BISNIS
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Daftar Isi…………………………………………………………………. i
BAB I Pendahuluan 1
A. Latar Belakang………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………. 1
BAB II Pembahasan 2
A. Hadits Tentang Prinsip dan Etika dalam Ekonomi dan Bisnis…... 2
B. Sistem Perekonomian Kapitalis………………………………….. 7
C. Sistem Perekonomian Sosialis…………………………………… 8
BAB III Penutup 10
A. Kesimpulan………………………………………………………. 10
Daftar Pustaka………………………………………………………………. 11
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits adalah salah satu sumber pokok ajaran Islam sesudah Al-
Qur’an. Untuk melakukan sesuatu, kita sebagai umat Islam tidak hanya
berpegang teguh terhadap Al-Qur’an saja, meskipun Al-Qur’an merupakan
sumber dari segala sumber. Akan tetapi kita juga dianjurkan untuk
berpegang terhadap As-Sunah ataupun Hadis yang merupakan dasar hukum
Islam yang kedua.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja hadits tentang prinsip dan etika dalam ekonomi dan bisnis?
2. Bagaimana syarah Hadits tentang prinsip dan etika dalam ekonomi dan
bisnis?
3. Bagaimana kandungan hukum dari Hadits tentang prinsip dan etika
dalam ekonomi dan bisnis?
4. Bagaimana Sistem Perekonomian Kapitalis?
5. Bagaimana Sistem Perekonomian Sosialis?
1
BAB II
PEMBAHASAN
b. H.R. Muslim;2
Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dan Yahya bin Sa'id serta Abu
Usamah dari Ubaidillah. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan
kepadaku Zuhair bin Harb sedangkan lafazh darinya, telah menceritakan kepada
1
Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, Hadits no. 2176. Kitab: At-Tijarat. Bab: Bai` Al-Khiyar.
2
Muslim, Ikmal-Ikmal Al-Mu`allim Sarh Shahih Muslim, Hadits no. 2783. Kitab: al-Buyu`. Bab:
Buthlanu Bay`u al-Hashah wa al-Bay`u fihi Gharar, (Lebanon: Dar Al-Kotob Al-ilmiyah, 2008).
2
kami Yahya bin Sa'id dari 'Ubaidillah telah menceritakan kepadaku Abu Az Zinad
dari Al A'raj dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam
melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil)
dan cara lain yang mengandung unsur penipuan.
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa`id dari Malik dari Nafi` dari Ibnu
Umar, Rasulullah Shallallahu`alaihiwasallam melarang (jual beli) najasy
(penipuan).
2. Makna Mufrodat
a. ﺍﺽ
ٍ ﺗ ََﺮ: Saling rela atas barang dan nilai jualnya, karena tidak ada
yang dirugikan, atau karena saling menguntungkan.
b. ﺍﻟ ﱠﻨﺠْ ِﺶ: Memuji barang dagangan secara berlebihan
c. ْﺍﻟﻐ ََﺮ ِﺭ : Penipuan
َ ْﺍﻟ َﺤ: Melempar batu
d. ِﺼﺎﺓ
3. Kualitas Hadits
3
Al-Bukhariy, Shahih Bukhariy (Al-Jami Ash-Shahih), Hadits no. 6448. Kitab: Al-Hil. Bab: Ma
Yukrahu min At-Tanajusy. (Jakarta: Pustaka As-Sunnah. 2003).
3
mengungkapkan benar-benar rela. Dikecualikan dari persyaratan ini
barang-barang yang tidak terlalu berharga, hal itu dikarenakan sudah
menjadi tradisi umat Islam untuk melakukan proses jual beli pada
barang-barang itu dengan tanpa shigah (ijab kabul). Ini menurut Jumhur
Ulama. Sedangkan Asy-Syafi’iyah (pengikut madzhab Imam Asy-
Syafi’i) berpendapat hal itu tetap harus menggunakan shigah (ungkapan
ijab kabul) sama seperti yang lainnya. Imam An-Nawawi dan mayoritas
ulama Asy-Syafi’iyah yang Mutaakhir, berpendapat tidak disyaratkan
akad dalam barang-barang yang tidak terlalu berharga. Diantara barang
yang tidak terlalu berharga adalah barang yang nilainya kurang dari
seperempat Mitsqal. Ada yang mengatakan ia adalah sayuran, kurma
dan roti dalam jumlah kecil. Ada juga yang mengatakan ia adalah barang
yang nilainya kurang dari nishab (batas minimum dihukumnya orang
yang melakukan) pencurian. Yang paling serupa adalah mengikuti
kebiasaan. Dan faktanya memang tidak ada dalil yang mempersyaratkan
ijab qabul (serah terima). Justru hakikat jual beli adalah tukar menukar
yang terjadi atas dasar saling rela, sebagaimana dinyatakan oleh ayat
dan hadist. 4
2. H.R. Muslim5
4
Muhammad bin Ismail Al- Amir Ash-Shan`ani, Subul As-Salam Syarah Bulughul Maram, Terj.
Muhammad Isnan dkk., (Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2015), hlm. 307.
5
Ibid, hlm. 339.
4
yang keluar dari genggaman saya.” Atau seseorang menjual barang
dagangan dengan cara menggenggam batu di tangannya seraya
mengatakan bahwa saya akan dapat harga sesuai jumlah batu yang
keluar dari genggaman tangan saya yang setiap batu dihargai satu
dirham. Pendapat lain, yakni dengan cara salah satu dari penjual ataupun
pembeli menggenggam batu di tangannya kemudian mengatakan bahwa
kapanpun batu itu jatuh dari genggamannya maka wajib transaksi jual
beli dilakukan. Pendapat lain, yakni dengan menghadang sejumlah
kambing lalu mengambil batu sambil mengatakan, kambing mana saja
yang terkena lemparan batu akan menjadi milikmu dengan harga sekian
dirham. Semua bentuk transaksi jual beli tersebut mengandung
spekulasi kecurangan karena harga atau jenis barangnya fiktif atau tidak
jelas. Kata gharar mencakup itu semua, ia disebutkan dalam bentuk
tunggal karena keberadaannya sebagai transaksi yang biasa dilakukan
orang orang jahiliyah yang akhirnya dilarang nabi SAW. Dan
mengaitkan jual beli dengan batu karena memang mereka
menggunakannya dalam transaksi jual beli.
5
orang lain untuk membeli barang tersebut sekaligus meningkatkan harga
jual. Ibnu Al-Batthal berkomentar, ulama bersepakat bahwa pelaku
Najasy telah berbuat maksiat karena perbuatannya tersebut. Tapi
mereka berbeda pendapat mengenai transaksi jual-beli yang terjadi
dalam bentuk seperti itu. Sebagian ulam ahadist mengatakan, bahwa
transaksi itu rusak (batal). Demikian pula dikatakan oleh Ahlu Azh-
Zhahir. Begitu pula yang mashur di kalangan madzhab Hanbali dan
dalam riwayat Imam Malik. Akan tetapi kalangan Hanbali berpendapat
transaksi itu batal apabila ada kesepakatan dengan penjual. Adapun
pengikut Imam Malik mengatakan, dia mempunyai hak pilih (khiyar).
Ini juga pendapat Al-Hadawiyah sebagai bentuk qiyas dari Al-
Musharah. Sedang transaksi tetap sah menurut mereka. Kalangan Al-
Hanafiyah mengatakan, dikarenakan larangan tersebut kembali kepada
sesuatu di luar transaksi untuk menipu, maka tidak serta merta
menjadikan transaksi tersebut batal.6
2. H.R. Muslim
6
Muhammad bin Ismail Al- Amir Ash-Shan`ani, Subul As-Salam Syarah Bulughul Maram, Terj.
Muhammad Isnan dkk., (Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2015), hlm. 350.
7
Suqiyah Musafa`ah, Hadits Hukum Ekonomi Islam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014),
hlm. 25.
6
3. H.R. Bukhary dan Muslim
8
Ismail Nawawi, Ekonomi Islam: Perspektif Teori, Sistem dan Aspek Hukum, (Surabaya: ITS
Press, 2008), hlm. 29.
7
2. Ia menganggap bahwa kebebasan individu yang tak terhambat dalam
mengaktualisasikan kepentingan diri dan kepemilikan atau pengelolaan
kekayaan pribadi sebagai suatu hal yang sangat penting bagi inisiatif
individu.
3. Ia berasumsi bahwa inisiatif individu ditambah dengan pembuatan
keputusan yang terdesentralisasi dalam suatu pasar kompetitif sebagai
syarat utama untuk mewujudkan efisiensi optimus dalam alokasi sumber
daya.
4. Ia tidak mengakui pentingnya peran pemerintah atau penilaian kolektif
baik dalam efisiensi alokatif maupun pemerataan distributif.
5. Ia mengklaim bahwa melayani kepentingan diri sendiri (self interest)
oleh setiap individu secara otomatia melayani kepentingan sosial
kolektif.
9
Ismail Nawawi, Ekonomi Islam: Perspektif Teori, Sistem dan Aspek Hukum, (Surabaya: ITS
Press, 2008), hlm. 29.
8
Aliran ini berprinsip tentang urgensi pemerintah dalam dunia perekonomian, di
mana tidak diakui adanya kepemilikan individu. Resources dan semua faktir
produksi; tanah, industri, dan insfrastruktur yang ada merupakan hak kepemilikan
negara. Bahkan, segala kebijakan dan perencaan tentang stabilitas perekonomian
ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah.
Paul Tillich, RH. Tawvey dan Kurt Schumacher memiliki pandangan dunia
sekuler seperti dalam kapitalisme, yaitu:
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hadist pertama yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah terdapat
penjelasan bahwa kerelaan merupakan perkara tersembunyi yang tidak
kasat mata maka dari itu perlu adanya media konkrit yang mengaitkannya
seperti ijab qobul. Shigah harus memperjelas ungkapan dari ijab-qobul
magar dapat diketahui bahwa yang mengungkapkan benar-benar rela.
Sedangkan dari hadist kedua yang diriwayatkan Imam Muslim transaksi
jual-beli dengan menggunakan sistem lempar batu merupakan hal yang
dilarang dikarenakan dalam transaksi jual-beli bentuk tersebut akan terdapat
banyak spekulasi dan tidak adanya unsur kerelaan antara penjual dan
pembeli. Bentuk transaksi jual-beli tersebut ada yang mengatakan, bahwa
bentuknya dalah si penjual berkata, “lemparkan baru ini, dimanapun batu
ini jatuh mengenai baju, maka ia menjadi milikmu dengan harga satu
dirham.”
Dari hadist ketiga yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim menjelaskan
tentang najasy yaitu menawar harga barang dengan harga tinggi bukan
karena ingin membelinya, tapi untuk memperdaya orang lain. Seseorang
yang melakukan najasy ditetapkan sebagai orang yang melakukan maksiat
namun transaksinya sebagian ulama mengatakan, bahwa transaksi itu batal.
Kandungan hukum dari hadits pertama adalah jual beli harus (wajib)
saling menguntungkan dan atas pilihan sendiri tanpa ada tekanan dan tanpa
ada yang dirugikan, hadits ini mempertegas makna. Sedangkan dari hadits
kedua kandungan hukumnya larangan melakukan transaksi jual beli dengan
cara melempar batu dan jual beli yang mengandung spekulasi kecurangan.
Dan dari hadits ketiga memuat hukum larangan menawar harga dengan
harga sangat tinggi karena bukan untuk membelinya, namun untuk
memperdaya seseorang. Karena praktek jual beli tersebut dapat
meningkatkan hasrat seseorang untuk membeli harga tersebut dan
meningkatkan harga jual barang tersebut.
10
kaya, dan yang miskin akan semakin miskin. Sedangkan sistem
perekonomian sosialis berprinsip pada kepentingan umum ketimbang
kepentingan pribadi. Ketika suatu negara menganut sistem tersebut, campur
tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi seseorang akan sangat
dominan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Musafaah, Suqiyah. 2014. Hadits Hukum Ekonomi Islam. Surabaya: UIN Sunan
Ampel Press.
Ash-Shan`ani, Muhammad bin Ismail Al-Amir. 2015. Subul As-Salam Syarah
Bulughul Maram. Diterjemahkan oleh: Muhammad Isnan dkk. Jakarta
Timur: Darus Sunnah Press.
Nawawi, Ismail. 2008. Ekonomi Islam: Perspektif Teori, Sistem dan Aspek
Hukum. Surabaya: ITS Press.
Muslim. 2008. Ikmal-Ikmal Al-Mu`allim Sarh Shahih Muslim. Lebanon: Dar Al-
Kotob Al-ilmiyah.
Bukhary. 2003. Shahih Bukhary (Al-Jami Ash-Shahih). Jakarta: Pustaka As-
Sunnah
12