Anda di halaman 1dari 14

Mata Kuliah Dosen Pengampu,

Sejarah Pendidikan Islam Nurzena, M. Ag

Kurikulum dan Pola Perkembangan Ilmu Pengetahuan


pada Masa Klasik Zaman Keemasan Islam (750-1350 M)

OLEH:

KELOMPOK 5

o FEBRIANI (12110523897)
o RELIN NELFI YOLANDA (12110523543)
o WARIS KHEIR FADLY (12110514697)

Kelas : 2.A PMT

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN


SYARIF KASIM RIAU

2022 M/1444 H

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan rasa syukur atas kehadirat ALLAH SWT dengan rahmat
dan karunia-Nya makalah yang berjudul “Kurikulum dan Pola Perkembangan
Ilmu Pengetahuan pada Masa Klasik Zaman Keemasan Islam“ telah selesai
kami susun sebagai penunjang dan tambahan dalam kegiatan belajar. Shalawat
beserta salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
kepada keluarga, para sahabatnya, para tabi’in dan tabi’atnya, juga tak lupa kepada
kita selaku umatnya, Amin.

Makalah ini kami susun sebagai penunjang tambahan dalam kegiatan belajar
khusus untuk mahasiswa kelompok kerja makalah ini, dan umumnya mahasiswa/i
Program Studi Pendidikan Matematika.

Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Nurzena, M. Ag yang telah membimbing
kami. Dengan menggunakan makalah ini semoga kegiatan belajar dalam memahami
dan dapat lebih menambah sumber-sumber pengetahuan. kami sadar dalam
penyusunan makalah ini belum bisa dikatakan mencapai tingkat kesempurnaan,
untuk itu kritik dan saran tentu kami butuhkan. Mohon maaf apabila ada kesalahan
cetak atau kutipan-kutipan yang kurang berkenan.Terimakasih.

Pekanbaru, 23 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3. Tujuan ........................................................................................................ 2
1.4. Metode Penulisan ....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kurikulum Pendidikan Islam Klasik ............................................. 3
2.2 Kurikulum Pendidikan ................................................................................ 4
2.2 Kurikulum Pendidikan Islam sebelum berdirinya Madrasah ...................... 5
2.3 Kurikulum Pendidikan Islam setelah berdirinya Madrasah ........................ 7
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 10
3.2 Saran ............................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kurikulum berasal dari bahasa latin yaitu currere yang berati lapangan
perlombaan. Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai
bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan, dan
dirancang secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan
pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik
untuk mencapai tujuan pendidikan.1
Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia pendidikan,
memberi pengertian kurikulum sebagai konten pembelajaran yang muncul dalam
proses pembelajaran yang mengakibatkan terjadinya interaksi pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran dalam bahasa yang singkat bisa dikatakan kurikulum
sebagai materi pembelajaran.
Dalam Bahasa Arab, kurikulum dikenal dengan kata Manhaj yang berati jalan
yang terang atau jalan yang dilalui manusia pada berbagai bidang kehidupannya.
Jika dikaitkan dengan pendidikan maka Manhaj adalah jalan terang yang dilalui
pendidik dengan yang dididik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap.2 Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum
merupakan isi bahan ajar yang akan di sampaikan kepada peserta didik beserta
metode penilaian pembelajaran yang dapat mengantarkan peserta didik untuk
mencapai tujuan bembelajaran yang telah direncanakan sesuai dengan program
pembelajaran.
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-
teori yang dibangun untuk melaksanakan praktik pendidikan didasarkan nilai-nilai
dasar Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW. Dari
beberapa pengetian di atas dapat disimpulkan kurikulum pendidikan Islam
merupakan serangkaian komponen pembelajaran yang digerakkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran berdasarkan perencanaan dan sistem pembelajaran yang telah
ditentukan untuk mecapai tujuan pembelajaran yang sempurna berdasarkan pada
nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits.

1
Dakir, perencanaan dan pengembangan Kurikulum, cet.1 (Rineka Cipta , jakarta: 2004), hlm. 2-3
2
Arifudin Arif, Pengan Ilmu Pendidikan Islam cet. 1, (Kultura GP Press Group, Jakarta: 2008), hlm. 79-
80

1
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan menyebabkan
luasnya cakupan kajian kurikulum pendidikan. Oleh karena itu para ahli kurikulum
membatasi cakupan kurikulum pendidikan menjadi empat bagian saja yaitu
pertama, bagian yang berkenaan dengan tujuan yang akan dicapai ; kedua, bagian
yang berisi ilmu pengetahuan yang menjadi kajian yang akan disampaikan kepada
peserta didik (materi/subjek pembelajaran) ; ketiga, bagian yang berisi metode atau
cara pembelajaran ; keempat, bagian yang berisi metode atau cara melakukan hasil
belajar kompetensi akhir.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kurikulum pendidikan islam klasik ?
2. Apa itu kurikulum pendidikan ?
3. Bagaimana kurikulum pendidikan islam sebelum berdirinya madrasah ?
4. Bagaimana kurikulum pendidikan islam setelah berdirinya madrasah ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui sejarah kurikulum pendidikan islam klasik.
2. Mengetahui makna dari kurikulum pendidikan.
3. Mengetahui tentang kurikulum pendidikan islam sebelum berdirinya
madrasah.
4. Mengetahui Kurikulum pendidikan islam setelah berdirinya Madrasah pada
zaman keemasan Islam.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan adalah metode studi kepustakaan yang sumbernya
berupa jurnal dan buku.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kurikulum Pendidikan Islam Klasik
Runtuhnya kerajaan Romawi pada abad ke-5 M merupakan awal dari “zaman
pertengahan yang gelap” , yaitu ketika Eropa mengalami kemunduran peradaban.
Sedangkan di Timur peradaban mengalami kemajuan yang pesat. Sehingga Islam
selama kurang lebih lima abad menjadi mercusuar dunia dalam segala aspek.
Diantara penyebab kemajuan tersebut adalah adanya asimilasi buday
antarbangsa. Fanastisme ke-arab-an yang melekat pada zaman Umayyah mulai
ditinggalkan dan diganti dengan prinsip egaliterisme dalam segala aspek dengan
diperkuat dasar-dasar agama sebagai sendi negara, Usaha-usaha penakhlukan yang
dilakukan umat Islam pada masa sebleum-sebelumnya, pada masa Abasiyah
dikurangi dan mengarahkan perhatian terhadap perdamaian. Peradaban Islam
mengalami puncak keemasan pada pemerintahan Al-Ma’mun (813-833 M ), yaitu
ketika orang-orang islam menerjemahkan buku-buku Yunani, Persia, dan India ke
dalam bahasa mereka. Perhatian Al-Ma’mun terhadap proses penerjemahan ini
sangat besar terlihat ketika mau membayar Hunayn (seorang Nestoris yang menjadi
penerjemah) dengan emas seberat lembaran-lembaran yang ia terjemahkan.3
Proyek besar ini bukan barang mubazir yang hanya menghiasi rak buku khalifah,
tapi sejarah telah membuktikan lahirnya para sarjana Muslim dari berbagai disiplin
ilmu yang namanya masih harum sampai sekaranag. Tidak berllebihan ketika Philip
K. Hitti menggambarkan kemajuan peradaban Islam sebagai berikut:
“ Semua ini berlangsung pada asaat eropa tidak mengenal sama sekali pemikiran
dan ilmu-ilmu yunani. Sebab, sementara Al-Rasyid dan Al-Ma’mun sedang
mempelajari Filsafat Yunani dan Persia, orang-orang yang sezaman dengan mereka,
Chalenmagne dan raja-rajanya dilaporkan sedang mencoba-coba belajar meulis
nama mereka.”
Sejak periode awal penerjemahan ini, pendidikan Islam memiliki potensi untuk
mengembangkan kurikulum yang beraneka ragam, mencakup seluruh are
pengetahuan yang dikenal di dunia Helinistik, tetapi Islam tidak menawarkan
keluasa cakupannya ini dalam satu lembaga. Sebaliknya umat Islam membentuk
sistem dua jalur : formal dan non formal.

3
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta :2016) hal.113

3
2.2 Kurikulum Pendidikan
Yang dimaksud dengan kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh atau dipelajari oleh siswa dalam suatu periode tertentu. Dalam arti yang
lebih luas, kurikulum sebenarnya bukan hanya sekadar rencana pelajaran, tapi
semua yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah.
Dengan kata lain, kurikulum mencakup baik kegiatan yang dilakukan pada jam
belajar maupun di luar jam belajar, sepanjang hal itu berlangsung di lembaga
pendidikan. Karena itu ada istilah ekstra-kurikuler, yaitu berbagai kegiatan yang
dilakukan di luar jam tatap muka di ruangan kelas. Akan tetapi, tentu saja kurikulum
dalam pengertian seperti itu baru dikenal pada sistem pendidikan modern, baik
sekolah maupun madrasah. Pada masa sebelumnya, meskipun sudah dikenal,
muatan kurikulum tidak seketat pengertian tersebut.
Kurikulum pendidikan madrasah merupakan pengembangan lebih lanjut dan
lebih "standar" (dalam arti dapat digunakan secara seragam oleh siapa saja) dari
kurikulum yang pernah dikenal pada masa Nabi Saw. Kurikulum pendidikan pada
masa Nabi Saw. ditentukan secara pribadi oleh beliau sendiri yang bertindak
sebagai perancang pendidikan, konsultan sekaligus guru. Pada saat itu belum ada
undang undang pendidikan yang mengatur segala bentuk pengelolaan dan
pengembangan pendidikan. Pada masa Khulafa al-Rasyidun dan Bani Umayyah
kurikulum pendidikan ditentukan oleh para ulama dan khalifah yang memerintah
pada masa itu. Sementara itu pada masa Dinasti Abbasyiah, ketika lembaga
pendidikan model madrasah sudah mulai dikenal, kurikulum dan metode pendidikan
diurus oleh ulama, sedangkan khalifah tidak terlalu dominan dalam menentukan
kebijakan-kebijakan pendidikan. Ini dilakukan dalam kerangka penghormatan
mereka terhadap otorita lembaga pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang dilakukan para ulama., selain karena mereka disibukkan dengan urusan politik.
Sepanjang masa pendidikan klasik Islam, penentuan pengembangan pendidikan
dasar, menengah dan tinggi berada di tangan ulama kelompok orang-orang
berpengetahuan dan diterima secara otoritatif dalam soal-soal agama dan hukum.
Keyakinan mereka berakar pada konservatisme agama dan keyakinan kokoh
terhadap wahyu sebagai inti dari semua pengetahuan. Mengikuti arus penolakan atas
aliran yang diilhami filsafat Yunani terutama pasca al-Ghazali, kurikulum
pendidikan belum terbentuk secara baku dalam bentuk peraturan, tetapi kurikulum
dan metode di masjid, akademi dan madrasah mengikuti pola-pola yang
dikembangkan dari majlis dan halaqah-halaqah ilmiah. Dengan demikian, yang
dibicarakan dalam pengembangan madrasah lebih difokuskan pada kurikulum dan
metode pengajaran saja.

4
Kemunculan kurikulum sebagai bidang kajian ilmiah baru pada awal abad ke-20.
Kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yakni dari kata Curire yang artinya pelari.
Kata Curere artinya tempat berpacu, curriculum diartikan jarak yang ditempuh dari
seorang pelari. Pada saat itu kurikulum diartikan sejumlah mata pelajaran yang
harus ditempuh oleh murid untuk mendapatkan ijazah. Rumusan kurikulum tersebut
mengandung makna bahwa isi kurikulum tidak lain adalah sejumlah mata pelajaran
(subjek matter) yang harus dikuasai siswa agar siswa memperoleh ijazah.4 Pada
masa klasik, pakar pendidikan Islam menggunakan kata al-maddah untuk
pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan
serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat tertentu.
Ilmu-ilmu agama mendominasi kurikulum di lembaga formal dengan mata pelajaran
hadis, tafsir, fiqih, dan dakwah. Sejalan dengan perjalanan waktu, pengertian
kurikulum mulai berkembang dan cakupannya lebih luas, yaitu mencakup segala
aspek yang mempengaruhi pribadi siswa. Kurikulum dalam pengertian yang modern
ini mencakup tujuan, mata pelajaran, proses belajar dan mengajar serta evaluasi.
Pada masa klasik kurikulum didefinisikan dengan kata al-Maddah yaitu serangkaian
mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat tertentu.
2.3 Kurikulum Pendidikan Islam Sebelum Berdirinya Madrasah
Kurikulum pendidikan Islam sebelum berdirinya Madrasah tidak ada tingkatan
dalam pendidikan Islam, tetapi hanya satu tingkat yang bermula di kuttab dan
berakhir di diskusi halaqah. Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh seluruh
umat Islam. Di lembaga kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis di
samping Al-qur’an, kadang diajarkan bahasa, nahwu dan arudh.
Sedangkan kurikulum yang ditawarkan oleh Ibnu Sina untuk tingkat ini adalah
mengajari Alqur’an, karena anak-anak dari segi fisik dan mental, telah siap
menerima pendiktean, dan pada waktu yang sama diajarkan juga huruf hijaiyah dan
dasar agama kemudian syair berikut artinya. Setelah anak-anak belajar Alqur’an dan
dasar agama, kemudian diarahkan untuk mempelajari sesuatu yang sesuai dengan
kecenderungannya5. Namun demikian, ada perbedaan antara kuttab-kuttab yang
diperuntukkan bagi masyarakat umum dengan yang ada di istana. Di istana, orang
tua (para pembesar istana) adalah yang membuat rencana pelajaran tersebut sesuai
dengan anaknya dan tujuan yang dikehendakinya. Rencana pelajaran untuk
pendidikan istana ialah pidato, sejarah, peperangan-peperangan, cara bergaul

4
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung; Sinar Baru Algesindo, 1995), h. 1-2
5
Asma Hasan Fahmi “Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam” dalam Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan
Islam: Pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 117

5
dengan masyarakat di samping pengetahuan pokok, seperti Al-qur’an, syair dan
bahasa.
Kurikulum pada tingkat ini bervariasi, tergantung pada tingkat kebutuhan
masyarakat. Karena sebuah kurikulum dibuat tidak akan pernah lepas dari faktor
sosiologis, politis ekonomis masyarakat yang melingkupinya. Di lembaga
pendidikan masyarakat umum, orang tua kurang mempunyai peran dalam
penyusunan kurikulum karena anak belajar suatu mata pelajaran tergantung pada
guru yang tersedia. Berbeda dengan yang ada di istana, anak memang diarahkan
untuk menjadi pemimpin yang akan menggantikan bapak-bapak mereka, di lembaga
pendidikan ini rencana pelajaran disusun oleh orang tua mereka. Kurikulum pada
tingkat ini tidak dipersiapkan untuk menuju pendidikan yang lebih tinggi. Ada
jurang pemisah kedua lembaga tersebut sehingga orang yang ingin belajar setelah
tingkat dasar dalam masalah sastra, kajian keagamaan, hukum dan filsafat, harus
menempuh jalur sendiri dan meminta secara pribadi untuk bergabung dengan
halaqah milik seorang syaikh.
Kurikulum pendidikan tinggi halaqah, kalau mau menyebut demikian bervariasi
tergantung pada syaikh yang mau mengajar. Para mahasiswa tidak terikat untuk
mempelajari mata pelajaran tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada
mahasiswa untuk mengikuti kurikulum tertentu. Mahasiswa bebas mengikuti
pelajaran di sebuah halaqah dan berpindah dari sebuah halaqah ke halaqah yang
lain, bahkan dari satu kota ke kota lain. Menurut Fazlur Rahman, pendidikan jenis
ini disebut pendidikan orang dewasa, karena diberikan kepada orang banyak yang
tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan mereka mengenai Al-Qur’an dan
agama. Kurikulum pada pendidikan tingkat ini dibagi kepada dua jurusan, pertama
jurusan ilmu-ilmu agama (al-ulum al-naqliyah) dan yang kedua, jurusan ilmu
pengetahuan (al-ulum al-aqliyah).6 Kedua macam kurikulum ini sejalan dengan dua
masa transisi penting dalam perkembangan pemikiran Islam.
Kurikulum pertama, sejalan dengan fase di mana dunia Islam mempersiapkan
diri untuk mendalami masalah agama, menyiarkan dan mempertahankannya.
Namun perhatian pada agama itu tidaklah terbatas pada ilmu agama semata, akan
tetapi dilengkapi juga dengan ilmu-ilmu bahasa, ilmu sejarah, ilmu hadits dan tafsir.
Kurikulum kedua, yaitu kurikulum ilmu pengetahuan. Ia merupakan ciri khas
pada fase kedua perkembangan pada pemikiran umat Islam, yaitu ketika umat Islam
mulai bersentuhan dengan pemikiran Yunani, Persia dan India. Menurut Mahmud
Yunus, kurikulum untuk pendidikan jenis ini adalah ilmu mantiq, ilmu alam, kimia,

6
Fazlur Rachman “Islam” dalam Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam: Pada Periode Klasik dan
Pertengahan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 119

6
ilmu musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu falak, ilmu ketuhanan, ilmu hewan,
ilmu tumbuh-tumbuhan dan kedokteran.7
2.4 Kurikulum Pendidikan Islam Setelah Berdirinya Madrasah
Kurikulum pendidikan islam setelah berdirinya Madrasah pada zaman keemasan
Islam, aktivitas-aktivitas kebudayaan pendidikan Islam tidak mengizinkan teologi
dan dogma membatasi ilmu pengetahuan mereka. Mereka menyelidiki setiap cabang
ilmu pengetahuan manusia, baik fisiologi, sejarah, historiografi, hukum, sosiologi,
kesusastraan, etika, filsafat, teologi, kedokteran, matematika, logika, jurisprudensi,
seni, arsitektur, atau ilmu keramik. Sejalan dengan perkembangan zaman dan
tingkat kebutuhan, mendirikan madrasah adalah dianggap sesuatu yang signifikan.
Pendirian lembaga pendidikan tinggi Islam ini di bawah patronase wazir Nizam
Al-Mulk (1064 M). Biasanya sebuah madrasah dibangun untuk seorang ahli fiqih
yang termasyhur dalam suatu mazhab. Nuruddin Mahmud bin Zanki misalnya,
beliau telah mendirikan beberapa madrasah untuk mazhab Hanafi dan Syafi‟i di
Damaskus dan Halab. Beliau juga membangun sebuah madrasah untuk mazhab ini
di kota Mesir. Di satu sisi berdirinya madrasah merupakan sumbangan Islam bagi
peradaban sesudahnya. Akan tetapi disisi lain, hal ini membawa dampak yang buruk
bagi dunia pendidikan setelah hegemoni negara yang terlalu kuat terhadap
madrasah. Akibatnya kurikulum madrasah ini dibatasi hanya pada wilayah hukum
(fiqih) dan teologi. Legitimasi “makruh” terhadap penggunaan nalar setelah
runtuhnya Mu’tazilah, ilmu-ilmu profan yang sangat dicurigai dihapus dari
kurikulum madrasah. Hal ini menyebabkan mereka yang punya minat tinggi
terhadap ilmu-ilmu ini terpaksa belajar secara otodidak. Karenanya ilmu-ilmu
profan banyak berkembang di lembaga-lembaga non formal.
Satu pertanyaan yang dapat kita kembangkan, bahwa kenapa legalisme fiqih atau
syariat terlalu dominan terhadap lembaga-lembaga pendidikan Islam?
Menurut Fazlur Rahman, ada pandangan yang terus menerus diungkap, yaitu
karena ilmu itu luas dan hidup ini singkat, maka orang harus memberikan prioritas,
dan prioritas itu dengan sendirinya diberikan pada sains-sains agama yang
membawa kejayaan di akhirat.8 Sedangkan menurut Azyumardi, karena memang
lembaga-lembaga ini dikuasai oleh mereka yang ahli agama, dan tidak kalah
pentingnya adalah tidak otonomnya madrasah dari tanah waqaf yang diberikan oleh
para dermawan dan penguasa politik. Motivasi kesalehan mendorong para

7
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990), h. 132
8
Fazlur Rachman, Islam dan Tantangan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual, (Bandung:
Pustaka, 1995), h. 39

7
dermawan untuk mengarahkan madrasah bergerak dalam bidang ilmu-ilmu agama
karena di anggap mendatangkan pahala.
Di pihak lain, para penguasa politik pemrakarsa pendirian madrasah, apakah
karena didorong oleh motivasi politik atau motivasi murni untuk menegakkan
“ortodoksi” Sunni, sering mendikte madrasah untuk tetap berada dalam kerangka
“ortodoksi itu sendiri”.9 Jenis metode pengajaran yang diberikan di madrasah antara
lain: hafalan, keteladanan, latihan dan praktek. Ini merupakan kelanjutan dari masa
Rasulullah terutama ketika beliau memberikan pelajaran al-Qur'an. Pada
perkembangan berikutnya, pendidikan Islam yang dilakukan di madrasah
menggunakan metode talqin, di mana guru mendikte dan murid mencatat lalu
menghafal. Setelah hafal, guru lalu menjelaskan maksudnya. Metode ini oleh
Makdisi disebut sebagai metode tradisional; murid mencatat, menuliskan materi
pelajaran, membaca, menghafal dan setelah itu berusaha memahami arti dan
maksud pelajaran yang diberikan itu.
Hasan Langgulung, menyebut metode pengajaran di madrasah pada masa
pendidikan Islam klasik masih belum runtut. Tetapi setidaknya metode induktif,
deduktif, analogi, bercerita dan metode kunjungan sudah dilakukan. Yang tidak
dapat terlupakan dalam pengembangan metode pengajaran adalah diperkenalkannya
metode tanya-jawab yang biasanya dilakukan dalam sebuah ta’liqah (perdebatan).
Metode ini dilakukan pada pelajaran yang menuntut penjabaran rinci seperti pada
tingkat atas dalam berbagai pelajaran, sebagaimana dilakukan dalam pembaharuan
pendidikan Islam di Mesir dan Syria (1220 H/1805 M).
Metode pengajaran yang diterapkan di madrasah-madrasah pada masa klasik
Islam tidak bisa dilepaskan, bahkan dipengaruhi langsung oleh tujuan pendidikan di
madrasah itu sendiri. Diantaranya :
1) Tujuan Institusional
Al-ala menjelaskan bahwa tujuan institusional madrasah masih bersifat parsialis
terbatas pada madrasah tertentu saja belum menyeluruh, selain pada masing-
masing jenjang pendidikan. Dengan demikian pada masa pendidikan Islam
klasik tujuan institusional madrasah dikembangkan sesuai dengan misi utama
yang diajarkan oleh para penyusunnya (ulama) yang mengajar di madrasahnya,
namun terkadang misi itu perlu penyesuaian dengan kepentingan dan
aturan/kebijakan pemerintah.

9
Azyumardi Azra “Pendidikan Tinggi dan Kemajuan Sains: Sebuah Pengantar” dalam Abuddin Nata,
Sejarah Pendidikan Islam: Pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2004),

8
2) Tujuan Kurikuler Madrasah
Untuk mengetahui tujuan kurikuler dari pendidikan model madrasah pada
masa klasik Islam, secara tersirat dapat dilihat dari bidang studi yang
ditekuninya. Para sahabat Rasulullah, misalnya mempelajari al-Qur’an
bertujuan agar mereka hafal dan mengerti makna yang terkandung serta
bertujuan untuk mengamalkan secara utuh.
Pada generasi pasca sahabat, ketika pendidikan madrasah mulai dikenal
kaum muslimin mempelajari berbagai bidang keilmuan dengan tujuan agar
memahami ajaran Islam sesuai dengan bidang kajian masing-masing. Selain itu,
pengetahuan dasar seperti membaca dan menulis merupakan kunci dalam
mempelajari bidang-bidang keilmuan. Oleh karena itu, pengetahuan dasar
diberikan kepada siapa saja sejak anak-anak. Dari paparan di atas menunjukan
bahwa pelajaran di madrasah sudah mempunyai tujuan-tujuan kurikuler tertentu
untuk mencapai target lulusan yang diharapkan. Sejak masa klasik tujuan
pendidikan Islam memang sudah disusun secara baik, walaupun belum
dianggap sebagai hal yang sistematis.

3) Tujuan Instruksional Umum


Tujuan instruksional umum pendidikan digariskan dengan maksud agar
mereka yang belajar di madrasah mengerti dan memahami kegunaan meteri dari
ilmu yang dipelajarinya. Misalnya, mempelajari ilmu mantiq agar mereka
mengerti, mengetahui dan memahami cara berfikir yang baik dan benar.
Demikian pula mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Tujuan instruksional umum
pada masa pertumbuhan dan perkembangan madrasah pendidikan Islam klasik
lebih ditekankan pada aspek pengertian dan pengembangan pengetahuan, belum
sampai pada tataran praktis. Karena itu materi yang diajarkan baru sampai pada
pengembangan pengetahuan yang bersifat teoritis.

4) Tujuan Instruksional
Khusus Tujuan ini dirumuskan pada kondisi yang bersifat aplikatif dan
bersifat lebih rinci, yaitu murid tidak hanya dituntut mengerti dan memahami
tetapi juga dapat menyebutkan, mengungkapkan secara benar dan
mempraktekannya. Misalnya, pengajaran al-Qur’an menuntut murid/mahasiswa
dapat membacakan dengan benar, menyebutkan ayat-ayat tertentu yang
berhubungan dengan materi pelajaran dan dapat menunjukan ayat-ayat tertentu
jika guru memintanya.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kurikulum pada zaman klasik secara garis besar sudah ada walau tidak ada bukti
tertulis tentang kurikulum tersebut, nyatanya yang lebih mendominasi pada sebuah
madrasah adalah kurikulum yang didalamnya adalah muatan tentang agama. Dan
biasa yang menentukan kurikulum adalah orang-orang yang mempunyai otoritas
atau penyusun perencanaan mata pelajaran pendidikan Islam klasik adalah ulama
yang menguasai bidangnya masingmasing.
Pergeseran dibidang metode disebabkan oleh karena bermacammacamnya
disiplin ilmu pengetahuan yagn menuntut metodologi pengajaran yang lebih efektif.
Tentu saja, materi-materi keagamaan akan menggunakan metode yang berbeda
dengan materi-materi eksakta. Pada masa awal, karena materi yang dikenal relatif
sedikit maka metodenya pun lebih terbatas jika dibandingkan dengan pendidikan
pada masa Abbasiyah.
Secara umum, sistem pengelolaan pendidikan pada masa klasik tampaknya lebih
ditentukan oleh kekuatan ulama [orang yang memiliki komitmen intelektual]
daripada kekuatan negara [orang yang memiliki kekuasaan]. Baik pada masa Nabi
maupun hingga pada masa Abbasiyah, para tokoh agama memiliki otoritas untuk
menentukan sistem pendidikannya. Hal ini berlainan ketika sistem pendidikan yang
digunakan adalah sistem madrasah. Pada madrasah, biasanya yang mempunyai
otoritas kekuasaan dalam pengelolaan pendidikan adalah penguasa atau orang yang
memberikan harta wakafnya.
3.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif cara untuk
pengajaran tentang materi Kurikulum dan Pola Perkembangan Ilmu Pengetahuan
pada Masa Klasik Zaman Keemasan Islam sehingga kita dapat menambah ilmu dan
mengetahui sejarah singkat kurikulum. Meskipun masih banyak kekurangan, namun
kami harap bisa bermanfaat bagi banyak pihak, utamanya bagi penyusun dan
pembaca.

10
DAFTAR PUSTAKA
Sahlani, S. (2017). KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM MASA
KLASIK. QATHRUNÂ, 4(1), 45-64.
Badriah, L. (2016). Kurikulum pendidikan Islam masa klasik. LITERASI (Jurnal
Ilmu Pendidikan), 6(2), 155-176.
Dakir. (2004). Perencanaan dan pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.
Arif, Arifudin. (2008). Pengan Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kultura GP Press
Group.

Sudjana, Nana. (1995). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar


Baru Algesindo

Fahmi, Asma Hasan. (2004). Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam dalam Abuddin
Nata, Sejarah Pendidikan Islam: Pada Periode Klasik dan Pertengahan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.

Rachman, Fazlur. (2004). dalam Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam: Pada
Periode Klasik dan Pertengahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Yunus, Mahmud. (1990). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya
Agung.

Fazlur, Rachman. (1995). Islam dan Tantangan Modernitas: Tentang Transformasi


Intelektual. Bandung: Pustaka.
Azra, Azyumardi. (2004). Pendidikan Tinggi dan Kemajuan Sains: Sebuah
Pengantar dalam Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam: Pada Periode Klasik
dan Pertengahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Nata, Abuddin. (2016). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada.

11

Anda mungkin juga menyukai