Anda di halaman 1dari 13

Mata Kuliah Dosen Pengampu

STUDI HADIST Herlina, S. Ag., M.Ag

MAKALAH

DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADIS DAN FUNGSI HADIS


TERHADAP AL-QUR’AN

DISUSUN

OLEH KELOMPOK 2

ARIYANI (12110523658)

REFNIZA FIDALIA (12110523503)

PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2021/2022
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-
Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa pula kami
kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh umatnya yang senantiasa
istiqomah hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata


kuliah Pendidikan Studi Hadist berjudul “Dalil-Dalil Kehujjahan Hadis Dan
Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an”. Dalam makalah ini kami menguraikan
mengenai penjelasan dalil-dalil kehujjahan hadis dan fungsi hadis terhadap al-
qur’an yang tinjauan dari beberapa sumber tentang pemahaman Studi Hadist
secara komprehensif dan terurai.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami mendapatkan bantuan serta


bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kami haturkan
terima kasih kepada:

• Herlina, S. Ag., M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Studi Hadist

• Semua pihak yang tidak dapat kami rinci satu per satu yang telah membantu
dalam proses penyusunan makalah ini.

Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Karena itu kami mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi
perbaikan makalah di masa mendatang. Harapan kami semoga makalah ini
bermanfaat dan menambah wawasan.

Kampar, 22 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .......................................................................... 1

1.3. Batasan Masalah ............................................................................ 2

1.4. Tujuan Masalah .............................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3

2.1. Dalil-dalil Kehujjahan Hadits ........................................................ 3

2.2. Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur’an ................................................ 7

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 9

3.1. Kesimpulan ................................................................................... 9

3.2. Saran ............................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut bahasa (lughat), hadits dapat berarti baru, dekat (qarib)


dan cerita(khabar). Sedangkan menurut istilah ahli hadist ialah “segala
ucapan Nabi, segala perbuatan beliau dan segala keadaan beliau”. Akan
tetapi para ulama Ushul Hadits, membatasi pengertian hadits hanya pada
”Segala perkataan, segala perbuatan dan segala taqrir Nabi Muhammad
SAW, yang bersangkut paut dengan hukum. Beranjak dari pengertian-
pengertian di atas, menarik dibicarakan tentang kedudukan Hadits dalam
Islam. Seperti yang kita ketahui, bahwa Alquran merupakan sumber
hukum utama atau primer dalam Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada
beberapa hal atau perkara yang sedikit sekali Alquran membicarakanya,
atau Alquran membicarakan secara global saja atau bahkan tidak
dibicarakan sama sekali dalam Alquran. Nah jalan keluar untuk
memperjelas dan merinci keuniversalan Alquran tersebut, maka diperlukan
Hadits atau Sunnah. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai tabyin
atau penjelas dari Alquran atau bahkan menjadi sumber hukum sekunder
atau kedua setelah Alquran.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dalil-dalil kehujahan hadits?

2. Bagaimana fungsi-fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an?

1
1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan Latar belakang diatas, maka makalah ini akan dibatasi


dengan penjelasan yang mencakup pembelajaran Studi Hadist terkait
Penjelasan dalil-dalil kehujjahan hadis dan fungsi hadis terhadap al-qur’an
saja agar tidak terlalu luas tinjauannya serta tidak menyimpang dari
rumusan masalah diatas. Batasan - batasan masalah dalam makalah ini:

1. Menegaskan penjelasan dalil-dalil kehujjahan hadist dan fungsi hadist


terhadap al-qur’an

2. Mengumpulkan data referensi yang memberikan gambaran rinci.

1.4. Tujuan Pembahasan

1. Dapat menjelaskan dan memahami dalil-dalil kehujjahan hadist

2. Dapat memahami fungsi hadist terhadap al-qur’an

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Dalil-dalil Kehujjahan Hadits

Yang dimaksud dengan kehujjahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah


keadaan Hadits yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil
alsyar’i), sama dengan Al-Qur’an dikarenakan adanya dalil-dalil syariah
yang menunjukkannya. Hadits adalah sumber hukum Islam (pedoman
hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang
telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka
secara otomatis harus percaya bahwa Hadits juga merupakan sumber
hukum Islam.

Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada hadits karena


selain memang di perintahkan oleh Al-Qur’an juga untuk memudahkan
dalam menentukan (menghukumi) suatu perkara yang tidak dibicarakan
secara rinci atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al Qur’an sebagai
sumber hukum utama. Apabila hadits tidak berfungsi sebagai sumber
hukum, maka kaum Muslimin akan mendapatkan kesulitan-kesulitan
dalam berbagai hal, seperti tata cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara
haji dan lain sebagainya. Sebab ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal ini tersebut
hanya berbicara secara global dan umum. Dan yang menjelaskan secara
terperinci justru Sunnah Rasulullah. Selain itu juga akan mendapatkan
kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak
(multi makna), muhtamal (mengandung makna alternatif) dan sebagainya
yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk menjelaskannya. Dan
apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan kepada
pertimbangan rasio (logika) sudah barang tentu akan melahirkan tafsiran-
tafsiran yang sangat subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

3
Imam-imam pembina mazhab semuanya mengharuskan kita umat Islam
kembali kepada As-Sunnah dalam menghadapi permasalahannya. Asy-
Syafi’i berkata :

“Apabila kamu menemukan dalam kitabku sesuatu yang


berlawanan dengan sunnah Rasulullah Saw. Maka berkatalah menurut
Sunnah Rasulullah Saw, dan tinggalkan apa yang telah aku katakan.”

Perkataan imam Syafi’i ini memberikan pengertian bahwa segala


pendapat para ulama harus kita tinggalkan apabila dalam kenyataannya
berlawanan dengan hadits Nabi SAW. Dan apa yang dikategorikan
pengertian bahwa segala pendapat para ulama harus kita tinggalkan
apabila dalam AsySyafi’i ini juga dikatakan oleh para ulama yang lainnya.
Tetapi Tidak semua perbuatan Nabi Muhammad merupakan sumber
hukum yang harus diikuti oleh umatnya, seperti perbuatan dan
perkataannya pada masa sebelum kerasulannya. Untuk mengetahui sejauh
mana kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat dalam
beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli :

1. Dalil Al-Qur’an

Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban


mempercayai dan menerima segala yang datang dari Rasulullah Saw
untuk dijadikan pedoman hidup. Diantaranya adalah : Perhatikan
firman Allah SWT. Dalam surat Ali-Imran ayat 32 dibawah ini yang
artinya: “Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
kafir". (QS:Ali Imran : 32).

2. Dalil Hadits

Dalil Hadits Dalam salah satu pesan yang disampaikan baginda Rasul
berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadits sebagai pedoman
hidup disamping AlQur’an sebagai pedoman utamanya, adalah
4
sabdanya yang artinya: “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian,
dan kalian tidak akan tersesat selam-lamanya, selama kalian berpegang
teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-
Nya.”(HR. Malik).

Kehujjahan hadis ialah hadis yang wajib dijadikan hujjah atau


dasar hukum sesuai dengan ijma’ ulama, baik ulama hadis, usul maupun
fiqh.1 Tidak semua hadis Nabi dapat dijadikan hujjah. Hadis yang dapat
dijadikan hujjah adalah hadis yang dilihat dari segi kualitasnya, hadis
tersebut adalah hadis sahih, hasan dan da’if.2

1. Hadis Sahih

Definisi hadis sahih secara bahasa adalah sehat atau haq (kebenaran).
Pada penjelasan di atas, telah dipaparkan definisi hadis sahih secara
rinci, sesuai dengan penjelasan ulama hadis. Jadi hadis sahih adalah
hadis yang bersambung sanadnya.

2. Hadis Hasan

Hadis hasan menurut Ibnu Hajar:

Khabar ahad yang dinukil oleh orang yang adil, kurang sempurna ke
dabit annya, bersambung sanadnya, tidak cacat dan tidak shadh.3 Dari
penjelasan Ibnu Hajar di atas, bisa disimpulkan bahwa hadis hasan
memang menduduki tingkatan kedua setelah hadis sahih.

3. Hadis Da’if

Hadis da’if adalah hadis yang tidak memenuhi semua persyaratan


hadis sahih dan hadis hasan.

1
Khon, Ulumul Hadis, 174

2
M. Solahuddin dan Agus Suryadi, Ulumul Hadis (Bandung: CV. PUSTAKA SETIA, 2011), 141.

3
Solahuddin, Ulumul Hadis, 146.

5
Pendapat Imam Mazhab Empat tentang Kriteria Kehujjahan Hadist
sebagai berikut:

1. Imam Abu Hanifah

Imam Abu Hanifah menjadikan alsunnah sebagai hujjah dalam


penetapan hukum-hukum syari’ah, dengan syarat, al-sunnah itu
diriwayatkan oleh orangorang kepercayaan. Sedangkan khusus hadis
ahad ia persyaratkan, harus tidak bertentangan dengan kaedah yang
telah disepakati oleh ulama dan matan-nya tidak menyangkut soal-soal
yang umum serta tidak bertentangan dengan qiyas. Bahkan hadis
mursal pun diterimanya jika tidak bertentangan dengan al-Qur`an.

2. Imam Malik bin Anas

Imam Malik bin Anas, memegangi hadis sebagai hujjah, bukan hanya
pada hadis mutawatir, melainkan juga pada hadis masyhur, hadis
mursal dan hadis ahad; tetapi dengan syarat, tidak bertentangan dengan
Amalam Ulama Madinah.

3. Imam Idris al-Syafi’i

Imam Idris al-Syafi’i, mendudukkan hadis ahad sebagai hujjah, jika


hadis ahad itu diriwayatkan oleh periwayat yang memenuhi kriteria
dhabith. Demikian juga halnya hadis mursal, ialah jika periwayatnya
banyak berjumpa dengan sahabat dan sanadnya pun dapat dipercaya.
Menurut Imam Syafi’i, posisi hadis mutawatir lebih tinggi dari pada
hadis ahad dan hadis mursal.

4. Imam Ahmad bin Hanbal

Imam Ahmad bin Hanbal, ber-hujjah dengan umumnya hadis, baik


hadis mutawatir, hadis ahad, hadis mursal maupun hadis dha’if. Ia pun
mendahulukan hadis dfha’if dari pada qiyas.

6
2.2. Fungsi Hadist Terhadap Al-Qur’an

Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan


ajaran dalam islam, antara satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan.
Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-qur’an sebagai sumber pertama
dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global.
Oleh karena itu kehadiran hadis, sebagai sumber ajaran kedua tampil
untuk menjelaskan keumuman isi al-Qur’an tersebut. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT, yang artinya:

“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu


menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan.”(QS. An-Nahl : 44).

Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, hadist berfungsi sebagai


penafsir, pensyarat dan penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an. Apabila
disimpulkan tentang fungsi hadist dalam hubungan dengan Al-Qur’an
adalah sebagai berikut:

1. Bayan Tafsir

Yang dimaksud dengan bayan At -Tafsir adalah menjelaskan maksud


dari Al-Qur’an Fungsi hadist dalam hal ini adalah merinci ayat secara
global (bayan al mujmal), membatasi ayat yang mutlak ( taqyid al
muthlaq), mengkhususkan ayat yang umum ( takhshish al’am) dan
menjelaskan ayat yang dirasa rumit

2. Bayan Taqrir

Bayan At-Taqrir atau sering juga disebut bayan ta’kid ( penegas


hukum) dan bayan al- itsbat adalah hadist yang berfungsi untuk
memperkokoh dan memperkuat pernyataan Al-Qur’an. Dalam hal ini,
hadis hanya berfungsi untuk memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an.

7
3. Bayan Tasyri’

Yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’ adalah menjelaskan hukum


yang tidak disinggung langsung dalam Al-Qur’an. Bayan ini juga
disebut dengan bayan zaid ‘ala Al-Kitab Al-Karim. Hadits merupakan
sebagai ketentuan hukum dalam berbagai persoalan yang tidak ada
dalam Al-Qur’an.

4. Bayan An-Nasakh

Secara bahasa an-naskh bisa berarti al-ibthal (membatalkan), al-ijalah


(menghilangkan), at-tahwil (memindahkan) atau at-tagyar (mengubah).
Menurut Ulama’ mutaqaddimin, yang dimaksud dengan bayan an-
nasakh adalah adanya dalil syara’ yang datang kemudian. Dan
pengertian tersebut menurut ulama’ yang setuju adanya fungsi bayan
an nasakh, dapat dipahami bahwa hadis sebagai ketentuan yang datang
berikutnya dapat menghapus ketentuan-ketentuan atau isi Al-Qur’an
yang datang kemudian. Menurut ulama mutaqoddimin mengartikan
bayan an-nasakh ini adalah dalil syara’ yang dapat menghapuskan
ketentuan yang telah ada, karena datangnya kemudian.

8
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Hadits merupakan sumber hukum kedua bagi umat Islam setelah Al-
Quran sebagai sumber utama, hadits juga sebagai pedoman hukum
serta ajaranajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an. Hadits adalah
sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua
setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-
Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus
percaya bahwa Hadits juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi
mereka yang menolak kebenaran Hadits sebagai sumber hukum Islam,
bukan saja memperoleh dosa, tetapai juga murtad hukumnya.

2. Kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat dalam


beberapa dalil, baik dalam bentuk naqli ataupun aqli : dalil Al-Qur’an,
dalil Hadits, Ijma’ dan Ijtihad. Kehujjahan hadits dapat dipahami dari 7
aspek yaitu: Ishmah, sikap sahabat terhadap sunnah, Al-Qur’an, Al-
Sunnah, Kebutuhan Al-Qur’an terhadap al-sunnah, realitas – sunnah
sebagai wahyu dan Ijma’.

3. Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an yaitu: bayan tafsir, bayan taqrir,


bayan tasyri’ dan bayan an-nasakh.

3.2. Saran

Hadist adalah sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an.


Dengan mempelajari dalil-dalil kehujjahan hadist mereka yang beriman
terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam, maka secara otomatis
harus percaya bahawa hadist juga merupakan sumber hukum islam.
9
DAFTAR PUSTAKA

Abdus, Ahmad, Narawi. Ensiklopedia IMAM SYFI’I. Jakarta: HIKMAH

file:///C:/Users/H%20P/Downloads/ensiklopedia%20imam%20safi'i%20(
1).pdf

Ali, Muhammad. (2019). PERAN HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN


AGAMA, DALIL-DALIL KEHUJJAHAN HADITS DAN FUNGSI HADITS
TERHADAP ALQURAN. Indramayu: Risâlah, Jurnal Pendidikan dan
Studi Islam

file:///C:/Users/H%20P/Downloads/garuda979902.pdf

Hamang, M. Nasri. KEHUJJAHAN HADIS MENURUT IMAM MAZHAB EMPAT.


Parepare: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare

file:///C:/Users/H%20P/Downloads/sember%201.pdf

Nafisah, Zaidatun. (2020). KUALITAS DAN KEHUJJAHAN HADIS “INNA ABI


WA ABAKA FI AL-NAR”. Surabaya: PROGRAM STUDI ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
file:///C:/Users/H%20P/Downloads/Zaidatun%20Nafisah_E95216048.pd
f

10

Anda mungkin juga menyukai