Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PRINSIP-PRINSIP MEDIASI DI PENGADILAN DAN IDENTIFIKASI

PERKARA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Mediasi HES”

Dosen Pengampu:
Nur Suci Romadliyah, SE., ME.

Disusun Oleh Kelompok 3:


Dana Ningrat (C92218120)
Hikmiyatul Wachidah (C92218137)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
2021

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT. Semoga sholawat dan salam tak luput
penulis curahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, karena beliaulah yang telah
mengantarkan umat islam dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang yakni
agama islam. Dan semoga penulis dan pembaca selalu menjadi umat yang taat terhadap
ajaran yang disampaikan oleh Baginda Muhammad SAW.
Syukur Alhamdulillah penulis haturkan ke hadirat Allah Azza Wa Jalla karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah “Mediasi HES” dengan
tema makalah “Prinsip-Prinsip Mediasi Di Pengadilan dan Identifikasi Perkara”. Penulis
mengucapkan Jazakumullahu khoiron katsiron kepada semua pihak yang telah membantu
penulis untuk menyelesaikan makalah ini serta memberikan ktritik dan saran yang
membangun terhadap materi dan penyajian makalah.
Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah “Mediasi HES” sebagai media
pembelajaran. Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dari pembaca demi kesempurnaan
makalah selanjutnya.

Surabaya, 08 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI............... iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
D. Manfaat 3
BAB II PEMBAHASAN 4
A. Pengertian Mediasi 4
B. Prinsip Prinsip Dasar Mediasi Di Pengadilan 6
C. Identifikasi Perkara 7
BAB III PENUTUP 10
Kesimpulan 10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mediasi pengadilan memiliki definisi kekuatan yang terlembaga dan damai
(court contact mediation), dan filosofi yang dipegang adalah Pancasila yang pastinya
adalah landasan negara bhineka tunggal ika yaitu Indonesia, khususnya prinsip yang
terdapat pada nomor ke empat. Perintah ke empat Pancasila itu antara lain membutuhkan
usaha untuk memberantas perselisihan, sengketa atau perkara melalui perundingan guna
mencapai hasil yang dilingkupi berbagai suasana kekeluargaan. Artinya setiap
perselisihan, konflik atau kasus harus segera selesai baik melalui prosedur negosiasi
maupun melalui rekonsiliasi diantara para pihak yang sedang berkonflik untuk
mendapatkan hasil yang diinginkan oleh bersama tanpa menyakiti satu sama lain.
Awalnya, mediasi yang dilakukan di pengadilan seringkali paruh waktu atau
volunteer (sukarela), namun mediasi sekarang berfokus pada mediasi wajib. Mediasi
pengadilan adalah suatu hasil dari pengembangan lembaga yang menyelesaikan konflik
sesuai dengan Pasal 130 / Pasal 154 UU HAM, yang mewajibkan hakim untuk sungguh-
sungguh mengupayakan perdamaian antar pihak yang berperkara dalam proses
persidangan perkara.1
Praktik hukuk islam sudah terbiasa menyelesaikan permasalahan melalui mediasi
di pengadilan. Menurut istilah hukum islam mediasi biasanya disebut dengan Tahkim.
Tahkim artinya menyerahkan, kata tahkim diambil dari bahasa Arab. Menyerahkan yang
dimaksud disini adalah menyerahkan seluruh kalimat kepada yang ahli dan menerima
kalimat tersebut. Selain itu, tahkim biasanya juga dipakai untuk sebutan individu atau
lebih dari satu seperti kelompok yang menjadi perantara perselisihan antara dua pihak.
Dengan kata lain, tahkim bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan, dan para pihak
yang berselisih diberi ruang untuk berpikir dalam memilh orang atau biasa disebut
mediator sebagai perantara atau seseorang yang dianggap berada ditengah tengah atau
tidak memihak dan kompeten. Para pihak yang menengahi sengketa.2

1
Rahadi Wasi Bintoro, “Kajian Ontologis Lembaga Mediasi di Pengadilan,” Jurnal Yuridika, Vol. 31, No.1,
(Januari-April, 2016), hlm. 72
2
TM.Hasbi, 1964, Peradilan dan Hukum Acara Islam, Yogyakarta: PT Al-Maarif, hlm. 69

1
Dalam istilah hukum Indonesia, "Tahkim" diartikan sebagai mediasi. Mediasi
adalah metode damai dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan damai, yang dapat
memberikan ruang dan kesempatan lebih banyak untuk berfikir dan berdamai kepada
pihak-pihak yang terlibat untuk mendapatkan solusi yang diinginkan dan adil. Proses
mediasi di pengadilan memiliki kemampuan kuat untuk menyelesaikan suatu perkara
yang terjadi antara orang orang yang sedang berkonflik. Menurut norma, mediasi
didasarkan pada definisi prosedur penyelesaian konflik melalui mediasi ada di dalam
Pasal 1 angka 1 Perma Nomor 1 Januari 2016, yang merupakan proses penyelesaian
masalah yang sangat efektif sengan menggunakan metode negoisasi antar pihak yang
berkonflik sehingga dapat memberikan hasil yang menguntungkan satu sama lainnya.
Mediasi dibagi menjadi dua bagian jika dilihat dari saat pelaksanaannya. Yang
pertama adalah dilakukannya mediasi yang terjadi bukan didalam pengadilan melaikan
diluar pengadilan dan mediasi yang dilakukan di dalam pengadilan. Sistem hukum
Indonesia ( lebih tepatnya Mahkamah Agung) lebih mengutamakan mediasi penyelesaian
masalah yang dilakukan didalam pengadilan atau bisa disebut dengan court annexed
mediation atau lebih mudahnya biasa disebut dengan court annexed dispute resolution.
Mediasi secara sederhana adalah hal yang sangat penting untuk dipelajari khususnya pada
prinsip prinsip dasar mengenai mediasi yang ada di dipengadilan.selain itu perkara juga
harus di identifikasi agar

B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang yang dibuat oleh peneliti maka terbentuklah rumusan
masalah pada penelitian penulis kali ini adalah:
a. Bagaimana prinsip prinsip dasar mediasi di pengadilan?
b. Bagaimana indentifikasi perkara dipengadilan?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yag telah ada maka Tujuan dari penelitian yang dibuat
oleh penulis kali ini adalah:

2
a. Untuk mengetahui bagaimana prinsip prinsip dasar mediasi di pengadilan
b. Untuk mengetahui bagaimana identifikasi perkara atau konflik di pengadilan

D. Manfaat
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini diharapkan mampu berguna baik
secara teoritis dan secara praktis antara lain:
a. Manfaat Teoritis
makalah yang dilakukan oleh penulis kali ini diharapkan mampu berguna dalam
penambahan wawasan dan sumbangan ilmu terhadap hukum mengenai prinsip prinsip
dasar mediasi dipengadilan serta identifikasi perkara
b. Manfaat Praktis
Makalah ini diharapkan mampu memberikan faedah bagi khalayak umum,
penegak hukum, di pengadilak baik perdata maupun pidana agar sebagai pemahaman
dan ilmu baru mengenai prinsip prinsip dasar mediasi di pengadilan serta identifikasi
perkara

BAB II
PEMBAHASAN

3
A. Pengertian Mediasi

Berbicara tentang definisi dan makna mediasi, jika kita melihat makna mediasi dari sudut
pandang hukum, maka makna mediasi akan selalu menghasilkan perbedaan pendapat,
terutama para praktisi hukum dan ahli tentang hukum di Indonesia, baik itu hukum umum
yang sudah ditetapkan oleh negara maupun hukum Islam yang ada di kitab suci umat yang
beragama islam yaitu Al-quran dan sabda nabi berupa Hadits. Menurut mereka pengertian
memberikan pengertian sudut pandang. Menurut Muhammad Saifullah, mediasi merupakan
suatu istilah yang berasal dari kata mediasi dalam bahasa Inggris yaitu mediation yang
artinya penyelesaian perselisihan melalui mediasi yang dapat memberikan win-win solution
yang tidak merugikan bagi kedua belah pihak. Menurut Takdir Rahmadi, mediasi merupakan
langkah yang dilakukan oleh satu orang untuk menyelesaikan sengketa antar individu datu
dengan yang lain atau bahkan lebih melalui perundingan guna mencapai penyelesaian konflik
atau disbut juga dengan perdamaian. Demikian pula, Folberg dan A. Taylor mengutip poin
dalam buku Mahkamah Agung tahun 2005 bahwa para peserta secara sistematis mengisolasi
isu-isu kontroversial dengan bantuan netral untuk mengembangkan opsi, mempertimbangkan
alternatif, dan mendapatkan solusi dari prosesnya. Solusi yang disepakati memungkinkan
Mill memenuhi kebutuhan mereka.
Pengertian sederhana dari mediasi adalah melalui pengenalan proses penyelesaian
Sengketa Seseorang yang bertindak sebagai mediator atau mediator yang netral (tidak
mendukung salah satu pihak) dan juga melakukan proses tawar menawar untuk mencapai
suatu kesimpulan sehingga di akhir negosiasi semua pihak dapat diuntungkan. Dari
pengertian di atas maka keterlibatan pihak ketiga yang disebut mediator menjadi salah satu
kunci penentu dalam keberhasilan mediasi. Mediator harus orang yang adil dan netral (tidak
memihak) karena ia berperan sebagai penengah.3 Sebagai mediator, kita tidak perlu memihak
untuk menegakkan nilai-nilai ini, tetapi kita harus mengusahakan secara aktif dan transparan
agar semua metode pembicaraan yang mencerminkan nilai-nilai tersebut diterapkan. Jika
perlu, kita juga harus siap mundur dari proses mediasi yang tidak lagi menghargai nilai-nilai

3
Muhammad Saifullah, Mediasi Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia, (Semarang:
Walisongo Press, 2009), hlm. 71

4
yang kita bela, dengan begitu kita tidak membiarkan keterampilan kita dimanfaatkan untuk
tujuan-tujuan yang kita dukung.4
Selanjutnya perkara-perkara apa saja menurut PERMA tersebut yang wajib dahulu
diupayakan penyelesaian melalui proses mediasi. Merujuk pada ketentuan pasal 4 PERMA,
perkara-perkara yang wajib diupayakan penyelesaian melalui mediasi adalah meliputi semua
sengketa yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama. Dengan demikian, terhadap semua
sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama harus terlebih dahulu
diupayakan penyelesaian melalui proses mediasi. Pengecualiannya tentu saja dalam hal ini
sepanjang perkara tersebut bukan perkara yang menurut undang-undang tidak bisa
diselesaikan melalui perdamaian, seperti misalnya perkara perceraian, perkara mengenai
status seseorang, hibah, wasiat, dan lain-lain.5

B. Prinsip Prinsip Dasar Mediasi Di Pengadilan


Banyak prinsip prinsip khusus mediasi ditemukan dalam banyak sekali dokumen.
Prinsip dasarnya adalah landasan filosofis untuk kegiatan mediasi. Prinsip atau pegangan
ini merupakan tahapan atau aturan yang harus di pertimbangkan oleh mediator, sehingga
pada saat dilakukannya tindakan mediasi untuk menyelesaikan masalah tidak akan
menyimpang dari arah yang sudah ditujukan yang menghambat lahirnya lembaga
mediasi. David S dan Michael B meminjam dari pandangan Ruth Carlton tentang
beberapa prinsip prinsip dasar dari dilakukannya mediasi. Prinsip prinsip tersebut ada
lima dan prinsip ini disebut pegangan dan pondasi dari mediasi. Kelima prinsip dasar
tersebut adalah: prinsip kerahasiaan (secretity), prinsip sukarela (volunteer), prinsip
pemberdayaan (otorisasi), prinsip netralitas (netralitas), dan prinsip satu-satunya solusi
(solusi satu-satunya).6
1. Prinsip dasar pertama dari mediasi adalah kerahasiaan
Kerahasiaan atau secretity ini yang dimaksud berarti hanya orang yang berkonflik
dan orang yang menjadi penengah yang dapat berpartisipasi dalam dilakukannya
proses penyelesaian konflik, sedangkan orang manapun tidak dapat berpartisipasi
dalam rapat mediasi. Kerahasiaan ini juga sering menarik perhatian kelompok
4
Peace Skills, A Manual for Community Mediators, Terj.A. Supratiknya, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm. 48
5
Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 133
6
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Prespektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana
Media Group, 2009), hlm. 77

5
tertentu, terutama para pengusaha yang tidak mau mempublikasikan persoalannya di
media massa.7
2. Prinsip kedua adalah sukarela (volunteer)
Orang yang berseteru secara sukarela melakukan mediasi secara sukarela, tanpa
mendapatkan paksaan dan dorongan dari pihak manapun. Prinsip kesukarelaan
didasarkan pada hal ini: jika orang datang ke tempat negosiasi pilihan mereka, solusi
akan dicari dengan bekerja sama.
3. Prinsip ketiga adalah pemberdayaan (empowerment) atau otorisasi.
Maksud dari otorisasi adalah menyatakan bahwa orang yang berkonflik mampu
menyelesaikan seteru yang terjadi diantara mereka sendiri dan dapat mencapai hasil
akhir yang diinginkan. Penyelesaian masalah yang dilakukan pihak berkonflik ini
patut dihargai, jadi tidak ada solusi atau kesepakaan yang harus dipaksakan pada apa
pun. Perseteruan harus selesai dengan otorisasi yang dilakukan oleh pihak yang
berseteru. Sehingga masalah bisa selesai dengan mudah.
4. Prinsip keempat adalah netralitas
Saat dilakukannya proses mediasi, mediator hanya sebagai penengah pihak yang
bersengketa. Mediator hanya bertugas untuk mengawasi proses mediasi apakah
mediasi berjalan dengan baik atau tidak. Dalam proses dilakukannya mediasi,
mediator tidak melakukan tindakan apa pun. Sama seperti hakim atau juri, ia
memutuskan apakah salah satu pihak benar atau salah atau mendukung
pandangannya, atau memaksakan pandangan dan solusinya orang orang yang
berseteru.
5. Prinsip yang terakhir yaitu solusi atau hasil kesepakatan yang cukup unik
Solusi yang didapat saat terjadinya mediasi tidak harus sama dengan standart
hukum yang berlaku, namun solusi yang didapat melalui proses pemikiran orang yang
kreatif. Dengan demikian, hasil mediasi dapat mengikuti kehendak dari pihak yang
berseteru.8 Solusi dalam proses mediasi “harus ditemukan dan diciptakan”, bukan
“terencana dan tertera dalam peraturan”. Itulah yang membuat solusi yang tercapai
dalam mediasi bersifat unik. Oleh karena itu, mediator maupun para pihak tidak bisa
7
Takdir Rahmandi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melaui Pendekatan Mufakat, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2011), hlm. 22
8
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Prespektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana
Media Group, 2009), hlm. 107

6
menebak apa hasil akhir yang akan mereka capai dengan ikut serta dalam proses
mediasi. 9
Berdasarkan pemaparan penjelasan prinsip prisnip mediasi di atas dapat dicerna dan
dipahami bahwa mediasi memiliki ciri utama yang membedakannya dengan penyelesaian
konflik lainnya. Hal ini ini dapat dinyatakan sebagai berikut :
 Dalam proses mediasi terjadi, terdapat metode dimana orang yang berseteru
dibaantu oleh pihak penengah atau netral mencoba berdiskusi dan bernegosiasi
untuk memperoleh hasil akhir yang dapat disepakati oleh orang orang yang
terlibat sengketa atau berseteru
 Singkatnya, mediator dapat membantu menyelesaikan perseteruan dan mediator
dianggap sebagai proses pengambilan keputusan (memfasilitasi pengambilan
keputusan atau memfasilitasi negosiasi).
 Mediasi juga dapat digambarkan sebagai sistem di mana orang penegah dapat
mengatur jalannya proses mediasi yang dilakukan sampai mencapai hasil akhir
yang diinginkan.10

C. Identifikasi Perkara
Sistem identifikasi perkara sudah diatur pada KUHP menurut Mardjono
Reskodiputro tahap identifikasi secara garis besar ada 3 yaitu tahap sebelum sidang
pengadilan atau biasa disebut dengan pra-ajudikasi. Kemudian yang kedua yaitu tahap
setelah pengadilan dan ketiga yaitu tahap ajudikasi. Berdasarkan KUHP yang telah
ditetapkan baik putusan bebas maupun putusan sebagai tersangka atau bersalah tetap
harus di berlakukan dasar yang telah ada yaitu fakta dan keadaan serta bukti bukti nyata
yang didapat saat persidangan. Sehingga keputusan yang seadilnya bisa berdiri tegak
antara satu dengan yang lainnya. Perkara perkara yang terjadi harus di identifikasi dengan
sebaik baiknya melalui berbagai cara, salah satunya adalah melalui mediasi dalam
pengadilan.
9
Ahwan Fanani, Pengantar Mediasi (Fasilitatif), Prinsip, Metode, dan Teknik, Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang, 2012, hlm. 29
10
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Prespektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana
Media Group, 2009), hlm. 88

7
Pertama-tama periksa kebenaran insiden yang disampaikan kepadanya, lalu
pertimbangkan untuk mengevaluasi insiden tersebut dan mengaitkannya dengan hukum
yang berlaku, dan kesimpulan lebih lanjut dapat diambil dengan menyatakan hukum yang
menentang insiden tersebut. Di antara dua kepentingan yang memang tidak sama, hukum
harus tetap berada ditengah tengah dan ditegakkkan sesuai keadilan. Karena barang siapa
yang melanggar keadilan dan dan mengambil keuntungan apapun, dan siapa pun yang
mengalami perlakuan tidak adil dan mendapat uang terlalu sedikit, maka hakim akan
menjatuhkan Denda Penggunaan untuk memperbaiki keseimbangan, sehingga mencabut
orang dari praktik yang tidak adil. Karena menilai adalah mencari keadilan.11 Ada
beberapa macam identifikasi, sebagai berikut:
Identifikasi Medikolegal
Merupakan identifikasi yang berguna untuk menemukan kebenaran atau
kesalahan dari suatu Tindakan, seperti yang terjadi pada perkara-perkara berikut ini:
1. Perkara Pidana
Identifikasi yang terjadi di perkara ini misalnya pada penjahat, pembunuh, pelaku
penganiayaan, pemerkosaan, dan lain sebagainya. Kemudian korban kecelakaan
lalu lintas yang tidak dikenali. Korban yang tenggelam, hilang, tidak dikenali dan
penentuan jenis kelamin yang meragukan. Identifikasi untuk menggali jenazah
yang sudah membusuk dan tidak utuh lagi kerangkanya.
2. Perkara Perdata
Adapun dalam perkara perdata ini seperti asuransi, hak waris, dan dugaan ayah
dari seorang yang tidak legal.
Pada dasarnya identifikasi untuk orang hidup itu mencakup anatomi, odontology,
serta golongan darah. Jika suatu identifikasi itu ditujukan hanya bersifat individu maka
sebatas pengenalan berdasarkan ciri atau sifat yang membedakan dengan individu lain,
bisa seperti korban hidup atau mati. Adanya identifikasi ini dilakukan untuk memeriksa
dan mengamati secara menyeluruh yang terdiri atas:
1) Pemeriksaan Fisik seperti:
a. Umur, jenis kelamin, tinggi badan

11
J.J. Von Schmid, Terjemahan R. Wiratno et.al; Ahli-Ahli Pikir Tentang Negara dan Hukum, Jakarta: PT.
Pembangunan, 1965, hlm. 35

8
b. Deformitas
c. Parut, tato
d. Gigi, warna mata, kulit, rambut
e. Ukuran sepatu dan topi
f. Disabilitas (tuli, buta)
2) Pemeriksaan Sidik Jari
3) Penentuan Golongan Darah
4) Ciri tubuh
5) Fotografi
6) Benda milik pribadi seperti KTP, SIM, perhiasan dan sebagainya.

Identifikasi Forensik
Merupakan suatu identifikasi di dunia kedokteran yang berguna untuk membantu
penyidik menentukan identitas seseorang. Pada prinsipnya identitas forensik ini
merupakan serangkaian tindakan mengenali suatu barang bukti, baik berupa specimen
biologis maupun benda lainnya. Proses pengenalan dilakukan dengan mencari ciri yang
menjadi karakteristik barang bukti tersebut, agar selanjutnya bisa dibandingkan dengan
data yang lainnya.12

BAB III
PENUTUP
12
M. Afiful Jauhari, Metode Alternatif Identifikasi Forensik, (Surabaya: Scopindo Media Pustaka, 2020) hlm. 7

9
Kesimpulan
Pengertian mediasi adalah Melalui pengenalan proses penyelesaian Segketa Seseorang yang
bertindak sebagai mediator atau mediator yang netral (tidak mendukung salah satu pihak) dan
juga melakukan proses tawar menawar untuk mencapai suatu kesimpulan sehingga di akhir
negosiasi tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Mediasi memiliki lima prinsip dasar seperti:
Kerahasiaan, Sukarela, Otorisasi, Netralis, solusi unik. Adapun Tahap identifikasi secara garis
besar ada 3 yaitu tahap sebelum sidang pengadilan atau biasa disebut dengan pra-ajudikasi.
Kemudian yang kedua yaitu tahap setelah pengadilan dan ketiga yaitu tahap ajudikasi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Syahrizal. 2009. Mediasi Dalam Prespektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Hukum
Nasional. Jakarta: Kencana Media Group.

Basir, Cik. 2009. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah. Jakarta: Kencana.

Fanani, Ahwan. 2012. Pengantar Mediasi (Fasilitatif), Prinsip, Metode, dan Teknik. Semarang:
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.

Jauhari, M. Afiful. 2020. Metode Alternatif Identifikasi Forensik,. Surabaya: Scopindo Media
Pustaka.

J.J. Von Schmid, R. Wiratno et.al. 1965. “Ahli-Ahli Pikir Tentang Negara dan Hukum” (Jakarta:
PT. Pembangunan)

Peace Skills. A Manual for Community Mediators. Terj. A. Supratiknya. 2002. Yogyakarta:
Kanisius.

Rahmandi, Takdir. 2011. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.

Saifullah, Muhammad. 2009. Mediasi Dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif di
Indonesia. Semarang: Walisongo Press.

TM.Hasbi. 1964. Peradilan dan Hukum Acara Islam. Yogyakarta: PT Al-Maarif

Wasi Bintoro, Rahadi. 2016. Kajian Ontologis Lembaga Mediasi di Pengadilan,” Jurnal
Yuridika, Vol. 31 No.1.

11

Anda mungkin juga menyukai