Anda di halaman 1dari 19

TAFSIR SHAFWATUT TAFFASIR

karya
Muhammad Ali Ash Shabuni

Oleh :
Supri Hartono
Khadijah Awaliyah
Krisnawati (ishmah)
Tafsir al-Qur’an secara sederhana dapat diartikan sebagai buah
pemikiran dari orang-orang yang mencoba memahami ayat-ayat al-
Qur’an. Sejak al-Qur’an diturunkan 14,5 abad yang lalu, sejak saat itu
pula usaha untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an sudah dilakukan.
Perkembangan Tafsir terus semakin meningkat, sehingga
mengalami beberapa pergeseran titik tekan. Mulai dari riwayat
sebagai dasar yang unggul, yang kemudian melahirkan tafsir bi
arriwayah, sampai kepada akal sebagai basis penafsiran yang
kemudian melahirkan tafsir bi arra’yi. Selain itu di sela pergeseran
titik tekan tersebut terdapat istilah ta’wil yang juga ikut mewarnai
khazanah keilmuan Islam terkait al-Qur’an dan hadis.
Setelah memasuki era modern, maka tafsir pun kemudian
mengalami beberapa perubahan, diantaranya adalah kebutuhan untuk
menjawab permasalahan manusia. Dengan adanya kebutuhan tersebut
maka tafsir kemudian terkesan lebih relatif. Diantara kitab tafsir yang
cukup representatif untuk menunjuk kepada permasalahan tersebut
adalah tafsir Shafwah At-Tafasir.
Ada beberapa point yang akan dibahas dalam presentasi ini :

1. Bagaimana Tentang Biografi Muhammad Ali


Ash Shabuni
2. Latar Belakang Penulisannya
3. Bagaimana Deskripsi, Sistematika Serta
Metode Yang Digunakan Shafwat At-Tafasir?
4. Bagaimana Pandangan Ulama Tentang Tafsir
Shafat At Tafassir?
5. Apa Saja Kelebihan Dan Kekurangan Tafsir
Shafat At Tafassir?
Biografi Penulis Kitab Shafwah At-Tafasir

Syekh Muhammad Ali Ash Shabuni begitu mendunia. Beliau


merupakan seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal dengan keluasan
dan kedalaman ilmu serta sifat wara-nya. Nama lengkap beliau adalah
Muhammad Ali Ibn Ali Ibn Jamil Ash Shabuni. Beliau lahir di kota Helb,
Syiria pada tahun 1928 M. Setelah lama berkecimpung dalam dunia
pendidikan di Syiria, beliau pun melanjutkan pendidikannya di Mesir, dan
merampungkan program magisternya di universitas Al-Azhar dengan
mengambil tesis khusus tentang Perundang-Undangan Dalam Islam pada
tahun 1954 M.
Beliau juga tercatat sebagai salah seorang staf pengajar tafsir dan
ulumul Qur’an di fakultas Syari’ah dan Dirosat Islamiyah Universitas Malik
Abdul Aziz Makkah. Beliau juga dikenal sebagai pakar ilmu Al-Qur’an,
Bahasa Arab, Fiqh, dan Sastra Arab. Di samping sibuk mengajar, Ash-
Shabuni juga aktif dalam organisasi Liga Muslim Dunia. Saat di Liga
Muslim Dunia ia menjabat sebagai penasihat pada Dewan Riset Kajian
Ilmiah mengenai Alquran dan Sunnah. Ia bergabung dalam organisasi ini
selama beberapa tahun, setelah itu ia mengabdikan diri sepenuhnya untuk
menulis dan melakukan penelitian.
Ali Ash Shabuni, telah menyelesaikankan tafsir ini (Shafwah al-
Tafasir), secara terus menerus dikerjakannya non-stop siang
malam selama lebih kurang menghabiskan waktu kira-kira lima
tahun. Dia tidak menulis sesuatu tentang tafsir sehingga dia
membaca dulu apa-apa yang telah ditulis oleh para mufasir,
terutama dalam masalah pokok-pokok kitab tafsir, sambil memilih
mana yang lebih relevan (yang lebih cocok dan lebih unggul).
Shafwah al-Tafsir merupakan tafsir ringkas, meliputi semua ayat
A-Qur’an sebagaimana yang terdapat
dalam judul kitab: Jami’ baina al-Ma’tsur wa al-Ma’qul. Shafwah
al-Tafasir ini berdasarkan kepada kitab-
kitab tafsir terbesar seperti al-Thabari, al-Kasysyaf, al-Alusi, Ibn
Katsir, Bahr al-Muhith dan lain-lain
dengan uslub yang mudah, hadits yang tersusun ditunjang dengan
aspek bayan dan kebahasaan.
Latar Belakang Penulisan Kitab Safwat At-Tafasir

Sebuah karya, apapun jenisnya termasuk kitab tafsir


dalam masa pembuatannya, pasti tidak dapat dimungkiri
dari aspek kultur-sosial yang mengelilinginya. Pada tahun
1930 lahir sebuah karya tafsir dari tangan seorang
ilmuwan kelahiran Syiria yang menambah deretan
khazanah ke-ilmu-an ke-Islam-an, yaitu “Shafwah Al
Tafasir” yang disusun selama kurang lebih lima tahun
sekaligus memberi kesan tersendiri bagi para sebagian
kalangan ulama dan para pemerhati lainnya. Terlepas dari
kelebihan dan kekurangannya karya yang dilahirkan As
Shabuni ini juga memiliki latar yang memberikan warna
terhadap alur fikirannya dalam menafsirkan Al-Quran.
Dari data yang didapat mengenai latar belakang penyususnan kitab ini
beliau menyebutkan :

 Menjunjung kalimatullah untuk memberi pemahaman terhadap


kebutuhan umat dalam memahami agama.
 Keberadaban Al-Quran itu sendiri yang kekal dengan penuh
keajaiban-keajaiban, penuh dengan mutiara-mutiara kehidupan,
senantiasa memicu akal untuk mengkajinya.
Kenyataan semua ilmu akan hilang dimakan jaman, kecuali ilmu Al-
Quran.
Kewajiban ulama tetap mesti menjadi jembatan bagi pemahaman
umat terhadap Al-Quran dengan memberikan kemudahan dalam
mengkajinya.
Dari pemaparan beliau diatas nampaknya kita bisa melihat bagaimana
sosio masyarakat yang ada ketika beliau menciptakan kitab tafsir ini. Jelas
siapa yang menjadi sasaran serta bagaimana respon tafsirnya terhadap laju
kultur dan kebutuhan lingkungan masyarakat dimana beliau berada.
Deskripsi Kitab Shafwat At-Tafasir

Kitab Tafsir Shafwat At-Tafasir merupakan karya paling


monumental dari Muhammad Ali Ash-Shabani. Pada
awalnya diberi nama demikian karena kitab ini dihimpun
dari berbagai kitab tafsir besar secara rinci sekaligus
ringkas, juga secara sistematis dan kronologis, sehingga
pemaparannya menjadi
jelas dan lugas. Pemberian nama itu juga dimaksudkan
supaya kitab tersebut dapat menjadi pendorong dan
motivasi bagi umat Islam untuk mengantarkan mereka ke
arah jalan yang lurus (Sirat Al-Mustaqin). Selain hal itu,
dalam tafsir ini juga tersirat bahwa pengarang tafsir hendak
menunjukan bahwa Shafwat At-Tafasir ini telah mewakili
tradisi pemikiran tafsir Al-Qur’an di seantero dunia.
Dalam kitab tafsir ini Ali Ash-Shabuni berusaha memadukan
antara penafsiran dari golongan Ahli Al-Fiqh (yang sifatnya
rasional-kontekstual) dengan Ahli Al-Hadis (yang sifatnya
tekstual). Selain itu dicantumkan juga beberapa pandangan
ulama kenamaan, dengan kitab-kitab tafsir kenamaan lainya.
Adapun pandangan-pandangan yang diambil adalah
diantaranya dari kitab tafsir Ath-Thabari, Al-Kasysyaf, Al-
Qurtubi, Al-Alusi, Ibnu Katsir, Al-Baidhawi, Dan Bahr Al-Muhit,
beserta kitab-kitab lainya seperti misalnya Fi Zilalil Qur’an.
Kitab ini Safwat At-Tafasir ditulis selama lima tahun dan tidak
pernah berhenti antara siang dan malam. Mesipun demikian Ali
Ash-Shabuni tidak terlalu berani untuk segera menerbitkannya
kepada masayarakkat luas, karena adanya berbagai pertibangan
dan kehati-hatian. Baru pada tahun 1996 Ali Ash-Shabani
kemudian mengizinkan untuk menerbitkan karya
monumentalnya tersebut. Sehingga jika dijumlahkan proses
keseluruhan pembuatan kitab ini sampai diterbitkan untuk
khalayat umum adalah sekitar 30 tahun. Sebelumnya, perlu juga
diketahui bahwa dari proses yang amat panjang tersebut, pada
mulanya juga diadakan berbagai diskusi ilmiah secara intens,
formal dan terstruktur. Hal ini dilakukan guna mendapatkan atau
menghasilkan sebuah maha karya yang berkualitas tinggi, tetapi
mudah dipahami dan dicerna oleh masyarakat umum.
 
.
Sistematika Dan Metode Penulisan Kitab
Safwat At-Tafasir
Dalam memaparkan tafsirnya dalam kitab ini Ali
Ash-Shabuni memakai sistematika yang
dipakainya dalam kitab tafsir sebelumnya, yaitu
Rawa’i’ Al-Bayan dengan sepuluh langkahnya.
Tetapi nampaknya dalam kitab Safwat At-Tafasir
ini Ash-Shabuni cendrung lebih
mempersingkatnya sehingga hanya menjadi
tujuh langkah. Adapun langkah-langkah tersebut
ialah.
1.Diawali dengan penjelasan
secara global akan
kandungan dan juga
dijelaskan tujuan paling
mendasar (maqasid Al- 6. Dipaparkan aspek 7. Memunculkan faidah-
Asasiah), serta pokok-pokok sastranya (balaghiyah) faidah dan makna inti
yang terkandung di dalam dari ayat yang dibahas
ayat-ayat yang dibahas.

5. Menyampaikan
2. Mencari korelasi antara penafsiran secara
ayat-ayat yang substansial (isi kandungan)
mendahului atau lebih potongan ayat serta
dahulu dengan ayat-ayat keseluruhan ayat secara
yang dapat dikatakan utuh.
senada

4. Menyebutkan sabab
nuzul ayat-ayat yang
3. Menjelaskan ayat dari memang memiliki latar
segi tata bahasa arab. belakang penurunan
ayat.
Safwat At-Tafasir: Antara Gugatan dan
Pembuktian
Hadirnya sebuah pemikiran tidakakan lepas dari pujian
sekaligus kritik yang meresponnya. Terlebih buah pikiran itu
datang dari ranah atau atmosfir agama. Sehingga sangatlah
wajar jika kemudian buah pikiran yang muncul dan
berkembang dari hasil pemahamannya terhadap simbol-simbol
dan teks-teks keagamaan dapat dipastikan selalu memunculkan
sebuah polemik, terlepas apakah itu luas atau tidak.
Dalam hal ini tafsir Safwah At-Tafasir ada salah satu tafsir yang
juga mengalami fenomena di atas. Tetapi dalam bagian ini yang
akan diutarakan hanya berupa kritikan negatif dari ulama dan
pemikir lain, untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan
tafsir-tafsir yang lainya.
1. Eksistensi Takwil Bathil
dalam Shofwah at Tafasir

Menurut Syeikh Sholih bin Fauzan yang merupakan salah seorang


ulama asal Saudi, secara tegas dan gamblang menyatakan bahwa dalam
kitab Safwat At-Tafasir terdapat berbagai takwil yang bathil. Ungkapan
bombastis itu jelas selain tidak dapat diabaikan begitu saja juga tidak dapat
diterima bulat-bulat tanpa kritik dan peninjauan lebih lanjut. Mengingat
kitab Safwah Al-Tafasir merupakan kitab yang selain terkenal juga banyak
dan sering digunakan oleh masyarakat termasuk di dalamnya para
akademisi. Kejelasan, kepadatan, bahasa yang mudah difahami seperti yang
sudah dijelaskan di atas menjadi salah satu alasan familiarnya kitab
tersebut di kalangan masyarakat, bahkan yang awam sekalipun. Maka dari
itu perlu ditelisik lebih jauh sehingga kitab Safwah Al-Tafasir dapat
ditempatkan dalam posisinya yang proporsional.
Terdapat beberapa penafsiran yang disinyalir menjadi alasan dan data
sanggahan mengenai adanya takwil bathil dalam Safwah Al-Tafasir.

Salah satu penafsiran itu ialah ketika Ali As Shabuni memaparkan


penafsirannya terhadap surah Al-Baqarah ayat 112.
َ ُ‫سنٌ فَلَهُ َأ ْج ُرهُ ِعن َد َربِّ ِه َوالَ َخ ْوفٌ َعلَ ْي ِه ْم َوالَ هُ ْم يَ ْح َزن‬
‫ون‬ ْ ‫ بَلَى َمنْ َأ‬.
ِ ‫سلَ َم َو ْج َههُ هّلِل ِ َوهُ َو ُم ْح‬

Tidak! Barangsiapa menyerahkan wajahnya kepada Allah, dan dia


berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhan-nya dan tidak ada rasa
takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. (QS. Al-Baqarah
[2]: 112)
Kritik datang karena menurut Sholih bin Fauzan Ali As Shabuni ketika
menafsirkan kata wajhu telah mengutip penafsiran dari Fakhruddin Al-
Razi. Adapun penafsirannya yaitu dengan mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan wajah pada ayat itu adalah nafs. Sehingga
penafsirannya dari kalimat wajah Allah menjadi memasrahkan diri
untuk selalu taat kepadanya.
Penafsiran As Shabuni yang demikian itu didasarkan pada ayat yang
berbunyi.
َ ‫َي ٍء َهالِ ٌك ِإاَّل َو ْج َههُ لَهُ ا ْل ُح ْك ُم َوِإلَ ْي ِه تُ ْر َج ُع‬
‫ون‬ َ ً ‫ع َم َع هَّللا ِ ِإلَها‬
ْ ‫آخ َر اَل ِإلَهَ ِإاَّل ُه َو ُك ُّل ش‬ ُ ‫َواَل تَ ْد‬
Janganlah kamu menyembah tuhan selain Allah, tiada tuhan yang berhak
disembah selain Dia, segala sesuatu pasti binasa kecuali dzat-Nya bagi-Nyalah
segala penentuan dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan. (Al-
Qasash[28] : 88)
Sedangkan menafsirkan wajah dengan nafs berdasar pada pengertian
wajh pada ayat di atas dengan dzat-Nya, menurut Sholih bin Fauzan
mempunyai kecendrungan bahwa kata wajh untuk Allah dan untuk manusia
sama, sehingga menurutnya pentakwilan As Shabuni ini adalah takwil yang
bathil.
Untuk lebih mendapat penjelasan logis mengenai takwil yang dilakukan
Al-Razi—yang kemudian dikutip oleh As Shabuni—sebagai takwil bathil,
maka hemat penulis ada baiknya jika merujuk pula para mufasir lainya dalam
menafsirkan kata wajh. M. Quraish Shihab, dalam tafsirnya mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan wajh pada surah Al-Baqarah ayat 112 adalah.
Bagian yang termulia dari jasmani manusia. Pada wajah tedapat mata,
hidung, dan mulut, atau lidah. Kegembiraan, kesedihan, amarah, dan sedih,
bahkan semua emosi manusia dapat tampak melalui wajah. Wajah adalah
gambaran identitas manusia, sekaligus menjadi lambang totalitasnya
2.Percampur-adukan ideologi dalam Safwah At-
Tafasir

Kritikan keras terhadap Safwah At-Tafasir tidak hanya terhenti melalui Sholih bin
Fauzan, tetapi ada juga seorang ulama yang sampai menulis satu buku yang berisi
kritikan terhadap As-Shabuni. Adalah Bakr Abu Zayd melalui bukunya yang berjudul
Ar-Rudud menghantam Ali As-Shabuni melalui sesuatu yang lebih mendalam, yaitu
permasalahan ideologi. Berbeda dengan kritik yang pertama, pada bagian ini meski
permasalahan lebih kompleks karena menyangkut ideology tetapi dengan
keterbatasan data, maka analisis dan contoh yang akan dipaparkan akan jauh lebih
singkat.
Bakr Abu Zayd menuturkan bahwa di dalam Safwah At-Tafasir terjadi benturan
ideologi yang sangat hebat. Hal ini lanjut Bakr Abu Zayd didasarkan pada sikap Ali
As-Shabuni yang mengumpulkan berbagai ideologi ulama-ulama besar dalam kitab
tafsirnya. Diawali dengan ideologi salafi yang diwakili oleh Ibnu Katsir dan Al-
Qurthubi, dari Mu’tazilah dengan Al-Kasyaf karya Zamakhsyari dan Asy’Ari yang
diwakili oleh Ar-Razi. Selanjutnya pada bagian selanjutnya akan dipaparkan
bagaimana perbenturan itu terjadi.
Kritik Penulis Terhadap Tafsir Safwat At-
Tafasir
Dari tafsiranya yang memang diharapkan supaya bisa dikonsumsi oleh masayarakat luas,
Safwat At-Tafasir jika dilhat dari segi kekurangannya adalah tidak menafsirkan ayat Al-
Qur’an secara keseluruhan, tetapi hanya ayat-ayat yang mengandung hukum. Hal ini
jelas, sedikitnya akan mempengaruhi para penikmat kitab tafsir ini, dimana para
pembaca dalam mencoba memahami Al-Qur’an yang terbayang bahwa Al-Qur’an
semua ayatnya adalah mengenai hukum. Selain itu dalam tafsir tersebut tidak
diberitahukkan secara rinci mengenai jens kitab yang akan digunakan. Hal ini penting,
mengingat tekad kuat dari Ash-Shabuni yang hendak membuat tafsir yang representatif
dari semua kitab yang ada. Dengan adanya penjelasan mengenai jenis atau aliran kitab
tafsir yang dimuat, maka disini pembaca setidaknya dapat memahami posisi mana yang
lebih cocok untuk suatu keadaan tertentu.
Adapun dari sisi kelebihannya, kitab ini jelas sangat mudah difahami, karena
penggunaan bahasa yang sederhana juga tidak berbelit-belit. Hemat penulis, kelebihan
ini merupakan efek dari adanya metode penulisan tafsir yang sangat jelas dan
meyakinkan, yaitu dengan tujuh langkah disertai pemaparan ayat dan penegasan di
akhirnya. Selain itu, penulis kitab ini, dalam bahasa-bahasa yang digunakannya
terutama diakhir pembahasan mencerminkan seorang yang sangat taat. Sehingga dapat
sangat meyakinkan pembaca
Kesimpulan
Syekh Muhammad Ali Ash Shabuni begitu mendunia. Beliau merupakan
seorang ulama dan ahli tafsir yang terkenal dengan keluasan dan kedalaman
ilmu serta sifat wara-nya. Nama lengkap beliau adalah Muhammad Ali Ibn Ali
Ibn Jamil As Shabuni. Beliau lahir di kota Helb, Syiria pada tahun 1928 M.
Adapun secara teknis dalam kitab Safwat At-Tafasir sebelum menuju
kepada tujuh langkah (makna secara umum, munasabah dengan ayat lain,
menjelaskan ayat dari segi tata bahasa, menyebutkan sabab nuzul ayat,
menjelaskan makna inti, dipaparkan dari segi sastra, dan terakhir faidah-faidah
ayat), sebelumnya dipaparkan terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dibahas dan
diakhirnya terkadang ditambah dengan adanya penekanan mengenai hukum
yang dibahas.
Terdapat berbagai kritikan yang bernada negatif tertuju kepada Safwah At-
Tafasir, yaitu. pertama, datang dari seorang ulama asal Saudi yang bernama
Sholih bin Fauzan yang mengatakan bahwa dalam Safwah At-Tafasir terdapat
takwil yang bathil. Kedua, kritikan keras datang dari Bakr Abu Zayd yang
sampai mengarang buku yang berjudul Ar-Rudud. Kritik tersebut adalah
terdapatnya perbenturan ideologi dalam penafsiran. Ideologi yang dimaksud
yaitu antara Asy’ari, Mu’atazilah dab Salafi.

Anda mungkin juga menyukai