َوإِ ْنَطائِفت‬
ْ ‫اُهاَعل‬ ُ ‫تَإِ ْحد‬ ْ ‫انَمنَال ُْم ْؤمنِنيَاقْت ت لُواَفأ‬
َ‫بَال ُْم ْق ِس ِطني‬
ُّ ‫َُي‬ ِ ‫صلِ ُحواَب ْي ن ُهم‬
ِ ‫اَِبلْع ْد ِلَوأق‬
ُِ ‫ْسطُواَإِ تنَا تَّلل‬ ِ‫ح تَّتَت ِف ءَإَِلَأم ِر ت‬
ْ ‫َاَّللَفِإ ْنَفاء‬
ْ ‫تَفأ‬ ْ
Artinya: Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat
aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat
aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan
itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya
dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil.

Asbab Nuzul ayat ini disebutkan dalam sebuah riwayat asy-Syaikhan yang
bersumber dari Anas, bahwa Nabi SAW naik keledai pergi ke rumah Abdullah
Bin Ubay, seseorang yang terkenal munafik. Orang itu mengusir Nabi seraya
mengatakan bahwa dirinya terganggu oleh bau keledai Nabi. Seorang sahabat
anshar membalas perkataan Abdullah Bin Ubay itu dengan mengatakan bahwa
bau keledai jauh lebih harum dari pada bau Abdullah Bin Ubay. Abdullah Bin

6
Sukhali al-Muhibbaji, 2010, al-Muhadzdzab min Fiqh al-Maaliki, Juz 3, Damaskus: Daar al-
Qolam, hal. 231
7
Abd al-Qaadir „Audah, 1992, al-Fiqh al-Jinaai al-Islaami Muqaaranan bi ql-Qanuun al-Wadh‟I,
Juz 2, Beirut: Muasasah ar-Risaalah, hal. 674
2
Ubay marah, lalu terjadilah perkelahaian dengan menggunakan pelepah kurma,
tangan dan sandal.8
Dari ayat di atas tersebut menurut al-Qurafi ada 4 hal yang dapat dijadikan
pegangan, yaitu:9
1. Allah tidak menjadikan pemberontakan sebab kafirnya pelaku, buktinya
Allah masih menyebut mu‟minin
2. Wajib memeranginya, karena ada perintah
3. Tidak diperangi lagi jika telah kembali ke jalan Allah
4. Boleh memerangi orang yang menolak kewajiban, sebagaimana khalifah
Abu bakar memerangi orang-orang yang menolak membayar zakat karena
memiliki ta‟wil sendiri.

3. Unsur Jarimah Al-Baghyu


Menurut abd al-Qaadir „Audah unsur jarimah bughat ada tiga, yaitu
pembangkangan terhadap kepala negara, melakukan perlawanan, dengan niat
melawan hukum.10
a. Pembangkangan terhadap kepala negara
Secara umum pembangkangan terhadap kepala negara disebabkan
oleh tiga hal sebagai berikut:11
1) Ingin melepaskan diri dari kekuasaan imam yang sah, karena tidak
ridho terhadap Imam, sebagaimana yang dilakukan oleh penduduk
Nahrawan yang ingin melepaskan diri dari kepemimoinan Ali RA.
2) Karena menolak untuk taat kepada Imam dalam persoalan yang tidak
termasuk kategori maksiyat kepada Allah swt. Adapun jika imam
memerintahkan kemaksiyatan, maka wajib untuk tidak ditaati.
3) Menolak melakukan kewajiban yang seharusnya dilakukan, misalnya
sekelompok orang yang karena memiliki ta‟wil, menolak membayar
zakat pada masa khalifah Abu Bakar.

8
H.A.A. Dahlan dan M. Zaka al-Farisi, 2000, Asba>b an-Nuzu>l, Latar Belakang Historis
Munculnya Ayat-ayat Al-Qur'an, Bandung: CV Diponegoro, hal. 514
9
Syihaab ad-Diin Ahmad Ibn Idriis al-Qarafi, 1994, adz-Dzakhiirah, juz 12, Beirut: Daar al-
Gharbi al-Islaami, hal.6
10
Abd al-Qaadir „Audah, 1992, al-Fiqh al-Jinaai al-Islaami Muqaaranan bi ql-Qanuun al-Wadh‟I,
Juz 2, Beirut: Muasasah ar-Risaalah, hal. 674
11
Sukhali al-Muhibbaji, 2010, al-Muhadzdzab min Fiqh al-Maaliki, Juz 3, Damaskus: Daar al-
Qolam, hal. 231
3
Sebagian ulama menekankan adanya ta‟wil yang dianut pelaku bughat
yang menyebabkan keluar dari ketaatan kepada imam.. Misalnya as-
Samarqandi ketika menjelaskan bughat, ulama mazhab Hanafi ini
menyatakan sebagai berikut:
“suatu kaum yang memiliki kekuasaan dan kekuatan karena berbeda
dengan kaum muslimin dalam berbagai masalah hukum karena
memiliki ta‟wil sendiri, seperti orang-orang Khawarij, muncul di suatu
wilayah, berada suasana militer serta melaksanakan hukum yang
mereka fahami”.12
Al-Qurafi dari mazhab Maliki juga memiliki pandangan yang sama
sebagaimana pernyataannya ketika mendefinisikan bughat. Menurutnya
bughat adalah keluar dari Imam dan menuntut lepas darinya atau menolak
taat kepadanya atau menolak menjalankan apa yang menjadi kewajibannya
karena memiliki ta‟wil tersendiri.13
Bahkan Ibn Qudamah, seorang ulama mazhab Hanbali membuat
kategori orang yang keluar dari imam menjadi empat macam yang
kesemuanya disertai dengan adanya ta‟wil. Keempatnya yaitu:14
a) Keluar dari kekuasaan Imam tetapi tidak memiliki ta‟wil (pendapat)
yang menyebabkan keluar dari Imam. Mereka bukan pemberontak,
tetapi qoth ath-Thariiq
b) Keluar dari Imam dan memiliki ta‟wil tersendiri, tetapi jumlahnya tidak
signifikan, seperti satu orang, dua orang, tiga orang atau sepuluh orang.
Mereka juga qath ath-Thariiq.
c) Khawarij yang mengkafirkan orang yang berdosa, mengkafirkan
Usman, Ali, Thalhah, Zubair dan sebagainya, memusuhi umat Islam
kecuali yang sependapat dengan mereka. Mereka ini bughat.
d) Sekelompok orang yang keluar dari Imam, memiliki ta‟wil dan
kekuatan. Mereka ini bughat.

12
„Ala ad-Di>n as-Samarqandi, 1984, Tuhfah al-Fuqaha>’ juz 3, Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah,
hal.157
13
Syihaab ad-Diin Ahmad Ibn Idriis al-Qarafi, 1994, adz-Dzakhiirah, juz 12, Beirut: Daar al-
Gharbi al-Islaami, hal. 5
14
Muwaffiq ad-Diin Abu Muhammad „abd Allah Ibn Ahmad Ibn Mahmuud Ibn Qudamah, al-
Mughni, juz 10, Tanpa Kota: Daar al-Kitaab al-„Arobiy, hal. 49 - 52
4
Menurut hemat penulis ta‟wil sebagaimana dimaksudkan oleh para
ulama di atas bisa diperluas menjadi ideology atau keyakinan yang berbeda
dengan imam yang akan diperjuangkan lewat tindakan bughat. Ideologi itu
bisa lahir dari ta‟wil, namun juga bisa bukan dari ta‟wil.
Pembangkangan terhadap imam hanya terjadi pada imam yang sah
menurut syari‟at. Jika imam yang tidak ditaati bukan imam yang sah, maka
pembangkangan itu bukan unsur bughat. Adapun keimaman yang sah
dapat timbul karena tiga hal sebagai berikut:
a) Penunjukan Imam sebelumnya, seperti penunjukan Abu Bakar
terhadap Umar
b) Dipilih oleh orang-orang yang berilmu, yaitu ahl al-Hall wa al-Aqd
c) Merebut kekuasaan (mungkin karena Imam dhalim) dan kemudian
diterima dan ditaati oleh masyarakat.15
b. Melakukan perlawanan16
Orang atau sekelompok orang yang memenuhi unsur pertama, yaitu
membangkang kepada kepala negara, namun juga melakukan perlawanan
dengan kekuatan yang memadahi. Kekuatan itu bisa berupa senjata maupun
jumlah personel yang memadahi. Jika jumlahnya tidak signifikan, seperti
satu orang, dua orang, tiga orang atau sepuluh orang, bukanlah pelaku
bughat, melainkan qath ath-Thariiq sebagaimana dikatakan oleh Ibn
Qudamah di atas.
Ulama lain, Habib Ibn Thahir dari mazhab Maliki memiliki pandangan
yang berbeda. Menurutnya pelaku bughat bisa satu orang atau beberapa
orang. Baginya jika ada satu orang atau beberapa orang yang menentang
Imam yang adil dan sah, sudah cukup memenuhi syarat bughat.17
Nampaknya Habib Ibn Thahir tidak mensyaratkan bughat ini berkaitan
dengan upaya perebutan kekuasaan maupun disintegrasi. Jika tidak

15
Habiib Ibn Thaahir, 2009, al-Fiqh al-Maliki wa Adillatuh, juz 7, Beirut: Muassasah al-M‟arif,
hal. 235. Lihat juga…. (Cari ulama lain yang menyatakan hal yang sama)
16
Abd al-Qaadir „Audah, 1992, al-Fiqh al-Jinaai al-Islaami Muqaaranan bi ql-Qanuun al-Wadh‟I,
Juz 2, Beirut: Muasasah ar-Risaalah, hal. 687
17
Habiib Ibn Thaahir, 2009, al-Fiqh al-Maliki wa Adillatuh, juz 7, Beirut: Muassasah al-M‟arif,
hal. 235
5
memiliki kekuatan untuk melakukan perlawanan, maka imam menangkap
dan memenjarakannya sehingga kembali kepada Islam.18
c. Niat melawan hukum19
Melawan hukum berarti pelaku sadar dan mengetahui bahwa apa yang
dilakukan bertentangan atau dilarang oleh hukum. Pelaku menyadari bahwa
apa yang dilakukan seharusnya tidak dilakukan.

4. Uqubah
Uqubah al-Baghyu adalah diperangi, sebagaimana firman Allah swt dalam
surat al-Hujurat ayat 9 di atas. Sesuai dengan kebiasaan perang, tentu ada
upaya damai. Ketika tidak terjadi perdamaian, maka akan terjadi pertempuran.
Nah, dalam pertempuran bisa terjadi pembunuhan, pelukaan, penawanan dan
sebagainya.
Namun sebelum diperangi, imam terlebih dahulu mengajak pelaku bughat
untuk kembali taat dan mengurungkan niatnya memberontak. Dalam
memerangi mereka imam juga harus memperhatikan hak-hak mereka, misalnya
harta mereka tetap dijaga, karena status mereka tetap muslim. Lebih jelasnya
perlu dijelaskan sebagai berikut:
a. Imam menyeru supaya pelaku kembali taat
Menurut al-Marghinani dari mazhab Hanafi, imam menyeru agar kembali
taat dan menyingkap apa keraguan mereka,sebagaimana yang dilakukan
oleh khalifah Ali pada penduduk Haruuri (nama sebuah desa). Jika mereka
tidak menghiraukan maka diperangi untuk mencegah bahsa yang mungkin
akan mereka timbulkan.20 Menyingkap keraguan artinya menyelidiki apa
yang menyebabkan pelaku memberontak.
Bahkan asy-Syaerozi dari mazhab Syafi‟I imam bertanya terlebih dahulu
apa yang menyebabkan pelaku benci kepada Imam. Jika mereka menyebut

18
„Ala ad-Diin as- Samarqandi, Tuhfah alFuqoha‟, juz 3, Beiru: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah, ,hal.
313
19
Abd al-Qaadir „Audah, 1992, al-Fiqh al-Jinaai al-Islaami Muqaaranan bi ql-Qanuun al-Wadh‟I,
Juz 2, Beirut: Muasasah ar-Risaalah, hal. 697
20
. Burhhan ad-Diin Abu Hasan Ali Ibn Abi Bakr al-Marghiinani, 1417 H, Al-Hidaayah Syarh al-
Bihayah al-Mubtadi, juz, 4 , Pakistan: Idaarah al-Qur;an wa al-„uluum al-Islaamiyyah, hal. 353
6
kedzoliman, penguasa menghilangkannya, jika menyebut cacat, penguasa
menyingkirkannya dan jika menyebut suatu keraguan, penguasa
menjelaskannya.21 Artinya apa yang dilakukan pemberontak itu disikapi
sebagai kritik terhadap imam, bukan semata-mata disikapi sebagai musuh.
Dengan kata lain imam harus mengedepankan pendekatan persuasif, bukan
represif. Mengenai berapa lama kesempatan yang diberikan kepada pelaku,
asy-Syairozi mengemukakan 2 atau 3 hari.22

b. Harta mereka
Menurut Ibn Qudamah al-Maqdisi dari mazhab Hanbali, Pelaku diperangi
supaya kembali taat kepada pemimpin. Tetapi hartanya dilindungi. Oleh
sebab itu jika kelomok yang berperang itu kehilangan harta atau nyawa,
bukan karena disebabkan perang, maka harus diganti.23 Sedangkan harta
yang masih tersisa setelah terjadi perdamaian dikembalikan kepada
pemiliknya.

21
Abu Ishaaq asy-Syairoozi, 1996, al-MUhazzab fi Fiqh al-Imaam asy-Syaafi‟I, cet 1, Juz 5,
Beirut: Daar asy-Syaamiyyah, , hal. 193
22
Abu Ishaq asy-Syairozi, al-Muhazzab…..hal. 194
23
Muwaffiqi ad-Diiin „Abd Allah Ibn Qudamah al-Maqdisi,1994, al-Kaafi Fii Fiqh al-Imaam
Ahmad Ibn Hanbal, Juz 4, Cet. 1, Beirut: Daar al-Kutub al-„Ilmiyyah, hal. 56 - 57
7

Anda mungkin juga menyukai