Disusun oleh:
Penulis
i
DAFTAR ISI
3.1KESIMPULAN ............................................................................................ 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman,
dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya. Seseorang yang pada
waktu kecilnya tidak mendapatkan pendidikan agama, maka pada masa
dewasanya nanti ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya.
Lain halnya dengan orang yang pada masa kecilnya mempunyai pengalaman-
pengalaman agama, misalnya Ibu dan Bapaknya orang yang beragama,
lingkungan sosial dan kawan-kawannya juga hidup menjalankan agama,
ditambah pula dengan pendidikan agama di rumah, masyarakat, dan sekolah
secara sistematis. Maka, dengan sendirinya orang tersebut akan mempunyai
kecenderungan kepada hidup dalam aturan beragama, terbiasa menjalankan
ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama, dan dapat merasakan betapa
nikmatnya hidup beragama.
1
D. Untuk Mengetahui Periodesasi Pengembangan Kurikulum Pada Masa
Rasulallah
E. Bagaimana Periodesasi Pengembangan Kurikulum Pada Masa Khulafa Al -
Rasyidin
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Istilah kurikulum (Curriculhum) berasal dari bahasa latin. Kata curir
bermakna pelari dan curere memiliki makna tempat berpacu. Pada
awalnya, kedua Istilah tersebut digunakan dalam dunia olahraga. Pada saat
itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang
pelari mulai dari start sampai finis untuk memperoleh medali/
penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia
pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus
ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran
untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah. Pengertian
kurikulum selama ini masih mengacu pada konsep kurikulum Barat, dalam
pengertian, teorinya diambil dari sana. Al Quran dan Al-Hadis bukanlah
buku sains, bukanlah filsafat atau mistik. Al-Quran berisi pokok-pokok
ajaran agama. Oleh karena itu, akan sia-sia jika mencari teori kurikulum
dalam Al-Quran atau Hadis. Berdasarkan Al-Quran dan Hadis tersebut,
para pakar Pendidikan muslim menyusun wawasan mereka tentang
kurikulum. Akan tetapi, sampai saat ini para pakar Pendidikan muslim
belum ada yang menulis kurikulum dengan terperinci dan sistematis
seperti para penulis Barat. Hal ini bukan berarti para ahli pendidikan
muslim tidak memiliki wawasan sama sekali tentang kurikulum.
Dikatakan demikian, karena jelas tatkala mereka menyusun program
pendidikan untuk madrasah-madrasah yang didirikan, kita telah
menemukan susunan mata pelajaran serta kegiatan yang menggambarkan
wawasan mereka tentang kurikulum. Dalam bahasa Arab, kata kurikulum
biasa diungkapkan dengan manhaj yang berarti jalan terang yang dilalui
oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan, sedangkan kurikulum
pendidikan (manhaj al-dirosah) dalam kamus Tarbiyah adalah seperangkat
perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan
dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.
3
Glenys G. Unruh dan Adolph Unruh dalam Mulyani Soemantri (1988:)
mendefinisikan kurikulum sebagai suatu rencana tentang tujuan dan isi dari
apa yang dipelajari dan di dalamnya terdapat antisipasi hasil-hasil pengajaran,
sedangkan pengajaran adalah proses penyampaian kurikulum dan penyediaan
lingkungan belajar bagi peserta didik. William H. dalam Mulyani Soemantri
mengemukakan beberapa batasan berkenaan dengan kurikulum.
4
yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan siswanya bejalar dengan
efektif.
ini bertolak dari sesuatu yang actual---yang nyata yang terjadi di sekolah
dalam proses belajar mengajar. Dalam pendidikan, kegiatan yang dilakukan
siswa dapat memberikan pengalaman, seperti berkebun, olahraga, pramuka,
PMR, dan pergaulan selain mempelajari bidang studi. Semuanya itu
merupakan pengalaman belajar yang bermanfaat sehingga pandangan modern
berpendapat bahwa semua pengalaman belajar adalah kurikulum.
5
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api
neraka.
3. Menumbuhkan kesadaran manusia mengabdi, dan takut kepada- Nya sesuai
dengan fiman Allah Swt. (Q.S. Az Zariyat [51]: 56) Tidaklah Aku ciptakan jin
dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku
Pertama, memiliki sistem pengajaran dan materi yang selaras dengan fitrah
manusia serta bertujuan untuk menyucikan manusia,memelihara dari
penyimpangan, dan menjaga keselamatan fitrah manusia .
6
hendak diberikan kepada anak didik, baik yang berhubungan dengan sunah,
kaidah, sistem maupun realitas alam sehingga terjalin hubungan yang
hamonis antara berbagai bidang ilmu.
Kesembilan, harus sesuai dengan berbagai tingkatan usia anak didik. Untuk
semua tingkatan dipilih bagian materi kurikulum yang sesuai dengan
kesiapan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik. Dalam hal ini
yang paling penting adalah tingkat penguasaan bahasa yang dicapai oleh
anak. Hal ini memerlukan studi psikologi islami yang berhubungan dengan
karakteristik psikologis, fase-fase perkembangan, serta perkembangan
kesiapan dan kemampuan generasi muda muslim.
7
kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisah sehingga Islam menganggap seluruh
ilmu yang bersumber darinya senantiasa berfungsi untuk menjelaskan dan
memelihara syariat Islam.
8
perasaan (hati), keindahan, dan dimensi sosial. Selain itu, AlQuran
menjelaskan juga tentang potensi rohaniah lainnya, yakni al-Qalb, 'Aqlu An
Ruh, anNafs. Dengan bermodalkan potensi yang dimilikinya itulah manusia
merealisasi fungsinya sebagai khalifah Allah di bumi yang bertugas untuk
memakmurkannya.
Pada periode Makkah, yaitu sejak Muhammad Saw. Diutus menjadi Rasul
hingga hijrah ke Madinah (611-622 H.), sistem pendidikan Islam lebih
bertumpu kepada Nabi sebab selain Nabi tidak ada yang mempunyai otoritas
9
untuk menentukan materi-materi pendidikan Islam. Materi pengajaran yang
diberikan hanya berkisar pada ayat-ayat Makkiyah sejumlah 93 surat dan
petunjuk-petunjuknya yang dikenal dengan sebutan sunnah dan Hadis. Pada
umumnya materi ayat-ayat Makkiyah dan dan Hadis Nabi itu menerangkan
tentang kajian keagamaan yang menitikberatkan pada keimanan (teologi),
ibadah, dan akhlak. Materi keimanan, seperti beriman kepada Allah, para
rasul-Nya, dan hari akhir. Materi ibadah, yaitu salat. Zakat sendiri ketika itu
belum menjadi materi pendidikan, karena zakat pada masa itu lebih dipahami
sebagai sedekah kepada fakir miskin dan anak yatim. Materi akhlak bertujuan
agar manusia dapat bertingkah laku mulia dan menjauhi tingkah laku jahat.
Kata-kata tauhid, ibadah, dan akhlak belum menjadi nama mata pelajaran
atau bidang studi. Adapun materi-materi sains belum dijadikan mata
pelajaran. Nabi ketika itu hanya memberikan dorongan untuk memperhatikan
kejadian manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam raya.
Pada periode kedua ini, ayat ayat Al-Quran yang diterima sebanyak 22 surat,
sepertiga dari isi AI-Quran. Pada umumnya, materi pendidikan Islam berkisar
pada bidang keimanan ibadah, akhlak, kesehatan jasmani, dan pengetahuan
kemasyarakatan.
10
hukum perdata-pidana, perdagangan, dan kenegaraan. Metode yang
dikembangkan oleh Nabi dalam bidang keimanan adalah tanya jawab dengan
penghayatan yang mendalam dan didukung oleh bukti-bukti yang rasional
dan ilmiah. Batasan rasional dan ilmiah di sini dipahami menurut
kemampuan berpikir orang yang diajak berdialog. Materi ibadah biasanya
disampaikan dengan menggunakan metode demonstrasi dan peneladanan
sehingga masyarakat mudah mengikutinya, sedangkan pada bidang akhlak,
Nabi menitikberatkan pada metode peneladanan. Nabi tampil dalam
kehidupan sebagai orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan, baik
dalam ucapan maupun perbuatan.
11
(a) berenang,
(c) memanah,
12
BAB III
PENUTUP
3.1KESIMPULAN
Jadi kesimpulan di atas Pengertian kurikulum selama ini masih mengacu pada
konsep kurikulum Barat, dalam pengertian, teorinya diambil dari sana. Al
Quran dan Al-Hadis bukanlah buku sains, bukanlah filsafat atau mistik. Al-
Quran berisi pokok-pokok ajaran agama. Oleh karena itu, akan sia-sia jika
mencari teori kurikulum dalam Al-Quran atau Hadis. Berdasarkan Al-Quran
dan Hadis tersebut, para pakar Pendidikan muslim menyusun wawasan
mereka tentang kurikulum. Akan tetapi, sampai saat ini para pakar Pendidikan
muslim belum ada yang menulis kurikulum dengan terperinci dan sistematis
seperti para penulis Barat. Hal ini bukan berarti para ahli pendidikan muslim
tidak memiliki wawasan sama sekali tentang kurikulum.
13
DAFTAR PUSTAKA
- Derajat, Zakiyah. 2009. Ilmu Pendidikan islam. Jakarta : Bumi
Aksara.
- Majid, Abdul. 2011. Perencanaan pembelajaran. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya. 2006. Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
- Miller, John. P, dan Seller W. 1985. Curriculum perspective and
Paratice, NEW York & London: Logman.
14